Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
n
A
2
A
2
A
1 1
a
2 1
a
n
a
1
1 2
a
2 2
a
n
a
2
1 m
a
2 m
a
n m
a
m
A
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
25
Tabel 2. 2 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan
Tingkat
Kepentingan
Definisi Keterangan
1 Sama
pentingnya
Kedua elemen mempunyai pengaruh yang
sama.
3 Sedikit lebih
penting
Pengalaman dan penilaian sangat memihak
satu elemen dibandingkan dengan
pasangannya.
5 Lebih penting Satu elemen sangat disukai dan secara praktis
dominasinya sangat nyata, debandingkan
dengan elemen pasangannya.
7 Sangat penting Satu elemen terbukti sangat disukai dan
secara praktis dominasinya sangat ,
dibandingkan dengan elemen pasangannya.
9 Mutlak lebih
penting
Satu elemen mutlak lebih disukai
dibandingkan dengan pasangannya, pada
tingkat keyakinan tertinggi
Resiprokal Kebalikan Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas
ketika dibandingkan elemen j, maka j
memiliki kebalikannya ketika dibanding
elemen i
Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan ataupun
memperkirakan kemungkinan dari sesuatu hal/peristiwa yang dihadapi. Penilaian tersebut
akan dibentuk ke dalam matriks berpasangan pada setiap level hirarki.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
26
Contoh Pair Wise Comparison Matrix pada suatu level of hierarchy, yaitu :
N M L K
=
1
5
1
4
9
1
5 1 6
7
1
4
1
6
1
1
3
1
9 7 3 1
N
M
L
K
A
Baris 1 kolom 2 : jika K dibandingkan L, maka K sedikit lebih penting/cukup penting
dari L yaitu sebesar 3, artinya : K moderat pentingnya daripada L,
dan seterusnya.
Angka 3 bukan berarti bahwa K tiga kali lebih besar dari L, tetapi K moderat importance
dibandingkan dengan L, sebagai ilustrasi perhatikan matriks resiprokal berikut ini :
M L K
=
1
4
1
9
1
4 1 7
9
7
1
1
M
L
K
A
Membacanya/membandingkannya, dari kiri ke kanan. Jika K dibandingkan dengan L,
maka L very strong importance daripada K dengan nilai judgement sebesar 7. Dengan
demikian pada baris 1 kolom 2 diisi dengan kebalikan dari 7 yakni 1/7. Artinya,
K dibanding L L lebih kuat dari K
Jika K dibandingkan dengan M, maka K extreme importance daripada G dengan nilai
judgement sebesar 9. Jadi baris 1 kolom 3 diisi dengan 9, dan seterusnya.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
27
2.2.2 Eigen value dan Eigen vector
Apabila decision maker sudah memasukkan persepsinya atau penilaian untuk
setiap perbandingan antara kriteria kriteria yang berada dalam satu level (tingkatan)
atau yang dapat diperbandingkan maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling
disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan di setiap level
(tingkatan).
Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector maka akan
diberikan definisi definisi mengenai matriks dan vector.
1. Matriks
Matriks adalah sekumpulan himpunan objek (bilangan riil atau kompleks,
variabel variabel) yang disusun secara persegi panjang (yang terdiri dari baris dan
kolom) yang biasanya dibatasi dengan kurung siku atau biasa. Jika sebuah matriks
memiliki m baris dan n kolom maka matriks tersebut berukuran (ordo) m x n. Matriks
dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika m = n. Dan skalar skalarnya berada di
baris ke-i dan kolom ke-j yang disebut (ij) matriks entri.
2. Vektor dari n dimensi
Suatu vektor dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen elemen yang
teratur berupa angka angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari kiri
ke kanan (disebut vector baris atau Row Vektor dengan ordo 1 x n ) maupun menurut
kolom , dari atas ke bawah (disebut vector kolom atau Colomn Vector dengan ordo n x 1).
Himpunan semua vector dengan n komponen dengan entri riil dinotasikan dengan R
n
.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
28
Untuk vector kolom dirumuskan sebagai berikut :
3. Eigen value dan eigen vector
Definisi : JIka A adalah matriks n x n maka vektor tak nol x di dalam
dinamakan eigen vektor dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni
Skalar dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen vector yang
Bersesuaian dengan . Untuk mencari eigen value dari matriks A yang berukuran
n x n maka dapat ditulis pada persamaan berikut :
Atau secara ekivalen
Agar menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan
ini. Akan tetapi, persamaan diatas akan mempunyai pemecahan tak nol jika dan hanya
jika :
Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini
adalah eigen value dari A.
n
R U
u
n
R
u
n
n
R
a
a
a
2
1
x Ax =
x Ax =
n
R
0 ) ( = x A I
0 ) det( = A I
u
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
29
Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj adalah a ij ,
maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni a ij=1/aij
Bobot yang dicari dinyatakan dalam vector .
Nilai menyatakan bobot kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub
sistem tersebut.
Jika mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan menyatakan
kepentingan dari factor j terhadap factor k, maka agar keputusan menjadi konsisten,
kepentingan i terhadap factor k harus sama dengan atau jika
untuk semua i, j, k maka matriks tersebut konsisten .
Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor , maka elemen dapat ditulis
menjadi :
(1)
Jadi matriks konsisten adalah :
(2)
Seperti yang di uraikan diatas, maka untuk pair-wise comparison matrix diuraikan
seperti berikut ini :
(3)
Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa :
(4)
) , , (
,..., 3 2 1 n
=
n
j i
a
k
j
a
k
j j i
a a .
k i
k
j j i
a a a = .
j i
a
;
j
i
j i
a
=
n j i ,..., 3 , 2 , 1 , =
k i
k
i
k
j
j
i
k
j j i
a a a = = =
. .
j i
j
i
i
j
i
j
a
a
1 1
= = =
1 . =
j
i
i
j
a
n j i ,..., 3 , 2 , 1 , =
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
30
Dengan demikian untuk pair-wise comparison matrix yang konsisten menjadi :
; (5)
(6)
Persamaan diatas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks dibawah ini :
(7)
Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa adalah eigen vektor dari
matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks
itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut :
(8)
Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa ;
(9)
Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker) tidak
selalu dapat konsisten mutlak (absolte consistent) dalam mengekspresikan preferensinya
terhadap elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa judgement yang
diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy dapat saja
inconsistent.
n a
j i
j i
n
j
j i
=
1
. .
1
n j i ,..., 3 , 2 , 1 , =
j i j i
n
j
j i
n a =
=
.
1
n j i ,..., 3 , 2 , 1 , =
. . n A =
=
n n
m
n n n
n
n
n A
2
1
2
1
2 1
2
2
2
1
2
1
2
1
1
1
k
j
k i
j i
a
a
a =
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
31
Jika :
1). Jika adalah bilangan- bilangan yang memenuhi persamaan :
(10)
Dengan eigen value dari matriks A dan jika a
ii
= 1; I = 1,2,,n; maka dapat ditulis
(11)
Misalkan kalau suatu pair-wise comparison matrix bersifat ataupun memenuhi
kaidah konsistensi seperti pada persamaan (2), maka perkalian elemen matriks sama
dengan 1.
maka (12)
Eigen value dari matriks A,
(13)
Kalau diuraikan lebih jauh untuk persamaan (13), hasilnya menjadi :
(14)
Dari persamaan (14) kalau diuraikan untuk mencari harga eigen value maximum
yaitu :
;
n
,..., ,
2 1
x x A = .
n
i
=
=
2 2 1 2
2 1 1 1
A A
A A
A
2 1
1 2
1
A
A =
0
0 ) (
0
=
=
=
I A
x I A
x Ax
0
2 2 1 2
2 1 1 1
=
A A
A A
( ) max
( )
0 ) 2 (
0 2
0 1 2 1
0 1 1
2
2
2
=
=
= +
=
0
1
= 2
2
=
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
32
Dengan demikian matriks pada persamaan (12) merupakan matriks yang konsisten,
dimana nilai sama dengan harga dimensi matriksnya.
Jadi untuk n > 2 , maka semua harga eigen velue-nya sama dengan nol dan hanya ada
satu eigen value yang sama dengan n (konstan dalam kondisi matriks konsisten).
2). Bila ada perubahan kecil dari elemen matriks maka eigen value-nya akan
Berubah menjadi semakin kecil pula.
Dengan menggabungkan kedua sifat matriks (aljabar linier ), jika :
a. Elemen diagonal matriks A
b. Dan untuk matriks A yang konsisten, maka variasi kecil dari
akan membuat harga eigen value yang lain mendekati nol.
2.2.3 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio
Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model model pengambilan
keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model
AHP yang memakai persepsi decision maker sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan
mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya
secara konsisten terutama kalau harus mambandingkan banyak kriteria. Berdasarkan
kondisi ini maka decision maker dapat menyatakan persepsinya dengan bebas tanpa ia
harus berfikir apakah persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.
max
) 1 ( =
i i
a
n i ,..., 2 , 1 =
n j i a
j i
,..., 2 , 1 , =
j i
a
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
33
Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue
maksimum. Thomas L. Saaty telah membuktikan bahwa Indeks konsistensi dari matriks
berordo n dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
(15)
CI = Rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi (consistency indeks)
= Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n
n = Orde matriks
Apabila CI bernilai nol, maka matriks pair wise comparison tersebut konsisten.
Batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan oleh Thomas L. Saaty
ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yaitu perbandingan indeks
konsistensi dengan nilai random indeks (RI) yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh
Oak Ridge National Laboratory kemudian dikembangkan oleh Wharton School dan
diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan
demikian, Rasio Konsistensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
(16)
CR = Rasio konsistensi
RI = Indeks Random
( )
( ) 1
max
=
n
n
CI
max
RI
CI
CR =
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
34
Tabel 2.3 Nilai Random Indeks (RI)
n
1 2 3 4 5 6 7 8 9
RI 0, 00 0, 00 0, 58 0, 90 1, 12 1, 24 1, 32 1, 41 1, 45
n 10 11 12 13 14 15
RI
1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59
Bila matriks pair wise comparison dengan nilai CR lebih kecil dari 0, 100 maka
ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima jika tidak maka
penilaian perlu diulang.
2.3 Analisis Sensitivitas pada Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analisis sensitivitas pada AHP dapat terjadi untuk memprediksi keadaan apabila
terjadi perubahan yang cukup besar, misalnya terjadi perubahan bobot prioritas karena
adanya perubahan kebijaksanan sehingga muncul usulan pertanyaan bagaimana urutan
prioritas alternatif yang baru dan tindakan apa yang perlu dilakukan.
.
Analisa sensitivitas adalah unsur dinamis dari sebuah hirarki. Artinya penilaian yang
dilakukan pertama kali dipertahankan untuk suatu jangka waktu tertentu dan adanya
perubahan kebijaksanaan atau tindakan yang cukup dilakukan dengan analisa sensitivitas
untuk melihat efek yang terjadi.
Sebagai contoh, seorang siswa sekolah menengah pertama diterima di tiga sekolah
menengah atas. Anak tersebut akan mengalami kesulitan dalam memilih satu dari tiga
sekolah yang menerimanya sebagai siswa. Untuk membantu menemukan jalan keluar
maka masalah tersebut dapat dipecahkan dengan membuat suatu hirarki. Pada level
pertama berupa tujuan memilih sekolah terbaik dan level kedua berupa kriteria yang
terdiri dari proses belajar mengajar (PBM), lingkungan pergaulan (LK), kehidupan
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
35
sekolah secara umum (KS), dan kualifikasi yang diminta sekolah (KUA). Pada level
ketiga berupa alternatif yang terdiri dari sekolah A, B dan C.
Permasalahan tersebut diatas memiliki struktur hirarki sebagai berikut :
Gambar 2.2 Struktur Hirarki Pemilihan Sekolah Terbaik
Dari struktur hirarki tersebut dibentuk matriks perbandingan berpasangan pada
setiap level hirarki. Matriks Perbandingan berpasangan pada level kedua adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.4 Matriks perbandingan berpasangan pada level dua
Tujuan PBM
LP KS
KUA Bobot
Prioritas
PBM
2
1
2
1
3
1
4
1
x
1
LP
1
2
2
2
3
2
4
2
x
2
KS
1
3
2
3
3
3
4
3
x
3
KUA
1
4
2
4
3
4
4
4
x
4
Tujuan
PBM
LP
KS
KUA
A B C
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
36
Dimana :
x
1
= bobot prioritas PBM x
3
= bobot prioritas KS
x
2
= bobot prioritas LP
x
4
= bobot prioritas KUA
Matriks Perbandingan berpasangan pada level ketiga adalah sebagai berikut :
a). Matriks perbandingan berpasangan terhadap PBM
Tabel 2.5 Matriks perbandingan berpasangan terhadap PBM
Dimana :
a
1
= bobot prioritas alternatif A terhadap PBM
b
1
= bobot prioritas alternatif B terhadap PBM
c
1
= bobot prioritas alternatif C terhadap PBM
b). Matriks perbandingan berpasangan terhadap LP
Tabel 2.6 Matriks perbandingan berpasangan terhadap LP
PBM
A B C Bobot prioritas
A
2
1
2
1
3
1
a
1
B
1
2
2
2
3
2
b
1
C
1
3
2
3
3
3
c
1
LP
A B C Bobot prioritas
A
2
1
2
1
3
1
a
2
B
1
2
2
2
3
2
b
2
C
1
3
2
3
3
3
c
2
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
37
Dimana :
a
2
= bobot prioritas alternatif A terhadap LP
b
2
= bobot prioritas alternatif B terhadap LP
c
2
= bobot prioritas alternatif C terhadap LP
c). Matriks perbandingan berpasangan terhadap KS
Tabel 2.7 Matriks perbandingan berpasangan terhadap KS
Dimana :
a
3
= bobot prioritas alternatif A terhadap KS
b
3
= bobot prioritas alternatif B terhadap KS
c
3
= bobot prioritas alternatif C terhadap KS
d). Matriks perbandingan berpasangan terhadap KUA
Tabel 2.8 Matriks perbandingan berpasangan terhadap KUA
KS
A B C Bobot prioritas
A
2
1
2
1
3
1
a
3
B
1
2
2
2
3
2
b
3
C
1
3
2
3
3
3
c
3
KUA
A B C Bobot prioritas
A
2
1
2
1
3
1
a
4
B
1
2
2
2
3
2
b
4
C
1
3
2
3
3
3
c
4
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
38
Dimana :
a
4
= bobot prioritas alternatif A terhadap KUA
b
4
= bobot prioritas alternatif B terhadap KUA
c
4
= bobot prioritas alternatif C terhadap KUA
Untuk menentukan bobot prioritas global dapat diperoleh dengan melakukan perkalian
bobot prioritas lokal pada level dua dan level tiga seperti pada tabel berikut :
Tabel 2.9 Prioritas Global
Kriteria K
1
K
2
K
3
K
4
Prioritas global
Bobot x
1
x
2
x
3
x
4
A a
1
a
2
a
3
a
4
X
B b
1
b
2
b
3
b
4
Y
C c
1
c
2
c
3
c
4
Z
Dimana :
X = prioritas global sekolah A
Y = prioritas global sekolah B
Z = prioritas global sekolah C
Dari tabel tersebut prioritas global dapat dirumuskan sebagai berikut :
(17)
4 4 3 3 2 2 1 1
4 4 3 3 2 2 1 1
4 4 3 3 2 2 1 1
x c x c x c x c Z
x b x b x b x b Y
x a x a x a x a X
+ + + =
+ + + =
+ + + =
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
39
2.3.1 Analisis Sensitivitas pada Bobot Prioritas dari Kriteria Keputusan
Analisis sensitivitas pada kriteria keputusan dapat terjadi karena ada informasi
tambahan sehingga decision maker mengubah penilaiannya. Akibat terjadinya perubahan
penilaian menyebabkan berubahnya urutan prioritas.
Dari persoalan di atas dituliskan persamaan urutan prioritas global sebagai berikut :
(18)
Apabila dilakukan perubahan terhadap penilaian dimana bobot prioritas kriteria x
1
Maka urutan prioritas berubah. Bobot prioritas kriteria x
1
dapat diubah lebih kecil dari x
1
atau lebih besar dari x
1
. Analisis sensitivitas ini juga dapat dilakukan terhadap kriteria
kriteria lainnya yaitu kriteria x
2,
x
3,
dan x
4.
Sehingga analisis ini menunjukkan perubahan
terhadap urutan prioritas.
4 4 3 3 2 2 1 1
4 4 3 3 2 2 1 1
4 4 3 3 2 2 1 1
x c x c x c x c Z
x b x b x b x b Y
x a x a x a x a X
+ + + =
+ + + =
+ + + =
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
40
BAB 3
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas secara khusus tentang penetapan prioritas menggunakan
metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan analisis sensitivitas serta pengaruhnya
terhadap urutan prioritas.
3.1 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki Untuk semua Kriteria
Pada gambar 2.2 mengilustrasikan struktur hirarki permasalahan pemilihan
sekolah terbaik. Setelah penyusunan hirarki, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
perbandingan antara elemen dengan memperhatikan pengaruh elemen pada level
diatasnya. Pembagian pertama dilakukan untuk elemen elemen pada level kriteria
dengan memperhatikan level diatasnya yaitu goal atau tujuan utama. Pada level dua
terdiri dari kriteria proses belajar mengajar (PBM), lingkungan pergaulan (LP), kehidupan
sekolah secara umum (KS), dan kualifikasi yang diminta sekolah (KUA). Pembandingan
dilakukan dengan menggunakan skala satu sampai sembilan dan memenuhi aksioma
aksioma pada metode AHP. Matriks perbandingan berpasangan dari level dua dengan
memperhatikan level satu adalah :
Tabel 3.1 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk semua Kriteria
PBM LP KS KUA
PBM 1 2 8 4
LP 1/2 1 7 3
KS 1/8 1/7 1 1/5
KUA 1/4 1/3 5 1
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
41
Perhitungan matriks untuk semua kriteria :
Tabel 3.2 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk semua Kriteria
yang disederhanakan
Dengan unsur unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang
bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen
dihasilkan dari rata rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel sebagai berikut :
Tabel 3.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk semua Kriteria
yang dinormalkan
Selanjutnya nilai eigen maksimum diperoleh dengan menjumlahkan
hasil perkalian antara jumlah entri-entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang
disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah
sebagai berikut :
PBM LP KS KUA
PBM 1, 000 2, 000 8, 000 4, 000
LP 0, 500 1, 000 7, 000 3, 000
KS 0, 125 0, 142 1, 000 0, 200
KUA 0, 250 0, 333 5, 000 1, 000
1, 875 3, 475 21, 000 8, 200
PBM LP KS KUA Vektor Eigen (yang
dinormalkan)
PBM 0, 533 0, 575 0, 380 0, 487 0, 493
LP 0, 266 0, 287 0, 333 0, 365 0, 312
KS 0, 066 0, 047 0, 047 0, 024 0, 046
KUA 0, 133 0, 095 0, 238 0, 121 0, 146
) (
maksimum
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
42
(1, 875 x 0, 493) + (3, 475 x 0, 312) + (21 x 0, 046) + (8, 200 x 0, 146)
= 4, 171
Karena matriks berordo 4 (yakni terdiri dari 4 kriteria), nilai indeks konsistensi
yang diperoleh :
Untuk n = 4, RI = 0, 900 (tabel Saaty), maka :
Karena CR < 0, 100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas menunjukkan kriteria Proses Belajar
Mengajar (PBM) merupakan kriteria yang paling penting dalam menentukan sekolah
terbaik dengan nilai bobot 0, 493 atau 49, 3%, berikutnya kriteria Lingkungan Pergaulan
(LP) dengan nilai bobot 0, 312 atau 31, 2%, kriteria kualifikasi yang diminta sekolah
dengan nilai bobot 0, 146 atau 14, 6% dan kriteria kehidupan sekolah secara umum
dengan nilai bobot 0, 046 atau 4, 6%.
3.2 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Proses Belajar Mengajar
Perbandingan berpasangan untuk kriteria proses belajar mengajar pada tiga
sekolah menengah atas yaitu perbandingan berpasangan antara sekolah A dengan sekolah
B, sekolah A dengan sekolah C. Perbandingan sekolah B dengan sekolah A, sekolah B
dengan sekolah C. Perbandingan sekolah C dengan sekolah A, sekolah C dengan sekolah
B. Maka matriks perbandingan berpasangan preferensi diatas adalah sebagai berikut :
=
maksimum
057 , 0
1 4
4 171 , 4
1
max
=
=
n
n
CI
063 , 0
900 , 0
057 , 0
= = =
RI
CI
CR
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
43
Tabel 3.4 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Proses Belajar Mengajar
Perhitungan matriks untuk kriteria Proses Belajar Mengajar
Tabel 3.5 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Proses Belajar Mengajar yang
disederhanakan
Dengan unsur unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang
bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen
dihasilkan dari rata rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 3.6 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Proses Belajar Mengajar
yang dinormalkan
PBM A B C
A 1 1/3 1/2
B 3 1 3
C 2 1/3 1
PBM A B C
A 1, 000 0, 333 0, 500
B 3, 000 1, 000 3, 000
C 2, 000 0, 333 1, 000
6, 000 1, 666 4, 500
PBM
A
B
C
Vektor Eigen (yang
dinormalkan)
A 0, 161 0, 199 0, 111 0, 158
B 0. 500 0,600 0, 666 0, 588
C 0, 333 0, 199 0, 222 0, 251
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
44
Selanjutnya nilai eigen maksimum diperoleh dengan menjumlahkan
hasil perkalian antara jumlah entri-entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang
disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah
sebagai berikut :
(6, 000 x 0, 158) + (1, 666 x 0, 588) + (4, 500 x 0, 251)
= 3, 056
Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif), maka nilai indeks
konsistensi yang diperoleh adalah :
Untuk n = 3, RI = 0, 580 (tabel skala saaty), maka ;
Karena CR < 0, 100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh urutan prioritas lokal untuk
kriteria Proses Belajar Mengajar yaitu sekolah B menjadi prioritas pertama dengan nilai
bobot 0, 588 atau 58, 4%, kemudian sekolah C menjadi prioritas ke-2 dengan nilai bobot
0, 251 atau 25, 1%, sekolah A menjadi prioritas ke-3 dengan nilai bobot 0, 158 atau 15,
8%.
3.3 Perhitungan Faktor Evaluasi untuk Kriteria Lingkungan Pergaulan
Tabel 3.7 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Lingkungan Pergaulan
LP A B C
A 1 2 2
B 1/2 1 1/2
C 1/2 2 1
) (
maksimum
=
maksimum
028 , 0
1 3
3 056 , 3
1
max
=
=
n
n
CI
048 , 0
580 , 0
028 , 0
= = =
RI
CI
CR
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
45
Perhitungan matriks untuk kriteria Lingkungan Pergaulan :
Tabel 3.8 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Lingkungan Pergaulan
yang disederhanakan
Dengan unsur unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang
bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen
dihasilkan dari rata rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 3.9 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Lingkungan Pergaulan
yang dinormalkan
Selanjutnya nilai eigen maksimum diperoleh dengan menjumlahkan
hasil perkalian antara jumlah entri-entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang
disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah
sebagai berikut :
(2, 000 x 0, 490) + (5, 000 x 0, 197) + (3, 500 x 0, 311)
= 3, 053
LP A B C
A 1, 000 2, 000 2, 000
B 0, 500 1, 000 0, 500
C 0, 500 2, 000 1, 000
2, 000 5, 000 3, 500
LP
A
B
C
Vektor Eigen (yang
dinormalkan)
A 0, 500 0, 400 0, 571 0, 490
B 0. 250 0, 200 0, 142 0, 197
C 0, 250 0, 400 0, 285 0, 311
) (
maksimum
=
maksimum
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
46
Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif), maka nilai indeks
konsistensi yang diperoleh adalah :
Untuk n = 3, RI = 0, 580 (tabel skala saaty), maka ;
Karena CR < 0, 100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh urutan prioritas lokal untuk
kriteria Lingkungan Pergaulan yaitu sekolah A menjadi prioritas pertama dengan nilai
bobot 0, 490 atau 49%, kemudian sekolah C menjadi prioritas ke-2 dengan nilai bobot
0, 311 atau 31, 1%, sekolah B menjadi prioritas ke-3 dengan nilai bobot 0, 197 atau 19,
7%.
3.4 Perhitungan Faktor Evaluasi untuk Kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum
Tabel 3.10 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kehidupan Sekolah Secara
Umum
KS A B C
A 1 1/2 1/4
B 2 1 1/4
C 4 4 1
026 , 0
1 3
3 053 , 3
1
max
=
=
n
n
CI
044 , 0
580 , 0
026 , 0
= = =
RI
CI
CR
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
47
Perhitungan matriks untuk kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum :
Tabel 3.11 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kehidupan Sekolah
Secara umum yang disederhanakan
Dengan unsur unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan,
akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata
rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.12 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kehidupan Sekolah
Secara Umum yang dinormalkan
Selanjutnya nilai eigen maksimum diperoleh dengan menjumlahkan
hasil perkalian antara jumlah entri-entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang
disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah
sebagai berikut :
(7, 000 x 0, 132) + (5, 500 x 0, 210) + (1, 500 x 0, 654)
= 3, 060
KS A B C
A 1, 000 0, 500 0, 250
B 2, 000 1, 000 0, 250
C 4, 000 4, 000 1, 000
7, 000 5, 500 1, 500
KS
A
B
C
Vektor Eigen (yang
dinormalkan)
A 0, 142 0, 090 0, 166 0, 132
B 0. 285 0, 181 0, 166 0, 210
C 0, 570 0, 727 0, 666 0, 654
) (
maksimum
=
maksimum
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
48
Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif), maka nilai indeks
konsistensi yang diperoleh adalah :
Untuk n = 3, RI = 0, 580 (tabel skala saaty), maka ;
Karena CR < 0, 100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh urutan prioritas lokal untuk
kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum yaitu sekolah C menjadi prioritas pertama
dengan nilai bobot 0, 654 atau 65, 4%, kemudian sekolah B menjadi prioritas ke-2 dengan
nilai bobot 0, 210 atau 21%, sekolah A menjadi prioritas ke-3 dengan nilai bobot 0, 132
atau 13, 2%.
3.5 Perhitungan Faktor Evaluasi untuk Kriteria Kualifikasi yang diminta Sekolah
Tabel 3.13 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kualifikasi yang diminta
Sekolah
KUA A B C
A 1 2 4
B 1/2 1 3
C 1/4 1/3 1
030 , 0
1 3
3 060 , 3
1
max
=
=
n
n
CI
050 , 0
580 , 0
030 , 0
= = =
RI
CI
CR
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
49
Perhitungan matriks untuk kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum :
Tabel 3.14 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kualifikasi yang diminta
Sekolah yang disederhanakan
Dengan unsur unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang
bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen
dihasilkan dari rata rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 3.15 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kualifikasi yang diminta
Sekolah yang dinormalkan
Selanjutnya nilai eigen maksimum diperoleh dengan menjumlahkan
hasil perkalian antara jumlah entri-entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang
disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah
sebagai berikut :
KUA A B C
A 1, 000 2, 000 4, 000
B 0, 500 1, 000 3, 000
C 0, 250 0, 333 1, 000
1, 750 3, 300 9, 000
KUA
A
B
C
Vektor Eigen (yang
dinormalkan)
A 0, 571 0, 600 0, 444 0, 538
B 0. 285 0, 300 0, 333 0, 306
C 0, 142 0, 099 0, 111 0, 117
) (
maksimum
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
50
(1, 750 x 0, 538) + (3, 333 x 0, 306) + (9, 000 x 0, 117)
= 3, 092
Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif), maka nilai indeks
konsistensi yang diperoleh adalah :
Untuk n = 3, RI = 0, 580 (tabel skala saaty), maka ;
Karena CR < 0, 100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh urutan prioritas lokal untuk
kriteria Kualifikasi yang diminta Sekolah yaitu sekolah A menjadi prioritas pertama
dengan nilai bobot 0, 538 atau 53, 8%, kemudian sekolah B menjadi prioritas ke-2 dengan
nilai bobot 0, 306 atau 30, 6%, sekolah C menjadi prioritas ke-3 dengan nilai bobot 0, 117
atau 11, 7%.
=
maksimum
046 , 0
1 3
3 092 , 3
1
max
=
=
n
n
CI
079 , 0
580 , 0
046 , 0
= = =
RI
CI
CR
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
51
3.6 Perhitungan Total Rangking/Prioritas Global
3.6.1 Faktor Evaluasi Total
Dari seluruh evaluasi yang dilakukan terhadap faktor faktor proses balajar mengajar,
lingkungan pergaulan, kehidupan sekolah secara umum dan kualifikasi yang diminta
sekolah diperoleh factor evaluasi total sebagai berikut :
Tabel 3.16 Matriks Faktor Evaluasi Total
Faktor PBM LP KS KUA
A 0, 158 0, 490 0, 132 0, 538
B 0, 588 0,197 0, 210 0, 306
C 0, 251 0. 311 0, 654 0, 117
3.6.2 Total Rangking/Prioritas Global
Total rangking/prioritas global diperoleh dengan mengalikan matriks faktor evaluasi total
dengan matriks pembobotan hirarki, yaitu :
Dari hasil perhitungan diatas diperoleh urutan prioritas global yaitu sekolah B menjadi
prioritas utama (40, 3%), kemudian sekolah A (31, 3%) dan sekolah C (26, 7%).
267 , 0
403 , 0
313 , 0
146 , 0
046 . 0
312 , 0
493 , 0
117 , 0 654 , 0 311 , 0 251 , 0
306 , 0 210 , 0 196 , 0 588 , 0
538 , 0 132 , 0 490 , 0 158 , 0
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
52
3.7 Analisis Sensitivitas AHP Pada Bobot Prioritas Kriteria Keputusan
Untuk menentukan total rangking/prioritas global, matriks diatas dapat juga
ditunjukkan seperti tabel berikut :
Tabel 3.17 Prioritas Global Pemilihan Sekolah Terbaik
Kriteria PBM LP KS KUA
Bobot 0, 493 0, 312 0, 046 0, 146
Prioritas
Global
A 0, 158 0, 490 0, 132 0, 538 0, 313
B 0, 588 0,197 0, 210 0, 306 0, 403
C 0, 251 0. 311 0, 654 0, 117 0, 267
3.7.1 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Proses Belajar Mengajar
Model prioritas global sekolah A, B dan C dinyatakan pada persamaan 17,
sehingga prioritas global tersebut diperoleh sebagai berikut:
Dari kondisi diatas, terlihat bobot prioritas PBM adalah 0, 493 dan pada kondisi
tersebut prioritas global sekolah B adalah prioritas yang paling utama yaitu 0, 403,
kemudian prioritas global sekolah A adalah 0, 313 dan sekolah C dengan bobot prioritas
global 0, 267.
Apabila bobot prioritas PBM diturunkan ke 0, 300, maka urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :
267 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
403 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
313 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
219 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 300 , 0 (
290 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 300 , 0 (
283 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 300 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
53
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas
global tertinggi dengan bobot 0, 290 atau 29% disusul A dengan bobot 0, 283 atau 28, 3%
dan C dengan bobot 0, 219 atau 21, 9%.
Apabila bobot prioritas PBM diturunkan ke 0, 200, maka urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :
Urutan prioritas berubah dimana sekolah A menjadi urutan prioritas tertinggi
dengan bobot 0, 267 atau 26, 7% menggeser B dengan bobot 0, 231 atau 23, 1% dan C
tetap di urutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 194 atau 19, 4%.
Apabila bobot prioritas PBM diturunkan ke 0, 100, maka urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :
Urutan prioritas berubah dimana sekolah A menjadi urutan prioritas tertinggi
dengan bobot 0, 251 atau 25, 1% menggeser B dengan bobot 0, 172 atau 17, 2% dan C
tetap di urutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 169 atau 16, 9%.
Apabila bobot prioritas PBM naik menjadi 0, 500, urutan prioritas global adalah
sebagai berikut :
194 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 200 , 0 (
231 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 200 , 0 (
267 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 200 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
169 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 100 , 0 (
172 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 100 , 0 (
251 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 100 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
269 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 500 , 0 (
408 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 500 , 0 (
315 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 500 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
54
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas
global tertinggi dengan bobot 0, 408 atau 40, 8% disusul A dengan bobot 0, 315 atau 31,
5% dan C dengan bobot 0, 269 atau 26, 9%.
Apabila bobot prioritas PBM naik sampai menjadi 0, 600, urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas
global tertinggi dengan bobot 0, 466 atau 46, 6% disusul A dengan bobot 0, 330 atau 33%
dan C dengan bobot 0, 294 atau 29, 4%.
Dari analisis sensitivitas dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas PBM sensitif
ketika diubah dari 0, 493 menjadi 0, 200.
3.7.2 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Lingkungan Pergaulan
Pada keadaan bobot prioritas LP adalah 0, 312 dan pada keadaan tersebut prioritas
global sekolah B adalah prioritas yang paling utama yaitu 0, 403, kemudian prioritas
global sekolah A adalah 0, 313 dan sekolah C dengan bobot prioritas global 0, 267.
Apabila bobot prioritas LP diturunkan ke 0, 200, maka urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :
294 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 600 , 0 (
466 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 600 , 0 (
330 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 600 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
232 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 200 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
381 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 200 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
259 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 200 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
55
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas
global tertinggi dengan bobot 0, 381 atau 38, 1% disusul A dengan bobot 0, 259 atau 25,
9% dan C dengan bobot 0, 232 atau 23, 2%.
Apabila bobot prioritas LP diturunkan ke 0, 100, maka urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas
global tertinggi dengan bobot 0, 361 atau 36, 1% disusul A dengan bobot 0, 210 atau 21%
dan C dengan bobot 0, 201 atau 20, 1%.
Apabila bobot prioritas LP naik menjadi 0, 400, urutan prioritas global adalah
sebagai berikut :
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas
global tertinggi dengan bobot 0, 420 atau 42% disusul A dengan bobot 0, 357 atau 35, 7%
dan C dengan bobot 0, 294 atau 29, 4%.
Apabila bobot prioritas LP naik menjadi 0, 500, urutan prioritas global adalah
sebagai berikut :
201 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 100 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
361 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 100 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
210 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 100 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
294 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 400 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
420 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 400 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
357 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 400 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
325 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 500 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
440 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 500 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
406 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 500 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
56
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas
global tertinggi dengan bobot 0, 440 atau 44% disusul A dengan bobot 0, 406 atau 40, 6%
dan C dengan bobot 0, 325 atau 32, 5%.
Apabila bobot prioritas LP naik menjadi 0, 600, urutan prioritas global adalah
sebagai berikut :
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas
global tertinggi dengan bobot 0, 460 atau 46% disusul A dengan bobot 0, 455 atau 45, 5%
dan C dengan bobot 0, 356 atau 35, 6%.
Apabila bobot prioritas LP naik menjadi 0, 700, urutan prioritas global adalah
sebagai berikut :
Urutan prioritas berubah dimana sekolah A menjadi urutan prioritas tertinggi
dengan bobot 0, 504 atau 50, 4% menggeser B dengan bobot 0, 479 atau 47, 9% dan C
tetap di urutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 387 atau 38, 7%.
Apabila bobot prioritas LP naik menjadi 0, 800, urutan prioritas global adalah
sebagai berikut :
418 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 800 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
499 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 800 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
553 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 800 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
356 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 600 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
460 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 600 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
455 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 600 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
387 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 700 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
479 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 700 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
504 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 700 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
57
Urutan prioritas berubah dimana sekolah A menjadi urutan prioritas tertinggi
dengan bobot 0, 553 atau 53, 3% menggeser B dengan bobot 0, 499 atau 49, 9% dan C
tetap di urutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 418 atau 41, 8%.
Dari analisis sensitivitas dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas LP sensitif
ketika diubah dari 0, 312 menjadi 0, 700.
3.7.3 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum
Pada keadaan bobot prioritas KS adalah 0, 046 dan pada keadaan tersebut prioritas
global sekolah B adalah prioritas yang paling utama yaitu 0, 403, kemudian prioritas
global sekolah A adalah 0, 313 dan sekolah C dengan bobot prioritas global 0, 267.
Apabila bobot prioritas KS diturunkan ke 0, 030, maka urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas
global tertinggi dengan bobot 0, 400 atau 40% disusul A dengan bobot 0, 310 atau 31%
dan C dengan bobot 0, 256 atau 25, 6%
Apabila bobot prioritas KS diturunkan ke 0, 020, maka urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :
250 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 020 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
398 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 020 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
309 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 020 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
256 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 030 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
400 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 030 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
310 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 030 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
58
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas
global tertinggi dengan bobot 0, 398 atau 39, 8% disusul A dengan bobot 0, 309 atau 30,
9% dan C dengan bobot 0, 250 atau 25%.
Apabila bobot prioritas KS naik menjadi 0, 100, urutan prioritas global adalah
sebagai berikut :
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas
global tertinggi dengan bobot 0, 415 atau 41, 5% disusul A dengan bobot 0, 320 atau 32%
dan C dengan bobot 0, 302 atau 30, 2%.
Apabila bobot prioritas KS naik menjadi 0, 200, urutan prioritas global adalah
sebagai berikut :
Sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 436 atau
43, 6% tetapi C menjadi urutan prioritas ke-2 dengan bobot 0, 367 atau 36, 7%
menggeser A dengan bobot 0, 333 atau 33, 3%.
Apabila bobot prioritas KS naik menjadi 0, 400, urutan prioritas global adalah
sebagai berikut :
302 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 100 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
415 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 100 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
320 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 100 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
367 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 200 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
436 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 200 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
333 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 200 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
498 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 400 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
478 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 400 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
359 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 400 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
59
Urutan priotitas berubah dimana sekolah C menjadi urutan prioritas tertinggi
dengan bobot 0, 498 atau 49, 8% menggeser B dengan bobot 0, 478 atau 47, 8% dan A di
urutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 359 atau 35, 9%.
Apabila bobot prioritas KS naik drastis sampai menjadi 0, 800, urutan prioritas
global adalah sebagai berikut :
Urutan priotitas berubah dimana sekolah C menjadi urutan prioritas tertinggi
dengan bobot 0, 760 atau 76% menggeser B dengan bobot 0, 562 atau 56, 2% dan A di
urutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 412 atau 41, 2%.
Dari analisis sensitivitas dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas KS sensitif
ketika diubah dari 0, 046 menjadi 0, 200 dan 0, 400.
3.7.4 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Kualifikasi yang diminta Sekolah
Pada keadaan bobot prioritas KUA adalah 0, 146 dan pada keadaan tersebut
prioritas global sekolah B adalah prioritas yang paling utama yaitu 0, 403, kemudian
prioritas global sekolah A adalah 0, 313 dan sekolah C dengan bobot prioritas global 0,
267.
Apabila bobot prioritas KUA diturunkan ke 0, 040, maka urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :
760 , 0 ) 117 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 800 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
562 , 0 ) 306 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 800 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
412 , 0 ) 538 , 0 ( ) 146 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 800 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
254 , 0 ) 117 , 0 ( ) 040 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
371 , 0 ) 306 , 0 ( ) 040 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
256 , 0 ) 538 , 0 ( ) 040 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
60
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas
global tertinggi dengan bobot 0, 371 atau 37, 1% disusul A dengan bobot 0, 256 atau 25,
6% dan C dengan bobot 0, 254 atau 25, 4%.
Apabila bobot prioritas KUA diturunkan ke 0, 030, maka urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :
Sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 368 atau
36, 8% tetapi C menjadi urutan prioritas ke-2 dengan bobot 0, 253 atau 25, 3%
menggeser A dengan bobot 0, 251 atau 25, 1%.
Apabila bobot prioritas KUA diturunkan ke 0, 020, maka urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :
Sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 365 atau
36, 5% tetapi C menjadi urutan prioritas ke-2 dengan bobot 0, 252 atau 25, 2%
menggeser A dengan bobot 0, 245 atau 24, 5%.
Apabila bobot prioritas KUA naik 0, 300, urutan prioritas global adalah sebagai
berikut :
252 , 0 ) 117 , 0 ( ) 020 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
365 , 0 ) 306 , 0 ( ) 020 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
245 , 0 ) 538 , 0 ( ) 020 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
253 , 0 ) 117 , 0 ( ) 030 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
368 , 0 ) 306 , 0 ( ) 030 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
251 , 0 ) 538 , 0 ( ) 030 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
285 , 0 ) 117 , 0 ( ) 300 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
450 , 0 ) 306 , 0 ( ) 300 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
396 , 0 ) 538 , 0 ( ) 300 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
61
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas
global tertinggi dengan bobot 0, 450 atau 45% disusul A dengan bobot 0, 396 atau 39, 6%
dan C dengan bobot 0, 285 atau 28, 5%.
Apabila bobot prioritas KUA naik menjadi 0, 500, urutan prioritas global adalah
sebagai berikut
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas
global tertinggi dengan bobot 0, 512 atau 51, 2% disusul A dengan bobot 0, 504 atau 50,
4% dan C dengan bobot 0, 308 atau 30, 8%.
Apabila bobot prioritas KUA naik menjadi 0, 600, urutan prioritas global adalah
sebagai berikut :
Urutan prioritas berubah dimana sekolah A menjadi urutan prioritas tertinggi
dengan bobot 0, 557 atau 55, 7% menggeser B dengan bobot 0, 542 atau 54, 2% dan C
tetap di urutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 320 atau 32%.
Apabila bobot prioritas KUA naik drastis sampai menjadi 0, 800, urutan prioritas
global adalah sebagai berikut :
343 , 0 ) 117 , 0 ( ) 800 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
603 , 0 ) 306 , 0 ( ) 800 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
665 , 0 ) 538 , 0 ( ) 800 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
308 , 0 ) 117 , 0 ( ) 500 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
512 , 0 ) 306 , 0 ( ) 500 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
504 , 0 ) 538 , 0 ( ) 500 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
320 , 0 ) 117 , 0 ( ) 600 , 0 ( ) 654 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 311 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 251 , 0 ( ) 493 , 0 (
542 , 0 ) 306 , 0 ( ) 600 , 0 ( ) 210 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 197 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 588 , 0 ( ) 493 , 0 (
557 , 0 ) 538 , 0 ( ) 600 , 0 ( ) 132 , 0 ( ) 046 , 0 ( ) 490 , 0 ( ) 312 , 0 ( ) 158 , 0 ( ) 493 , 0 (
= + + + =
= + + + =
= + + + =
C
B
A
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
62
Urutan prioritas berubah dimana sekolah A menjadi urutan prioritas tertinggi
dengan bobot 0, 665 atau 66, 5% menggeser B dengan bobot 0, 603 atau 60, 3% dan C
tetap di urutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 343 atau 34, 3%.
Dari analisis sensitivitas dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas KUA sensitif
ketika diubah dari 0, 146 menjadi 0, 030 dan 0, 600.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
63
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dalam menentukan urutan prioritas
dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan analisis sensitivitas
terhadap kriteria keputusan, maka diperoleh :
4.1 Kesimpulan
1. Secara global, sekolah B merupakan prioritas pertama dengan bobot 0, 403 atau 40,
3%, kemudian sekolah A dengan bobot 0, 313 atau 31, 3% dan prioritas terakhir
adalah sekolah C dengan bobot 0, 267 atau 26, 7%.
2. Analisis sensitivitas pada kriteria Proses Belajar Mengajar dengan menurunkan bobot
prioritas dari 0, 493 menjadi 0, 300 maka diperoleh keadaan dimana urutan prioritas
tidak berubah. Apabila bobot prioritas diturunkan menjadi 0, 200 maka keadaan
berubah dimana A mempunyai prioritas global tertinggi dengan nilai bobot 0, 267
atau 26, 7% menggeser B dengan bobot 0, 231 atau 23, 1% kemudian C dengan bobot
0, 149 atau 14, 9%. Apabila bobot prioritas diturunkan menjadi 0, 100 maka keadaan
berubah dimana A mempunyai prioritas global tertinggi dengan nilai bobot 0, 251
atau 25, 1% menggeser B dengan bobot 0, 172 atau 17, 2% kemudian C dengan bobot
0, 169 atau 16, 9%.Apabila bobot prioritas Proses Belajar Mengajar dinaikkan dari 0,
493 menjadi 0, 500 dan 0, 600 maka diperoleh keadaan dimana urutan prioritas tidak
berubah.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
64
Dari analisis sensitivitas dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas PBM sensitif
ketika diubah dari 0, 493 menjadi 0, 200.
3. Analisis sensitivitas pada kriteria Lingkungan Pergaulan dengan menurunkan bobot
prioritas dari 0, 312 menjadi 0, 200 dan 0, 100 maka diperoleh hasil urutan prioritas
tidak berubah. Apabila bobot proritas dinaikkan menjadi 0, 400, 0, 500 dan 0, 600
diperoleh hasil urutan prioritas tidak berubah. Apabila bobot prioritas Lingkungan
Pergaulan dinaikkan dari 0, 312 menjadi 0, 700 maka diperoleh keadaan A
mempunyai prioritas global tertinggi dengan nilai bobot 0, 504 atau 50, 4%
menggeser B dengan bobot 0, 479 atau 47, 9% kemudian C dengan bobot 0, 387 atau
38, 7%. Apabila bobot prioritas dinaikkan menjadi 0, 800 maka diperoleh keadaan
dimana A mempunyai prioritas global tertinggi dengan nilai bobot 0, 553 atau 55, 3%
menggeser B dengan bobot 0, 499 atau 49, 9% kemudian C dengan bobot 0, 418 atau
41, 8%.
Dari analisis sensitivitas dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas LP sensitif
ketika diubah dari 0, 312 menjadi 0, 700.
4. Analisis sensitivitas pada kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum dengan
menurunkan bobot prioritas dari 0, 046 menjadi 0, 030 dan 0, 020 maka diperoleh
hasil urutan prioritas tidak berubah. Apabila bobot prioritas Kehidupan Sekolah
Secara Umum dinaikkan dari 0, 046 menjadi 0, 100 maka diperoleh hasil urutan
prioritas tidak berubah. Apabila bobot proritas dinaikkan menjadi 0, 200 diperoleh
hasil B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 436 atau 43,
6% tetapi C menjadi urutan prioritas ke-2 dengan bobot 0, 367 atau 36, 7%
menggeser A dengan bobot 0, 333 atau 33, 3%. Apabila bobot prioritas naik menjadi
0, 400 maka urutan priritas berubah dimana C menjadi prioritas global tertinggi
dengan bobot 0, 498 atau 49, 8% menggeser B dengan bobot 0, 478 atau 47, 8%
kemudian A dengan bobot 0, 359 atau 35, 9%. Apabila bobot prioritas naik menjadi 0,
800 maka diperoleh keadaan dimana C mempunyai prioritas global tertinggi dengan
nilai bobot 0, 760 atau 76% menggeser B dengan bobot 0, 562 atau 56, 2% kemudian
A dengan bobot 0, 412 atau 41, 2%.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
65
Dari analisis sensitivitas dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas KS sensitif ketika
diubah dari 0, 046 menjadi 0, 200 dan 0, 400
5. Analisis sensitivitas pada kriteria Kualifikasi yang diminta Sekolah dengan
menurunkan bobot prioritas dari 0, 146 menjadi 0, 040 maka diperoleh keadaan
dimana urutan prioritas tidak berubah. Apabila bobot prioritas menjadi 0, 030
diperoleh hasil B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 368
atau 36, 8% tetapi C menjadi urutan prioritas ke-2 dengan bobot 0, 253 atau 25, 3%
menggeser A dengan bobot 0, 251 atau 25, 1%. menjadi 0, 020 maka diperoleh
keadaan dimana B mempunyai prioritas global tertinggi dengan nilai bobot 0, 365
atau 36, 5% kemudian C dengan bobot 0, 252 atau 25, 2% menggeser A dengan bobot
0, 245 atau 24, 5%. Apabila bobot prioritas naik menjadi 0, 300 dan , 0, 500 maka
diperoleh hasil urutan prioritas tidak berubah. Apabila bobot prioritas dinaikkan
menjadi 0, 600 maka urutan prioritas berubah dimana sekolah A menjadi urutan
prioritas tertinggi dengan bobot 0, 557 atau 55, 7% menggeser B dengan bobot 0, 542
atau 54, 2% dan C tetap diurutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 320 atau 32% Apabila
bobot prioritas Kualifikasi yang diminta sekolah dinaikkan dari 0, 146 menjadi 0, 800
maka diperoleh keadaan dimana A mempunyai prioritas global tertinggi dengan nilai
bobot 0, 665 atau 66,5% menggeser B dengan bobot 0, 603 atau 60, 3% kemudian C
dengan bobot 0, 343 atau 34, 3%.
Dari analisis sensitivitas dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas KUA sensitif ketika
diubah dari 0, 146 menjadi 0, 030 dan 0, 600.
Berdasarkan hasil tersebut, diperoleh kesimpulan umum bahwa analisis sensitivitas
pada bobot prioritas kriteria keputusan dengan mengubah bobot prioritas lebih besar atau
lebih kecil dapat mengubah urutan prioritas.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
66
4.2 Saran
1. Disarankan kepada pembaca agar mengembangkan analisis sensitivitas terhadap
bobot prioritas alternatif keputusan.
2. Diharapkan kepada pembaca agar kajian perlu dikembangkan lebih lanjut untuk
menetapkan model interval atau batasan seberapa jauh bobot prioritas dari kriteria
diturunkan dan dinaikkan sehingga menyebabkan terjadinya perubahan urutan
prioritas.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
67
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ciptomulyono, Udisubakti dan Henry, DOU. 2000. Model Fuzzy Goal
Programming untuk Penetapan Pembobotan Prioritas dalam Metode Analisis
Hirarki Proses (AHP), Jurnal IPTEK, Februari, pp.19 29
[2] Hariyono, Joko Agus dan Ciptomulyono. 2006. Analisis Pemilihan Mitra LSM
dan Optimasi Budgeting dengan menggunakan metode AHP dan Goal
Programming, Jurnal Teknik Industri dan MMT ITS.
[3] Kosasi, Sandy. 2002. Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System).
Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
[4] Kuncoro, Mudrajad. 2005. Daya Tarik Investasi dan Pungli di DIY, Jurnal
Ekonomi Pembangunan, Vol. 10, No. 2, Agustus 2005. Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
[5] Latifah, Siti. Prinsip prinsip dasar Analytical Hierarchy Process. Jurnal Studi
Kasus Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.
[6] Saaty, T. Lorie. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses
Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks,
Pustaka Binama Pressindo.
[7] Sukarto, Haryono. 2006. Pemilihan Model Transportasi di DKI Jakarta dengan
Analisis Kebijakan Proses Hirarki Analitik, Jurnal Teknik Sipil, Vol. 3, No. 1,
Januari 2006, Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang.
[8] Supriyono, Wardhana, Aryu Wusnu dan Sudaryo. 2007. Sistem Pemilihan
Pejabat Struktural dengan Metode AHP, Jurnal STTN BATAN, Yoyakarta.
[9] Susila, W dan Munadi, Ernawati. 2007. Penggunaan Analytic Hierarchy Process
Untuk Penyusunan Prioritas Proposal Penelitian, Jurnal Informatika Pertanian
Vol. 16, No. 2. Departemen Pertanian.
[10] Teknomo, K., Siswanto, H., dan Yudhanto, A. 1999. Penggunaan Metode
Analytic Hierarchy Process (AHP) dalam Menganalisa Faktor faktor yang
Mempengaruhi Pemilihan Moda ke Kampus, Jurnal Teknik Sipil, Vol. 1, No. 1
Maret 1999, Universitas Kristen Petra, Surabaya.
[11] Trisna, Darwin. 2001. Penerapan Proses Hirarki Analisis dalam Pembuatan
Keputuswan Investasi Jalan Tol Dalam Kota Bandung, Jurnal S2 Highway
System Engineering, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
68
[12] http://getuk.wordpress.com/2006/11/30/analisasensitivitas-ahp/. Diakses pada
tanggal 4 Maret 2009.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.