Vous êtes sur la page 1sur 25

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono, 2004). Halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suarasuara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

B. Rumusan Masalah 1. Mahasiswa dapat mengetahui Pengertian persepsi halusinasi 2. Mahasiswa dapat mengetahui Etiologi persepsi halusinasi 3. Mahasiswa dapat mengetahui Gejala Halusinasi 4. Mahasiswa dapat mengetahui Jenis-Jenis Halusinasi 5. Mahasiswa dapat mengetahui Tahapan halusinasi 6. Mahasiswa dapat mengetahui respon halusinasi.

C. Tujuan Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Persepsi Sensorik Halusinasi.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang (Stuart, 2007). Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono, 2004). Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). Perubahan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian mengenai halusinasi di bawah ini dikemukakan oleh beberapa ahli: Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001). Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002). Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu.

Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005). Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005). Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007). Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun (Maramis, 2005). Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007). Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suarasuara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

B. Etiologi Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah: 1. Faktor predisposisi a. Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut: 1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. 3

2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia. 3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem). b. Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. c. Sosial Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Presipitasi Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah: a. Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. b. Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. c. Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor. 4

C. Gejala Halusinasi Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut: 1. Bicara sendiri. 2. Senyum sendiri. 3. Ketawa sendiri. 4. Menggerakkan bibir tanpa suara. 5. Pergerakan mata yang cepat 6. Respon verbal yang lambat 7. Menarik diri dari orang lain. 8. Berusaha untuk menghindari orang lain. 9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata. 10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah. 11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik. 12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori. 13. Sulit berhubungan dengan orang lain. 14. Ekspresi muka tegang. 15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah. 16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat. 17. Tampak tremor dan berkeringat. 18. Perilaku panik. 19. Agitasi dan kataton. 20. Curiga dan bermusuhan. 21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan. 22. Ketakutan. 23. Tidak dapat mengurus diri. 24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu: 1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai. 2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara. 3. Gerakan mata abnormal. 5

4. Respon verbal yang lambat. 5. Diam. 6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan. 7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah. 8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi. 9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori. 10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas. 11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya. 12. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. 13. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. 14. Berkeringat banyak. 15. Tremor. 16. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk. 17. Perilaku menyerang teror seperti panik. 18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain. 19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi. 20. Menarik diri atau katatonik. 21. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks. 22. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

D. Jenis-Jenis Halusinasi Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis. Penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi sebagai berikut: 1. Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.

2. Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster. 3. Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia. 4. Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. 5. Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain. 6. Cenestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine. 7. Kinistetik Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

E. Tahapan halusinasi Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu: 1. Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri. 2. Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.

3. Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain. 4. Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

F. Rentang respon halusinasi. Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut digambarkan pada gambar 2 di bawah ini. Rentang respon neurobiologi pada gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren. 2. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya. 3. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama. 4. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku. 5. Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama. 6. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya. 7. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.

8. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma norma social atau budaya umum yang berlaku. 9. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku. 10. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain. 11. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.

Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.

BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN HALUSINASI

A. Pengkajian Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien. Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006) meliputi beberapa faktor antara lain: 1. Identitas klien dan penanggung Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan, pekerjaan, dan alamat. 2. Alasan masuk rumah sakit Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. 3. Faktor predisposisi a. Faktor perkembangan terlambat 1) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman. 2) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi. 3) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan. b. Faktor komunikasi dalam keluarga 1) Komunikasi peran ganda. 2) Tidak ada komunikasi. 3) Tidak ada kehangatan. 4) Komunikasi dengan emosi berlebihan. 5) Komunikasi tertutup. 6) Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua.

10

c. Faktor sosial budaya Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi. d. Faktor psikologis Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif. e. Faktor biologis Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik. f. Faktor genetik Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %. 4. Faktor presipitasi Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi: a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak. b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal). c. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel 2 di dibawah ini:

11

5. Faktor Pemicu Respon Neurobiologis a. Kesehatan Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan. b. Lingkungan Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan mendapat pekerjaan. c. Sikap Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan gejala. d. Perilaku Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi: 1) Isi halusinasi Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi

12

penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan. 2) Waktu dan frekuensi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi. 3) Situasi pencetus halusinasi. Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien. 4) Respon Klien Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

B. Pemeriksaan Fisik Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien. 1. Status Mental Pengkajian pada status mental meliputi: a. Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian. b. Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit. c. Aktivitas motorik: meningkat atau menurun. d. Alam perasaan: suasana hati dan emosi. e. Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen f. Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal. g. Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan informasi. h. Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses pikir. i. Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis. 13

j. Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang. k. Memori 1) Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu. 2) Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat dikaji. l. Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan berhitung sederhana. m. Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat. n. Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri. 2. Kebutuhan persiapan pulang yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar ruangan. 3. Mekanisme koping a. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari. b. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain. c. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. 4. Masalah psikososial dan lingkungan masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman. 5. Aspek medik diagnosa medik dan terapi medik.

C. Masalah Keperawatan Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi adalah: 1. Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran. 2. Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan. 3. Isolasi sosial : menarik diri. 4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah. 5. Intoleransi aktifitas. 6. Defisit perawatan diri.

14

D. Pohon masalah Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase empat, dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah harga diri rendah dan isolasi sosial, akibat rendah diri dan kurangnya berhubungan sosial maka klien menjadi menarik diri dari lingkungan (Keliat, 2006). Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka dapat disusun pohon masalah sebagai berikut: 1. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial (NANDA, 2001 dikutip oleh Keliat, 2006). Rumusan diagnosis menurut Keliat (2006) dapat berupa: a. Problem (masalah): nama atau label diagnosa. b. Etiology (penyebab): alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi dari pengkajian. c. Sign dan sympton (tanda dan gejala): manifesitasi yang diidentifikasi dalam pengkajian yang menyokong diagnosa keperawatan. Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu: a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran. b. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri. c. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.

15

2. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Tgl No. Dx Dx Keperawatan Tujuan Gangguan sensori persepsi : halusinasi (lihat/dengar/pengh idung/ raba/kecap) TUM: Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya Perencanaan Kreteria Evaluasi Intervensi 1. Klien menunjukan tanda1. Bina hubungan saling percaya dengan tanda percaya kepada perawat : menggunakan prinsip komunikasi terapeutik : - Ekspresi wajah bersahabat - Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal - Menunjukan rasa senang - Perkenalkan nama, nama panggilan dan - Ada kontak mata tujuan perawat berkenalan - Mau berjabat tangan - Tanyakan nama lengkap dan nama - Mau menyebutkan nama panggilan yang disukai klien - Mau menjawab salam - Buat kontrak yang jelas - Mau duduk berdampingan - Tunjukan sikap jujur dan menepati janji dengan perawat setiap kali interaksi - Bersedia mengungkapkan - Tunjukan sikap empati dan menerima apa masalah yang dihadapi adanya - Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien - Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien - Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien 2. Klien mampu menyebutkan : 2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap - Isi 2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan - Waktu halusinasinya - Frekuensi (dengar/lihat/penghidup/raba/kecap) - Situasi dan kondisi yang Jika menemukan klien yang sedang halusinasi : menimbulkan halusinasi - Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu

TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya

16

TUK 3 : Klien dapat

3. Klien mampu menyatakan perasaan dan responnya saat mengalami halusinasi : - Marah - Takut - Sedih - Senang - Cemas - Jengkel 3.1 Klien mampu menyebutkan tindakan yang biasanya

(halusinasi dengar/lihat/penghidup/raba/kecap) - Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya - Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi) - Katakan bahwa ada klien lain yang mengalaminya hal yang sama. - Katakan bahwa perawat akan membantu klien jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan denga klien : - Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang-kadang) - Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi 2.3 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakn jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya. 2.4 Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut. 2.5 Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya.

3.1 identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,

17

mengontrol halusinasinya

dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya 3.2 klien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasinya. 3.3 Klien dapat mampu memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi (dengar/lihat/penghidup/raba/ke cap) 3.4 Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya 3.5 Klien mampu mengikuti terapi aktivitas kelompok

TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga untuk

4.1 Keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat

marah, menyibukan diri dll) 3.2 Diskusikan cara yang digunakan klien, - Jika cara yang digunakan adaptif berikan pujian - Jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut. 3.3 diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi : - Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata (saya tidak mau dengar/lihat/penghidup/raba/ kecap pada saat halusinasi terjadi) - Menemui orang lain (perawat/teman/keluarga/ anggota keluarga) untuk menceritakan tentang halusinasinya. - Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari hari yang telah disusun. - Meminta keluarga/teman/perawat menyapa jika sedang berhalusinasi. 3.4 Bantu klien untuk memilih cara yang telah dianjurkan dan latih untuk mencobanya. 3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih. 3.6 Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian 3.7 Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi. 4.1 Buat kentrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat dan topik) 4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat

18

mengontrol halusinasinya

4.2 Keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi

TUK 5 : Klien dapat memanfaatkan obatobatan dengan baik

5.1 Klien mampu menyebutkan: - Manfaat minum obat - Kerugian tidak minum obat - Nama, warna, dosis, efek samping obat 5.2 Klien mampu mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar 5.3 Klien mampu menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter

pertemuan keluarga/kunjunga rumah) - Pengertian halusinasi - Tanda dan gejala halusinasi - Proses terjadinya halusinasi - Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutuskan halusinasi - Obat-obatan halusinasi - Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah (beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama, memantau obat-obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi) - Beri informasi waktu kontrol kerumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi dirumah 5.1 Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat 5.2 Pantau klien saat penggunaan obat 5.3 Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar 5.4 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter 5.5 Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

19

3. Implementasi Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

4. Evaluasi Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan sebagai berikut: S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi yang benar?. O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan. A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan. P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat. Rencana tindak lanjut dapat berupa: a. Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah. 20

b. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum memuaskan. c. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama diberikan.

Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah: a. Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan. b. Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya. c. Meminta bantuan atau partisipasi keluarga. d. Mampu berhubungan dengan orang lain. e. Menggunakan obat dengan benar. f. Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi. g. Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara mengatasi halusinasi serta dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien.

21

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). Halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suarasuara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

4.2 Saran Mahasiswa harus mampu memahami mengenai pengertian, penyebab, penatalaksanaan prikondritis, agar dalam menjalankan proses keperawatan dapat membuat intervensi dan menjalankan implementasi dengan tepat sehingga mencapai evaluasi dan tingkat kesembuhan yang maksimal pada klien perikondritis. Selain itu Mahasiswa juga dapat memperbanyak ilmu dengan mengunjungi seminar dan membaca dari berbagai sumber.

22

DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga University Press. Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of Care. Edisi 3. Philadelphia: F. A. Davis Company Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St. Louis: Mosby Year Book.

23

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita semua ke jalan kebenaran yang diridhoi Allah SWT. Maksud penulis membuat makalah ini adalah untuk dapat lebih memahami tentang Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensorik (Halusinasi) yang akan sangat berguna terutama untuk mahasiswa. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangannya baik dalam cara penulisan maupun dalam isi. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis yang membuat dan umumnya bagi yang membaca makalah ini. Amin.

Sukabumi, Desember 2013

Penulis

24

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1 C. Tujuan .................................................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian ........................................................................................................... 2 B. Etiologi ................................................................................................................ 3 C. Gejala Halusinasi ................................................................................................. 5 D. Jenis-Jenis Halusinasi .......................................................................................... 6 E. Tahapan Halusinasi .............................................................................................. 7 F. Rentang Respon Halusinasi ................................................................................. 8

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian ............................................................................................................ 10 B. Pemeriksaan Fisik ................................................................................................ 13 C. Masalah Keperawatan .......................................................................................... 14 D. Pohon masalah ..................................................................................................... 15

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................................................... 22 B. Saran ................................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA

25

Vous aimerez peut-être aussi