Vous êtes sur la page 1sur 16

Tugas Baca

KONJUNGTIVITIS VERNAL

Oleh

Puga Sharaz Wangi I1A009032

Pembimbing dr. Hj. Etty Eko Setyowati, Sp.M

SMF ILMU PENYAKIT MATA FK UNLAM RSUD-ULIN BANJARMASIN Maret, 2014

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul Daftar Isi Pendahuluan Anatomi Konjungtiva Definisi Sinonim Epidemiologi Insidensi Patofisiologi Etiologi Gambaran Klinis Pemeriksaan Laboratorium Diagnosis Diagnosis Banding Pengobatan Prognosis Resume Daftar Pustaka 1 2 3 4 6 6 6 6 7 7 8 10 10 10 11 12

KONJUNGTIVITIS VERNAL

PENDAHULUAN Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis adalah penyakit mata paling umum di dunia. Penyakit ini bervariasi dari hiperemi ringan dengan berair mata sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebabnya umumnya eksogen namun dapat endogen. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia, virus, ricketsia, fungi, parasit, imunologi (alergi), kimiawi (iritatif), tidak diketahui, bersamaan dengan penyakit sistemik, sekunder terhadap dakriosistitis atau kanalikulitis.1,2 Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik. Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap antigen. Biasanya dengan riwayat atopi.2 Dikenal beberapa macam bentuk konjungtivitis alergi seperti

konjungtivitis flikten, konjungtivitis vernal, konjungtivitis atopi, konjungtivitis alergi bakteri, konjungtivitis alergi akut, konjungtivitis alergi kronik, sindrom Stevens Johnson, pemfigoid okuli, dan sindrom Syogren.2 Di bawah ini akan dibahas salah satu dari bentuk konjungtivitis alergi yaitu konjungtivitis vernal.

ANATOMI KONJUNGTIVA Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva

divaskularisasi oleh arteri konjungtiva posterior dan arteri siliaris anterior, dipersarafi oleh nervus trigeminus (N.Opthalmicus).2 Konjungtiva terdiri dari tiga bagian, yaitu:2 Konjungtiva palpebra, hubungannya dengan tarsus sangat erat. Gambaran dari glandula Meibom yang ada di dalamnya tampak membayang sebagai garis sejajar berwarna putih. Permukaan licin, dicelah konjungtiva terdapat kelenjar Henle. Histologis: terdiri dari sel epitel silindris. Di bawahnya stroma dengan bentuk adenoid dengan banyak pembuluh darah. Konjungtiva forniks, strukturnya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi hubungan dengan jaringan di bawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan. Juga mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi, bila terdapat peradangan mata. Dengan berkelok-keloknya konjungtiva ini pergerakan mata menjadi lebih mudah. Di bawah konjungtiva forniks superior terdapat glandula lakrimal dari Kraus. Melalui konjungtiva forniks superior juga terdapat muara saluran air mata. Konjungtiva bulbi, tipis dan tenbus pandang meliputi bagian anterior bulbus okuli. Di bawah konjungtiva bulbi terdapat kapsula tenon.

Strukturnya sama dengan konjungtiva palpebra, tetapi tak mempunyai kelenjar. Dari limbus, epitel konjungtiva meneruskan diri sebagai epitel kornea. Di dekat kantus internus, konjungtiva bulbi membentuk plika semilunaris yang mengelilingi suatu pulau kecil terdiri dari kulit yang mengandung rambut dan kelenjar yang disebut caruncle.

Gambar 1. Anatomi konjungtiva

DEFINISI Konjungtivitis vernal adalah keradangan bilateral konjungtiva yang berulang menurut musim dengan gambaran spesifik hipertropi papiler di daerah tarsus dan limbus.3

BATASAN Konjungtivitis vernal termasuk dalam konjungtivitis imunologik (alergika) yang terbagi dalam dua kategori menurut patofisiologinya yaitu reaksi hipersensitivitas humoral segera dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Konjungtivitis dengan reaksi hipersensitivitas hmoral segera terdiri dari konjungtivitis hay fever, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis vernal dan konjungtivitis papiler raksasa (giant papillary keratoconjunctivitis). Sedangkan konjungtivitis reaksi hipersensitivitas tipe lambat terdiri dari fliktenulosis, konjungtivitis ringan sekunder akibat blefaritis kontak. Pada makalah ini hanya membahas konjungtivitis vernal.1

SINONIM Penyakit ini, juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan

konjungtivitis menahun atau konjungtivitis musim kemarau. Dinamakan spring catarrh karena banyak didapatkan pada musim bunga di daerah yang mempunyai empat musim.4

EPIDEMIOLOGI Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini hampir selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan musim gugur daripada di musim dingin.1 Di daerah yang panas, didapatkan sepanjang masa, terutama pada musim panas.4

INSIDENSI Penyakit ini merupakan penyakit alergi bilateral yang jarang, biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada anak laki-laki daripada perempuan.1 Tendensi untuk diderita anak-anak dan orang usia muda.3 Terbanyak mengenai usia antara 5-25 tahun terutama laki-laki. Bila didapatkan pada usia lebih dari 25 tahun, kemungkinan suatu konjungtiva atopi.4

PATOFISIOLOGI Menurut lokalisasinya dibedakan tipe palpebral dan tipe limbal.2,3 Tipe palpebra. Pada beberapa tempat akan mengalami hiperplasi

sedangkan di bagian lain mengalami atrofi. Terdapat pertumbuhan papil yang besar (Cobble stone) yang diliputi sekret yang mukoid. Perubahan mendasar terdapat di substansia propia. Substansia propia terinfiltrasi sel-sel limfosit, plasma dan eosinofil. Pada stadium lanjut jumlah sel-sel limfosit, plasma dan eosinofil akan semakin meningkat, sehingga terbentuk tonjolan jaringan di daerah tarsus, disertai

pembentukan pembuluh darah baru. Degenerasi hyalin di stroma terjadi pada fase dini dan semakin menghebat pada stadium lanjut. Tipe ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior.

Gambar 2. Gambaran cobble stone pada konjungtiva tarsalis superior. Tipe limbus. Hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Horner-Trantas dots yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.

Gambar 3. Hipertrofi papiler pada limbus superior

ETIOLOGI Alergi merupakan kemungkinan terbesar penyebab konjungtivitis vernal. Hal ini berdasarkan pada : 2 tendensi untuk diderita anak-anak dan orang usia muda kambuh secara musiman pemeriksaan getah mata didapatkan eosinofil

Alergen spesifiknya sulit dilacak, namun pasien kadang-kadang menampakkan manifestasi alergi lainnya yang berhubungan dengan sensitivitas tepung sari rumput.1

GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis konjungtivitis vernal adalah sebagai berikut 1,3,4 Keluhan utama : gatal Pasien pada umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat. Keluhan gatal ini menurun pada musim dingin. Ptosis Terjadi ptosis bilateral, kadang-kadang yang satu lebih ringan

dibandingkan yang lain. Ptosis terjadi karena infiltrasi cairan ke dalam selsel konjungtiva palpebra dan infiltrasi sel-sel limfosit plasma, eosinofil, juga adanya degenarasi hyalin pada stroma konjungtiva. Kotoran mata Keluhan gatal umumnya disertai dengan kotoran mata yang berserat-serat. Konsistensi kotoran mata/tahi mata elastis ( bila ditarik molor).

Kelainan pada palpebra Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior. Konjungtiva tarsalis pucat, putih keabu-abuan disertai papil-papil yang besar (papil raksasa). Inilah yang disebut cobble stone appearance. Susunan papil ini rapat dari samping tampak menonjol. Seringkali dikacaukan dengan trakoma. Di permukaannya kadang-kadang seperti ada lapisan susu, terdiri dari sekret yang mukoid. Papil ini permukaannya rata dengan kapiler di tengahnya. Kadang-kadang konjungtiva palpebra menjadi hiperemi, bila terkena infeksi sekunder.

Horner Trantas dots Gambaran seperti renda pada limbus, dimana konjungtiva bulbi menebal, berwarna putih susu, kemerah-merahan, seperti lilin. Merupakan penumpukan eosinofil dan merupakan hal yang patognomosis pada konjungtivitis vernal yang berlangsung selama fase aktif.

Kelainan di kornea Dapat berupa pungtat epithelial keratopati. Keratitis epithelial difus khas ini sering dijumpai. Kadang-kadang didapatkan ulkus kornea yang berbentuk bulat lonjong vertikal pada superfisial sentral atau para sentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatrik yang ringan. Kadang juga didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea, sering berupa mikropanus, namun panus besar jarang dijumpai. Penyakit ini mungkin juga disertai keratokonus. Kelainan di kornea ini

10

tidak membutuhkan pengobatan khusus, karena tidak tidak satu pun lesi kornea ini berespon baik terhadap terapi standar.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pada pemeriksaan sekret atau kerokan konjungtiva dengan pewarnaan Giemsa di daerah tarsus atau limbus didapatkan sel-sel eosinofil dan eosinofil granul.

DIAGNOSIS Berdasarkan atas pemeriksaan klinik dan laboratorium.3 Pemeriksaan Klinis: Anamnesa adanya keluhan gatal, mata merah kecoklatan (kotor). Palpebra : didapatkan hipertropi papiler, cobble stone appearance, Giants papillae. Konjungtiva bulbi: warna merah kecoklatan dan kotor, terutama di area fisura interpalpebralis. Limbus : Horner Trantas dots

Pemeriksaan Laboratorium: Pada pemeriksaan kerokan konjungtiva atau getah mata didapatkan sel-sel eosinofil dan eosinofil granul.

11

Gambar 4. Alur diagnosis Konjungtivitis Vernal6 DIAGNOSIS BANDING3 1. Trakoma : Didapatkan folikel pada stadium awal yang akhirnya terselubung dengan hipertropi papiler. Sedangkan pada konjungtivitis vernal tidak pernah didapatkan folikel. 2. Hay fever konjungtivitis : Pembengkakan palpebra disebabkan edema selsel. Pada kojungtivitis vernal pembengkakan terjadi karena adanya infiltrasi cairan ke dalam sel.

12

PENGOBATAN Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati, dan perlu diingat bahwa medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil jangkapendek, berbahaya jika dipakai jangka-panjang.1,2 Oleh karena dasarnya alergi, diberi larutan kortikosteroid, yang pada stadium akut diberikan setiap 2 jam 2 tetes, atau dalam bentuk salep mata. Steroid topikal atau sistemik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengaruhi penyakit kornea ini, dan efek sampingnya (glaukoma, katarak, ulkus kornea,dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan. Sekali penderita memakai kortikosteroid dan merasa keluhan-keluhannya menjadi sangat berkurang, ada kecenderungan untuk memakai kortikosteroid secara terus-menerus. Sebaiknya kortikosteroid lokal diberikan setiap 2 jam selama 4 hari, untuk selanjutnya digantikan dengan obat-obatan yang lain. Kalau ada kelainan kornea, jangan diberikan kortikosteroid lokal, kalau perlu dapat diberikan secara sistemik, disamping ditambah dengan sulfas atropin 0,5 % 3 kali sehari 1 tetes. Cromolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor, kromolin topikal dapat mengurangi pemakaian steroid. Kompres dingin selama 10 menit beberapa kali sehari dapat mengurangi keluhan-keluhan penderita. Tidur (jika mungkin juga bekerja) di ruang sejuk ber AC sangat menyamankan pasien. Bila terdapat tukak kornea, maka diberi antibiotik lokal untuk mencegah infeksi sekunder disertai dengan sikloplegik. Pada kasus-kasus berat, kortikosteroid dan antihistamin peroral dapat dianjurkan. Bila pengobatan tidak ada hasil dapat diberikan radiasi, atau dilakukan pengangkatan giant papil. 1,2,3,4

13

Alergen yang telah diketahui sebaiknya dihindari, yaitu bulu bebek, kelemumur binatang dan protein makanan tertentu (misalnya albumin, dll). Alergen spesifik sangat sulit ditemukan pada penyakit vernal, walaupun diduga bahwa sustansi seperti tepung sari rumput-rumputan sejenis gandum hitam (rye grass pollens) mungkin berperan sebagai penyebabnya. Jika dari segi ekonomi memungkinkan, sangat bermanfaat jika pasang AC di rumah atau pindah ke tempat beriklim sejuk, dingin dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat sembuh total.1,3,4,5

Gambar 5. Tingkatan Tatalaksanan Konjungtivitis Vernal7

PROGNOSIS Konjungtivitis vernal diderita sekitar 4-10 tahun, dengan remisi dan eksaserbasi. Penyulit konjungtivitis vernal terutama disebabkan oleh pengobatan

14

dengan kortikosteroid lokal, yang tidak jarang mengakibatkan glaukoma kronik simpel yang terbengkalai yang dapat berakhir dengan kebutaan.3

RESUME Konjungtivitis vernal merupakan bagian dari konjungtivitis alergi yang disebut juga spring catarrh atau konjungtivitis menahun. Penyakit ini hampir selalu terdapat di musim semi, musiim panas dan musim gugur pada negara 4 musim dan sepanjang tahun di negara tropis atau subtropis. Biasanya penyakit ini muncul mulai tahun-tahun prapubertas, berlangsung selama 5-10 tahun dan lebih banyak pada laki-laki. Menurut lokalisasinya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tipe palpebral (terbentuk cobble stone pada konjungtiva palpebralis diliputi sekret mukoid) dan tipe limbal (hipertrofi papil pada limbus superior / Horner-Trantas dots). Alergen penyebab konjungtivitis vernal biasanya berhubungan dengan tepung sari rumput. Gambaran klinis dapat berupa gatal yang sangat berat pada mata, ptosis bilateral, kotoran mata, gambaran cobble stone atau Horner-Trantas dots. Pada pemeriksaan sekret atau kerokan konjungtiva dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel-sel eosinofil yang banyak. Konjungtivitis vernal termasuk self-limiting disease. Pengobatan hanya diberikan jika gejala-gejala sangat berat dan hanya dipakai dalam jangka pendek. Dapat diberikan kortikosteroid, antihistamin, atau vasokonstriktor. Antibiotik lokal disertai sikloplegik diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. Edukasi pasien untuk menghindari alergen merupakan hal yang sangat penting.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Schwab IR, Dawson CR. 2000. Konjungtiva dalam: Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika. Hal: 99-101, 115-116. 2. Ilyas, Sidarta. 1999. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 2-3, 124, 138-139. 3. Soewono W, Budiono S, Aminoe. 1994. Konjungtivitis Vernal dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata. Surabaya: RSUD Dokter Soetomo. Hal: 92-94. 4. Wijana, Nana. 1983. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Hal: 43-44 5. Vaughan D, Asbury T. 1992. Oftalmologi Umum. Jilid 2. Edisi II. Yogyakarta: Widya Medika. Hal: 81-82. 6. Takamura E, Eiichi U, Nobuyuki E, et al. Japanene guideline for allergic conjunctival disease. Allergology International. 2011;60:191-203. 7. Meyer D. Current concepts in the therapeutic approach to allergic conjunctivitis. Current Allergy and Clinical Immunology. June 2006;19:2. 65 68.

16

Vous aimerez peut-être aussi