Vous êtes sur la page 1sur 15

ASKEP SEPSIS

A. PENGERTIAN Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang di derita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri di dalam darah (perawatan bayi resiko tinggi, penerbit buku kedokteran, Jakarta : EGC) Sepsis adalah mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darahh ( Dorland, 1998) Sepsis adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan (Muscari, Mary E. 2005) Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005). Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom yang dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang kearah septikemia dan syok septik (Dongoes, 2000) Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama sejak dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi hanya pada satu orga saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau jamur (candida) meskipun jarang ditemui. (John Mersch, MD, FAAP, 2009). Sepsis dapat dibagi menjadi dua yaitu,
1. 2. Sepsis dini :terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.

Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi. (Vietha, 2008)

B. Etiologi Bakteria seperti Escherichia

coli, Listeria monocytogenes, Neisseriameningitidis, Sterptococcus pneumoniae, Haemophil us influenzae tipe B,Salmonella, dan Streptococcus grup B merupakan penyebab paling

sering terjadinya sepsis pada bayi berusia sampai dengan 3 bulan. Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis paling sering pada neonatus. Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus, antara lain: a. Perdarahan b. Demam yang terjadi pada ibu c. Infeksi pada uterus atau plasenta d. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan) e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan) f. Proses kelahiran yang lama dan sulit. g. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas. Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun. 4. Patofisiologi Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan

perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian (Bobak, 2005).Bayi baru lahir mendapat infeksi melalui beberapa jalan, dapat terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi konginetal virus rubella, protozoa Toxoplasma, atau basilus Listeria monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi didapatkan melalui jalur vertikel, dari ibu selam proses persalinan ( infeksi Streptokokus group B atau infeksi kuman gram negatif ) atau secara horizontal dari lingkungan atau perawatan setelah persalinan ( infeksi Stafilokokus koagulase positif atau negatif). Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu : 1. Faktor Maternal a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih. b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun c. Kurangnya perawatan prenatal. d. Ketuban pecah dini (KPD) e. Prosedur selama persalinan. 2. Faktor Neonatatal a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit. b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.

c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan. 3. Faktor Lingkungan a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi. b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda. c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan. d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli. Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara, yaitu : 1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma. 2. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.

3. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003) Patogenesis juga dapat terjadi antenatal, intranatal, dan paskanatal yaitu; 1. Antenatal Terjadi karena adanya faktor resiko, pada saat antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang menembus plasenta, antara lain: virus rubella, herpes, influeza, dan masih banyak yang lain. 2. Intranatal Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadilah amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi oleh bayi sehingga menyebabkan infeksi pada lokasi yang terjadi pada janin melalui kulit bayi saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman.

3. Pascanatal Infeksi yang terjadi sesudah persalinan, umumnya terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim,( misal : melalui alat-alat, penghisap lendir, selang endotrakea, infus, dan lain-lain). Dan infeksi dapat juga terjadi melalui luka umbillikus. Selain dari faktor patofisiologi ada beberapa faktor yang menyebabkan yaitu : 4. Faktor predisposisi Terdapar berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sepsis. Faktor tersebut adalah : a. Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan
b. c. d. e.

Perawatan antenatal yang tidak memadai Ibu menderita eklampsia, diabetes mellitus Pertolongan persalina yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan. Kelahiran kurang bulan, BBLR, dan cacat bawaan.

f. g. h. i.

Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus. Tidak menerapakan rawat gabung Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak Ketuban pecah dini,

MANIFESTASI KLINIS Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai berikut, 1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema 2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali 3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih, sianosis 4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi 5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol 6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan. Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya: a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubunubun c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah.

Jika tidak segera di tangani dapat mengakibatkan adanya komplikasi yaitu: a. Dehidrasi b. Asidosis metabolik

c. d. e. f.

Hipoglikemia Anemia, Hiperbilirubin Meningitis

C. PENATALAKSANAAN MEDIS Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan metobolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh, tidak toksis, dapat menembus sawar darah otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum. - Ampisilin 200 mg/kg BB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian. - Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian. - Sefalosporin 100 mg/kg BB/hari, dibagai dalam 2 kali pemberian. - Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian. - Eritromisin 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis. - Berikan lingkungan dengan temperatur netral. - Pertahankan kepatenen jalan napas - Observasi tanda-tanda syok septik - Antisipasi masalah potensial seperti dehidrasi/hipoksia

D. TUMBUH KEMBANG Penilaian tumbuh kembang perlu dilakukan untuk menentukan apakah tumbuh kembang seorang anak berjalan normal atau tidak, baik dilihat dari segi medis maupun statistik. Anak yang sehat akan menunjukan tumbuh kembang yang optimal, apabila diberikan lingkungan bio-fisikopsikososial yang adekuat. Proses tumbuh kembang merupakan proses yang ber-kesinambungan mulai dari konsepsi sampai dewasa, yang mengikuti pola tertentu yang khas untuk setiap anak. Proses tersebut merupakan proses interaksi yang terus menerus serta rumit antara faktor genetik dan faktor lingkungan bio-fisiko-psikososial tersebut. Perkembangan mental, gerakan kasar dan halus, emosi, sosial, perilaku dan bicara pada anak balita sangat penting sebagai dasar untuk perkembangan selanjutnya yakni prasekolah, sekolah, akil balik dan remaja. Untuk perkembangan yang baik dibutuhkan: 1. Kesehatan dan gizi yang baik daripada ibu hamil, bayi dan anak prasekolah. 2. Simulasi/ rangsangan yang cukup dalam kualitas dan kuantitas.

3. Keluarga dan KIA-KB mempunyai peran yang penting dalam pembinaan fisik, mental sosial anak balita. Perkembangan anak dari lahir sampai dengan 3 bulan, menurut SKALA YAUMIL-MIMI, yaitu: Belajar mengangkat kepala. Belajar mengikuti obyek dengan matanya. Melihat ke muka orang dengan senyum. Bereaksi terhadap suara/ bunyi. Mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak. Menahan barang yang dipegangnya. Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

E. PENGKAJIAN a. Pengakajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data yang perlu dikaji adalah : - Sosial ekonomi - Riwayat perawatan antenatal - Ada/tidaknya ketuban pecah dini - Partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus) - Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi atau tempat lain - Riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea, dll) - Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita penyakit infeksi (mis, taksoplasmosis, rubeola, toksemia gravidarum dan amnionitis) b. Pada pengkajian fisik ada yang akan ditemukan meliputi : - Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama) - Tidak mau minum/reflek menghisap lemah - Regurgitasi - Peka rangsang - Pucat - Hipotoni - Hiporefleksi - Gerakan putar mata - BB berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis - Sianosis - Gejala traktus gastro intestinal (muntah, distensi abdomen atau diare) - Hipotermi

- Pernapasan mendengkur bardipnea atau apneu - Kulit lembab dan dingin - Pucat - Pengisian kembali kapiler lambat - Hipotensi - Dehidrasi - Pada kulit terdapat ruam, ptekie, pustula dengan lesi atau herpes. c. Riwayat tumbuh kembang Anamnesis riwayat inkontipabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya, kehamilan dengan komplikasi, obat yang di berikan ibu seelama hamil/ persalinan. Riwayat neonatal ada ikterik yang tampak, bayi menderita sindrom gawat nafas, hepatitis neonatal, sianosis, infeksi pasca natal. Riwayat imunisasi d. Riwayat Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah : - Bilirubin - Kadar gular darah serum - Protein aktif C - Imunogloblin IgM - Hasil kultur cairan serebrospinal, darah asupan hidung, umbilikus, telinga, pus dari lesi, feces dan urine. - Juga dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan darah tepi dan jumlah leukosit.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Hipertermi b.d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dehidrasi, peningkatan metabolisme. 2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b.d hipovolemia. 3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d kebocoran cairan ke dalam intersisial. 4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d terganggunya pengiriman oksigen ke dalam jaringan. 5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d minum sedikit atau intoleran terhadap minuman 6. Gangguan pola nafas b.d apnea 7. Koping individu tidak efektif b.d kesalahan dan kecemasan, penularan infeksi pada bayi.

G. RENCANA KEPERAWATAN 1. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi a. Kriteria Hasil

1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C) 2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit) b. Intervensi dan Rasional INTERVENSI 1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna kulit RASIONAL Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan akan mempengaruhi proses regulasi ataupun metabolisme dalam tubuh. Hipertermi sangat potensial untuk menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi.

2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi

3. Berikan kompres denga air hangat pada Kompres pada aksila, leher dan lipatan aksila, leher dan lipatan paha, hindari paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar penggunaan alcohol untuk kompres. besar yang akan membantu menurunkan demam. Penggunaan alcohol tidak dilakukan karena akan menyebabkan penurunan dan peningkatan panas secara drastis.

Kolaborasi Pemberian antipiretik juga diperlukan 4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan untuk menurunkan panas dengan segera. jika panas tidak turun. 2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam a. Kriteria Hasil 1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C) 2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit) 3. Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam b. Intervensi dan Rasional INTERVENSI RASIONAL

1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna kulit

Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan akan mempengaruhi proses regulasi ataupun metabolisme dalam tubuh.

2. Observasi adanya hipertermi, kejang dan Hipertermi sangat potensial untuk dehidrasi. menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi. 3. Berikan kompres hangat jika terjadi hipertermi, dan pertimbangkan untuk langkah kolaborasi dengan memberikan antipiretik. Kompres air hangat lebih cocok digunakan pada anak dibawah usia 1 tahun, untuk menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi secara tiba-tiba. Hipertermi yang terlalu lama tidak baik untuk tubuh bayi oleh karena itu pemberian antipiretik diperlukan untuk segera menurunkan panas, misal dengan asetaminofen. 4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal jumlah pemberian yang telah diperlukan untuk mencegah bayi dari ditentukan kondisi lapar dan haus yang berlebih. 3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan volume bersirkulasi akibat dehidrasi a. Kriteria Hasil 1. Tercapai keseimbangan ai dalam suang interselular dan ekstraselular 2. Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan 3. Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan memelihara fungsi jaringan b. Intervensi dan Rasional INTERVENSI 1. perawatan sirkulasi (misalnya periksa nadi perifer,edema, pengisian perifer, warna, dan suhu ekstremitas) RASIONAL 1. meningkatkan sirkulasi arteri dan vena

2. pantau perbedaan ketajaman/tumpul dan panas/dingin 3. pantau status cairan

2. mengetahui sensasi kemungkinan parestesia 3. mengetahui keseimbangan asupan dan haluaran

perifer, antara

4. PK: Trombositopenia a. Tujuan Perawat akan menangandi dan mengurangi komplikasi penurunan trombosit. b. Intervensi dan Rasional INTERVENSI RASIONAL 1. Pantau JDL, hemoglobin, tes koagulasi Nilai ini membantu mengevaluasi respon dan jumlah trombosit klien terhadap pengobatan dan resiko terhadap pendarahan akibat dari sepsis. 2. Pantau tanda tau gejala pendarahan Pemantauan secara konstan sangat spontan atau perdarahan hebat : ptekie, dibutuhkan untuk menjamin deteksi dini ekimosis, hematoma spontan, adanya episode perdarahan perubahan tanda-tanda vital. 3. Pantau tanda perdarahan sisemik atau Perubahan pada oksigen sirkulasi akan hipovolemia, seperti peningkatan mempengaruhi fungsi jantung, vascular frekuensi nadi, napas dan tekanan dan fungsi neurologis darah, perubahan status neurologis

4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d terganggunya pengiriman oksigen ke dalam jaringan. Tujuan /Kriteria hasil : terpenuhinya oksigen dalam tubuh Intervensi : INTERVENSI yang nyaman atau semi fowler 2. Pantau frekuensi dan kedalaman jalan pernapasan cepat dan dangkal terjadi nafas karena hipoksemia, stress dan sirkulasi endotoksin 3. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan kesulitan bernafas dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari krekels, mengi kongesti pulmona/ edema intersisial RASIONAL

1. Pertahankan jalan nafas dengan posisi meningkatkan ekspansi paru-paru.

Catat adanya sianosis sirkumoral

menunjukkna oksigen sistemik tidak adequate fungsi serebral sangat sensitif terhadap penurunan oksigenisasi

Selidiki perubahan pada sensorium

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d minum sedikit atau intoleran terhadap minuman Tujuan/ kriteria hasil : memelihara kebutuhan nutrisi bayi, berat badan bayi tidak tujuan, menunjukkan kenaikan berat badan. Intervensi : Kaji intoleran terhadap minuman Hitung kebutuhan minum bayi Ukur masukan dan keluaran Timbang berat badan setiap hari Catat perilaku makan dan aktivitas secara akurat Pantau koordinasi refleks mengisap dan menelan Ukur berat jenis urine Berikan minuman yang adekuat dengan cara pemberian sesuai kondisi Pantai distensi abdomen (residu lambung) 6. Gangguan pola nafas b.d apnea Tujuan : mengatur dan membantu usaha bernpaas dan kecukupan oksigen. Kriteria Hasil : frekuensi pernapasan normal, tidak mengalami apneu. Intervensi Keperawatan : Kaji perubahan pernapasan meliputi takipnea, pernapasan cuping hidung, gunting,sianosis, ronki kasar, periode apnea yang lebih dari 10 detik. Pantau denyut jantung secara elektronik untuk mengetahui takikardia atau bradikardia dan perubahan tekanan darah. Sediakan oksigen lembap dan hangat dengan kadar T1O2 yang rendah untuk menjaga pengeluaran energi dan panas. Sediakan alat bantu pernapasan atau ventilasi mekanik. Isap lendir atau bersihkan jalan napas secara hati-hati. Amati gas darah yang ada atau pantau tingkat analisis gas darah sesuai kebutuhan. Atur perawatan bayi dan cegah penanganan yang berlebihan. 7. Koping individu tidak efektif b.d kesalahan dan kecemasan, penularan infeksi pada bayi. Tujuan : meminimalkan kesalahan orang tua dan memberi dukungan koping saat krisis.

Kriteria hasil : koping individu adekuat. Intervensi keperawatan : Kaji ekspresi verbal dan non verbal, perasaan dan gunakan mekanisme koping Bantu orang tua untuk mengatakan konsepnya tentang penyakit bayi, penyebab infeksi, lama perawatan dan komplikasi yang mungkin terjadi. Berikan informasi yang akurat tentang kondisi bayi, kemajuan yang dicapai, perawatan selanjutnya dan komplikasi yang dapat terjadi. Berdasarkan perasaan orang tua saat berkunjung, beri kesempatan untuk merawat bayi.

H. PELAKSANAAN KEPERAWATAN 1. Mempertahankan tirah baring, membantu aktivitas perawatan. 2. Memantau kecenderungan pada tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi,dan perubahan pada tekanan denyut. 3. Memantau frekuensi dan irama jantung. 4. Mengkaji frekuensi pernafasan, kedalaman, dan kualitas. 5. Memantau suhu anak. 6. Mencatat pemasukan dan pengeluaran urin. 7. Memantau pemeriksaan laboratorium. 8. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan sarung tangan steril untuk mengurangi terjadinya infeksi nosokomial.

I.

EVALUASI KEPERAWATAN 1. Suhu kembali normal. 2. Berat badan meningkat. 3. Perfusi jaringan normal, tidak mengalami dispnea dan sianosis. 4. Tidak terjadi infeksi nosokomial.
DAFTAR PUSTAKA Perawatan bayi resiko tinggi, Jakarta : EGC 2000 Wong L, Donna, Buku Ajar Keperawatan Peditrik. Jakarta: EGC, 2009 Carpenito, Lynda Jual, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC

Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi 6.Jakarta : EGC. Doengoes, dkk. 1999 .Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :EGC Harianto, Agus. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses internet dihttp://www.pediatrik.com/artikel/sepsis-neonatorium

Novriani,

Erni. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses Internet di http://cemolgadismelayu.blogspot.com/2008/12/kepanak-sepsis.html Nurcahyo. 2000. Sepsis Neonatorum. Akses internet dihttp://www.indonesiaindonesia.com/images_greenish/misc/navbits_finallink.gif Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka Vietha. 2008. Askep pada Sepsi Neonatorum. Akses internet dihttp://viethanurse.wordpress.com/2008/12/01/askep-pada-sepsis-neonatorum/

Vous aimerez peut-être aussi