Vous êtes sur la page 1sur 4

Mengulas Peluang Indonesia dalam Menyambut ASEAN Economic Community 2015

Ditandatanganinya Deklarasi Bangkok pada 8 Agustus 1967 oleh lima pejabat tinggi perwakilan dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapura, telah menandai lahirnya Perhimpunan BangsaBangsa Asia Tenggara (Perbara) atau Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Kelahiran ASEAN membawa babak baru bagi kerja sama dan interaksi antar negara Asia Tenggara dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya. Dalam perkembangannya, ASEAN, yang anggotanya bertambah menjadi sepuluh negara ini, bertransformasi menjadi organisasi penting dalam membangun sinergi antar negara di regional Asia Tenggara dan menjadi tonggak terciptanya komunitas regional yang saling terintegrasi satu sama lain. ASEAN Economic Community Salah satu bentuk kerja sama yang membawa dampak besar bagi ASEAN adalah disepakatinya Visi ASEAN 2020 pada KTT ASEAN bulan Desember 1997 di Kuala Lumpur. Dalam pertemuan ini disetujui rencana untuk mentransformasi kawasan Asia Tenggara menjadi kawasan yang stabil, sejahtera, dan kompetitif pada tahun 2020. Sebagai upaya mewujudkan visi tersebut, para pemimpin ASEAN dalam pertemuan KTT ASEAN ke-9 pada Oktober 2003 menghasilkan deklarasi Bali Concord II yang menandai terbentuknya ASEAN Community pada tahun 2020. Dengan ASEAN Community, ASEAN yang selama ini hanya merupakan sebuah organisasi kerja sama regional akan terintegrasi menjadi sebuah kesatuan komunitas besar pada tahun 2020 mendatang. Bahkan, KTT ASEAN ke-12 di Filipina menegaskan bahwa perlunya dilakukan percepatan pembentukan ASEAN Community dari tahun 2020 menjadi tahun 2015. ASEAN Community dijabarkan lebih lanjut pada tiga pilar utama, yakni ASEAN Security Community, ASEAN Economic Community, and ASEAN Socio-Culture Community. Sebagai tindak lanjut dari pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) sendiri, pertemuan tingkat menteri negara-negara ASEAN di Kuala Lumpur pada bulan Agustus 2006 telah menyepakati disusunnya sebuah cetak biru ASEAN Ecomonic Community (AEC blueprint). Dalam cetak biru ini dijelaskan mengenai karakteristik AEC yang pada intinya adalah bertujuan untuk mengintegrasikan: 1. ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal 2. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi 3. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata 4. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global1 Perdagangan Bebas dan Liberalisasi Pasar Karakteristik utama yang menarik untuk dibahas dari rencana terbentuknya ASEAN Economic Community pada 2015 nanti adalah bahwa ASEAN akan menjadi sebuah pasar dan basis produksi tunggal yang saling terintegrasi. Pembentukan pasar dan basis produksi tunggal ini tercipta melalui lima elemen
1

Kementerian Perdagangan. Menuju ASEAN Economic Community 2015.

utama: bebasnya arus barang, arus jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal. Ini ditambah dengan adanya liberalisasi 12 sektor prioritas yang akan dikordinasi oleh setiap negara, yaitu produk berbasis pertanian, transportasi udara, otomotif, e-ASEAN, elektronik, perikanan, pelayanan kesehatan, logistik, produk berbasis logam, tekstil, pariwisata, dan produk berbasis kayu. Sebagaimana dinyatakan dalam AEC blueprint, liberalisasi arus perdagangan barang dapat dicapai, salah satunya, melalui evaluasi dan peningkatan kualitas perjanjian ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang sudah ada. Melalui enhancement perjanjian AFTA ini, nantinya seluruh negara-negara anggota ASEAN diwajibkan untuk menghapus seluruh hambatan-hambatan yang dapat mengganggu aliran barang dan jasa dalam melintasi batas negara di Asia Tenggara, baik hambatan tarif maupun non-tarif. Sampai dengan saat ini, perjanjian AFTA masih belum sepenuhnya menghapuskan tarif bea masuk untuk seluruh komoditas perdagangan di seluruh negara anggota ASEAN. Masih terdapat kelonggaran dalam penentuan klasifikasi barang yang akan dikenakan tarif 0% di beberapa negara. Dalam AEC blueprint direncanakan adanya penurunan tarif dan perluasan komoditas barang secara bertahap sehingga pada tahun 2015 seluruh negara ASEAN menetapkan tarif 0% untuk seluruh komoditas yang termasuk inclusion list dalam perdagangan antar negara Asia Tenggara. Dari segi non-tarif, AEC mensyaratkan penghapusan hambatan melalui penataan ulang kebijakan masingmasing negara ASEAN. Hasil yang diharapkan pada 2015 nanti hambatan non-tarif dapat dieliminasi dan tercipta transparasi dalam prosedur ekspor-impor yang berpatokan pada standar internasional. Peluang Indonesia Sesungguhnya, Indonesia memiliki peluang dan keuntungan besar dalam penerapan AEC ini. Hal tersebut dapat kita ketahui dari potensi manfaat yang bisa diambil dari adanya AEC, antara lain2: 1. Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan total populasi di kawasan ASEAN sebesar 500 juta jiwa dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam; 2. Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku atau penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran; 3. Pilihan konsumen atas jenis dan ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu; 4. Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya. Namun demikian, potensi keuntungan tersebut tentu perlu diraih dengan kesiapan yang matang. Liberalisasi pasar yang sangat terbuka tanpa diimbangi dengan kesiapan ekonomi yang mapan akan mengakibatkan Indonesia hanya akan menjadi bulan-bulanan pasar luar negeri. Kondisi demografi Indonesia yang memiliki penduduk terbesar di Asia Tenggara merupakan pasar yang sangat menggiurkan negara-negara lain. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa 56% lebih penduduk Indonesia

Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral. Free Trade Agreement (FTA) dan Economic Partnership Agreement (EPA), dan Pengaruhnya terhadap Arus Perdagangan dan Investasi dengan Negara Mitra.

terdiri dari kelas menengah yang memiliki kecenderungan pola hidup konsumtif3. Tanpa adanya peningkatan mutu komoditas lokal yang mampu bersaing dengan asing, Indonesia dapat dipastikan akan menjadi penonton di kandang sendiri. Sebuah kajian oleh Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral Kementerian Keuangan (2012)4 mencoba menganalisis dampak penetapan liberalisasi arus barang dan jasa di kawasan ASEAN pada kondisi neraca perdagangan Indonesia. Kajian tersebut dilakukan dengan menggunakan simulasi model dari data yang ada dengan skenario terjadinya liberalisasi penuh di negara-negara ASEAN. Hasil kajian menyimpulkan bahwa dengan adanya liberalisasi penuh terhadap arus barang untuk seluruh komoditas oleh negara-negara ASEAN, maka neraca Indonesia mengalami kenaikan volume perdagangan. Kenaikan tersebut dialami, baik oleh nilai perdagangan ekspor maupun impor. Namun demikian, nyatanya peningkatan laju ekspor Indonesia tidak lebih tinggi daripada peningkatan impornya. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak seluruh komoditas Indonesia mampu bersaing dengan komoditas luar negeri. Lain halnya dengan apa yang terjadi dengan Singapura. Dari hasil analisis disimpulkan bahwa Singapura mengalami keuntungan yang sangat signifikan dari liberalisasi komoditas perdagangan di ASEAN. Hal ini dikarenakan Singapura sejak awal memang telah menetapkan tarif untuk seluruh komoditasnya sebesar 0%. Sehingga liberalisasi pasar ASEAN tidak membawa pengorbanan apapun dari perdagangan ekspor impor Singapura. Justru dampak positif dialami oleh Singapura. Salah satu alasan adalah karena mayoritas perdagangan lintas negara di dalam dan keluar Asia Tenggara menggunakan pelabuhan Singapura sebagai hub. Yang menarik, ketika simulasi dilanjutkan untuk menganalisis dampak liberalisasi dengan kaitannya terhadap investasi, tingkat investasi yang diperoleh Indonesia mengalami kenaikan, namun besaran kenaikan tersebut menempati posisi terbawah di antara negara-negara ASEAN lainnya. Tentu saja hal ini memerlukan analisis yang lebih mendalam untuk mengetahui faktor-faktor penyebabnya. Simpulan dari analisis tersebut setidaknya memberikan gambaran bahwa kondisi Indonesia dalam menyongsong liberalisasi pasar dalam AEC 2015 masih dapat lebih dioptimalkan. Walaupun pasar bebas ASEAN menyebabkan kenaikan neraca perdagangan, namun kenaikan tersebut masih kalah dengan negara-negara ASEAN yang lain. Ini mengindikasikan produk Indonesia masih kurang bersaing dengan negara ASEAN lainnya. Lemahnya daya saing tersebut dapat disebabkan oleh banyak hal. Menurut tolok ukur WEF5, diidentifikasi lima faktor yang mendominasi, yakni: 1. Tidak kondusifnya kondisi ekonomi makro 2. Buruknya kualitas kelembagaan publik dalam menjalankan fungsinya sebagai fasilitator dan pusat pelayanan

Ahmad Arif. 2012. Kelas Menengah dan Semangat Berbagi. http://news.okezone.com/read/2012/05/18/58/631253/kelasmenengah-dan-semangat-berbagi 4 Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral. Free Trade Agreement (FTA) dan Economic Partnership Agreement (EPA), dan Pengaruhnya terhadap Arus Perdagangan dan Investasi dengan Negara Mitra . 5 Rus Selang. Ancaman Dan Tantangan Indonesia Dalam Menghadapi Asean Economic Community (AEC). Kompasiana (November 2013)

3. Lemahnya kebijakan pengembangan teknologi dalam memfasilitasi kebutuhan peningkatan produktivitas 4. Rendahnya efisiensi usaha pada tingkat operasionalisasi perusahaan; dan 5. Lemahnya iklim persaingan usaha Perbaikan di kelima sektor ini mutlak harus dikerjakan oleh seluruh elemen masyarakat untuk menyambut liberalisasi pasar ASEAN di 2015. Sektor swasta perlu berbenah diri untuk menciptakan competetive advantage sebagai terobosan dalam persaingan usaha yang sehat. Di lain pihak, Pemerintah harus memberikan dukungan dalam bentuk fasilitas maupun regulasi perdagangan sehingga Indonesia siap menghadapi AEC yang sudah di depan mata.

Referensi ASEAN Secretariat. 2008. ASEAN Economic Community Blueprint. Jakarta: ASEAN Secretariat. Kementerian Perdagangan. Menuju ASEAN Economic Community 2015. Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral. Free Trade Agreement (FTA) dan Economic Partnership Agreement (EPA), dan Pengaruhnya terhadap Arus Perdagangan dan Investasi dengan Negara Mitra. Rus Selang. 2013. Ancaman Dan Tantangan Indonesia Dalam Menghadapi Asean Economic Community (AEC). Kompasiana. Ahmad Arif. 2012. Kelas Menengah dan Semangat Berbagi. Diakses dari http://news.okezone.com/read/ 2012/05/18/58/631253/kelas-menengah-dan-semangat-berbagi http://en.wikipedia.org/wiki/ASEAN_Summit http://www.academia.edu/4740100/Hegemoni_dan_Diskursus_Neoliberalisme_Menelusuri_Langkah_In donesia_Menuju_Masyarakat_Ekonomi_ASEAN_2015

Vous aimerez peut-être aussi