Vous êtes sur la page 1sur 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Balita Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke dalam golongan yang dikatakan balita. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya. Berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan Batita merupakan konsumen pasif. Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif (Uripi, 2004). 1. Karakteristik Batita Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.

Universitas Sumatera Utara

2. Karakteristik Usia Pra-sekolah Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan tidak terhadap setiap ajakan. Karakteristik anak pra-sekolah ini mencakup perkembangan fisik dan kemampuan motorik serta emosional anak. Perkembangan fisik yaitu hasil tumbuh kembang fisik adalah bertumbuh besarnya ukuran-ukuran antropometrik dan gejala/tanda lain pada rambut, gigi-geligi, otot, serta jaringan lemak, darah, dan lainnya. Sedangkan kemampuan motorik dan emosional anak mencakup sikap anak dalam lingkungan, gerakan anggota badan, serta kemampuan intelektual anak seperti menyebutkan nama atau bercerita lainnya. 2.2 Penyediaan Menu Seimbang untuk Balita 2.2.1. Pengertian Makanan bagi Balita Pada dasarnya makanan bagi balita harus bersifat lengkap artinya kualitas dari makanan harus baik dan kuantitas makanan pun harus cukup, dan bergizi artinya makanan mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan, dengan memperhitungkan: 1. Pada periode ini dibutuhkan penambahan konsumsi zat pembangun karena tubuh anak sedang berkembang pesat. 2. Bertambahnya aktivitas membutuhkan penambahan bahan makanan sebagai sumber energi.

Universitas Sumatera Utara

3. Untuk perkembangan mentalnya anak membutuhkan lebih banyak lagi zat pembangun terutama untuk pertumbuhan jaringan otak yang mempengaruhi kecerdasan walaupun tak secara signifikan. 2.2.2. Pola Makan Sehat dan Seimbang Menurut Harper (1986), pola makan (dietary pattern) adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih pangan dan makanannya serta

mengkonsumsinya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial. Pola makan dinamakan pula kebiasaan makan, kebiasaan pangan atau pola pangan (Suhardjo, 2003). Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan dalam jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2004). Pola menu seimbang adalah pengaturan makanan yang sehat dengan susunan hidangan menu sesuai dengan kebutuhan gizi esensial dalam jumlah yang ideal serta disesuaikan dengan daya toleran si anak. Dengan kata lain menu seimbang adalah menu yang kebutuhan gizinya sudah disesuaikan dengan golongan usia balita. Ciri khas pola menu di Indonesia ialah Empat Sehat Lima Sempurna yaitu menu lengkap terdiri dari nasi atau makanan pokok, lauk, sayur, buah dan agar menjadi sempurna ditambahkan dengan susu (Santoso, 2004).

Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Makan Dalam hal pola makan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Pengetahuan Gizi Ibu Bila pengetahuan tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang maka pemberian makanan untuk keluarga biasa dipilih bahan-bahan makanan yang hanya dapat mengenyangkan perut saja tanpa memikirkan apakah makanan itu bergizi atau tidak, sehingga kebutuhan energi dan gizi masyarakat dan anggota keluarga tidak tercukupi (Sapoetra, 1997). Menurut Suhardjo (1989), bila ibu rumah tangga memiliki pengetahuan gizi yang baik ia akan mampu untuk memilih makanan-makanan yang bergizi untuk dikonsumsi. 2. Pendidikan Ibu Peranan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anak balitanya, pengetahuan yang diperoleh baik formal maupun non formal sangat menentukan untuk ditetapkan dalam hal pemilihan dan penentuan jenis makanan yang dikonsumsi oleh balita dan anggota keluarga lainnya. Pendidikan gizi ibu bertujuan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya makanan yang tersedia. Dari hal tersebut dapat disumsikan bahwa tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada balita relatif tinggi bila pendidikan ibu tinggi (Depkes RI, 2010). 3. Pendapatan Keluarga Pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Tetapi perlu disadari bahwa pendapatan tidak selalu membawa

Universitas Sumatera Utara

10

perbaikan pada susunan makanan. Tingkat pendapatan juga ikut menentukan jenis pangan yang akan dibeli dengan tambahan uang tersebut. Orang miskin membelanjakan sebagian besar pendapatan tambahan tersebut untuk makanan, sedangkan orang kaya jauh lebih rendah. Semakin tinggi pendapatan semakin besar pula persentase dari pendapatan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur mayur, dan berbagai jenis bahan pangan lain (Berg, A &Sajogyo, 1986). 2.2.4. Porsi Makanan Menurut Lia Amalia yang dikutip oleh Komsatiningrum (2009), porsi makan bagi orang dewasa dan balita sangatlah jauh berbeda, porsi makan anak balita lebih sedikit karena kebutuhan gizi esensial jumlahnya lebih sedikit yang harus dipenuhi. Selain itu karakteristik pertumbuhan dan aktivitasnya juga berbeda. Porsi makan bagi anak balita harus mempunyai kandungan air dan serat yang sesuai dengan daya toleransi, tekstur makanannya agak lunak agar mudah dicerna, memberikan rasa kenyang. Makanan selingan perlu diberikan kepada balita terutama jika porsi makan utama yang dikonsumsi belum mencukupi. Pemberian makanan selingan tidak boleh berlebihan karena akan mengakibatkan berkurangnya nafsu makan akibat terlalu kenyang makan makanan selingan. Pemilihan makanan selingan disesuaikan dengan fungsinya yaitu: 1. Mencukupi asupan nutrisi yang mungkin kurang pada saat pemberian makan pagi, siang, sore. 2. Memperkenalkan aneka ragam jenis makanan yang terdapat dalam makanan selingan.

Universitas Sumatera Utara

11

3. Mengatasi masalah anak yang sulit makan nasi. 4. Untuk mencukupi kebutuhan kalori terutama pada anak yang banyak melakukan aktivitas. 2.2.5. Bahan Makanan Bahan makanan bagi anak balita harus dipilih yang tidak merangsang, rendah serat, dan tidak mengandung gas. Penggunaan rempah yang merangsang seperti cabai, asam sebaiknya dihindari, penambahan vetsin sebaiknya dihindari dan sebaiknya menggunakan garam dan gula yang tidak membahayakan tubuh. Menu Empat Sehat Lima Sempurna sangat baik diberikan kepada balita, di dalam menu ini digunakan berbagai jenis bahan makanan yang terdiri atas: 1. Bahan makanan pokok Bahan makanan pokok memegang peranan penting, biasa dihidangkan pada waktu makan pagi, siang, dan malam. Pada umumnya bahan makanan pokok jumlahnya (kuantitas/volume) lebih banyak dibanding bahan makanan lainnya. Bahan makanan pokok merupakan sumber energi dan mengandung banyak karbohidrat. Jenis bahan makanan pokok yang biasa dikonsumsi adalah beras, jagung, gandum, sagu, umbi-umbian. 2. Bahan makanan lauk pauk Bahan makanan lauk pauk biasa digunakan sebagai teman makanan pokok yang memberikan rasa enak dan merupakan sumber protein. Sebagai sumbernya dikenal bahan makanan berasal dari hewan yang disebut protein hewani seperti daging, ikan, telur, lauk yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati yaitu kacangkacangan serta hasil olahnya seperti tahu dan tempe.

Universitas Sumatera Utara

12

3. Bahan makanan sayur mayur Dalam hidangan orang Indonesia sayur mayur sebagai teman makanan pokok, pemberi serat dalam hidangan. Bahan makanan sayuran biasa berasal dari berbagai jenis tumbuhan seperti batang, daun, bunga, umbi, buah muda. Bagi balita sebaiknya diberikan sayuran yang kadar seratnya tidak terlalu tinggi. Sayur-mayur merupakan sumber vitamin dan mineral. Namun jika mengalami pemanasan maka zat gizi yang terdapat di dalamnya dapat rusak atau berkurang. 4. Bahan makanan buah-buahan Buah biasanya di hidangkan dan disantap terakhir kali dalam suatu acara makan, umumnya buah yang dipilih buah yang matang dan berasa manis. Buah-buahan merupakan sumber vitamin bagi tubuh dan zat pengatur. 5. Susu Susu adalah cairan berwarna putih yang dikeluarkan oleh kelenjar susu. Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna. Istilah untuk air susu manusia adalah air susu ibu (ASI) dan susu yang bukan berasal dari manusia disebut pengganti air susu ibu (PASI) yang biasa berasal dari hewan ternak seperti sapi, kambing, kuda. Susu merupakan minuman yang baik bagi balita, selain itu air putih juga baik diberikan. Susu dapat diperoleh dalam berbagai bentuk yaitu bubuk dan cair (Soegeng Santoso, 2004). 2.2.6. Pengaturan Makanan Untuk Balita Dalam merencanakan pengetahuan makanan makan untuk balita, jika kita hendak menentukan makanan yang tepat untuk seorang bayi atau anak, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

13

1. Menentukan jumlah kebutuhan zat gizi dengan menggunakan data tentang kebutuhan zat gizi. 2. Menentukan jenis bahan makanan yang dipilih untuk menterjemahkan zat gizi yang diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi zat gizi dari berbagai macam bahan makanan. 3. Menentukan jadwal waktu makan dan menentukan hidangan. Perlu pula ditentukan cara pemberian makan. 4. Memperhatikan masukan yang terjadi terhadap hidangan tersebut. Perlu dipertimbangkan kemungkinan faktor kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu makanan. Perhatikan pula bila ia betul-betul terjadi keadaan anoreksia. Bila tidak terdapat sisa makanan, mungkin makanan yang diberikan jumlahnya kurang. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk pengaturan makan yang tepat adalah umur, berat badan, keadaan mulut sebagai alat penerima makanan, kebiasaan makan, kesukaan dan ketidaksukaan, akseptabilitas dari makanan dan toleransi anak terhadap makanan yang diberikan. Dengan memperhatikan dan memperhitungkan faktor-faktor tersebut di atas, umumnya tidak akan banyak terjadi kekeliruan dalam mengatur makan untuk seorang anak balita. Pada umumnya kepada anak balita telah dapat diberikan jadwal waktu makan yang serupa, yaitu 3 kali makan dan diantaranya dapat diberikan makanan kecil (snack). Pemberian makanan yang sesuai dengan umur dan jam pengaturan pemberian makanan dapat dilihat pada tabel berikut :

Universitas Sumatera Utara

14

Tabel 2.1 Daftar Pemberian Makanan Anak Balita


Umur balita Macam makanan 12 bulan ke ASI atas Buah Nasi tim atau makanan keluarga Makanan kecil
Sumber : Husaini, Yayah (1999) Keterangan : Kalau ASI sudah berkurang dapat diberikan 4 sendok makan peres susu bubuk dalam air matang menjadi 200 ml dan dapat ditambahkan 1 sendok teh gula. Makanan keluarga yang lembek, mudah dicerna, dan tidak pedas. Makanan kecil berupa biskuit, bubur kacang hijau, dan lain-lain. Sebaiknya jangan diberikan makanan yang terlalu manis (coklat, permen, dan lain-lain) atau yang terlalu gurih atau yang berlemak (Husaini, Yayah, 1999).

Pemberian dalam sehari (kali) 1 atau 3 1 3 1

Jam pemberian (WIB) 06.00, 14.00, 21.00 16.00 08.00, 12.00, 18.00 10.00

2.2.7. Kebutuhan Zat Gizi pada Balita Menurut Uripi (2004) kebutuhan zat gizi pada balita adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan. Kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, berat badan, aktivitas dan tinggi badan. Kebutuhan zat gizi pada balita harus cukup dan seimbang karena anak balita sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Kebutuhan energi dan protein balita berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata per hari yang dianjurkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi (1998) dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.2 Kebutuhan Konsumsi Energi dan Protein Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata per hari. No. Golongan Berat Badan Tinggi Energi Protein Umur (kg) Badan (cm) (kkal) (gr) 1. 1-3 12 90 1.250 23 2. 4-5 18 110 1.750 32 Fungsi utama energi sebagai zat tenaga yang menunjang aktivitas sehariharidan fungsi utama protein sebagai zat pembangun bagi jaringan baru dan

Universitas Sumatera Utara

15

mempertahankan jaringan yang telah ada. Makan makanan yang beraneka ragam menunjang terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi balita. Konsumsi pangan yang cukup dan seimbang merupakan salah satu faktor yang menentukan agar proses tumbuh kembang anak balita menjadi optimal dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat (Depkes RI, 2000). 2.3. Penyuluhan 2.3.1 Pengertian Penyuluhan Gizi Istilah penyuluhan sering kali dibedakan dari penerangan, walaupun keduanya merupakan upaya edukatif. Secara populer penyuluhan lebih menekankan bagaimana, sedangkan penerangan lebih menitikberatkan pada apa. Dalam uraian berikut ini penyuluhan diberikan arti lebih luas dan menyeluruh. Ia merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang dilakukan melalui pendekatan edukatif (Suhardjo, 2003). Pendekatan edukatif diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematik terencana terarah, dengan peran serta aktif individu maupun kelompok atau masyarakat, untuk memecahkan masalah masyarakat dengan memperhitungkan faktor sosial-ekonomi-budaya setempat. Dengan pendekatan edukatif ini yang hendak dicapai bukan sekedar terpecahnya masalah atau terpenuhinya dikembangkan kebutuhan kemampuan individu/masyarakat individu/masyarakat melainkan untuk sekaligus bertindak ingin sendiri

memecahkan masalah yang dihadapi (Suhardjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara

16

2.3.2 Proses Adopsi dalam Penyuluhan Berbicara tentang penyuluhan tidak terlepas dari bagaimana agar sasaran penyuluhan dapat mengerti, memahami, tertarik dan mengikuti apa yang kita suluhkan dengan baik dan benar atas kesadarannya sendiri berusaha untuk menerapkan ide-ide baru tersebut dalam kehidupannya. Menurut penelitian Rogers (1974), indikasi yang dapat dilihat pada diri seseorang pada setiap tahapan adopsi dalam penyuluhan adalah sebagai berikut : 1. Tahap sadar (awarness), pada tahap ini seseorang sudah mengetahui sesuatu yang baru karena hasil dari berkomunikasi dengan pihak lain. 2. Tahap minat (interest), pada tahap ini seseorang mulai ingin mengetahui lebih banyak tentang hal-hal baru yang sudah diketahuinya dengan jalan mencari keterangan atau informasi yang lebih terperinci. 3. Tahap menilai (evaluation), pada tahap ini seseorang mulai menilai atau menimbang-nimbang serta menghubungkan dengan keadaan atau kemampuan diri, misalnya kesanggupan serta resiko yang akan ditanggung, baik dari segi sosial maupun ekonomis. 4. Tahap mencoba (trial), pada tahap ini seseorang mulai menerapkan atau mencoba dalam skala kecil sebagai upaya mencoba untuk meyakinkan apakah dapat dilanjutkan. 5. Tahap penerapan (adoption), pada tahap ini seseorang sudah yakin akan hal baru dan mulai melaksanakan dalam skala besar (Notoatmodjo, 2007).

Universitas Sumatera Utara

17

2.3.3. Metode dan Media Penyuluhan 2.3.3.1. Metode Penyuluhan Menurut Van deb Ban dan Hawkins yang dikutip oleh Lucie (2005), pilihan seorang agen penyuluhan terhadap suatu metode atau teknik penyuluhan sangat tergantung kepada tujuan khusus yang ingin dicapai. Berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin dicapai, penggolongan metode penyuluhan ada tiga : 1. Metode berdasarkan pendekatan perorangan Dalam metode ini, penyuluh berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan sasarannya secara perorangan. Metode ini sangat efektif karena sasaran dapat secara langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan khusus dari penyuluh. Sementara itu adapun kelemahan metode ini adalah dari segi sasaran yang ingin dicapai, kurang efektif karena terbatasnya jangkauan penyuluh untuk mengunjungi dan membimbing sasaran secara individu, selain itu ada juga membutuhkan banyak tenaga penyuluh dan membutuhkan waktu yang lama. 2. Metode berdasarkan pendekatan kelompok Dalam metode ini, penyuluh berhubungan dengan sasaran penyuluhan secara kelompok. Metode ini cukup efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerjasama. Dalam pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat diambil, disamping dari transfer informasi juga terjadi tukar pendapat dan pengalaman antara sasaran penyuluhan dalam kelompok yang bersangkutan. Serta memungkinkan adanya umpan balik dan

Universitas Sumatera Utara

18

interaksi kelompok yang memberi kesempatan bertukar pengalaman maupun pengaruh terhadap perilaku dan norma anggotanya. Kelemahan metode ini adalah adanya kesulitan dalam mengkoordinir sasaran karena faktor geografis dan aktivitas sasaran. Salah satu cara yang efektif dalam metode pendekatan kelompok adalah dengan metode ceramah, metode ini cocok digunakan untuk masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi maupun rendah. 3. Metode berdasarkan pendekatan massal. Sesuai dengan namanya, metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah banyak. Dipandang dari segi penyampaian informasi, metode ini cukup baik, namun terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran atau keingintahuan semata. Beberapa penelitian mengatakan bahwa metode pendekatan massa dapat mempercepat proses perubahan, tapi jarang dapat mewujudkan perubahan dalam perilaku. Yang termasuk dalam metode ini antara lain : rapat umum, siaran radio, kampanye, pemutaran film, surat kabar dan lain sebagainya. Berdasarkan uraian di atas peneliti memilih metode pendekatan kelompok dengan metode ceramah untuk melakukan penyuluhan gizi, dengan tujuan terjadinya proses perubahan perilaku ke arah yang diharapkan melalui peran aktif sasaran penyuluhan dalam memberikan umpan balik terhadap penyuluh serta adanya saling tukar informasi dan pengalaman sesama peserta penyuluhan. 2.3.3.2. Media Penyuluhan Media sebagai alat bantu menyampaikan pesanpesan kesehatan sangat bervariasi, antara lain :

Universitas Sumatera Utara

19

1. Leaflet Leaflet ialah bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Keuntungan menggunakan leaflet antara lain : sasaran dapat menyesuaikan dan belajar mandiri serta praktis karena mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran dapat melihat isinya disaat santai dan sangat ekonomis, berbagai informasi dapat diberikan atau dibaca oleh anggota kelompok sasaran, sehingga bisa didiskusikan, dapat membeerikan informasi yang detail yang mana tidak dapat diberikan secara lisan, mudah dibuat, diperbanyak, dan diperbaiki serta mudah disesuaikan dengan kelompok sasaran. Sementra itu, ada beberapa kelemahan dari leaflet yaitu : tidak cocok untuk sasaran individu per individu, tidak tahan lama dan mudah hilang, leaflet akan menjadi percuma jika sasaran tidak diikutsertakan secara aktif, serta perlu proses penggandaan yang baik. 2. Flif chart (lembar balik) Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk buku di mana tiap lembar berisi gambar peragaan dan lembaran baliknya berisi kalimat sebagai pesan kesehatan yang berkaitan dengan gambar. Keunggulan menggunakan media ini antara lain : mudah dibawa, dapat dilipat ataupun digulung, murah dan efisien, dan tidak perlu peralatan yang rumit. Kelemahan dari media ini adalah : terlalu kecil untuk sasaran yang berjumlah relatif besar, serta mudah robek dan tercabik.

Universitas Sumatera Utara

20

3. Film dan Video Keunggulan penyuluhan dengan media ini adalah : dapat memberikan realita yang mungkin sulit direkam kembali oleh mata dan pikiran sasaran, dapat memicu diskusi mengenai sikap dan perilaku, efektif untuk sasaran yang jumlahnya relatif penting dapat diulang kembali, mudah digunakan dan tidak memerlukan ruangan yang gelap. Sementara itu kelemahan media ini antara lain : memerlukan sambungan lisrik, peralatannya beresiko untuk rusak, perlu adanya kesesuaian antara kaset dengan alat pemutar, membutuhkan ahli yang profesional agar gambar mempunyai makna dalam sisi artistik maupun materi, serta membutuhkan banyak biaya. 4. Slide Keunggulan media ini antara lain : dapat memberikan berbagai realita walaupun terbatas, cocok untuk sasaran yang jumlahnya relatif besar, dan pembuatannya relatif murah, serta peralatannya cukup ringkas dan mudah digunakan. Sedangkan keterbatasan menggunakan media antara lain : memerlukan sambungan listrik, peralatannya beresiko mudah rusak, dan memerlukan ruangan yang sedikit gelap. 5. Transparansi OHP Keunggulan menggunakan OHP sebagai media penyuluhan adalah : dapat dipakai untuk mencatat point-point penting saat diskusi sedang berjalan, murah dan efisien karena alatnya mudah dapat didapat dan dibuat serta tidak memerlukan ruangan yang gelap, dapat digunakan untuk sasaran yang relatif kecil maupun besar, peralatannya mudah digunakan dan dipelihara.

Universitas Sumatera Utara

21

Sementara itu kelemahan media ini adalah : memerlukan aliran listrik, sukar memperkenalkan gerakan dalam bentuk visual, lensa OHP dapat menghalangi pandangan kelompok sasaran apabila pengaturan tempat duduk komunikan yang tidak baik. 6. Papan Tulis Keunggulan menggunakan papan tulis yaitu : murah dan efisien, baik untuk menjelaskan sesuatu, mudah dibersihkan dan digunakan kembali, tidak perlu ruang gelap. Kelemahannya adalah terlalu kecil untuk sasaran yang jumlahnya relatif besar, tidak efektif karena penyuluh harus membelakangi kelompok sasaran saat sedang menulis sesuatu, terkesan kotor apabila tidak dibersihkan dengan baik. Berdasarkan uraian di atas peneliti memilih leaflet dan slide sebagai media dalam penyuluhan karena keunggulannya serta sedikitnya faktor keterbatasan yang dimiliki. 2.3.4. Penyuluhan Sebagai Proses Perubahan Perilaku Proses perubahan perilaku akan menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap mental, sehingga mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahanperubahan dalam kehidupannya demi tercapainya perbaikan kesejahteraan keluarga yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan. Titik berat penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku adalah penyuluhan yang berkesinambungan. Dalam proses perubahan perilaku dituntut agar sasaran berubah tidak semata-mata karena adanya penambahan pengetahuan saja, namun diharapkan juga adanya perubahan pada keterampilan sekaligus sikap mantap yang menjurus kepada tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif dan menguntugkan.

Universitas Sumatera Utara

22

Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku tidak mudah, hal ini menuntut suatu persiapan yang panjang dan pengetahuan yang memadai bagi penyuluh maupun sasarannya. Penyuluh sebagai proses perubahan perilaku, selain membutuhkan waktu yang relatif lama juga membutuhkan perencanaan yang matang, terarah dan berkesinambungan (Lucie, 2005). Menurut Notoatmodjo (2003) untuk merubah perilaku, seseorang harus mengikuti tahap-tahap proses perubahan : pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktek (practice). Dalam hal ini penyuluhan berperan sebagai salah satu metode penambahan dan peningkatan pengetahuan seseorang sebagai tahap awal terjadinya perubahan perilaku. 2.3.5. Kekuatan yang Mempengaruhi Penyuluhan Penyuluhan adalah sebagai proses perubahan perilaku melalui suatu kegiatan pendidikan nonformal, oleh karena itu selalu saja ada berbagai kendala dalam

pelaksanaannya di lapangan. Secara umum ada beberapa faktor atau kekuatan yang mempengaruhi proses perubahan keadaan yang disebabkan karena penyuluhan, di antaranya sebagai berikut : 1. Keadaan pribadi sasaran Beberapa hal yang perlu diamati pada diri sasaran penyuluhan adalah ada tidaknya motivasi pribadi sasaran penyuluhan dalam melakukan suatu perubahan. Berikutnya, adanya ketakutan atau trauma masa lampau yang berupa ketidakpercayaan pada pihak lain karena pengalaman ketidakberhasilan atau kegagalan, kekurangsiapan dalam melakukan perubahan karena keterbatasan

Universitas Sumatera Utara

23

pengetahuan, keterampilan dana, sarana, dan pengalaman, serta adanya perasaan puas dengan kondisi yang dirasakan sekarang tanpa harus melakukan perubahan. 2. Keadaan lingkungan fisik Yang dimaksud lingkungan fisik dalam hal ini adalah lingkungan yang berpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam keberhasilan penyuluhan. 3. Keadaan sosial budaya masyarakat Sebagai pola perilaku sudah sewajarnya apabila kondisi sosial budaya di masyarakat akan mempengaruhi efektivitas penyuluhan, karena kondisi sosial budaya merupakan suatu pola perilaku yang dipelajari, dipegang teguh oleh setiap warga masyarakat dan diteruskan secara turun-temurun, dan akan sangat sulit merubah perilaku masyarakat jika sudah berbenturan dengan keadaan sosial budaya masyarakat. 4. Keadaan dan macam aktivitas kelembagaan yang tersedia dan menunjang kegiatan penyuluhan. Ada tidaknya peran serta lembaga terkait dalam proses penyuluhan akan menentukan efektivitas penyuluhan. Dalam hal ini lembaga berfungsi sebagai pembuat keputusan yang akan ditetapkan sehingga harus dilaksanakan oleh masyarakat. 2.4. Tinjauan Tentang Perilaku 2.4.1. Pengetahuan Gizi Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

Universitas Sumatera Utara

24

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan gizi seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi pangan dan status gizinya. Demikian juga pada remaja putri yang mempunyai pengetahuan tentang kebutuhan tubuh akan gizi, ia akan dapat menetukan jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsinya. Pengetahuan gizi seseorang didukung oleh latar belakang pendidikannya. Rendahnya tingkat pndidikan menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menerima informasi dan penanganan masalah gizi dan kesehatan, sekalipun di daerah tempat tinggalnya banyak tersedia bahan makanan (sayuran dan buah), serta pelayanan kesehatan yang memadai, yang dapat menyampaikan informasi tentang bagaimana mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi. Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi menurut Suhardjo (2003), didasarkan pada tiga kenyataan : 1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. 2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi. 3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi. 2.4.2. Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian

Universitas Sumatera Utara

25

reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo, 2003). 2.4.3. Tindakan (Practice) Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan ini menurut Notoatmodjo (2005) dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu : a. Praktik terpimpin (guided response), yaitu apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. b. Praktik secara mekanisme (mechanism), yaitu apabila subjek atau seseorang yang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis. c. Adopsi (adoption), yaitu suatu tindakan atau praktik yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

Universitas Sumatera Utara

26

2.5 Kerangka Konsep

Penyuluhan Gizi : - Ceramah - Leaflet - Demo menu seimbang untuk balita Pre-test Perilaku Ibu tentang Menu Seimbang - Pengetahuan Ibu - Sikap Ibu - Tindakan Ibu Post-test Perilaku Ibu tentang Menu Seimbang - Pengetahuan Ibu - Sikap Ibu - Tindakan Ibu

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep ini menggambarkan bahwa yang akan diteliti adalah pengaruh penyuluhan gizi terhadap perilaku ibu dalam penyediaan menu seimbang untuk balita. Untuk mengukur perilaku ibu dalam penyediaan menu seimbang untuk balita (pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu) dilakukan pre-test. Kemudian sebagai intervensi dilakukan penyuluhan berupa ceramah, pembagian leaflet, dan demo menu seimbang untuk balita. Dan untuk melihat sejauh mana pengaruh penyuluhan gizi terhadap perilaku ibu dalam penyediaan menu seimbang untuk balita dilakukan posttest. 2.6 Hipotesis Penelitian a. Ada pengaruh penyuluhan gizi terhadap pengetahuan ibu tentang penyediaan menu seimbang untuk balita.

Universitas Sumatera Utara

27

b. Ada pengaruh penyuluhan gizi terhadap sikap ibu tentang penyediaan menu seimbang untuk balita. c. Ada pengaruh penyuluhan gizi terhadap tindakan ibu dalam penyediaan menu seimbang untuk balita.

Universitas Sumatera Utara

Vous aimerez peut-être aussi