Vous êtes sur la page 1sur 16

KASUS KEBAKARAN PADA TAMBANG BATUBARA DAN PENANGGULANGANNYA

A. PENDAHULUAN Batubara terbentuk dari tumbuhan purba yang berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Karena berasal dari material organik yaitu selulosa, sudah tentu batubara tergolong mineral organik pula. Reaksi pembentukan batubara adalah sebagai berikut : 5(C6H10O5) ---> C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO C20H22O4 adalah batubara, dapat berjenis lignit, sub-bituminus, bituminus, atau antrasit, tergantung dari tingkat pembatubaraan yang dialami. Konsentrasi unsur C akan semakin tinggi seiring dengan tingkat pembatubaraan yang semakin berlanjut. Sedangkan gas-gas yang terbentuk yaitu metan, karbon dioksida serta karbon monoksida, dan gas-gas lain yang menyertainya akan masuk dan terperangkap di celah-celah batuan yang ada di sekitar lapisan batubara. Secara teoretis, jumlah gas metan yang terkumpul pada proses terbentuknya batubara bervolume satu ton adalah 300m3. Kondisi terperangkapnya gas ini akan terus berlangsung ketika lapisan batubara atau batuan di sekitarnya tersebut terbuka akibat pengaruh alam seperti longsoran atau karena penggalian (penambangan). Gas di tambang dalam

Gas-gas yang muncul di tambang dalam (underground) terbagi menjadi gas berbahaya (hazardous gas) dan gas mudah nyala (combustible gas). Gas berbahaya adalah gas yang dapat mempengaruhi kesehatan yang dapat menyebabkan kondisi
1

fatal pada seseorang, sedangkan gas mudah nyala adalah gas yang berpotensi menyebabkan kebakaran dan ledakan di dalam tambang.Pada tambang dalam, gas berbahaya yang sering ditemukan adalah karbon monoksida (CO), sedangkan yang dapat muncul tapi jarang ditemui adalah hidrogen sulfida (H2S), sulfur dioksida (SO2), dan nitrogen dioksida (NO2). CO adalah gas tak berwarna, tak berasa, tak berbau, dan memiliki berat jenis sebesar 0,967. Pada udara biasa, konsentrasinya adalah 0 sampai dengan beberapa ppm, dan menyebar secara merata di udara. CO timbul akibat pembakaran tak sempurna, ledakan gas dan debu, swabakar, kebakaran dalam tambang, peledakan (blasting), pembakaran internal pada mesin, dll. Gas ini sangat beracun karena kekuatan ikatan CO terhadap hemoglobin adalah 240-300 kali dibandingkan ikatan oksigen dengan hemoglobin. Selain beracun, gas ini sebenarnya juga memiliki sifat meledak, dengan kadar ambang ledakan adalah 13-72 persen. Untuk gas mudah nyala pada tambang batubara, sebagian besar adalah gas metan (CH4). Metan adalah gas ringan dengan berat jenis 0,558, tidak berwarna, dan tidak berbau. Gas ini muncul secara alami di tambang batubara bawah tanah sebagai akibat terbukanya lapisan batubara dan batuan di sekitarnya oleh kegiatan penambangan. Dari segi keselamatan tambang, keberadaan metan harus selalu dikontrol terkait dengan sifatnya yang dapat meledak. Gas metan dapat terbakar dan meledak ketika kadarnya di udara sekitar 5-15 persen dengan ledakan paling hebat pada saat konsentrasinya 9,5 persen pada saat terdapat sumber api yang memicunya.

B. PERMASALAHAN Batubara adalah bahan bakar padat yang mengandung abu, oleh karena itu pemanfaatan batubara akan melibatkan biaya tinggi untuk alat yang diperlukan bagi penanganan (coal handling) dan pembakaran batubara. Penanganan batubara membutuhkan beberapa perilaku khusus karena batubara sendiri dapat menyebabkan bencana jika dalam penanganannya tidak benar. Penanganan batubara memerlukan pengamanan, karena ada beberapa masalah dalam penanganan batubara antara lain : a. Batubara dapat terbakar sendiri b. Batubara dapat menimbulkan ledakan c. Batubara dapat menimbulkan pencemaran, kalau ada angin kencang debunya beterbangan kemana-mana Sebagai contoh, Pertengahan Januari 2006 lalu, kembali terjadi kebakaran di tambang batubara PT Bukit Asam (Persero) Tbk, Unit Pertambangan Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat. Kejadian serupa pernah terjadi pada tahun 2002 lalu, bahkan sampai menimbulkan ledakan gas metan yang mengguncang kota Sawahlunto hingga radius 20 km. Mengapa kebakaran terjadi pada tambang batubara bawah tanah bisa menyebabkan ledakan gas metan? Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kebakaran dan ledakan tersebut? Tulisan ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, sekaligus untuk menjelaskan karakteristik tambang terkait dengan potensi bahaya yang dimilikinya, terutama masalah gas dan kebakaran.

C. PEMBAHASAN Batubara dapat terbakar sendiri (Self Combustion) setelah mengalami proses yang bertahap yaitu sebagai berikut : 1) Tahap pertama : mula-mula batubara akan menyerap oksigen dari udara secara perlahan-lahan dan kemudian temperatur batubara akan naik 2) Tahap kedua : sebagai akibat temperatur naik kecepatan batubara menyerap oksigen dari udara bertambah dan temperatur kemudian akan mencapai 1001400C 3) Tahap ketiga : setelah mencapai temperatur 1400C, uap dan CO2 akan terbentuk 4) Tahap keempat : sampai temperatur 2300C, isolasi CO2 akan berlanjut 5) Tahap kelima : bila temperatur telah berada diatas 3500C, ini berarti batubara telah mencapai titik sulutnya dan akan cepat terbakar

SEBAB-SEBAB TERBAKAR SENDIRI Batubara merupakan bahan bakar organik dan apabila bersinggungan langsung dengan udara dalam keadaan temperatur tinggi (misalnya musim kemarau yang berkepanjangan) akan terbakar sendiri. Keadaan ini akan dipercepat oleh : a. Rekasi eksothermal (uap dan oksigen diudara), hal ini yang paling sering terjadi b. Bacteria c. Aksi katalis dari benda-benda anorganik

Sedangkan kemungkinan terjadinya terbakar sendiri terutama antara lain : a. Karbonisasi yang rendah (low carbonization) b. Kadar belerangnya tinggi (>2%). Ambang batas kadar belerang baiknya hanya sebesar 1,2% saja.

MENGATASI BATUBARA YANG TERBAKAR SENDIRI Bilamana batubara ditimbun ditempat penimbunan yang tertutup (indoor storage) maka harus dibuat peraturan agar gudang penyimpanan tersebut bersih dari endapan-endapan debu batubara, terutama yang ditemukan dipermukaan alat-alat. Dengan demikian maka perlu ada perawatan yang terus menerus dan konstan. Apabila tempat penimbunan ini terbuka (outdoor storage) maka sebaiknya dipilihkan tempat yang rata dan tidak lembab, hal ini untuk menghindari penyusupan kotoran-kotoran (impurities). Untuk batubara yang berzat terbang tinggi perlu dipergunakan siraman
4

air (sprinkler). Penyimpanan batubara yang terlalu lama juga membahayakan, paling lama sebaiknya 1 bulan.

TINGGI ONGGOKAN Tingginya onggokan tumpukan batubara memang sulit untuk ditentukan sebab masing-masing tempat penimbunan memiliki kondisi sendiri-sendiri antara lain iklim, kelembaban, penyinaran.

PENGECEKAN DINI TERHADAP GEJALA TERBAKAR a. Pengecekan Temperatur Untuk mengetahui temperatur maksimum dari onggokan batubara dapat ditentukan 1-2m dibawah permukaan dari tumpukan. Caranya : buat lubang vertikal dibantu dengan pipa berperforasi. Kegunaan pipa agar lubang tidak tertimbun batubara lagi sedang kegunaan perforasi agar temperatur didalam lubang sama dengan temperatur dalam onggokan. b. Batubara dapat menimbulkan ledakan Ledakan debu batubara disebabkan oleh : 1. Ukuran partikel debu : <20 mesh (=0,833 mm) 2. Terdapat hubungan antara zat terbang dan derajat peledakan
Volatile (%) Volatile ratio = --------------------------------------Volatile (%) + Fixed carbon (%)

Apabila volatile ratio>0,12 maka kemungkinan terjadinya ledakan debu batubara selalu ada. Bila komponen abu dalam debu batubara >70-80% maka tidak perlu takut bahaya ledakan. Kondisi untuk meledak akan terjadi bila partikel-partikel halus cukup waktu mengembangnya (floating time). Juga adanya gas-gas pembakar dalam udara dapat membantu terjadinya peledakan. c. Cara penanggulangan ledakan 1. Gunakan gas inert (gas N2). Gas ini cukup mahal harganya, selain itu juga cepat menguap sehingga selalu harus diperiksa valve pressure-nya. Tempatkan tabung gas N2 ini didalam tempat penyimpanan batubara gerus (pulverized coal bin), juga dibagian filter (B/F) 2. Dilakukan pembersihan secara periodik untuk menghindari pembentukan endapan debu batubara
5

3. Menghilangkan kemungkinan sumber tercapainya titik sulut batubara (ignition point) didalam instalasi 4. Perhatikan, dicari dan temukan sumber kebakaran sedini mungkin 5. Dalam hal timbunan batubara ditutupi dengan plastik, usahakan agar konsentrasi O2 kurang dari 12%. Pada timbunan terbuka, penggunaan siraman air dengan menggunakan sprinkler system yang otomatis akan sangat membantu dalam usaha mencegah kebakaran batubara. Caranya : control operator panel (CPO) di pipa ditaruh didalam timbunan batubara kemudian disetel pada temperatur tertentu. Apabila temperatur timbunan batubara meningkat dan melebihi temperatur yang disetel di COP, maka sprinkler otomatis akan bekerja sendiri menyirami timbunan batubara tersebut.

d. Perawatan debu batubara Lembaran plastik penutup timbunan batubara adalah yang terbaik, diusahakan tidak menggunakan plastik berwarna gelap. Timbunan dipadatkan dengan bulldozer untuk mengurangi hadirnya oksigen didalam sela-sela batubara. Pada timbunan batubara terbuka permukaan timbunan sebaiknya disemprot dengan cairan yang mengeraskan permukaan. Cairan ini adalah produk tambahan dari pengilang minyak.

VENTILASI TAMBANG DALAM Untuk menangani permasalahan gas yang muncul di tambang dalam, perencanaan sistem ventilasi yang baik merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Selain untuk mengencerkan dan menghilangkan gas-gas yang muncul dari dalam tambang, tujuan lain dari ventilasi adalah untuk menyediakan udara segar yang cukup bagi para karyawan tambang, dan untuk memperbaiki kondisi lingkungan kerja yang panas di dalam tambang akibat panas bumi, panas oksidasi, dll. Dengan memperhatikan ketiga tujuan di atas, maka volume ventilasi (jumlah angin) yang cukup harus diperhitungkan dalam perencanaan ventilasi. Secara ideal, jumlah angin yang cukup tersebut hendaknya terbagi secara merata untuk lapangan penggalian (working face), lokasi penggalian maju (excavation), serta ruangan mesin dan listrik (Gambar 1 dan 2).

Gambar 1. Analisis ventilasi di tambang Taiheiyou-Hokkaido (sumber: Masahiro Inoue, Kyushu University)

Jumlah angin yang terlalu kecil akan menyebabkan gas-gas mudah terkumpul sehingga konsentrasinya meningkat, jumlah pasokan oksigen berkurang, dan lingkungan kerja menjadi panas. Sebaliknya, bila volume anginnya terlalu besar, maka hal ini dapat menimbulkan masalah serius pula yaitu swabakar batubara (spontaneous combustion). Swabakar batubara terjadi akibat proses oksidasi batubara. Dalam kondisi normal, batubara akan menyerap oksigen di udara dan menimbulkan proses oksidasi perlahan, sehingga terjadi panas oksidasi. Karena nilai konduktivitas panas batubara adalah 1/4 dari konduktivitas panas batuan, maka panas oksidasi sulit berpindah ke batuan di sekitarnya, sehingga akan terus terakumulasi di dalam batubara secara perlahan. Bila sistem ventilasi yang baik untuk menangani hal ini tidak dilakukan, maka suhunya akan terus meningkat dan dapat mencapai titik nyala, yang akhirnya menimbulkan kebakaran.

Gambar 2. Tampilan 3D lorong ventilasi di tambang Taiheiyou-Hokkaido (sumber: Masahiro Inoue, Kyushu University)

Apabila kegiatan penggalian batubara di suatu zona sudah selesai dan akan berpindah ke lapangan penggalian berikutnya, maka lorong atas lapangan (top level) dan lorong bawah lapangan (bottom leve) harus disekat (sealing) sempurna, untuk mencegah masuknya aliran udara segar sehingga proses oksidasi batubara terhenti. Pada bagian dalam lorong yang telah disekat, kadar metan akan terus bertambah, sedangkan oksigen akan menurun.

KASUS OMBILIN Kebakaran atau lebih tepatnya swabakar di tambang batubara bawah tanah Ombilin yang terjadi lagi pada pertengahan Januari 2006 lalu dimulai dari lorong tambang yang telah disekat rapat, kemudian terbuka akibat kegiatan penambangan liar (illegal mining) (Gambar 3). Minimnya pengetahuan teknologi ventilasi yang dimiliki oleh para penambang liar mengakibatkan sekat yang harus dijaga rapat akhirnya dibongkar untuk mengambil batubara yang masih tersisa di dalam. Akibatnya, lorong yang telah disekat tadi terbuka kembali, sehingga proses oksidasi batubara berlangsung kembali. Pada saat itu, kadar metan yang sangat tinggi ketika lorong disekat akan menurun. Apabila kadar metan mencapai nilai ambang ledakan yaitu 5-5 persen, dan swabakar berlangsung terus hingga menimbulkan nyala api, maka bencana ledakan gas metan akan terjadi.

Gambar 3. Swabakar di tambang Ombilin, Februari 2004 (sumber: Yuzo Kawaguchi, Mitsui Mining Engineering Co., Ltd)

Selain itu, tidak adanya rencana penggalian yang baik dari para penambang liar mengakibatkan banyak lorong yang dibuat akhirnya saling berdekatan dengan lorong yang sudah ada. Jarak antar lorong yang terlalu dekat akan mengakibatkan pilar batuan atau batubara yang terletak diantara lorong-lorong tersebut tidak memiliki kekuatan optimal untuk menyangga tekanan batuan di sekelilingnya sehingga lapisan batubara akan retak dan mudah remuk. Kondisi ini selanjutnya akan memicu oksidasi batubara berjalan lebih cepat karena luas permukaan batubara yang dilalui angin menjadi semakin besar, sehingga terjadi kebakaran dalam tambang.

MENCEGAH BATUBARA TERBAKAR KARENA SELF COMBUSTION Bagi banyak perusahaan batubara, baik Owner, Kontraktor ataupun Port Service Pelabuhan Khusus Bongkar Muat Batubara merupakan masalah besar ketika stock batubara yang ada di stockpile terbakar. Batubara tersebut sudah susah payah untuk dikeluarkan dari perut bumi begitu sampai di permukaan dengan cepatnya terbakar, maka hasil kerja menjadi sia-sia. Ketika terbakar, tidak hanya perusahaan saja yang rugi tetapi juga cukup berdampak pada lingkungan karena asap batubara yang terbakar sungguh sangat berbahaya bagi kesehatan bagi beberapa orang, bau asap dapat menyebabkan pusing, mual dan sesak nafas.

Terdapat 2 hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah terjadinya batubara terbakar dengan sendirinya, yaitu : A. Tindakan Preventive, Tindakan pencegahan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya self combustion/terbakar dengan sendirinya. Tindakan tersebut adalah : 1. Batubara tersebut dibentuk seperti kerucut. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalkan terjadinya longsor. Karena apabila berbentuk setengah kerucut yang berarti ada bagian yang rata diatas tumpukan batubara maka apabila terjadi hujan dapat membuat genangan air dan akhirnya batubara akan terkikis dan menjadi longsor karena aliran air hujan. 2. Bagian tepi dipadatkan menggunakan bucket excavator. Pemadatan tersebut bertujuan untuk mengurangi ruang kosong yang timbul dalam tumpukan batubara karena celah antar batubara. Dengan memadatkan berarti batubara akan memiliki lebih sedikit ruang kosong yang berisi udara/oksigen/O2 dimana terjadinya kebakaran salah satu faktornya adalah Oksigen (O2). Apabila tidak memiliki ruang kosong maka hawa panas yang keluar dari batubara akan relatif stabil dan tertahan didalam dengan tidak menimbulkan kebakaran. 3. Menggunakan cairan kimia Cairan yang dimaksud adalah produk untuk coal treatment yang memiliki fungsi berbeda beda, seperti : a. Outodust/Vinasol Produk ini dapat mencegah self combustion selama 21 hari b. Focustcoat Produk ini dapat mencegah self combustion selama 60 hari c. Hydrosol Produk ini dapat mencegah self combustion selama 75 hari d. Suppressol Produk ini adalah untuk dust control atau mencegah debu/ash yang muncul dari batubara

Sebagai contoh pada penggunaan salah satu cairan kimia adalah Hydrosol. Cairan tersebut dicampurkan dengan air dengan perbandingan 1:40 dimana 1 (satu) liter Hydrosol dicampurkan dengan 40 (empat puluh) liter air.
10

Luasan penggunaan Hydrosol adalah 1:10, dimana 1 (satu) liter Hydrosol untuk 10 (sepuluh) ton batubara. Kemudian campuran tersebut ditempatkan dalam drum dan disemprotkan ke batubara dengan menggunakan alkon dengan ujung pipa output (setelah disambung dengan selang/hose karet) yang persempit sehingga akan menghasilkan output seperti hujan. Proses penyemprotan itu dilakukan ke seluruh permukaan batubara sebanyak 2 lapis/layer dan dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali. 4. Pemeriksaan temperatur rutin Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengukur suhu panas

permukaan batubara. Apabila kita menemukan titik permukaan yang terasa panas maka harus dibuatkan lubang dengan menggunakan pipa besi sedalam 1 meter untuk mengeluarkan hawa panas batubara. Lubang tersebut dibiarkan selama 1 jam dan akan ditutup dan padatkan kembali. Proses pembuatan lubang ini dilakukan pada sore hari disaat matahari sudah tidak menyengat atau pada malam hari apabila sampai pada sore hari matahari masih bersinar. 5.Volcano Trap Istilah ini dipakai untuk membuang asap yang muncul dari dalam tumpukan batubara. Tidak semua asap yang keluar dari tumpukan batubara adalah karena telah terjadi self combustion tetapi lebih karena suhu di dalam tumpukan batubara yang panas tetapi lapisan luar tumpukan batubara dingin karena terjadinya hujan, atau karena embun. Asap yang keluar dapat dicium dari baunya untuk mengindikasi apakah terjadi karena terbakar ataukah karena hawa panas. Apabila asap yang keluar berbau belerang dan menyengat serta berwarna putih pekat maka berarti telah terjadi batubara yang terbakar, tetapi apabila asap yang muncul tidak berbau menyengat dan berwarna putih transparan maka hanya terjadi karena hawa panas. Apabila asap karena hawa panas maka yang dapat dilakukan hampir sama dengan poin 4. Hanya saja lubang yang dibuatkan di sumber asap keluar sedalam sekitar 50cm untuk mengeluarkan hawa panas tersebut dan dibiarkan selama sekitar 1 jam kemudaian ditutup dan padatkan kembali. Apabila asap karena terjadi kebakaran, pada poin B akan Kami bahas lebih detail.

11

6. Pembuatan Parit Dilakukan pada sekitar tumpukan batubara dengan kedalaman 1 meter dan dialirkan pada saluran pembuangan yang menuju settling pond. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi jumlah air yang terdapat dalam tumpukan batubara yang terjadi karena hujan akan mengalir ke parit dari batubara ataupun melewati celah-celah tanah. Hal tersebut juga dimaksudkan untuk mengurangi kadar TM (Total Moisture)

B. Tindakan Burnout, tindakan yang diambil untuk memadamkan batubara yang sudah terbakar karena self combustion. Batubara yang terbakar memiliki beberapa ciri, yaitu : a. Asap berwarna putih pekat, berbau belerang dan menyengat. Hal ini terjadi apabila batubara yang terbakar belum menycapai permukaan dan masih terjadi di dalam tumpukan batubara, b. Permukaan berwarna kuning emas, berasap dan panas tentunya. Ini terjadi apabila kebakaran sudah mencapai permukaan yang berarti kebakaran sudah luas dan dalam. Untuk tindakan pemadaman dapat dilakukan dalam beberapa tahap agar tidak meluas, yaitu seperti : 1. Pembuatan lubang Hal ini dilakukan apabila kebakaran masih berupa asap sehingga kita dapat membuat lubang untuk mencari sumber api. Perlu diingat bahwa dalam pembuatan lubang apabila ditemukan batubara yang berwarna kuning atau sudah menjadi debu berwarna emas atau kuning tua maka itu harus dibuang jauh dari tumpukan batubara karena dapat mengkontaminasi batubara lainnya menjadi ikut terbakar. 2. Pembuangan debu Hal ini dilakukan apabila kebakaran sudah terjadi sampai ke permukaan. Pembuangan debu dari sisa batubara yang terbakar harus dilakukan pelanpelan agar tidak terbang dibawa angin dan akan mengkontaminasi batubara lainnya sehingga akan memunculkan potensi terbakar. Pembuang debu sampai dengan ditemukannya batubara yang sudah menjadi bara api.

12

3. Pengambilan bara api Setiap terjadinya kebaran pasti ada sumbernya yang berupa bara api. Langkan awal adalah kita memadamkan dengan mengambil dan membuang sumber kebakaran yaitu batubara yang sudah berubah menjadi bara api tersebut, dan kita buang dapat dengan menggunakan sekop. 4. Penggunaan Detergent Penggunaan detergent ini boleh apa saja yang penting dia berupa serbuk dan berbusa. Detergent tersebut disebarkan dalam lubang yang sudah kita buat kemudian kita semprot dengan air agar berbusa. Busa inilah yang akan mendinginkan hawa panas (hampir sama fungsinya dengan foam pada APAR).

13

D. KESIMPULAN Batubara merupakan bahan bakar organik dan apabila bersinggungan langsung dengan udara dalam keadaan temperatur tinggi (misalnya musim kemarau yang berkepanjangan) akan terbakar sendiri, setelah mengalami beberapa tahapan. Keadaan ini akan dipercepat oleh : a. Rekasi eksothermal (uap dan oksigen diudara), hal ini yang paling sering terjadi b. Bacteria c. Aksi katalis dari benda-benda anorganik Sedangkan kemungkinan terjadinya terbakar sendiri terutama antara lain : a. Karbonisasi yang rendah (low carbonization) b. Kadar belerangnya tinggi (>2%). Ambang batas kadar belerang baiknya hanya sebesar 1,2% saja. Bilamana batubara ditimbun ditempat penimbunan yang tertutup (indoor storage) maka harus dibuat peraturan agar gudang penyimpanan tersebut bersih dari endapan-endapan debu batubara, terutama yang ditemukan dipermukaan alat-alat. Dengan demikian maka perlu ada perawatan yang terus menerus dan konstan. Apabila tempat penimbunan ini terbuka (outdoor storage) maka sebaiknya dipilihkan tempat yang rata dan tidak lembab, hal ini untuk menghindari penyusupan kotorankotoran (impurities). Untuk batubara yang berzat terbang tinggi perlu dipergunakan siraman air (sprinkler). Penyimpanan batubara yang terlalu lama juga

membahayakan, paling lama sebaiknya 1 bulan. Terdapat 2 hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah terjadinya batubara terbakar dengan sendirinya, yaitu : A. Tindakan Preventive, Tindakan pencegahan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya self combustion/terbakar dengan sendirinya. Tindakannya seperti : 1. Batubara tersebut dibentuk seperti kerucut 2. Bagian tepi dipadatkan menggunakan bucket excavator 3. Menggunakan cairan kimia 4. Pemeriksaan temperatur rutin 5. Volcano Trap 6. Pembuatan Parit

14

B. Tindakan Burnout, tindakan yang diambil untuk memadamkan batubara yang sudah terbakar karena self combustion. Batubara yang terbakar memiliki beberapa ciri, yaitu : a. Asap berwarna putih pekat, berbau belerang dan menyengat. Hal ini terjadi apabila batubara yang terbakar belum menycapai permukaan dan masih terjadi di dalam tumpukan batubara, b. Permukaan berwarna kuning emas, berasap dan panas tentunya. Ini terjadi apabila kebakaran sudah mencapai permukaan yang berarti kebakaran sudah luas dan dalam. Untuk tindakan pemadaman dapat dilakukan dalam beberapa tahap agar tidak meluas, yaitu seperti : 1. Pembuatan lubang 2. Pembuangan debu 3. Pengambilan bara api 4. Penggunaan Detergent

15

DAFTAR PUSTAKA

Ir. Sukandarrumidi, Msc, PhD. Batubara dan Gambut. Gajah Mada University Press.

Referensi dari internet, diakses pada 10 Desember 2013, jam 21.00 WIB : http://f-nurhuda.web.ugm.ac.id/Sumber%20daya%20alam1/tambang%20batubara3_files/zberita-beritaiptek-2006-02-20-Potensi-Bahaya-Tambang-Batuba.htm

http://benyjemblunk.blogspot.com/mencegah-batubara-terbakar-karena-self-combustion.html

http://patriotgeofisika.blogspot.com/2011/01/coal-mining-underground.html

16

Vous aimerez peut-être aussi