Vous êtes sur la page 1sur 22

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Appendiks vermicularis merupakan suatu organ limfoid yang terletak pada pangkal caecum yang berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan lender 1-2 ml perhari dan juga meupakan bagian dari system imun yang berperan dalam membentuk antibodi yaitu immunoglobulin A. Appendiks merupakan suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari caecum. Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum dengan panjang 315 cm dimana lumennya sempit di bagian proksimal namun melebar pada bagian distal. Penyumbatan pada lumennya dapat menyebabkan terjadinya inflamasi yang disebut dengan appendisitis.1 Appendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Appendisitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Appendisitis akut mengalami perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik, appendisitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan.2 Diagnosis Appendisitis akut pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 5070% kasus yang bisa didiagnosis dengan tepat pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada pasien anak berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis Appendisitis.2 Lebih dari 70.000 kasus appendisitis pada anak terjadi di Amerika serikat setiap tahunnya, dimana pada anak laki-laki lebih tinggi angka kejadiannya dari anak perempuan yaitu 8,7% pada laki-laki dan 6,7% pada anak perempuan. Angka kejadian appendisitis tertinggi adalah anak usia 6 hingga 18 tahun dan sangat jarang terjadi pada anak usia di bawah 1 tahun.3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi, Fisiologi dan Embriologi Appendiks merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendiks terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendiks berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah abdomen, dari topografi anatomi letak pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.1,4 Appendiks selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendiks ditentukan oleh lokasi Caecum, letak appendiks 95% nya adalah intraperitonial dan hanya 5% yang terletak di ekstraperitonial. Panjang appendix pada anak-anak adalah 3-15 cm. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.1,4

Gambar 2.1 Appendiks vermicularis

Posisi letak ujung dari Appendiks memiliki banyak variasi hal tersebut terjadi akibat rotasi yang terjadi pada caecum saat masa gestasional. Gejala klinis yang ditunjukkan pada appendisitis tergantung dari letak ujung appendiks itu sendiri, adapun variasi letak ujung appendiks adalah sebagai berikut:5 a. Promontorik b. Retrocolic : ujung appendiks menunjuk ke arah promontorium sacri. : appendiks berada di belakang kolon ascenden dan biasa retroperitoneal. c. Antecaecal d. Paracaecal e. Retrocaecal : appendiks berada di depan caecum. : appendiks terletak horizontal di belakang caecum. : intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks berputar ke atas ke belakang caecum. f. Pelvic descenden : appendiks menggantung ke arah pelvis minor.

Gambar 2.2 Variasi lokasi Appendix vermicularis

Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus.5

Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis , cabang dari a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. Arteri appendikularis merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren.5 Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.1 Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfonodi di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.1 Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi obliterasi lumen apendiks komplit.1

2.2 Etiologi dan Patogenesis Appendisitis 2.2.1 Obstruksi Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendisitis akut. Fecalith merupakan penyebab umum obstruksi Appendiks. Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendiks, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendisitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendisitis juga meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis.3

Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendiks juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya Appendisitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendisitis adalah trauma, stress psikologis, dan herediter.3 Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith ditemukan pada 40% kasus Appendicitis akut sederhana, sekitar 65% pada kasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis akut gangrenosa dengan perforasi. 3,4,6,7

Gambar 2.3 inflamasi appendiks akibat obstruksi

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal mukosa Appendiks segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendiks normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samarsamar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium. 6,7 Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendiks. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat.

Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendiks dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ.6,7 Mukosa gastrointestinal termasuk Appendiks, sangat rentan terhadap kekurangan suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu daerah infark di batas antemesenterik.6,7 Di awal proses peradangan Appendiks, pasien akan mengalami gejala gangguan gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendisitis, khususnya pada anak-anak.6 Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.3,6 Appendiks yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendiks. Akhirnya, peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal Appendiks, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix, diikuti demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendiks berhubungan dengan peritoneum pariental, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendiks, khususnya di titik Mc Burneys. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendiks yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai

peritoneum pariental sebelum terjadi perforasi Appendiks dan penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendiks yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang. Appendiks yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Appendisitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.3,4,6 Perforasi Appendiks akan menyebabkan terjadinya abses lokal atau peritonitis difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi Appendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abses. Abses tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.3,4,6 Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abses pelvis.4,6

2.2.2 Bakteriologi Flora pada Appendiks yang meradang berbeda dengan flora Appendiks normal. Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendisitis didapatkan bakteri jenis anaerob, dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendiks yang normal. Diduga lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal Colon memainkan

peranan penting pada perubahan Appendisitis akut ke Appendisitis gangrenosa dan Appendisitis perforata.6,7 Appendisitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. Flora normal pada Appendiks sama dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada Appendiks akan tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di Appendiks, Appendisitis akut dan Appendisitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan.6,7 Tabel 2.1 Organisme yang paling sering ditemukan pada appendisitis
Bakteri Aerob dan Fakultatif Batang Gram (-) Eschericia coli Pseudomonas aeruginosa Klebsiella sp. Coccus Gr (+) Streptococcus anginosus Streptococcus sp. Enteococcus sp. Bakteri Anaerob Batang Gram (-) Bacteroides fragilis Bacteroides sp. Fusobacterium sp. Batang Gram (-) Clostridium sp. Coccus Gram (+) Peptostreptococcus sp.

Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendisitis perforata dan non perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali pasien telah mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur dan kemampuan laboratorium untuk mengkultur organisme anaerob secara spesifik sangat bervariasi. Kultur peritoneal harus dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan atau penyakit lain, dan pasien yang mengalami abses setelah terapi Appendisitis. Perlindungan antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus Appendisitis non perforata. Pada Appendicitis perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena hingga leukosit normal atau pasien tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi antibiotik pada drainage rongga peritoneal dan transperitoneal masih kontroversi.4,6,7 8

2.2.3 Ras dan Diet Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan kondisi tertentu pada pencernaan. Appendisitis, penyakit Divertikel, carcinoma colorectal lebih sering pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.7 2.3 Manifestasi Klinis Gejala Appendisitis akut umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri perut yang didahului anoreksia. Gejala utama Appendisitis akut adalah nyeri perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 112 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendiks berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh appendiks yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendiks di daerah pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular.6,7,8 Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendiks, biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Appendisitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala Appendisitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendisitis diragukan. Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis. 6,7,8 Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi Appendiks.8

Tabel 2.2 Gejala Appendisitis akut Gejala* Nyeri perut Anorexia Mual Muntah Nyeri berpindah Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian 50 Frekuensi (%) 100 100 90 75 50

anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi) *Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

Anak-anak dengan Appendisitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang didiagnosis sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendisitis letak retrocaecal. Pada Appendisitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul menyerupai nyeri pada kolik renal.4 Penderita Appendisitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan, karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut akan mengurangi tekanan ke arah appendiks sehingga nyeri perut berkurang. 4

Gambar 2.4 Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut

10

Appendiks umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak anatomis Appendiks sebenarnya dapat pada semua titik, 360o mengelilingi pangkal caecum. appendisitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina iliaca posterior superior. Appendisitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal.4 Secara teori, peradangan akut Appendiks dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk Appendisitis. Jika tanda-tanda Appendisitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal toucher tidak diperlukan lagi.4 Secara klinis, dikenal beberapa manuever diagnostik: 6 a. Mc Burneys sign Jika RLQ atau Mc Burneys point di tekan akan menimbulkan rasa nyeri.

Gambar 2.5 Mc Burneys point b. Rovsings sign Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif pada Appendisitis namun tidak spesifik.

Gambar 2.6 Rovsings sign pada Appendisitis

11

c. Psoas sign Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan Appendiks.

Gambar 2.7 Cara melakukan manuever Psoas sign

Gambar 2.8 Dasar anatomis terjadinya Psoas sign

d. Obturator sign Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendiks, abscess lokal, iritasi

12

M.Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Gambar 2.9 Cara melakukan maneuver Obturator sign

Gambar 2.10 Dasar anatomis Obturator sign e. Blumbergs sign (nyeri lepas kontralateral) Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ. f. Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral arah jam 9 dan 12.
g. Dunphys sign (nyeri ketika batuk)

13

2.4 Pemeriksaaan Penunjang 2.4.1 Laboratorium4,6,7 Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm3 pada Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa abscess. CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan. Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit 11000, dan persentase neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%. Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis acuta dalam sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria. 2.4.2 Ultrasonografi4,6,7 Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis

Appendicitis. Appendix diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis

14

Appendicitis acuta tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut. USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai. Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya

periappendicitis dari peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi Appendix yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak retrocaecal, Appendix dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami perforasi oleh karena tekanan.

Gambar 2.11 Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendisitis

15

2.4.3 Pemeriksaan radiologis4,6,7 Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi dapat sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien Appendicitis acuta, kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan temuan yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri alih dari proses pneumoni lobus kanan bawah. Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess appendix untuk melakukan percutaneous drainage secara tepat. Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.

Gambar 2.12 Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix (panah) dengan appendicolith1)

16

2.5 Diagnosa Banding Diagnosis banding dari Appendicitis acuta pada dasarnya adalah diagnosis dari akut abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu penyakit tetapi spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi pada dasarnya gambaran klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses akut di dalam atau di sekitar cavum peritoneum yang mengakibatkan perubahan yang sama seperti Appendisitis akut. 2,6 Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun pada umumnya proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh Appendicitis sebagian besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan menjadi lebih buruk dengan pembedahan. 2,6 Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi dari inflamasi Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai yang perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien. 2,6 1. Adenitis Mesenterica Akut Diagnosis penyakit ini seringkali dikacaukan oleh Appendicitis acuta pada anak-anak. Hampir selalu ditemukan infeksi saluran pernafasan atas, tetapi sekarang ini telah menurun. Nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan rasa sakit tidak dapat ditentukan lokasinya secara tepat seperti pada Appendicitis. Observasi selama beberapa jam bila ada kemungkinan diagnosis Adenitis mesenterica, karena Adenitis mesenterica adalah penyakit yang self limited. Namun jika meragukan, satu-satunya jalan adalah operasi segera.6 2. Gastroenteritis Akut Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan dengan Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual, dan muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil pemeriksaan laboratorium biasanya normal.6 3. Penyakit urogenital pada laki-laki. Penyakit urogenital pada laki-laki harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding Appendicitis, termasuk diantaranya torsio testis,

17

epididimitis akut, karena nyeri epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal pada awal penyakit ini, Vesikulitis seminalis dapat juga menyerupai Appendicitis namun dapat dibedakan dengan adanya pembesaran dan nyeri Vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan Rectal toucher.6 4. Diverticulitis Meckel Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis acuta. Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena Diverticulitis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti Appendicitis dan memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.6 5. Intususseption Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk membedakan Intususseption dari Appendicitis acuta karena terapinya sangat berbeda. Umur pasien sangat penting, Appendicitis sangat jarang dibawah umur 2 tahun, sedangkan Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah umur 2 tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir. Massa berbentuk sosis dapat teraba di RLQ. Terapi yang dipilih pada intususseption bila tidak ada tanda-tanda peritonitis adalah barium enema, sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien Appendicitis acuta sangat berbahaya.6 6. Chrons enteritis Manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri RLQ, perih, dan leukositosis sering dikelirukan sebagai Appendicitis. Selain itu, terdapat diare dan anorexia. Mual dan muntah yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis kepada enteritis namun tidak menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta.6 7. Perforasi ulkus peptikum Gejala perforasi ulkus peptikum menyerupai Appendicitis jika cairan gastroduodenal mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara spontan menutup, gejala nyeri abdomen bagian atas menjadi minimal.6

18

8. Epiploic appendagitis Epiploic appendagitis mungkin disebabkan oleh infark Colon sekunder dari torsi Colon. Gejala dapat minimal atau terjadi gejala abdomen yang dapat berlangsung hingga beberapa hari. Pasien tidak tampak sakit, jarang terjadi mual dan muntah, dan nafsu makan tidak berubah. Terdapat nyeri tekan pada daerah yang terkena. Pada 25% kasus, nyeri berlangsung terus menerus hingga epiploic appendage yang mengalami infark dioperasi.6 9. Infeksi saluran kencing Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai Appendicitis acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan terutama pemeriksaan urine biasanya cukup untuk membedakan keduanya.6 10. Batu Urethra Bila calculus tersangkut dekat Appendix dapat dikelirukan dengan Appendicitis retrocaecal. Nyeri alih ke daerah labia, scrotum atau penis, hematuria, dan atau tanpa demam atau leukositosis mendukung adanya batu. Pyelografi dapat memperkuat diagnosis.6 11. Peritonitis Primer Peritonitis primer jarang menyerupai Appendicitis acuta simplex namun dapat ditemukan gambaran yang sangat mirip dengan peritonitis difus sekunder yang disebabkan oleh ruptur Appendix. Diagnosis ditegakkan dengan aspirasi peritoneal. Bila ditemukan bakteri coccus pada pewarnaan Gram, peritonitis tersebut adalah peritonitis primer dan terapinya adalah obat obatan. Bila ditemukan bermacammacam bakteri, peritonitis tersebut adalah peritonitis sekunder.6 12. Purpura HenochSchonlein Sindrom ini biasanya terjadi 2-3 minggu setelah infeksi Streptococcus. Nyeri abdomen merupakan gejala yang paling menonjol, namun nyeri sendi, purpura dan nephritis juga hampir selalu ditemukan.6

19

13.Yersiniosis Infeksi Yersinia menyebabkan berbagai macam gejala klinik, termasuk adenitis mesenterica, ileitis, colitis dan Appendicitis acuta. Umumnya infeksinya ringan dan self limited, namun pada beberapa dapat terjadi sepsis sistemik yang umumnnya sangat fatal bila tidak diobati. Kecurigaan pada diagnosis preoperatif tidak boleh menunda operasi, karena secara klinis Appendicitis yang disebabkan oleh Yersinia tidak dapat dibedakan dengan Appendicitis oleh sebab lainnya. Sekitar 5% dari kasus Appendicitis acuta disebabkan oleh infeksi Yersinia.6 2.6 Tatalaksana Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah appendectomy dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan appendectomy sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah.9 Penatalaksanaan awal pada pasien Appendisitis yaitu:9 1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia. 2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral. 3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah. 4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani operasi appendectomy. Penggunaan antibiotik untuk penatalaksanaan appendisitis jelas sangat bermanfaat. Pemberian antibiotik seperti ampicilin, gentamisin dan clindamysin atau metronidazol secara intravena selama sepuluh hari merupakan gold standart pada terapi komplikasi appendisitis.4

20

2.7 Prognosis Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada tahun 1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang menyebabkan penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana diagnosis dan terapi, antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, serta meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat sebelum terjadi perforasi.

21

BAB III KESIMPULAN Appendisitis adalah peradangan pada Appendiks vermicularis. Appendiks merupakan derivat bagian dari midgut, yang lokasi anatomisnya dapat berbeda tiap individu. Appendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Faktor-faktor yang menjadi etiologi dan predisposisi terjadinya Appendisitis meliputi faktor obstruksi, bakteriologi, dan diet. Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendisitis akut. Gejala klinis Appendisitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah, nyeri berpindah, dan gejala sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver diagnostik pada kasus Appendicitis adalah Rovsings sign, Psoas sign, Obturator sign, Blumbergs sign, Dunphys sign, Defence musculare, nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau Appendix letak pelvis, nyeri pada pemeriksaan rectal toucher. Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Appendisitis adalah pemeriksaan laboratorium,ultrasonografi, dan radiologi. Diagnosis banding Appendicitis antara lain; Adenitis Mesenterica Acuta, Gastroenteritis akut, penyakit urogenital pada laki-laki, Diverticulitis Meckel, Intususseption, Chrons enteritis, perforasi ulkus peptikum, Epiploic appendagitis, infeksi saluran kencing, batu urethra, peritonitis primer, Purpura HenochSchonlein, Yersiniosis, serta kelainankelainan

ginekologi. Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Appendicitis adalah perforasi, peritonitis, Appendicular infiltrat, Appendicular abscess, shock Septic, mesenterial pyemia dengan Abscess hepar, dan perdarahan GIT. Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta meliputi; pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia, puasakan pasien, analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah, pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.

22

Vous aimerez peut-être aussi