Vous êtes sur la page 1sur 14

LAPORAN PENDAHULUAN KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET) Oleh Fajrin Nurrahmi, S.

Kep

1. Kasus Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

2. Proses Terjadinya Masalah a. Pengertian Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi atau melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim. Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba (Wibowo, 2007). Ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan berada di luar tempat yang semestinya. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus, Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun, frekwensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-14,6%. apabila tidak diatasi atau diberikan penanganan secara tepat dan benar akan membahayakan bagi pasien (Wiknjosastro, 2008). Pembagian menurut lokasi: 1) Kehamilan ektopik tuba: pars interstisialis, isthmus, ampulla, infundibulum, fimbria. 2) Kehamilan ektopik uterus: kanalis servikalis, divertikulum, kornu, tanduk rudimenter. 3) Kehamilan ektopik ovarium: 4) Kehamilan ektopik intraligamenter 5) Kehamilan ektopik abdominal 6) Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.

Kehamilan ektopik yang paling banyak terjadi adalah di tuba, hal ini disebabkan oleh adanya hambatan perjalanan ovum yang telah dibuahi ke kavum uteri, hal ini dapat disebabkan karena : 1) Adanya sikatrik pada tuba 2) Kelainan bawaan pada tuba 3) Gangguan fisiologis pada tuba karena pengaruh hormonal ((Prawirohardjo, 2005).

b. Etiologi Semua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri menyebabkan seorang ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan ektopik, yaitu : 1) Faktor dalam lumen tuba: a) Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba b) Hipoplasia uteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok c) Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna 2) Faktor pada dinding tuba: a) Endometriosis, sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba b) Divertikel tuba kongenital, menyebabkan retensi ovum. 3) Faktor di luar dinding tuba: a) Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba b) Tumor yang menekan dinding tuba c) Pelvic Inflammatory Disease (PID) 4) Faktor lain: a) Hamil saat berusia lebih dari 35 tahun b) Fertilisasi in vitro c) Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) -Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya -Infertilitas -Mioma uteri -Hidrosalping (Rachimhadhi, 2005). 5) Bekas radang pada tuba 6) Kelainan bawaan tuba 7) Gangguan fisiologik tuba karena pengaruh hormonal 8) Operasi plastik/riwayat pembedahan pada tuba

9) Abortus buatan 10) Riwayat kehamilan ektopik yang lalu 11) Infeksi pasca abortus 12) Apendisitis 13) Infeksi pelvis 14) Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) ( Winkjosastro, 2005 - Helen Varney, 2007 - Cunningham, 2006)

c. Patofisiologi Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping yang relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang, dan

perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas. Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-Stella. Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi. Kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah:

1) Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total. 2) Abortus ke dalam lumen tuba Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang. 3) Ruptur dinding tuba Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina. Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina. Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi. Kerusakan yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga histerektomi pun diindikasikan.

Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, seperti uterus, usus dan ligamen (Rachimhadhi, 2005).

d. Tanda dan Gejala Trias gejala dan tanda dari kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan haid atau amenorrhea yang diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri abdominal atau pelvik (95%). Biasanya kehamilan ektopik baru dapat ditegakkan pada usia kehamilan 6 8 minggu saat timbulnya gejala tersebut di atas. Gejala lain yang muncul biasanya sama seperti gejala pada kehamilan muda, seperti mual, rasa penuh pada payudara, lemah, nyeri bahu, dan dispareunia. Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan pelvic tenderness, pembesaran uterus dan massa adneksa. (Saifuddin, 2002; Cunningham et al, 2005). Tanda : 1) Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau perdarahan vaginal. 2) Menstruasi abnormal. 3) Abdomen dan pelvis yang lunak. 4) Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua pada endometrium uterus. 5) Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi. 6) Kolaps dan kelelahan 7) Pucat 8) Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma) 9) Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak gembung. 10) Gangguan kencing Kadang-kadang terdapat gejala besar kencing karena perangangan peritoneum oleh darah di dalam rongga perut. 11) Pembesaran uterus

Pada kehamilan ektopik uterus membesar juga karena pengaruh hormon-hormon kehamilan tapi pada umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan dengan uterus pada kehamilan intrauterin yang sama umurnya. 12) Nyeri pada toucher Terutama kalau cervix digerakkan atau pada perabaan cavumdouglasi (nyeri digoyang) 13) Tumor dalam rongga panggul Dalam rongga panggul teraba tumor lunak kenyal yang disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya. 14) Perubahan darah Dapat diduga bahwa kadar haemoglobin turun pada kehamilan tuba yang terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut. Gejala: 1) Nyeri: Nyeri panggul atau perut hampir terjadi hampir 100% kasus kehamilan ektopik. Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral , terlokalisasi atau tersebar. 2) Perdarahan: Dengan matinya telur desidua mengalami degenerasi dan nekrose dan dikeluarkan dengan perdarahan. Perdarahan ini pada umumnya sedikit, perdarahan yang banyak dari vagina harus mengarahkan pikiran kita ke abortus biasa.Perdarahan abnormal uterin, biasanya membentuk bercak. Biasanya terjadi pada 75% kasus. 3) Amenorhea: Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik yang memiliki berkas perdarahan pada saat mereka mendapatkan menstruasi, dan mereka tidak menyadari bahwa mereka hamil

e. Komplikasi Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat kesalahan diagnosis, diagnosis yang terlambat, atau pendekatan tatalaksana. Kegagalan penegakan diagnosis secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya ruptur tuba atau uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan masif, syok, DIC, dan kematian.

Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain adalah perdarahan, infeksi, kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih, ureter, dan pembuluh darah besar). Selain itu ada juga komplikasi terkait tindakan anestesi.

f. Pemeriksaan Penunjang Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum terganggu demikian besarnya, sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus tuba atau rupture tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Bila diduga ada kehamilan ektopik yang belum terganggu, maka penderita segera dirawat di rumah sakit. Alat bantu diagnostic yang dapat digunakan ialah ultrasonografi, laparoskopi atau kuldoskopi. Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak tidak banyak mengalami kesukaran, tetapi pada jenis menahun atau atipik bisa sulit sekali. Untuk mempertajam diagnosis, maka pada tiap wanita dalam masa reproduksi dengan keluhan nyeri pada perut bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan. Pada umumnya dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan yang cermat diagnosis dapat ditegakkan, walaupun biasanya alat bantu diagnostic seperti kuldosentesis, ultrasonografi dan laparoskopi masih diperlukan anamnesis. Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dapat dinyatakan. Perdarahan per vaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah. 1) Pemeriksaan umun : penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan. 2) Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditemukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeriraba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik, sehingga menyukarkan perbedaan denga infeksi pelvik. 3) Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobim dan jumlah sel darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus jenis

tidak mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam. 4) Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukositosis meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik, dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi 20.000 biasanya menunjuk pada keadaan yang terakhir. Tes kehamilan berguna apabila positif. Akan tetapi tes negative tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan produksi human chorionic gonadotropin menurun dan

menyebabkan tes negative. 5) Kuldosentris : adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah kavum Douglas ada darah. Cara ini amat berguna dalam membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Tekniknya : a) Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi b) Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptic c) Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam servik ; dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak d) Jarum spinal no 18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan semprit 10 ml dilakukan penghisapan e) Bila pada penghisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan perhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan : f) Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku; darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertususk g) Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa bekuan kecil-kecil; darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina. 6) Ultrasonografi : berguna dalma diagnostic kehamilan ektopik. Diagnosis pasti ialah apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di dalamnya tampak denyut jantung janin. Hal ini hanya terdapat pada 5 % kasus kehamilan ektopik. Walaupun demikian, hasil ini masih harus diyakini lagi bahwa ini bukan berasal dari kehamilan intrauterine pada kasus uternus bikornis. 7) Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostic terakhir untuk kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostic yang lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat

dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk melakukan laparotomi.

g. Penanganan Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindakan operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah berkumpul di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari darah di kavum Douglas), sisa darah dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi ataupun salpingo-ooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi. Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan. Serta memberikan transfusi darah. Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan tindakan sistektomi ataupun oovorektomi
(5)

. Sedangkan kehamilan

ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yang sering menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara yang ingin sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi konservatif.

3. a. Pohon masalah
Pembuahan telur di ovum Perjalanan ke uterus, telur mengalami hambatan (endosalfingitis, hipoplasia uteri, tumor, idiopatik, bekas radang pada tuba, infeksi pelvis, dll)

Bernidasi di tuba Kehamilan ektopik Perubahan perfusi jaringan Abortus Pembedahan Post operasi Resiko infeksi

Kurang pengetahuan

Ruptur pada implantasi di tuba dan uterus

Perdarahan abnormal Kurang volume cairan

Nyeri akut Kelemahan

Ansietas

Nyeri akut

b.

Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji 1) Keluhan Utama Nyeri hebat pada perut bagian bawah dan disertai dengan perdarahan selain itu klien ammeorrhoe. 2) Riwayat penyakit sekarang Awalnya wanita mengalami ammenorrhoe beberapa minggu kemudian disusul dengan adanya nyeri hebat seperti disayat-sayat pada mulanya nyeri hanya satu sisi ke sisi berikutnya disertai adanya perdarahan pervagina : a) Kadang disertai muntah b) Keadaan umum klien lemah dan adanya syok c) Terkumpulnya darah di rongga perut : 1. Menegakkan dinding perut nyeri 2. Dapat juga menyebabkan nyeri hebat hingga klien pingsan d) Perdarahan terus menerus kemungkinan terjadi syok hipovolemik

3) Riwayat penyakit masa lalu a) Mencari faktor pencetus misalnya adanya riwayat endomatritis, addresitis menyebabkan perlengkapan endosalping, Tuba menyempit / membantu. b) Endometritis endometritis tidak baik bagian nidasi 4) Status obstetri ginekologi a) Usia perkawinan, sering terjadi pada usia produktif 25 45 tahun, berdampak bagi psikososial, terutama keluarga yang masih mengharapkan anak. b) Riwayat persalinan yang lalu, Apakah klien melakukan proses persalinan di petugas kesehatan atau di dukun c) Grade multi d) Riwayat penggunaan alat kontrasepsi, seperti penggunaan IUD. e) Adanya keluhan haid, keluarnya darah haid dan bau yangmenyengat. Kemungkinan adanya infeksi. 5) Pemeriksaan abdomen Pada abortus tuba terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah disisi uterus, dan pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimanual ditemukan tumor yang tidak begitu padat, nyeri tekan dan dengan batas-batas yang tidak rata disamping uterus.Hematokel retrouterina dapat ditemukan. Pada repture tuba perut menegang dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan cairan bebas dalam rongga peritoneum. Kavum Douglas menonjol karena darah yang berkumpul ditempat tersebut baik pada abortus tuba maupun pada rupture tuba gerakan pada serviks nyeri sekali (Prawiroharjo S,1999)

4. Diagnosis Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan ruptur implantasi pada tuba atau lumen. b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan ruptur implantasi pasa tuba atau lumen. c. Ansietas berhubungan dengan proses penanganan penyakit. d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan tentang proses penyakit. e. Kurang volume cairan berhubungan dengan perdarahan abnormal di abdomen. f. Kelemahan berhubungan dengan kehilangan darah akibat perdarahan abnormal di abdomen. g. Nyeri akut berhubungan dengan luka akibat tindakan operasi.

h. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entry pathogen dari luka operasi.

5. Intervensi Keperawatan
No. 1. Diagnosa Nyeri akut berhubungan dengan ruptur implantasi pada tuba atau lumen. Tujuan Intervensi Rasional Setelah diberikan a. Tentukan sifat, lokasi, a. Membantu dalam askep selama 1 x dan dirasi nyeri. Kaji mendiagnosis dan 24 jam pasien kontraksi uterus, menentukan tindakan dapat perdarahan, atau nyeri yang akan dilakukan. mendemonstrasik tekan abdomen an teknik b. Kaji stress psikologi b. Ansietas sebagai relaksasi, tandaibu atau pasangan dan respon terhadap tanda vital dalam respon emosional situasi darurat dapat batas normal, terhadap kejadian. memperberat tidak meringis ketidaknyamanan karena sindrom ketegangan, ketakutan dan nyeri. c. Berikan lingkungan c. Dapat membantu yang tenang dan dalam menurunkan aktifitas untuk tigkat nyeri dan menurunkan rasa karenanya mereduksi nyeri. Instruksikan ketidaknyamanan klien untuk menggunakan metode relaksasi misalnya nafas dalam, visualisasi distraksi dan jelaskan prosedur. Kolaborasi : d. Berikan narkotik atau d. Meningkatkan sedative berikut obatkenyamanan, obat praoperatif bila menurunkan risiko prosedur pembedahan komplikasi diindikasikan pembedahan. e. Siapkan untuk e. Tindakan terhadap prosedur bedah bila penyimpangan dasar terdapat indikasi akan menghilangkan nyeri Setelah diberikan a. Awasi tanda vital, kaji a. Memberikan asuhan pengisian kapiler, informasi tentang keperawatan warna kulit atau derajat/keadekuatan selama 1 x 24 jam membran mukosa dan perfusi jaringan dan diharapkan pasien dasar kuku. membantu mampu menentukan mendemonstrasik kebutuhan intervensi. an perfusi yang b. Kaji respon verbal b. Dapat adekuat secara melambat, mudah mengindikasikan individual dengan terangsang, agitasi, gangguan funsi KH: gangguan memori, serebral karena a. Kulit hangat bingung. hipoksia atau dan kering defisiensi vitamin

2.

Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan ruptur implantasi pasa tuba atau lumen.

b. Ada nadi
perifer kuat

c. Catan keluhan rasa

dingin. Pertahankan suhu lingkungan dan dalam batas tubuh hangat sesuai normal indikasi d. Pasien sadar/berorien tasi e. Keseimbangan pemasukan/pe Kolaborasi : ngeluaran d. Berikan SDM yang f. Tak ada lengkap/packed, edema produk darah sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi tranfusi.

c. Tanda vital

e. Berikan oksigen
tambahan sesuai indikasi 3. Kurang volume cairan berhubungan dengan perdarahan abnormal di abdomen

B12. c. Kenyamanan pasien atau kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus fasodilatasi (penurunan perfusi organ). d. Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen ; memperbaiki defisiensi untuk menurunkan risiko perdarahan. e. Memaksimalkan transfer oksigen ke jaringan.

Setelah diberikan a. Awasi tekanan darah a. Perubahan dapat askep selama dan frekuensi jantung menunjukkan efek 1x24 jam hipovolemik diharapkan pasien (perdarahan/dehidrasi b. Evaluasi turgor kulit, b. Indikator langsung menunjukkan pengisian kapiler dan volume cairan status cairan/hidrasi kondisi umum yang adekuat membran mukosa dengan kriteria hasil : c. Catat respon fisiologis c. Simtomatologi dapat individual pasien a. Tanda vital berguna dalam terhadap perdarahan stabil mengukur berat/ misalnya : perubahan b. Nadi teraba lamanya episode mental, kelemahan, c. Haluaran perdarahan. gelisa, ansietas, pucat, urine, berat Memburuknya gejala berkeringat, tacipnea, jenis dan pH dapat menujukkan peningkatan suhu. dalam batas berlanjutnya normal perdarahan atau tidak adekuatnya penggantian cairan. d. Pertahankan d. Potensial kelebihan pencatatan akurat sub tranfusi cairan total cairan / darah khususnya bila selama terapi volume tambahan penggantian diberikan sebelum Kolaborasi : tranfusi darah. e. Berikan cairan IV e. Mempertahankan sesuai indikasi keseimbangan cairan/elektrolit pada tak adanya pemasukan melalui oral; menurunkan risiko komplikasi

f. Memberikan SDM,
trombosit, dan factor pembekuan

ginjal. f. Memperbaiki/ menormalkan jumlah SDM dan kapasitas pembawa oksigen untuk memperbaiki anemi, berguna untuk mencegah/ mengobati perdarahan

6. Daftar Pustaka Wiknjosastro, H ; Saifuddin, A.B ; Rachimhadhi, T . Ilmu Kandungan. Edisi kedua. Cetaka Keempat. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2008 Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo S. 2005. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam: Ilmu Kandungan. Edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo Rachimhadhi T. 2005. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi I. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo Wibowo B. 2007. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,

Vous aimerez peut-être aussi