Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
1. Pendahuluan Udara memasuki paru-paru melalui saluran udara utama (bronchus) lalu masuk ke saluran udara yang lebih kecil (bronchiolus), lalu ke alveoli. Kesulitan bernafas meliputi nafas pendek, batuk dan wheezing, yang secara normal sebagai hasil penyempitan lumen bronchiolus sehingga ruang untuk dilewati udara semakin sempit. Bronkodilator adalah obat-obat yang digunakan untuk mengatasi kesulitan bernafas yang disebabkan oleh asma, bronchitis, bronchiolitis, pneumonia dan emfisema. Bronkodilator mendilatasi bronchus dan bronchiolus yang meningkatkan aliran udara. Bronkodilator dapat berupa zat endogen atau berupa obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi kesulitan bernafas.
2. Pilihan obat bronkodilator a. Adrenergika Yang digunakan adalah b2-simpatomimetika (singkatnya 2-mimetika) yang berikut : salbutamol, terbulatin, tretoquinol, fenoterol, rimiterol, prokaterol (Meptin), dan klenbuterol (Spriropent). Ada juga obat long-acting yang agak baru, yaitu salmoterol dan formoterol (dorudil). Zat-zat ini bekerja lebih kurang selektif terhadap reseptor 2 adrenergis dan praktis tidak terhadap reseptor- 1 (stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap kedua reseptor sebaiknya jangan digunakan lagi berhubung efeknya terhadap jantung, seperti efedrin, inprenalin, orsiprenalin dan heksoprenalin. Mekanisme kerjanya adalah melalui stimulasi reseptor 2 di trachea (batang tenggorok) dan bronchi, yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi menjadi cyclicadenosin monophosphat (cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh mast cells.
b. Antikolinergik Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergis dan sistem kolinergis. Bila karena sesuatu sebab reseptor 2 dari sistem adrenergis terhambat, maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat bronchokonstriksi. Antikolinergika memblok reseptor muskarinik dari saraf-saraf kolinergis di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek bronchodilatasi. Efek samping yang tidak dikehendaki adalah sifatnya yang mengentalkan dahak dan tachycardia, yang tidak jarang mengganggu terapi. Yang terkenal pula adalah efek atropin, seperti mulut kering, obstipasi, sukar berkemih, dan penglihatan buram akibat gangguan akomodasi. Penggunaanya sebagai inhalasi meringankan efek samping ini. Contoh obat antikolinergik yang sering digunakan sebagai bronchodilator yaitu ipratropium yang berkhasiat bronchodilatasi, karena melawan pembentukan cGMP yang menimbulkan konstriksi. Ipratropin berdaya mengurangi hipersekresi di bronchi, yakni efek mengeringkan dari obat antikolinergika, maka amat efektif pada pasien yang mengeluarkan banyak dahak. Khususnya digunakan sebaga inhalasi, efeknya dimulai lebih lambat (15 menit) dari pada 2-mimetika. Efek maksimalnya dicapai setelah 1-2 jam dan bertahan rata-rata 6 jam. Sangat efektif sebagai obat pencegah dan pemeliharaan, terutama pada bronchitis kronis. c. Xantin Daya bronchorelaksasinya diperkirakan berdasarkan blokade reseptor adenosin. Selain itu, teofilin seperti kromoglikat mencegah meningkatnya hiperektivitas dan berdasarkan ini bekerja profilaksis. Resorpsi dari turunan teofilin amat berbeda-beda, yang terbaik adalah teofilin microfine (particle size 1-5 micron) dan garam-garamnya aminofilin dan kolinteofilinat. Penggunaanya secara terus-menerus pada terapi pemeliharaan ternyata efektif mengurangi frekuensi serta hebatnya serangan. Pada keadaan akut (infeksi aminofilin) dapat dikombinasi dengan obat asam lainnya, tetapi kombinasi dengan 2-mimetika hendaknya digunakan dengan hati-hati berhubungan kedua jenis obat saling memperkuat efek terhadap jantung. Kombinasinya dengan efedrin (Asmadex, Asmasolon) praktis tidak memperbesar efek bronchodilatasi,
sedangkan efeknya terhadap jantung dan efek sentralnya amat diperkuat. Oleh karena ini, sediaan kombinasi demikian tidak dianjurkan, terutama bagi para manula Selanjutnya disini akan lebih dibahas tentang aminofilin yang merupakan turunan xantin yang banyak digunakan dalam terapi sebagai bronkodilator.
3. Aminofilin Aminofilin adalah jenis teofilin yang berikatan dengan suatu substantial kimia (etilendiamin) yang membuatnya menjadi lebih larut dengan air. Aminofilin adalah jenis teofilin yang diberikan dalam bentuk injeksi namun sangat perih dan iritasi jika diberikan melalui suntikan intramuskular. a. Sifat fisik dan kimia Serbuk berwarna putih atau sedikit kekuningan. Bersifat anhydrous atau tidak mengandung lebih dari 2 molekul air. Aminofilin mengandung tidak kurang dari 84.0% dan tidak lebih dari 87.4% teofilin anhydrous, serta mengandung 13.5% sampai 15% anhydrous ethylenediamine. Larut dalam air (larutan menjadi keruh akibat pengaruh karbon dioksida), tidak larut dalam dehydrated alkohol. Simpan dalam wadah tertutup rapat dan terlindung cahaya. b. Farmakokinetika Absorpsi : Oral, tablet: waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar puncak 10 mcg/mL (range 5-15 mcg/mL) adalah 1-2 jam setelah pemberian dosis 5mg/kg pada dewasa. Adanya makanan tidak mempengaruhi absorpsi. Distribusi : Vd: 0.45 L/kg (range 0.3 L/kg-0.7 L/kg). Protein binding: 40%, khususnya dengan albumin. Metabolisme : Hepatic; isoenzyme P450 CYP1A2, CYP2E1, CYP3A3; pasien lebih dari 1 tahun, 90% metabolisme terjadi di hati. Metabolit aktif: 3methylxanthine; caffeine (tidak ditemukan pada pasien dewasa, diduga dapat terakumulasi pada neonatus dan dapat menyebabkan efek farmakologi). Ekskresi : Pada ginjal: (pasien dengan usia lebih dari 3 tahun), 10% tidak berubah; (neonatus), 50% tidak berubah. Teofilin, terdialisis pada hemodialysis; tidak terdialisis pada peritoneal dialysis. 3-methylxanthine, Ginjal: (pasien dengan usia lebih dari 3 tahun), merupakan rute utama.
c. Mekanisme kerja Teofilin, sebagai bronkodilator, memiliki 2 mekanisme aksi utama di paru yaitu dengan cara relaksasi otot polos dan menekan stimulan yang terdapat pada jalan nafas (suppression of airway stimuli). Mekanisme aksi yang utama belum diketahui secara pasti. Diduga efek bronkodilasi disebabkan oleh adanya penghambatan 2 isoenzim yaitu phosphodiesterase (PDE III) dan PDE IV. Sedangkan efek selain bronkodilasi berhubungan dengan aktivitas molekular yang lain. Teofilin juga dapat meningkatkan kontraksi otot diafragma dengan cara peningkatan uptake Ca melalui Adenosin-mediated Chanels. d. Efek samping Efek samping yang sering terjadi : Saluran cerna Neurologi Renal Cardiovascular : diare, mual dan muntah : pusing, sakit kepala, insomnia, dan tremor : diuresis : Atrial fibrilasi, Bradiaritmia apabila administrasi terlalu
cepat dapat menyebabkan Cardiac arrest Dermatologic Immunologic : Erythroderma : Immune hypersensitivity reaction
e. Indikasi Asma dan penyakit paru obstruksi kronis. f. Kontra indikasi Hipersensitivitas terhadap teofilin dan ethylendiamine. g. Interaksi obat Obat-obat yang dapat meningkatkan kadar Teofilin: Propanolol, Allopurinol (>600mg/day), Erythromycin, Cimetidin, Troleandomycin, Ciprofloxacin (golongan Quinolon yang lain), kontrasepsi oral, Beta-Blocker, Calcium Channel Blocker, Kortikosteroid, Disulfiram, Efedrin, Vaksin Influenza, Interferon, Makrolida, Mexiletine, Thiabendazole, Hormon Thyroid, Carbamazepine, Isoniazid, Loop diuretics. Obat lain yang dapat menghambat Cytochrome P450 1A2, seperti: Amiodaron, Fluxosamine, Ketoconazole, Antibiotik Quinolon).
Obat-obat yang dapat menurunkan kadar Teofilin: Phenytoin, obat-obat yang dapat menginduksi CYP 1A2 (seperti: Aminoglutethimide, Phenobarbital, Carbamazepine, Rifampin), Ritonavir, IV Isoproterenol, Barbiturate, Hydantoin, Ketoconazole, Sulfinpyrazone, Isoniazid, Loop Diuretic, Sympathomimetics. Dengan Makanan : Hindari konsumsi Caffein yang berlebihan. Hindari diet protein dan karbohidrat yang berlebihan. h. Dosis Dewasa : Asma akut berat yang memburuk dan belum mendapat terapi dengan Teofilin. Injeksi IV pelan : 250-500mg (5 mg/kg) (diinjeksikan lebih dari 20 menit) dengan monitoring ketat, atau IV infus 500 mcg/kg/jam (dengan monitoring ketat) disesuaikan dengan konsentrasi plasma Teofilin. Anak-anak : Asma akut berat yang memburuk dan belum mendapat terapi dengan Teofilin. Injeksi IV pelan : 5 mg/kg (diinjeksikan lebih dari 20 menit) dengan monitoring ketat, atau IV infus: anak usia 6 bulan - 9 tahun 1mg/kg/jam dan anak usia 10 - 16 tahun 800 mcg/kg/jam disesuaikan dengan konsentrasi teofilin dalam plasma.