Vous êtes sur la page 1sur 31

Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Puskesmas

Santi lestari C2 / 102010327 Alamat korespondensi : Santi Lestari, Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna Utara no.6 Jakarta Barat 11510 e-mail : Santikatika19@yahoo.com

Pendahuluan Penyakit demam berdarah (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas. Penyakit DBD merupakan [enyakit menular yang terutama menyerang anak-anak. Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak daerah yang endemic. Daerah endemic DBD pada umumnya merupakan sumber penyebaran ke wilayah lain. Setiap kejadian luar biasa (KLB) DBD umunya dimulai dengan peningkatan jumlah kasus di wilayah tersebut. Untuk membatasi penyebaran penyakit DBD diperluakan

pengasapan (fogging) secara missal, abatisasi missal, serta penggerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang terus-menerus. Penyakit DBD mempunyai perjalan yang sangat cepat dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganannya terlambat. Demam berdarah dengue (DBD) disebut juga dengue hemorrhagic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue (DD), dan dengue shock syndrome (DSS). Epidemiologi Aspek epidemiologi 1 Aspek epidemiologi yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit, di antaranya factor cuaca, vector, reservoir, goegrafis, dan factor prilaku. Berikut adalah penjelasan mengenai factor-faktor tersebut : a) Cuaca Iklim dan musim merupakan factor utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit inefksi. Agens penyakit tentu ditemukan terbatas pada daerah geografis tertentu juga kerena mereka membutuhkan reservoir dan vector untuk kelangsungan hidupnya. Iklim dan variasi musim dapat mempengaruhi kehidupan penyakit, reservoir, dan vector. Selain itu, prilaku manusia juga dapat meningkatkan transmisi atau penyebaran kerentanan terhadap penyakit infeksi.1 b) Vector Organisme hidup yang dapat menularkan agens penyakit dari suatu hewan ke hewan lain atau ke manusia disbut sebagai vektor. Arthropoda merupakan vector penting didalam penularan penyakit parasit dan virus yang spesifik. Nyamuk merupakan vector penting untuk penularan virus yang menyebabakan ensefalitis pada manusia. Nyamuk menghisap dapar dari reservoir yang lain atau pada manusia.1 c) Reservoir Hewan-hewan yang menyimpan kuman pathogen sementara hewan hewan itu sendiri tidak terkena penyakit disebut reservoir. Reservoir untuk arthropodborne disease adalah hewan yang bisa hidup bersama pathogen. Penyakit ricketsia merupakan arthropodborne disease yang hidup didalam reservoir alamiah.1
2

d) Geografis Insidensi penyakit yang ditularkan oleh arthropoda berhubungan langsung dengan daerah geografis tempat reservoir dan vector berada. Bertahan hidupnya agens penyakit bergantung pada iklim (suhu, kelembaban, dam curah hujan) dan fauna local. Variasi musim juga mempengaruhi penyebaran penyakit arthropoda. Contoh, virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes selama musim penghujan karena musim tersebut merupakan saat terbaik bagi nyamuk untuk berkembang biak. Dengan demikian wabah penyakit dengue ini terjadi antara akhir tahun sampai awal tahun depan (September sampai maret).1 e) Prilaku manusia Interaksi antar manusia, kebiasaan manusia untuk buang sampah secara sembarangan, kebersihan individu dan lingkungan dapat menjadi penyebab penularan penyakit bawaab arthropoda (arthropodborne disease).1 Transmisi penyakit1 Agens penyebab penyakit infeksi umumnya ditularkan pada manusia yang rentan, mekanisme utama penualaran atau transmisi agens infeksius dapat melalui beberapa cara yaitu :1 Dari orang ke orang Melalui udara Melalui makanan dan air Melalui hewan Melalui vector arthropoda

Masuknya agens penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya gejala penyakit disebut sebagai masa inkubasi atau incubation period. Khusus pada arthropodborne disease terdapat dua periode masa inkubasi periode pada tubuh vector dan periode pada manusia.1 Beberapa istilah yang sering digunakan pada transmisi arthropodborne disease, antara lain :1 a) Inokulasi (inoculation) Inokulasi adalah masuknya agens penyakit atau bibit yang berasal dari arthropda kedalam tubuh manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membrane mukosa.
3

b) Infestasi (infestation) Masuknya atrhropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak disebut sebagai infestasi. c) Extrinsic incubation period dan intriksik incubation period Waktu yang diperlukan agens penyakit untuk berkembang biak dalam tubuh vector disebut sebagai masa inkubasi ekstrinsik, sementara waktu yang diperlukan untuk berkembang biak dalam tubuh manusia disebut sebagai masa inkubasi instrinsik. d) Definitive host dan intermediate host Vector atau manusia akan disebut sebagai definitive host atau intermediate host bergantung pada apakah dalam tubuh vector atau manusia tersebut terjadi

perkembangan siklus seksual atau siklus aseksual agens penyakit. Apabila yang berlangsung siklus seksual, vector atau manusia itu disebut sebagai definitive host. Contoh, parasit malaria mengalami siklus seksual dalam tubuh nyamuk Anopheles dan menjadi siklus aseksual pada tubuh manusia. Dengan demikian, nyamuk Anopheles merupakan definitive host, sedangkan manusia merupakan internediete host. Berikut ini 3 jenis cara penularan arthropodborne disease :1 1. Kontak langsung Arthropoda secara langsung memindahkan penyakit atau infeksi dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak langsung. Contoh, scabies, dan pedikulus. 2. Transmisi secara mekanis Agens penyakit ditularkan oleh arthropoda, misalnya penularan penyakit diare, tifoid, keracunan makanan, dan trakoma oleh lalat. Secara karakteristik, arthropoda sebagai vector mekanis membawa agens penyakit dari manusia yang berasal dari tinja, darah, ulkus superfisialis, atau eksudat. Kontaminasi bisa terjadi pada permukaan tubuh arthropoda saja, tetapi bisa juga berasal dari agens yang ditelan dan kemudian dimuntahkan atau dikeluarkan melalui kotoran arthropoda. 3. Transmisi secara biologis Agens penyakit mengalami perubahan siklus dengan atau tanpa multiplikasi di dalam tubuh arthropoda, penularan semacam itu disebut sebagai transmisi biologis. Ada tiga cara transmisi biologis, yaitu :
4

a)

Propagative agens penyakit tidak mengalami perubahan siklus, tetapi bermultipliksaidi dalam tubuh vector. Contoh, plague bacilli pada pinjal tikus.

b)

Cyclo-propagative Agents penyakit mengalami perubahan siklus dan bermultiplikasi di dalam tubuh arthropoda. Contoh, penyakit malaria pada nyamuk Anopheles.

c)

Cyclo-developmental Agens penyakit mengalami perubahan siklus, tetapi tidak bermultiplikasi didalam tubuh arthropoda. Contoh, parasit filarial pada nyamuk Culex dan cacing pita pada Cyclops.

Definitive host manusia

Intermediate host Aedes Aegypti

Multiplikasi

Diagram propagative
Gambar 1.1 cara penularan penyakit demam berdarah dengue (DBD)1 Di banyak Negara tropis,virus dengue sangat endemic. Di Asia, penyakit ini sering menyerang cina selatan, Pakistan, India, dan semua Negara asia tenggara. Sejak tahun 1981, virus ini ditemukan di Queesland, Australia. Di sepanjang pantai timur Afrika, penyaki ini juga ditemukan dalam berbagai serotype. Penyakit ini juga sering menyebabkan KLB di Amerika Selatan, Amerika Tengah, bahkan sampai ke Amerika serikat sampai tahun 1990-an. Epidemia

dengue pertama kali di Asia terjadi pada tahun 1779, di Eropa tahun 1784, di Amerika Selatan tahun 1835-an, dan di Inggris tahun 1922.1 Di Indonesia kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968. Penyaki ini ditemukan di 200 kota di 27 provinsi dan telah terjadi KLB akibat DBD. Profil kesehatan provinsi jawa tengah tahun 1999 melaporkan bahwa kelompok tertinggi adalah usia 5-14 tahun yang terserang sebanyak 42% dan kelompok usia 15-44 tahun yang teserang sebanyak 37%. Data tersebut di dapatkan dari data rawat inap rumah sakit. Rata-rata insidensi penyakit DBD sebesar 6-27 per 100.000 penduduk.1 CFR penyakit DBD mengalami penurunan dari tahun ke tahun walaupun masih tetap tinggi. CFR tahun 1968 sebanyak 43%, tahun 1971 sebesar 14%, tahun 1980 sebesar 4,8% dan tahun 1999 masih di atas 2%. Data dari Departemen Kesehatan RI melaporkan bahwa pada tahun 2004 selama bulan januari dan februari, pada 25 provinsi tercatat 17.707 orang terkena DBD dengan kematian 322 penderita. Daerah yang perlu diwaspadai adalah DKI Jakarta, Bali, dan NTB.1 Ada empat serotype yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,dan DEN-4. Serotype DEN-3 merupaka jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus parah. Infeksi oleh salah satu serotype menimbulkan kekebalan pada serotype yang bersangkutan tetapi tidak untuk serotype yang lain. Keempat jenis virus tersebut semuanya terdapat di Indoneisa. Di daerah endemic DBD seseorang dapat terkena infeksi semua serotype virus pada waktu yang bersamaan.1 Untuk pertama kalianya, apda bulan maret 2002, Michael Rossman dan Richard Kuhn dari Purdue University, Amerika Serikat melaporkan bahwa struktur virus dengue yang berbeda dengan struktur virus yang lainnya telah ditemukan. Permukaan virus ini halus dan selaputnya ditutupi oleh lapisan protein yang berwarna biru, hijau, dan kuning (ilustrasi computer). Protein amplop tersebut dinamakan protein E yang berfungsi melindungi bahan genetic didalamnya. Etiologi dan penularan Etiologi Pentakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu arthropodborne virus atau virus yang disebabakan oleh artropoda. Virus ini termasuk genus Flavivirus dari
6

family Flaviviridae. David Bylon (1779) melaporkan bahwa epidemiologi dengue di Batavia disebabkan oleh tiga factor utama yaitu virus, manusia, dan nyamuk.1 Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan Aedes albopictus (di daerah pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :1 Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung, dan lain-lain. Jarak terbang 100 m Nyamuk betina bersifat multiple biters (mengigit beberapa orang karena sebelum nyamuk itu kenyang sudah berpindah tempat) Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti2 Nyamuk ini meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Setiap hari nyamuk Aedes aegypti betina dapat bertelur rata-rata 100 butir. Telurnya berbentuk elips bewarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam satu sampai dua hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu sekitar lima hari. Setelah mencapai instar keempat, larva berubah menjadi pupa dimana larva memasuki masa dorman (tidak aktif, tidur).

Gambar 1.2 Siklus hidup Aedes aegypti


7

Gambar 1.3 Lamanya siklus hidup masing masing stadium Aedes aegypti

Pupa bertahan selama dua hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu tujuh hingga delapan hari, tetapi dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung. Telur Aedes aegypti tahan terhadap kondisi kekeringan, bahkan bisa bertahan hingga satu bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat memengaruhi kondisi nyamuk deawa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam menghisap darah. 2 Pola Aktivitas Nyamuk Aedes aegypti2 Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal, yakni aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein, antara lain prostaglandin, yang diperlukan untuk bertelur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh sumber energy dan nectar bunga ataupun tumbuhan. 2 Nyamuk Aedes aegypti menyukai area yang gelap dan benda-benda bewarna hitam atau merah. Penyakit DHF/DBD kerap menyerang anak-anak. Hal ini disebabkan karena anak-anak cenderung duduk di dalam ruang kelas selama pagi hingga siang haari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini. 2
8

Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vector, yaitu kemampuan untuk menyebarkan virus. Infeksi virus dengue dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam menghisap darah, berkali-kali menusukkan alat penusuk dan pengisap darahnya (prosboscis), tetapi tidak berhasil menghisap darah, sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, resiko penularan penyakit DHF menjadi semakin besar. 2 Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber

penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 12 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes Aegypti yang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.2 Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, tempat terdapat banyak penampungan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan yang menjadi sarang berkembang biaknya. aegypti betina dewasa bersembunyi.2 Distribusi Nyamuk Aedes aegypti2 Nyamuk Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropics yang banyak ditemukan antara garis lintang 350U dan 350S. distribusi nyamuk ini dibatasi oleh ketinggian, biasanya tidak dapat dijumpai pada daerah dengan ketinggian lebih dari 1.000m, meski pernah ditemukan pada ketinggian 2.121m di India dan 2.200m di Kolombia. 2 Nyamuk Aedes aegypti betina merupakan vector penyakit DHF yang paling efektif dan utama. Hal ini karena sifatnya yang sangat senang tinggal berdekatan dengan manusia dan lebih senang menghisap darah manusia, bukan darah hewan (antropofilik). Selain Aedes aegypti, ada
9
4

Selain itu, di dalam rumah juga banyak terdapat

baju yang tergantung atau lipatan gorden, di tempat-tempat inilah biasanya nyamuk Aedes

pula nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan Aedes scutellaris yang dapat berperan sebagai vector DHF, tetapi kurang efektif. 2 Penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue di daerah perkotaan lebih intensif dari pada di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan kepadatan jumlah penduduk yang tinggi didaerah perkotaan. Jarak antara rumah yang satu dengan yang lain sangat berdekatan sehingga memudahkan nyamuk penular Demam Berdarah Dengue (Aedes Aegypti) menyebarkan virus dengue dari satu orang keorang lain yang ada disekitarnya (jarak terbang nyamuk Aedes aegypti biasanyatidak lebih dari 100 meter). Selain itu mobilitas penduduk dikota pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan di pedesaan. Jumlah Dati II yang terjangkit penyakit Demam Berdarah Dengue dari tahun ke tahun meningkat. Dalam tahun 1992 hanya ada 187 Dati II terjangkit, dan pada tahun 1996 meningkat menjadi 211 Dati ll. Masih terus meningkatnya jumlah Dati II yang terjangkit penyakit Demam Berdarah Dengue salah satu penyebabnya karena masih kurangnya upaya penggerakkan masyarakat dalam Pemberantasan Sarang nyamuk penular penyakit Demam Berdarah Dengue (PSN DBD), di berbagai daerah. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya rata-rata Angka Bebas Jentik (ABJ) Hasil Pemantauan Jentik Berkala (pm) di seluruh Propinsi dalam 6 tahun terakhir (1991-1996) berkisar 78,6-83,69. Angka ini masih jauh lebih rendah dari 95% yaitu angka yang diharapkan untuk dapat membatasi penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue. ABJ yang dicapai di beberapa daerah, sifatnya sangat dinamis, selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu tergantung dari upaya penggerakkan

masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuknya (PSN DBD). Hal ini tampak dari data lampiran 2, dimana ratarata ABJ meningkat dari tahun 1991 s/d 1994, namun kemudian menurun kembali mulai tahun 1995 dan 1996. 2 Interaksi agen penyakit, manusia (host), lingkungan (Enviroment), dan vector. Musim hujan merupakan saat terjadinya peningkatan penyakit DBD. Karena saat musim hujan terjadi banyak genangan air yang memudahkan perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang menjadi vector penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus dalam darahnya). Menurut laporan terakhir, virus dapat ditularkan secara transovarial dari nyamuk ke telur telurnya.3 Virus berkembang biak dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar air liurnya, dan jika nyamuk ini menggigit orang lain maka virus dengue akan dipindahkan
10

bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang selama 4 -6 hari dan orang tersebut akan mengalami sakit DBD. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu minggu. 3 Pada saat nyamuk menggigit tubuh manusia, kemudian virus akan masuk ke dalam darah manusia yang kemudian bereplikasi. Sebagai perlawanan, tubuh akan membentuk antibody, selajutnya akan terbentuk kompleks virus-antibodi dengan virus yang berfungsi sebagai antigennya 3 Kompleks antigen-antibodi tersebut akan melepaskan zat zat yang merusak sel sel pembuluh darah yang disebut proses autoimun. Proses tersebut menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang salah satunya ditunjukkan dengan melabarnya pori pori pembuluh darah kapiler. Hal tersebut akan mengakibatkan bocornya sel sel darah, antara lan trombosit dan eritrosit. Akibatnya, tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai perdarahan hebat pada kulit, saluran pencernaan (muntah darah, berak darah), saluran pernapasan (mimisan, batuk darah), dan organ vital (jantung, hati, ginjal) yang sering ,emgakibatkan kematian.3 Penularan Nyamuk yang menjadi vector penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi saat mengigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapay virus dalam darahnya). Menurut laporan terakhir, virus dapat pula ditularkan secara transovarial dari nyamuk ke telur-telurnya. Virus berkembang biak dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar air liurnya, dan jika nyamuk ini menggigit orang lain maka virus dengue akan dipindahkan bersama air luir nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang selama 4-6 hari dan orang tersebut akan mengalami sakit demam berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu minggu.1 Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan sakit demam berdarah dengue. Ada yang mengalami demam ringan dan sembuh dengan sendirinya, atau ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus dengue selama satu minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada nyamuk penularnya. Sekali terifeksi, nyamuk menjadi infektif seumur hidup.1

11

Penyebaran penyakit DBD di Jawa bisanya terjadi mulai bulan Januari sampai April dan Mei. Factor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penyakit DBD antara lain :1 1. Imunitas pejamu 2. Kepadatan populasi nyamuk 3. Transmisi virus dengue 4. Virulensi virus 5. Keadaan geografis setempat Factor penyebaran kasus DBD antara lain :1 1. Pertumbuhan penduduk 2. Urbanisasi yang tidak terkontrol 3. Transportasi Surveilans Pengertian Surveilans penting untuk pahami, khususnya terkait (elaborasi) dengan teori simpul Ahmadi. surveilans menjadi vital juga karena pijakan pola fikir kita sejauh menyangkut konsep dasar Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL). Menurut German (2001), surveilans kesehatan masyarakat (public health surveillance) adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus berupa pengumpulan data secara sistematik, analisis dan interpretasi data mengenai suatu peristiwa yang terkait dengan kesehatan untuk digunakan dalam tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya mengurangi angka kesakitan dan kematian, dan meningkatkan status kesehatan. Data yang dihasilkan oleh sistem surveilans kesehatan masyarakat dapat digunakan :1 a) Sebagai pedoman dalam melakukan tindakan segera untuk kasus-kasus penting kesehatan masyarakat b) Mengukur beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan lainnya, termasuk identifikasi populasi resiko tinggi c) Memonitor kecenderungan beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan lainnya, termasuk mendeteksi terjadinya outbreak dan pandemic d) Sebagai pedoman dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi program e) Mengevaluasi kebijakan-kebijakan public f) Memprioritaskan alokasi sumber daya kesehatan
12

g) Menyediakan suatu dasar untuk penelitian epidemiologi lebih lanjut. Pendekatan Surveilans Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis: Surveilans pasif; Surveilans aktif (Gordis, 2000). Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan analisis perbandingan penyakit internasional. Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama.1 Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan dari pada surveilans pasif Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut community surveilance. Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan langsung dari komunitas oleh kader kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan diagnosis kasus bagi kader kesehatan. Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader kesehatan mengenali dan merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas kesehatan tingkat pertama. Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih menggunakan definsi kasus lebih spesifik, yang memerlukan konfirmasi laboratorium. Community surveilans mengurangi kemungkinan negatif palsu.1 Peran puskesmas dalam penanggulanagn DHF Health promotion a. Strategi Promosi Kesehatan
13

Menurut Depkes RI (2005), kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan, yaitu:4 1. Gerakan pemberdayaan adalah proses pemeberian informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Sarasan utama pemberdayaan adalah individu dan keluarga, serta kelompok masyarakat.4 2. Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain-lain bahkan masyarakat umum) memiliki opini positif terhadap perilaku tersebut.4 Terdapat tiga pendekatan bina suasana, antara lain:4 a) Bina suasana individu ditujukan kepada individu-individu tokoh masyarakat. Dengan pendekatan ini diharapkan mereka akan menyebarkan opini yang positif terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan seperti gerakan 3M. Di samping itu diharapkan mereka juga bersedia memperkenalkan atau mau mempraktekkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut (misal seorang pemuka agama rajin melakukan 3M yaitu menguras, mengubur dan menutup).4 b) Bina suasana kelompok ditujukan kepada kelompok masyarakat seperti Kepala Lingkungan, majelis pengajian, majelis gereja, organisasi pemuda dan lain-lain. Pendekatan ini dilakukan bersama tokoh masyarakat sehingga mereka perduli dan mau mendukung perubahan perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui untuk mempraktekkan perilaku yang sedang diperkenalkan yaitu 3M tersebut.4 c) Bina suasana masyarakat umum dilakukan terhadap masyarakat umum dengan membina dan memanfaatkan media-media komunikasi seperti radio, televisi, koran, majalah, situs internet dan lain-lain, sehingga dengan media komunikasi tersebut diharapkan media-media massa tersebut perduli dan mendukung perubahan perilaku
14

yang diperkenalkan. Dengan demikian media massa tersebut dapat menjadi mitra dalam rangka penyebarluasan informasi dan akhirnya diharapkan terbentuklah sebuah opini publik yang positif terhadap perubahan perilaku baru yang diperkenalkan dan akhirnya mereka masyarakat mau melaksanakan perilaku baru tersebut dalam kehidupannya.4 3. Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis atau terencana untuk mendapatkan komitmen adan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Advokasi diarahkan untuk mendapatkan dukungan yang berupa kebijakan (misal dalam bentuk perundang-undangan), dana, sarana, dan lain-lain sejenisnya. Stakeholders yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintah dan penyandang dana pemerintah. juga dapat berupa tokoh agama, tokoh adat, dan lain-lain yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan di bidangnya.4 b. Promosi Kesehatan oleh Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, dalam rangka mencapai visi Indonesia Sehat. Untuk mencapai tujuan tersebut, Puskesmas harus menyelenggarakan tiga fungsi, yaitu sebagai: (1) pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, (2) pusat pemberdayaan masyarakat, dan (3) pusat pelayanan kesehatan strata pertama. 4 Promosi kesehatan secara umum Secara umum tindakan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ini meliputi beberapa kegiatan, yaitu : 2 Melakukan penyuluhan dan pendidikan kesehatan Memberi nutrisi yang sesuai standar Meningkatkan kesehatan mental Penyediaan perumahan yang sehat Rekreasi yang cukup
15

Pekerjaan yang sesuai Melakukan konseling perkawinan Melaksanakan pemeriksaan berkala Pada DBD Promosi kesehatan penyakit tidak sekedar membuat leaflet atau poster saja melainkan suatu komunikasi perubahan Perilaku dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk melalui pesan pokok 3M PLUS, merupakan suatu kegiatan yang terencana sejak dari tahap analisa situasi, perencanaan kegiatan hingga ke pelaksanaan dan evaluasi. Saat ini kegiatan

diintensifkan menjadi sub program Peran Serta Masyarakat dalam PSN dan telah diterbitkan buku panduan untuk ini. Diharapkan setiap wilayah memilih daerah uji coba untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam PSN DBD. Contoh salah satu kota yang telah berhasil dalam penggerakkan peran serta masyarakat bekerja sama dengan PKK dan LSM Rotary adalah Purwokerto. Pelaksana kegiatan tidak hanya sektor kesehatan tapi melibatkan semua pihak yang terkait anak sekolah, pramuka Saka Bhakti Husada, mahasiswa, kader-kader, tokoh masyarakat, petugas sektoral, pemilik bangunan/ pertokoan dll. 2 Penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk PSN (pemberantasan sarang nyamuk). Penyuluhan/informasi tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan melalui jalurjalur informasi yang ada: 2 1. Penyuluhan kelompok: PKK, organisasi sosial masyarakat lain, kelompok agama, guru, murid sekolah, pengelola tempat umum/instansi, dll. 2. Penyuluhan perorangan: a) Kepada ibu-ibu pengunjung Posyandu b) Kepada penderita/keluarganya di Puskesmas c) Kunjungan rumah oleh Kader/petugas Puskesmas 3. Penyuluhan melalui media massa: TV, radio, dll (oleh Dinas Kesehatan Tk. II, I dan pusat). Menggerakkan masyarakat untuk PSN penting terutama sebelum musim penularan (musim hujan) yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala Wilayah setempat. Kegiatan PSN oleh masyarakat ini seyogyanya diintegrasikan ke dalam kegiatan di wilayah dalam rangka program Kebersihan dan Keindahan Kota. Di tingkat Puskesmas, usaha/kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) demam berdarah ini seyogyanya diintegrasikan dalam program Sanitasi Lingkungan.
16

Cara MelakukanPenyuluhan Kelompok: 2 a. Penyuluhan kelompok dapat dilaksanakan di kelompok Dasawisma, pertemuan arisan atau pada pertemuan Warga RT/RW, pertemuan dalam kegiatan keagamaan atau pengajian, dan sebagainya. b. Langkah-langkah dalam melakukan penyuluhan kelompok: Usahakan agar setiap peserta pertemuan dapat duduk dalam posisi saling bertatap muka satu sama lain. Misalnya berbentuk huruf U, O atau setengah lingkaran. Mulailah dengan memperkenakan diri dan perkenalan semua peserta Kemudian disampaikan pentingnya membicarakan demam berdarah dengue, antara lain bahayanya, dapat menyerang sewaktu-waktu pada semua umur terutama anak-anak. Jelaskan materi yang telah disiapkan sebelumnya secara singkat dengan menggunakan gambar-gambar atau alat peraga misalnya lembar balik (flipchart) atau leaflet/poster Setelah itu beri kesempatan kepada peserta untuk berbicara atau mengajukan pertanyaan tentang materi yang dibahas Pada akhir penyuluhan, ajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana materi yang disampaikan telah dipahami.

Gambar 1.4. Pamflet penyuluhan DBD Pelaporan penderita dan pelaporan kegiatan :2
17

a. Sesuai dengan ketentuan/sistim pelaporan yang berlaku, pelaporan penderita demam berdarah dengue menggunakan formulir : W1/laporan KLB (wabah) W2/laporan mingguan wabah SP2TP: LB 1/laporan bulanan data kesakitan, LB 2/laporan bulanan data kematian. Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB3/laporan bulanan kegiatan Puskesmas (SP2TP). b. Penderita demam berdarah/suspect demam berdarah perlu diambil specimen darahnya (akut dan konvalesens) untuk pemeriksaan serologis. Specimen dikirim bersama-sama ke Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) melalui Dinas Kesehatan Dati II setempat. Informasi Penanggulangan Demam Berdarah Mengingat demam berdarah merupakan penyakit yang tergolong baru dan berbahaya maka menjadi salah satu masalah kesehatan yang harus ditangani di Indonesia. Apalagi hal itu dihubungkan dengan adanya kenyataan, sampai dewasa ini belum diketemukan vaksin untuk mengatasi virus demam berdarah. Thomas Suroso dalam Sumarno et al mengatakan bahwa penyakit ini mengakibatkan banyak kematian terutama pada anak-anak, selain

penyebarannyapun luas. Untuk itu, berbagai usaha dilakukan untuk menanggulangi penyakit ini. Salah satu upaya yang dilakukan ialah dengan memberikan informasi penanggulangan demam berdarah kepada masyarakat luas. Sebagai perbandingan misalnya, di Singapura telah dilaksanakan suatu sistem tepadu untuk menanggulangi demam berdarah. Hal ini, dilakukan dengan melaksanakan sistem terpadu dalam.2 Penanggulangan demam berdarah ini harus dilakukan oleh semua lapisan masyarakat secara terpadu. Karena itu secara umum informasi penanggulangan demam berdarah ialah informasi yang berhubungan dengan gejala dan tanda penyakit, ciri nyamuk pembawa virus, cara pemberantasan nyamuk, upaya pencegahan panyakit, pertolongan dini serta tindakan penanggulangan terhadap penderita demam berdarah. Selain itu, masyarakat perlu tahu bagaimana tanda-tanda dan gejala kasus demam berdarah antara lain : demam tinggi, perdarahan (terutama perdarahan kulit), hepatomegali dan kegagalan peredaran darah (Sudarmo, 1988 :35). Hal ini harus diketahui sejak awal, terutama sejak anak demam tinggi, nyeri kepala dan berbagai
18

penyuluhan, peraturan pemerintah dan pengamatan

bagian tubuh, rasa menggigil, anoreksi dan malaise. Jika tanda-tanda tersebut ada, anak harus segera dibawa ke rumah sakit untuk memperoleh pengobatan dan perawatan. 2 Preventif Secara garis besar kegiatan ini meliputi : 3 a. Pembersihan jentik Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) Larvasidasi Menggunakan ikan (ikan kepala timah, cupang, sepat) b. Pencegahan gigitan nyamuk Menggunakan kelambu Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles) Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju) penyemprotan Pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD seperti juga penyakit menular lainnya didasarkan pada usaha pemutusan rantai penularannya. Pada penyakit DBD yang merupakan komponen epidemiologi adalah terdiri dari virus dengue, nyamuk Aedes aegypti dan manusia. Oleh karena sampai saat ini belum terdapat vaksin atau obat yang efektif untuk virus dengue, maka pemberantasan ditujukan terutama pada manusia dan vektornya. Yang sakit diusahakan agar sembuh guna menurunkan angka kematian, sedangkan yang sehat terutama pada kelompok yang paling tinggi terkena resiko, diusahakan agar jangan mendapatkan infeksi penyakit DBD dengan cara memberantas vektornya. 5 Menurut Harmadi Kalim (1976), sampai saat ini pemberantasan vector masih merupakan pilihan yang terbaik untuk mengurangi jumlah penderita DBD. Strategi pemberantasan vektor ini pada prinsipnya sama dengan strategi umum yang telah dianjurkan oleh WHO dengan diadakan penyesuaian tentang ekologi vektor penyakit di Indonesia. Strategi tersebut terdiri atas
19

perlindungan perseorangan, pemberantasan vektor dalam wabah dan pemberantasan vektor untuk pencegahan wabah, dan pencegahan penyebaran penyakit DBD. Untuk mencapai sasaran sebaikbaiknya perlu diperhatikan empat prinsip dalam membuat perencanaan pemberantasan vektor, yaitu: 5 1. Mengambil manfaat dari adanya perubahan musiman keadaan nyamuk oleh pengaruh alam, dengan melakukan pemberantasan vektor pada saat kasus penyakit DBD paling rendah. 2. Memutuskan lingkaran penularan dengan cara menahan kepadatan vector pada tingkat yang rendah untuk memungkinkan penderita-penderita pada masa viremia sembuh sendiri. 3. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah dengan potensi penularan tinggi, yaitu daerah padat penduduknya dengan kepadatan nyamuk cukup tinggi. 4. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat-pusat penyebaran seperti sekolah, Rumah Sakit, serta daerah penyangga sekitarnya. Pemberantasan vektor dapat dilakukan pada stadium dewasa maupun stadium jentik.

Pemberantasan vektor stadium dewasa Pemberantasan vektor penyakit DBD pada waktu terjadi wabah sering dilakukan fogging atau penyemprotan lingkungan rumah dengan insektisida malathion yang ditujukan pada nyamuk dewasa. Caranya adalah dengan menyemprot atau mengasapkan dengan menggunakan mesin pengasap yang dapat dilakukan melalui darat maupun udara. interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk yang mengandung virus dengue (nyamuk infektif) dan naymuk-nyamuk lainnya akan mati. Tetapi akan segera muncul nyamuk-nyamuk baru diantaranya akan mengisap darah penderita viremia yang masih ada yang dapat menimbulkan terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan penyemprotan siklus kedua. Penyemprotan yang kedua dilakukan satu minggu sesudah penyemprotan yang pertama agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain (Depkes RI, 2005: 13). Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengasapan rumah dengan malathion sangat efektif untuk pemberantasan vektor. Namun kegiatan ini tanpa didukung dengan aplikasi abatisasi, dalam beberapa hari akan meningkat lagi kepadatan nyamuk dewasanya, karena jentik yang tidak mati oleh pengasapan akan menjadi dewasa, untuk itu dalam pemberantasan vektor stadium dewasa perlu disertai aplikasi abatisasi.
20

Pemberantasan vektor stadium jentik. Pemberantasan jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah (PSN DBD). 1. Fisik Menurut Erik Tapan (2004: 92), untuk mencegah dan membatasi penyebaran penyakit Demam Berdarah, setiap keluarga perlu melakukan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan cara 3M yaitu: 1. Menguras dengan menyikat dinding tempat penampungan air (tempayan,drum, bak mandi, dan lain-lain) atau menaburkan bubuk abate/altosid bila tempat-tempat tersebut tidak bisa dikuras 2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air agar nyamuk tidak dapatmasuk dan berkembang biak di dalamnya 3. Mengubur/membuang barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan misalnya ban bekas, kaleng bekas, tempat minuman mineral dan lain-lain. Gerakan 3 M Plus adalah kegiatan yang dilakukan serentak oleh seluruh masyarakat untuk memutuskan rantai kehidupan (daur hidup) nyamuk Aedes aegypti penular penyakit. Daur hidup nyamuk Aedes aegypti terdiri dari telur, jentik, kepompong hidup dalam air yang tidak beralaskan tanah dan akan mati bilaairnya dibuang. Agar telur, jentik dan kepompong tersebut tidak menjadi naymuk,maka perlu dilakukan 3M Plus secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali dengan gerakan 3M Plus. Yang dimaksud Plus yaitu: 5 Mengganti air vas bunga,tempat minum burung, atau tempat tempat lainnyasejenis seminggu sekali Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak Menutup lubang lubang pada potongan bambu / pohon dan lain lain (dengantana san lain lain) Menaburkan bubuk larvasida , misalnya ditempat tempat yang sulit dikurasatau didaerah yang sulit air Memelihara ikan pemakan jentik di kolam / bak bak penampungan air Memasang kawat kasa Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
21

Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai Menggunakan kelambu Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk 2. Kimia Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida) ini antara lain dikenal istilah larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan antara lain adalah bubuk abate (temephos). Formulasi temephos yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10gram ( 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Selain itu dapat pula digunakan golongan insect growth regulator. Teknik penggunaan temefos: 5 a. aplikasi I dilakukan 2 bulan sebelum musim penularan di suatu daerah atau pada daerah yang belum pernah terjangkit DBD. b. aplikasi II dilakukan 2-21/2 bulan berikutnya (pada masa penularan/populasi Aedes yang tertinggi) c. aplikasi III dapat dilakukan 2-21/2 bulan setelah aplikasi II. Menggunakan Altosid 1,3 G (bahan aktif: Metopren 1,3%) Takaran penggunaan Altosid 1,3 G adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter air cukup dengan 2,5 gram bubuk Altosid 1,3 G atau 5 gram untuk 200 liter air. Gunakan takaran khusus yang sudah tersedia dalam setiap kantong Altosid 1,3 G. Bila tidak ada - alat penakar, gunakan sendok teh, satu sendok teh peres (yang diratakan atasnya) berisi 5 gram Altosid 1,3 G. Selanjutnya tinggal membagikan atau menambahkannya sesuai dengan banyaknya air. Takaran tidak perlu tepat betul. 5 Menggunakan Sumilarv 0,5 G (DBD) (bahan aktif:piriproksifen 0,5%) Takaran penggunaan Sumilarv 0,5 G (DBD) adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter air cukup dengan 0,25 gram bubuk Sumilarv 0,5 G (DBD) atau 0.5 gram untuk 200 liter air. Gunakan takaran khusus yang tersedia (sendok kecil ukuran kurang lebih 0,5 gram). Takaran tidak perlu tepat betul. 5 3. Biologi Misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi,ikan cupang/tempalo dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thuringensisvar, Israeliensis (Bti) (Depkes RI, 2005: 14). 5 Pemberdayaan masyarakat
22

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memberikan daya (empowerment) atau kekuatan (strength) kepada masyarakat, peningkatan kemampuan masyarakat untuk

berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi dan mengendalikan kelembagaan masyarakat secara bertanggung gugat demi perbaikan kehidupannya. 2 Juru Pemantau Jentik (JUMANTIK) Salah satu bentuk langsung peran serta masyarakat adalah kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) yang dilakukan oleh masyarakat melalui Juru Pemantau jentik (Jumantik). Kegiatan Jumantik sangat perlu dilakukan untuk mendorong masyarakat agar dapat secara mandiri dan sadar untuk selalu peduli dan membersihkan sarang nyamuk dan membasmi jentik nyamuk Aedes Aegypti. Tujuan Umum rekrutmen Jumantik adalah menurunkan kepadatan (populasi) nyamuk penular demam berdarah dengue (Aedes Aegypti) dan jentiknya dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD), melalui penyuluhan yang dilakukan secara terus menerus. Tugas pokok seorang Jumantik adalah melakukan pemantauan jentik, penyuluhan kesehatan, menggerakkan pemberantasan sarang nyamuk secara serentak dan periodik serta melaporkan hasil kegiatan tersebut kepada Supervisor dan Petugas Puskesmas sehingga akan dapat dihasilkan sistem pemantauan jentik berkala yang berjalan dengan baik. Untuk itu peran Jumantik akan dapat maksimal apabila masyarakat dapat membantu kelangsungan kegiatan dengan kesadaran untuk memberikan kesempatan kepada Jumantik memantau jentik dan sarang nyamuk di rumahnya. 2 Jumantik adalah petugas yang berasal dari masyarakat setempat atau petugas yang ditunjuk oleh unit kerja (pemerintah atau swasta) yang secara sukarela mau bertanggung jawab melakukan pemantauan jentik secara rutim, maksimal seminggu sekali di wilayah kerja serta melaporkan hasil kegiatan secara berkesinambungan ke kelurahan setempat. Jumantik tidak hanya terdiri dari petugas pusat kesehatan masyarakat tetapi juga dari masyarakat sekitar dan anak-anak sekolah. Memantau jentik tidaklah terlalu sulit jika kita sudah mengenal cirri-ciri jentik nyamuk Aedes aegypti. Jentik nyamuk ini memiliki cirri yang khas yaitu selalu bergerak aktif di dalam air. Gerakannya berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas, kemudian turun kembali ke bawah untuk mencari makanan dan seterusnya. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. Biasanya berada disekitar dinding tempat penampungan air. Setelah 6-8 hari jentik itu akan berkembang/berubah menjadi kepompong.
23

Bentuk kepompong adalah seperti koma, gerakannya lamban dan sering berada di permukaan air. Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk baru. 2 Pemeriksaan jentik dilakukan dengan memeriksa tempat penampungan air di sekitar rumah. Jika tidak ditemukan jentik di permukaan, tunggu selama kurang lebih 1 menit karena untuk bernafas jentik akan muncul ke permukaan. ocokkan ciri jentik dengan ciri-ciri jentik aedes aegypti. Jika sudah dipastikan jentik tersebut adalah jentik aedes aegypti, maka dilakukan abatisasi dan pencatatan. 2 Abatisasi yaitu memberikan abate pada tempat penampungan air di mana jentik ditemukan untuk membunuh jentik yang ada. Sedangkan pencatatan yang dilakukan meliputi tanggal pemeriksaan, kelurahan tempat dilakukan pemantauan jentik, nama dan alamat keluarga, jumlah semua penampungan air yang diperiksa, serta jumlah container yang di temukan jentik. Data tersebut akan digunakan untuk menghitung angka bebas jentik. Hasil pencatatan ini dilaporkan ke Puskesmas setempat dan kemudian diserahkan ke Dinas Kesehatan. 2

Angka Bebas Jentik (ABJ) Merupakan salah satu indikator keberhasilan program pemberantasan vector

penularDBD. Angka Bubas Jentik kubagai tolak ukur upaya pemberantasan vector melalui gerakanPSN-3M menunjukan tingkat partisipaki masyarakat dalam mencegah DBD. Apabila angka bebas jentik suatu daerah rendah, maka kemungkinan penduduk daerah tersebut untuk terkena demam berdarah adalah lebih besar dibanding daerah lain yang angka bebas jentiknya lebih besar. ABJ yang diharapkan adalah >95%. Cara menghitung Angka Bebas Jentik (ABJ): 3

Management program DHF di puskesmas Setiap puskesmas dengan penuh tanggung jawab harus melaksanakan pencatatan pelaporan sesuai dengan system yang berlaku dengan bimbingan petugas tingkat kabupaten, melaksanakan tindakan sesuai dengan arahan yang diberikan dalam alternative tindakan berdasarkan hasil pemantauan. (Depkes RI, 1998).2 Dalam penanggulangan DBD, menurut WHO, suatu panitia pengorganisasian atau pengkoordinasian harus dibuat dan harus terdiri atas administrator, ahli epidemiologi, praktisi,
24

ahli entomologi, dan pekerja dari laboratorium virus. Tanggung jawab dari panitia yang dibuat ini biasanya ditetapkan surat keputusan menteri kesehatan. Panitia tersebut harus: 2 Menyusun dan mendistribusikan protokol untuk diagnosis klinis dan pengobatan DBD/DSS. Menyiapkan dan menyebarkan DBD/DSS untuk petugas perawatan kesehatan, masyarakat, dan media massa. Merencanakan dan menerapkan program pelatihan untuk petugas perawatan kesehatan dan pembantunya (misalnya staf rumah sakit, peserta didik kedokteran, perawat, teknisi laboratorium). Mengkaji kebutuhan terhadap cairan intravena, obat-obatan, produk darah, peralatan perawatan intensif, materi penyuluhan dan peralatan untuk memindahkan pasien. Mengawasi penggunaan suplai dan hasil program perawatan klinis (setiap hari bila perlu). Mengkoordinasikan penelitian klinis tentang DBD/DSS selama wabah. Hasil dari penerapan tindakan diatas, maka suatu program pemberantasan dan penanggulangan dapat dibuat untuk selanjutnya dilaksanakan oleh organisasi kesehatan yang berurusan langsung dengan masyarakat, di Indonesia dikenal sebagai PUSKESMAS. 2 Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Depkes RI, 1991). Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas merupakan Unit Pelayanan Teknis Dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. 2 Manajemen puskesmas dapat digambarkan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang bekerja secara senergik, sehingga menghasilkan keluaran yang efisien dan efektif. Manajemen puskesmas tersebut terdiri dari perencanaan (untuk mencapai tujuan dan sasaran), pelaksanaan, pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Seluruh kegiatan diatas merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan berkesinambungan (Depkes RI, 2006). 2
25

Bentuk manajemen program oleh PUSKESMAS dalam menanggulangi Demam Berdarah Dengue adalah sebagai berikut: 3 1. Tujuan a) Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit DBD b) Mencegah dan menanggulangi KLB c) Meningkatkan peran serta masyarakat (PSM) dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 2. Sasaran Sasaran nasional (2000) : a) Morbiditas di kecamatan endemic DBD < 2 per 10.000 penduduk b) CFR < 2,5% 3. Strategi a) Kewaspadaan dini b) Penanggulangan KLB c) Peningkatan keterampilan petugas d) Penyuluhan 4. Kegiatan a) Pelacakan penderita (pemyelidikan epidemiologis, PE) yaitu kegiatan mendatangi rumah-rumah daru kasus yang dilaporkan (indeks kasus) untuk mencari penderita lain dan memeriksan angka jentik dalam radius 100 m dari rumah indeks. b) Penemuan dan pertolongan penderita, yaitu kegiatan mencari penderita lain . jika terdapat tersangka kasus DBD maka harus segera dilakukan penanganan kasus termasuk merujuk ke unit pelayanan kesehatan (UPK) terdekat c) Abatisasi selektif (AS) atau larvasidasi selektif, yaitu kegiatan memberikan atau menaburkan larvasida ke dalam penampungan air yang positif terdapat jentik aedes d) Fogging focus (FF), yaitu kegiataan menyemprot dengan insektisida (malation, losban) untuk membunuh naymuk dewasa dalam radius 1 RW pet 400 rumah per 1 dukuh e) Pemeriksaan jentik berkala (PJB), yaitu kegiatan regular tiga bulan sekali, dengan cara mengambil sampel 100 rumah/desa/kelurahan. Pengambilan sampel dapat
26

dilakukan dengan cara random atau metode spiral (dengan rumah ditengan sebagai pusatnya) atau metode zig-zag. Dengan metode ini akan didapatkan angka kepadatan jentik atau HI (house index) f) Pembentukan kelompok kerja (pokja) DBD di semua level administrasi, mulai dari desa, kecamatan sampai pusat g) Penggerakan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dengan 3M (menutup dan menguras tempat penampungan air bersih, mengubur barang bekas, dan membersihkan tempat yang berpotensi bagi perkembangbiakan nyamuk) di daerah endemic dan sporadic h) Penyuluhan tentang gejala awal penyakit 5. Pencegahan Kegiatan ini meliputi : a) Pembersihan jentik : Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) Larvasidasi Menggunakan ikan (ikan kepala timah, cupang, sepat)

b) Pencegahan gigitan nyamuk Menggunakan kelambu Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles) Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju) Penyemprotan

6. Monitoring dan evaluasi a. Indikator pemerataan 1. Penyelidikan epidemiologis (PE) = Jumlah penduduk dengan PE Jumlah penderita yang dilaporkan 2. Fogging focus = Jumlah fogging Jumlah penderita b. Indikator efektivitas perlindungan =
27

x 100%

Cakupan rumah dengan FF/AS/PSN

x 100%

Jumlah rumah yang seharusnya tercakup dalam FF/AS/PSN c. Indikator efisiensi program 1. Angka kepadatan jentik (HI) = Jumlah rumah yang positif terdapat jentik Jumlah rumah yang diperiksa 2. Angka kesakitan DBD = Jumlah kesakitan DBD Jumlah penduduk 3. Angka kematian DBD = Angka kematian DBD Jumlah penderita x 100% x 100% x 100%

28

7. Pengelolaan

Penderita atau tersangka DBD

Penyelidikan epidemiologi

Ada penderita DBD lain atau ada jentik dan ada penderita demam tanpa sebab yang jelas pada hari itu atau seminggu sebelumnya 3 orang

Ya

Tidak

Penyuluhan PSN Pengasapan radius 200 m

Penyuluhan PSN

Gambar 1.5 Pengelolaan DHF di Puskesmas Sumber : Dinkes Prov. Jateng; Protap Penanggulangan KLB, smarang, 2004.

Kesimpulan Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan
29

secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas merupakan Unit Pelayanan Teknis Dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Pada Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, penting bagi para petugas puskesmas untuk melakukan pendekatan system dan menbandingkan antara cakupan dengan target yang telah ditetapkan. Pemberantasan DBD dibandingkan dengan target variable yang dinilai: jumlah penderita DBD, pemeriksaan jentik berkala, kegiatan penyuluhan DBD, pemberantasan vector yaitu: kegiatan fogging, abatisasi dan gerakan 3M/ gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).Untuk itu masyarakat harus mempunyai pengetahuan dan sikap yang baik tentang penyakit DBD dan PSN DBD.

30

Daftar pustaka 1. Chandra B. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC; 2007.h.6-18. 2. World Health Organization. Demam Berdarah Dengue: Diagnosis, pengobatan, pencegahan dan pengendalian. Jakarta : EGC; 2004. h.72-105. 3. Widoyono. Penyakit tropis: Epidemiologi, penularan, pencegahan, dan pemberantasannya. Jakarta : Erlangga; 2008.h.59-66. 4. Karmila. Peran Keluarga Dan Petugas Puskesmas Terhadap Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Sumatera Utara : USU, 2008. h. 34-6. 5. Widiyanto T. Kajian manejemn lingkungan terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD). Semarang : UNDIP, 2007. h. 39 -42.

31

Vous aimerez peut-être aussi