Vous êtes sur la page 1sur 14

Hasil Resume PENGEMBANGAN MASYARAKAT

D I S U S U N Oleh:

NATALIA SINAGA 100901048

DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

BAB I PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBUAH OVERVIEW TEORITIS

A. Pengertian Pengembangan Masyarakat Pengembangan masyarakat adalah upaya mengembangkan sebuah kondisi

masyarakat secara berkelanjutan dan aktif berlandaskan prinsip-prinsip keadilan sosial dan saling menghargai. Semua kegiatan pengembangan masyarakat diarahkan untuk membentuk sebuah struktur masyarakat yang mencerminkan tumbuhnya semangat swadaya dan partisipasi. Pengembangan masyarakat meliputi usaha memperkukuh interaksi sosial dalam masyarakat, menciptakan semangat kebersamaan, solidaritas diantara anggota masyarakat dan membantu mereka untuk berkomunikasi dengan pihak lain dengan cara berdialog secara alamiah atau tanpa intervensi, didasari penuh pemahaman dan ditindaklanjuti dengan aksi sosial nyata. B. Keadilan Sosial : Sebuah Visi Pengembangan Masyarakat Keadilan sosial menjadi prinsip penting dalam pengembangan masyarakat dan pengembangan pusat-pusat pelayanan masyarakat. Keadilan sosial bekerja saling melengkapi dengan perspektif ekologi. Keadilan sosial tidak lengkap tanpa adanya perlindungan terhadap kelestarian ekologi. Keduanya berperan sebagai fondasi bagi pengembangan masyarakat. Term keadilan sosial sering digunakan dalam berbagai makna. Dalam kerangka pengembangan masyarakat, term keadilan sosial dibangun diatas enam prinsip yaitu ketimpangan, kebutuhan, hak asasi manusia, perdamaian tanpa kekerasan, dan demokrasi partisipatif. C. Prinsip-prinsip Pengembangan Masyarakat Prinsip-prinsip ini dimaksudkan sebagai seperangkat prinsip dasar yang akan mendasari pendekatan pengembangan masyarakat bagi semua parktik masyarakat yaitu pembangunan menyeluruh, melawan kesenjangan struktural, hak asasi manusia,

berkelanjutan, pemberdayaan, personal dan politik, kepemilikan masyarakat, kemandirian, kebebasan dari negeri, tujuan langsung dan visi yang besar, pembangunan organik, laju pembangunan, kepakaran eksternal, pembentukan masyarakat, proses dan hasil, integritas

proses, tanpa kekerasan, keterbukaan, konsensus, kooperatif, partisipasi, dan menentukan kebutuhan. D. Peran Pekerja Pengembangan Masyarakat Dalam konteks pendampingan masyarakat ada tiga peran dan tugas yang menjadi tanggung jawab para pekerja masyarakat yaitu: 1. Peran pedamping sebagai motivator Dalam peran ini, pedamping berusaha menggali potensi sumber daya manusia, alam, dan sekaligus mengembangkan kesadaran anggota masyarakat tentang kendala maupun permasalahan yang di hadapi. 2. Peran pendamping sebagai komunikator Dalam peran ini, pedamping harus mau menerima dan member informasi dan berbagai sumber kepada masyarakat untuk dijasikan rumusan dalam penanganan dan pelaksanaan berbagai program serta alternative pemecahan masalanya. 3. Peran pedamping sebagai fasilitator Dalam peran ini, pedamping berusaha memberi pengerahan tentang penggunaan berbagai teknik, strategi, dan pendekatan dalam pelaksanaan program. E. Pengembangan Masyarakat Menuju Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat berbasis local jika perencanaan dan pelaksanaannya dilakukan pada lokasi setempat dan melibatkan sumber daya lokal dan hasilnya pun dinikmati oleh masyarakat lokal. Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang berbasis lokal tidak membuat penduduk lokal sekedar penonton dan pemerhati diluar sistem, tetapi melibatkan mereka dalam pembangunan itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat berorientasi kesejahteraan apabila dirancang dan dilaksanakan dengan fokus untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan bukannya meningkatkan produksi. F. Manajemen Pengembangan Masyarakat Kebanyakan pekerja sosial menyusun kegiatan pengembangan masyarakat melalui beberapa langkah secara bertahap sesuai kondisi dan kebutuhan warga yang menjadi sasaran kegiatan. Langkah-langkah perencanaan program meliputi enam tahap yaitu tahap pemaparan masalah, tahap analisis masalah, tahap penentuan tujuan dan sasaran, tahap perencanaan tindakan, tahap pelaksanaan kegiatan, dan tahap evaluasi.

BAB II LSM DAN DISKURSUS PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT A. LSM Sebagai Sebuah Gerakan Sosial Sebagian kalangan memahami LSM sebagai kumpulan warga akar rumput yang aktifitasnya dilakukan secara terorganisir untuk mengkritisi proyek-proyek pemerintah. Sebagian kalangan yang lain memahami LSM sebagai kumpulan para ahli yang member saran kepada pemerintah tentang suatu masalah secara netral atau koalisi dari perwakilan kalangan industri yang menyampaikan pemikirannya kepada pemerintah. LSM termasuk salah satu bagian dari organisasi civil society yang menaruh perhatian pada urusan-urusan kemasyarakatan yang umumnya dikelolah dalam wadah kelompok sosial serta memobilisasi sumber daya berdasarkan nilai-nilai dan visi sosial. Di pihak lain, muncul pandangan bahwa tidak semua LSM bias dikatakan sebagai dari civil society. Civil society lahir bukan sesuatu yang given akan tetapi, dari interaksi yang panjang. Sehingga pertama-tama dan yang paling penting adalah melihat interaksi LSM dalam kaitannya dengan masyarakat, negara maupun pasar. LSM bias dikatakan sebagai elemen civil society ketika ia mewakili kepentingan masyarakat dan menegakkan prinsip-prinsip demokrasi. B. Keberpihakan LSM Terhadap Masyarakat Lapis Bawah 1. Pengembangan Masyarakat Lapis Bawah Upaya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang digagas LSM pada umumnya memusatkan perhatian kepada nasib orang-orang kecil. Orang kecil adalah kelompok masyarakat yang dianggap kurang beruntung karena mereka berada dalam situasi serba tersa dibalut oleh berbagai kondisi yang menekan kehidupan mereka. Kondisi-kondisi yang menekan kehidupannya antara lain berupa lemahnya nilai tukar hasil produksi, lemahnya organisasi rendahnya perkembangan sumber daya manusia, rendahnya produktivitas, lemahnya akses dari hasil pembangunan, minimnya modal yang dimiliki, rendahnya pendapatan, sederahnya teknologi yang dimiliki, adanya kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin, minimnya kemampuan berpartisipasi dalam sistem pembangunan nasional, lemahnya posisi tawar menawar. Kalau kondisikondisi tersebut dikaitkan satu sama lain dalam pola hubungan sebab akibat, maka muncullah wajah orang kecil yang serba kurang mampu berbentuk segita yang terdiri

dari rendahnya pendapatan, adanya kesenjangan sosial yang semakin lebar dan rendahnya kemampuan berpartisipasi dalam sistem nasional. Kalau ditelusuri sebabsebabnya, maka yang menjadi sebab paling pokok adalah lemahnya pengembangan sumber daya manusia. 2. Paradigma dan Tipologi LSM Fakta bahwa kecenderungan LSM mengembangkan paradigm perjuangan berbedabeda setidak-tidaknya pernah disampaikan oleh Mansour Faqih. Menurutnya, ideologi LSM terutama yang berkembang di Indonesia bias digolongkan ke dalam tiga jenis yaitu LSM berparadigma konformis, LSM berparadigma reformisme, LSM berparadigma transformative. C. Model-model Pengembangan Masyarakat Dalam sejarahnya, pendekatan yang digunakan dalam kegitan pengembangan masyarakat yang dilaksanakan oleh organisasi kemasyarakat seperti LSM dapat dikelompokkan dalam tiga jenis. Pertama, the welfare approach yang dilakukan dengan member bantuan kepada kelompok-kelompok tertentu misalnya mereka yang terkena musibah. Kedua, the development approach yang dilakukan terutama dengan memusatkan kegiatannya kepada perkembangan proyek pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, kemandirian, dan keswadayaan masyarakat. Ketiga the empowerment approach yang dilakukan dengan melihat kemiskinan sebagai akibat proses politik dan berusaha memberdayakan atau melatih rakyat untuk mengatasi ketidakberdayaan. D. Spektrum Keterlibatan LSM Dalam Pengembangan Masyarakat Kebanyakan aktivis sosial melaksanakan peran-peran pendampingan ketika program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sedang berjalan. Peran aktivis sosial sebagai pendamping sangat krusial dalam menghidupka dan mengembangkan kegiatan kelompok. Pedamping selama menyertai proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok berperan sebagai fasilitator, komunikator, maupun dinamisator. Dengan adanya pendamping ini, kelompok diharapkan bias terbantu untuk tumbuh dan berfungsi sebagai suatu kelompok kegiatan yang mandiri atau tidak tergantung pada pihak luar. Untuk itu, pendamping diharapkan menjadi tenaga ahli yang membantu kelompok dalam masa-masa tertentu dan diharapkan kelompok nantinya dapat berfungsi secara mandiri.

BAB III PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI MODEL PEMBANGUNAN ALTERNATIF A. Konsep Pembangunan Berbasis Masyarakat Model pembangunan alternatif menekankan pentingnya pembangunan berbasis masyarakat berparadigma bottom up dan lokalitas. Munculnya model pembangunan alternatif didasari oleh sebuah motivasi untuk mengembangkan dan medorong struktur masyarakat akan menjadi lebih berdaya dan menentang struktur penindasan melalui pembuatan regulasi yang berpijak pada prinsip keadilan. Pendekatan yang dipakai dalam model pembangunan dari luar serta sangat menyertakan partisipasi orang-orang lokal. Model pembangunan alternatif ini bercirikan partisipatoris dan menekankan pemenuhan kebeutuhan pokok dan hak asasi manusia dalam setiap langkah-langkahnya. Pembangunan partisipatoris artinya menekankan partisipasi luas, aksesibilitas, keterwakilan, masyarakat dalam proses perencanaandan pengambilan keputusan yang mempengaruhi nasib mereka. B. Memerhatikan Dimensi Keberlanjutan Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dalam perspektif pembangunan alternatif sangat memerhatikan prinsip keberlanjutan sumber daya alam. Prinsip keberlanjutan ini dalam konteks pembangunan diterjemahkan melalui pengolahan sumber alam yang dapat diperbarui, proses daur ulang terhasap limbah serta mengolah dan mengelola limbah sehingga membawa dampak negatif bagi ekosistem jika limbah ttidak dikelola dan diolah dengan baik. Oleh karena itu, pembangunan berkelanjutan perlu dipahami secara moderat yang menekankan pembangunan yang memanfaatkan sumber daya alam berjalan bersamaan dengan perlindungan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam. Disini ada upaya saling memperkuat satu sama lain. Esensi dari pembangunan berkelanjutan adalah hubungan stabil anatara aktivitas manusia dam sumber alam, yang tidak mengurangi prospek generasi masa depan dalam menikmati kualitas kehidupan sama baiknya dengan kita sendiri. C. Menekankan Partisipatori Gagasan pembangunan alternatif yang dilaksanakan melalui program pengembangan masyarakat sering kali menggunakan pendekatan participatory rural appraisal (PRA). Pemilihan PRA cukup relevan dengan kondisi sosial kelompok sasaran yang sangat

membutuhkan dorongan dari pihak luar untuk membangkitkan semangat berswakaryanya. Sesuai dengan maksudnya, PRA adalah pendekatan dan metode untuk mengembangkan kemampuan warga lokal dalam membagi, meningkatkan, dan menganalisis pengertahuan mereka tentang kehidupan dan kondisi, merencanakan dan membuat. PRA dianggap sebagai metode dan pendekatan untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan, dari dengan dan oleh warga desa. Jadi PRA menekankan analisis, perencanaan dan tindakan. D. Mengembangkan Modal Sosial Strategi reaktualisasi pembangunan sosial dipilih LSM selama ini dilakukan melalui dua model kegiatan intervensi yaitu; 1. Model Social Action, menekankan pada gerakan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara partisipatif. 2. Model Sustainable, dilakukan dengan memehartikan aspek-aspek keseninambungan yang maksudnya sebagai upaya pengembangan kehidupan masyarakat yang menekankan pada intervensi modal sosial, modal manusia, modal fisik, dan modal alamiah. E. Mengahapus Ketimpangan Gender Konsep pemenuhan kebutuhan strategis gender muncul karena adanya nalisis ketimpangan relasi gender laki-laki perempuan yang hidup di masyarakat. Fokus kegiatannya adalah pada upaya penyetaraan relasi dan partisipasi perempuan dengan laki-laki dalam hal pembuatan keputusan, akses yang sama untuk mendapatkan kesempatan bekerja, pendidikan, latihan, kepemilikan tanah, kekayaan dan kredit, upah yang sama dengan lelaki untuk jenis pekerjaan yang bernilai sama kebebasan untuk memilih dalam pernikahan dan reproduksi, perlindungan terhadap pelecehan seksual dan kekerasan yang dilakukan suami dirumah. Pendekatan pemberdayaan, menekankan pada fakta bahwa perempuan mengalami penekanan yang berbeda menurut bangsa, kelas sosial, sejarah, penjajahan colonial, dan kedudukannya dalam orde ekonomi internasional masa kini. Dengan demikian, perempuan tetap harus menantang struktur dan situasi yang menekannya secara bersama pada tingkatan yang berbeda.

BAB IV MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS GERAKAN KEAGAMAAN A. Pendahuluan Perkembangan LSM sebagai gerakan sosial terorganisasi di Indonesia sejak tahun 1970 sangatlah mengesankan jika ditinjau dari segi jumlah, keragaman, serta letak geografis. Jika pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an hanya sedikit gerakan sosiall dan kelompok non-pemerintah yang secara aktif memiliki kepedulian dan kemampuan untuk menangani masalah-masalah pembangunan, kini keadaan tersebut sudah jauh berubah yang ditandai dengan berdirinya ribuan LSM. Salah satu tipologi LSM yang dibentuk di lingkungan pesantren yaitu Biro Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (BPPM) Pesantren Maslakul Huda (PMH) Kajen Margoyoso Pati, sebuah LSM yang didirikan oleh Kiai M.A Sahal Mafudh dan para santri senior. B. Ide Pengembangan Masyarakat Pembentukan Biro Pengembangan Pesantren dan Masyarakat dalam lingkup pesantren dianggap sebagai upaya mendekatkan ajaran islam dengan masyarakat. Pemahaman ajaran Islam dengan realitas masyarakat. Pemahaman ajaran islam secara kontekstual ini diperkenalkan melalui pemikiran fiqih berdimensi sosial-konteksual serta berbagai aksi pembangan masyarakat yang relevan dengan permasalahan, kebutuhan, dan kemampuan yang ada di masyarakat. Tentu saja inovasi Kiai Sahal dan kawan-kawan cukup relevan denga tuntutan profesionalisme dalam menangani segala kegiatan termasuk ketika mengelola lembaga pesantren. Peran-peran pesantren secara tradisional sejauh meliputi tiga hal. Pertama, transmisi dan transfer ilmu-ilmu Islam. Kedua, pemeliharaan tradisi Islam, Ketiga, reproduksi atau mencetak ulama. Di era modernitas, peranan tradisional pesantren seperti ini belum memadai kerena umat Islam sudah dihadapkan pada kompleksitas masalah sosial. Untuk itu, peran pesantren sudah seharusnya diperluas dengan mengakomodasi tuntutan masyarakat modern yang sedang gencar-gencarnya membangun di berbagai bidang. Pada konteks ini pesantren bias menawarkan gerakan alternative pembangunan yang berpusat pada masyarakat itu sendiri dan sekaligus sebagai pusat pengembangan pembangunan yang berorientasi pada nilai.

C. Aksi-aksi Pengembangan Masyarakat Pembentukan lembaga BPPM Pesantren Maslakul Huda tentu saja memiliki sejumlah tujuan positif. Tujuan langkah pendeknya adalah untuk mencetak kader desa dan pesantren sebagai TPM dan agent of social change menumbuhkan dan mengembangkan kelompok swadaya yang akan memanfaatkan sumber daya yang ada dalam rangka memenuhi kebutuhan kebutuhan lahir maupun batin mengembangkan pesantren sebagai pusat informasi dan pengembangan masyarakat. Sementara itu, tujuan jangka panjangnya adalah untuk mengembangkan kreativitas dan produktivitas masyarakat dan keluarga pesantren melalui pengembangan swadaya, swakarsa, memunculkan model-model pengembangan masyarakat melalui lembaga pokok pesantren, melestarikan antar dialog pesantren dan masyarakat demi berpartisipasi dalam membangun bangsa. Adapun sasaran program pengembangan masyarakat yang ditangani BPPM Pesantren Maslakul Huda adalah warga masyarakat rentan yang sangat menambakan perhatian, seperti kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah atau kalangan lapis bawah yang kurang tersentuh kegiatan pembangunan dan berada di daerah yang masih dalam jangkauan pengaruh pesantren. Dengan demikian, kelompok sasaran program pengembangan masyarakat melalui pesantren meliputi buruh tani, petani berlahan sempit, nelayan, pengrajin rumah tangga, pedagang kecil, pengusaha kecil, dan lain-lain. Sejumlah kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanaka BPPM Pesantren Maslakul Huda meliputi: pembentukan dan fungsionalisasi kelompok, konsultasi usaha, pengembangan modal dan kegiatan produktif, supervise, pemantauan dan evaluasi.

BAB V MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS PENERAPAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA A. Visi Dian Desa Tentang Pemberdayaan Masyarakat Visi Dian Desa adalah memperbaikin kehidupan masyarakat miskin melalui pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam berbagai sektor. Pilihan terhadap pengembangan tepat guna sebagai alternatif pengembangan masyarakat meruapakan suatu terobosan yang signifikan dalam rangka mengakselerasi pembanguanan menuju masyarakat mandiri. Pengembangan dan peyebaran teknologi yang berbasis kebutuhan masyarakat sebagai digagas LSM Dian Desa telah memberikan dampak konkret bagi masyarakat dan menjadi upaya efektif dalam meningkatkan indikator keberhasilan pembanguan di suatu daerah. Dalam mewujudkan visi tersebut, LSM Dian Desa mengemban misi untuk melakukan serangkaian aksi konkret dalam meningkatkan kualitas hidup kelompok miskin yang menjadi sasaran program. Dalam praktiknya, Dian Desa melakukan serangan langsung pada akar masalah yang dihadapi warga dan memecahkan masalah itu melalui pengembangan teknologi tepat guna. Pengembangan teknologi tepat guna yang dilakukan sesuai kebutuhan warga, situasi kondisi setempat, potensi yang dimiliki warga baik potensi alamiah maupun sumber sumber daya manusia serta memerhatikan kebiasan maupun tata laku penduduk setempat dengan menghindari lompatan-lompatan terlalu jauh kearah modern. Dengan pengenalan teknologi tepat guna akan mempermudah hidup masyarakat khususnya yang kurang mampu kerena banyak pilihan. B. Manajemen Pengembangan Masyarakat Yang Dilakukan Dian Desa 1. Pengorganisasian Program Pengembangan Masyarakat Segmen sosial yang menjadi sasaran program Dian Desa selalu berkembang. Kelompok sosial yag menjadi sasaran inti program Dian Desa adalah elemen masyarakat yang rentan, terisolasi dan sangat membutuhkan pertolongan. Mereka terdiri dari para pengumpul sampah, buruh tani, petani berlahan sempit, nelayan, pedagang kecil, orang-orang yang tinggal di daerah terisolasi seperti pegunungan serta kelompok masyarakat miskin lain, baik di perkotaan maupun pedesaan. Adapun strategi yang dipilih Dian Desa dalam mengembangkan kehidupan kelompik sasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Membimbing, mendorong, dan mendukung masyarakat untuk membuat keputusan sendiri serta menjadi kekuatan utama dalam program. b. Menumbuhkan, mengembangkan prakarsa masyarakat dan perasaan memiliki terhadap program dan rasa tanggung jawab atas keberhasilannya. c. Melibatkan kelompok sasaran dalam setiap program mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi hingga pascaprogram. Sementara itu, pendekatan yang digunakan Dian Desa dalam menangani program pengembangan masyarakat ada dua. Pertama, pendekatan proyek langsung. Dalam proyek langsung, Dian Desa bertindak sebagai pemilik proyek sedangkan tenaga dari luar yang terlibat bertindak sebagai konsultan teknis atau tenaga ahli. Kedua, pendekatan kelembagaan. Pendekatan kelembagaan dilakukan dengan cara menumbuhkan organisasi dilingkungan warga yang menjadi sasaran program yang kelak diharapkan menjadi motor penggerak kegiatan pengembangan masyarakat. Proses implementasi pendekatan kelembagaan ini dapat dicermati pada kegiatan: pembentukan kelompok, membangkitkan partisipasi masyarakat, mengembangkan

mekanisme musyawarah, serta membangun jaringan. Empat bentuk kegiatan yang dijalankan Dian Desa tersebut dijelaskan sebagai berikut yaitu: a. Membentuk kelompok swadaya masyarakat b. Membangkitkan partisipasi masyarakat c. Memupuk dan mengembangkan mekanisme musyawarah d. Membangun jaringan local sebagai mitra bekerja

BAB VI MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT A. Pendahuluan Program pemberdayaan perempuan yang dilakukan LSM Yasanti dimaksud untuk meningkatkan kualitas hidup kaum buruh perempuan, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun politik. Sementara itu, program pemberdayaan perempuan yang dilakukan Rifka Annisa dimaksudkan untuk memperkuat kedudukan perempuan aga sederajat dengan laki-laki. Dengan posisi yang kuat akan menghindarikan mereka dari tindakan kekerasan. Tujuan ini direalisasikan oleh Rifka Annisa melalui serangkaian upaya pereventif dan kuratif demi membebaskan perempuan dari cengkeraman budaya patriarki dan tindakan kekerasan. Upaya-upaya pemberdayaan perempuan sebagaimana dilakukan oleh LSM Yasanti dan Rifka Annisa dalam konteks sekarang cukup signifikan untuk dilakukan. Ada beberapa alasan yang mendukung pernyataan ini. Pertama, proses pembangunan Indonesia yang menekankan pertumbuhan ekonomi dan modernisasi sejauh ini belum berpihak terhadap kepentingan kaum perempuan. Kedua, meski saat ini pengakuan secara normative terhadap hak-hak perempuan semakin kuat, pengakuan pada tataran formalitas ternyata tidak secara otomatis diiringi dengan implementasi secara sungguh-sungguh di lapangan. Ketiga, belum sterilnya kultur sehari-hari kita dari streotip atau pelabelan terhadap kelompok perempuan yang cenderung memarginalkan perempuan. B. Upaya-upaya Pemberdayaan Perempuan Model pemberdayaan perempuan yang dipilih LSM Yasanti bersifat integrasi multidimensional. Hal ini berarti pemberdayaan yang dilaksanakan menekankan pentingnya keterpaduan antara dimensi pemberdayaan ekonomi, psikologis, fisik, advokasi, human capital. Pemberdayaan ekonomi bagi kaum perempuan hingga kini masih belum berjalan sesuai yang diharapkan. Hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Pertama, perempuan dalam bekerja sering terganggu karena mengalami kehamilan atau menghadapi keadaan darurat yang menuntut kehadirannya dirumah, misalnya ketika keadaan anak yang sedang sakit. Kedua, banyak pekerjaan yang memprioritaskan laki-laki terutama yang memberi bayaran tinggi sehingga perepuan hanya memperoleh kesempatan kerja dengan bayaran lebih rendah. Pada umumnya, perempuan berpenghasilan lebih rendah dari laki-laki,

meskipun perempuan sudah mengalami perbaikan dan peningkatan keterampilan dan pendidikan profesional. Tenaga kerja perempuan masih mengalami diskriminasi menyangkut hak atas imbalan dan tunjangan yang sama dengan pria. Selain itu, suami dalam kenyataanya diasumsikan sebagai penacari nafkah dan kepala keluarga, sehingga hanya tenaga kerja lakilaki yang dianggap menjadi tulang punggung keluarga. Dengan demikian, tunjangan dan fasilitas lainnya sering kali hanya dapat dinikmati oleh tenaga kerja laki-laki saja. Pemberdayaan dalam aspek psikologi dilakukan dengan memperkuat mentalitas atau kejiwaan dan spiritualitas atau rohaniah kalangan perempuan agar mereka mampu menghadapi kehidupan dengan positif, kuat, optimis, dan kreatif. Metode yang digunakan adalah pengajian keagamaan, pemberian konseling atau bimbingan psikologis dan forumforum tatap muka lain secara periodik atau terjadwal. Pemberdayaan dalam konteks ini tidak bermaksud membekali perempuan dengan kekuasaan dan kekayaan, tetapi membuat mereka sadar terhadap dirinya dan apa yang diinginkannya dari hidup ini. Interkasi antara perempaun dan laki-laki didasarkan atas pengambilan keputusan bersama, tanpa ada yang memerintakan dan diperintah, tidak ada yang merasa menang atau dikalahkan. Pemberdayaan didasarkan atas kerja sama, untuk mencapai tujuan bersama, dengan hubungan timbale balik yang saling memberdayakan antara laki-laki dan perempuan. Pemberdayaan dalam aspek fisik atau kesehatan sangat penting bagi para buruh perempuan, demi menjaga kesehatan atau daya tahan tubuh mereka dari serangan penyakit. Upaya pemberdayaan dalam aspek fisik, antara lain dilakukan dengan menyelenggara pemeriksaan kesehatan bagi para buruh perempuan. LSM Yasanti bekerja sama dengan PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Yogyakarta mengadakan pemeriksaan rutin pada setiap hari minggu pon (35 hari sekali). Pemeriksaan dilakukan dengan cara gratis. Keluhan-keluhan kesehatan seperti pusing, tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah, masuk angina tau pegal linu akan ditangani oleh dokter dan diberikan obatnya secara cumacuma. Dalam pemeriksaan ini juga dilakukan ceck up terhadap penyakit berat seperti kanker melalui papsmear. Sebuah metode terbaik untuk mendeteksi gangguan cercival secara dini. Pemberdayaan dalam aspek advokasi dilakukan oleh LSM Yasanti dengan memberikan pembelaan secara ligitatif terhadap buruh yang menjadi korban kekerasan. Advokasi adalah upaya-upaya pembelaan yang terus-menerus dan terorganisir untuk melakukan perubahan melalui pendampingan, pembelaan, perlawanan agar peraturan,

kebijakan atau keputusan-keputusan yang dibuat penguasa ataupun pengusaha tidak menindas atau merugikan pihak-pihak yang lemah seperti buruh perempuan. Pemberdayaan buruh perempuan dalam aspek human capital dilakukan oleh LSM Yasanti dengan mengorganisasikan kelompok-kelompok belajar, memfasilitasi terbentuknya organisasi kelompok-kelompok sasaran, mengadakan pelatiha manajemen keorganisasian dan memberikan pendidikan penyadaran gender. Semua upaya ini diarahkan untuk

meeningkatkan kapasitas intelektual dan skill parah buruh agar mereka memiliki daya tawar yang lebih baik. Pemberdayaan aspek human capital direalisasikan LSM Yasanti dengan membentuk Kelompok Beajar Antar Pabrik di wilayah Industri Ungaran Semarang sejak tahun 2002 dan kegiatan belajar huruf batin bagi buruh gendong yang tinggal di sebelah timur Pasar Beringharjo.

Vous aimerez peut-être aussi