Vous êtes sur la page 1sur 52

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam rangka proses penyidikan dan penegakan hukum untuk kepentingan peradilan, ilmu kedokteran forensik dapat dimanfaatkan dalam membuat terangnya perkara pidana yang menimbulkan korban manusia, baik korban hidup maupun korban mati. Pemeriksaan autopsi umumnya diperlukan apabila korban dari tindak perkara pidana tersebut korban mati. Dari pemeriksaan autopsi yang dilakukan, dokter diharapkan dapat memberikan keterangan setidaknya tentang luka atau cedera yang dialami korban, tentang penyebab luka atau cedera tersebut, serta tentang penyebab kematian dan mekanisme kematiannya. Dalam beberapa kasus, dokter juga diharapkan dapat memperkirakan cara kematian dan faktorfaktor lain yang mempunyai kontribusi terhadap kematiannya. Autopsi merupakan pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atau penemuanpenemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian. Artinya, autopsi adalah pemeriksaan medis terhadap mayat dengan membuka rongga kepala, leher, dada, perut dan panggul serta bagian tubuh lain bila diperlukan, disertai dengan pemeriksaan jaringan dan organ tubuh di dalamnya, baik secara fisik maupun dengan dukungan pemeriksaan laboratorium.1,2 Pelaksanaan autopsi seperti pengertian di atas disebut sebagai autopsi konvensional.1 Kelebihan dari autopsi konvensional adalah untuk memperjelas, mengkonfirmasi, mengklarifikasi dan mengoreksi diagnosis antemortem;

menemukan penyakit baru dan menjelaskannya; evaluasi tes diagnostik terbaru; teknik operasi baru dan obat baru; investigasi penyakit akibat lingkungan ataupun pekerjaan dan berperan dalam penelitian medis maupun epidemiologi. Sedangkan kelemahan dari autopsi konvensional adalah sulitnya mendapat persetujuan dari keluarga terdekat dan cukup mengeluarkan biaya.3

Di Indonesia autopsi forensik tidak merupakan keharusan bagi semua kematian, namun sekali diputuskan oleh penyidik perlunya autopsi maka tidak ada lagi yang boleh menghalangi pelaksanaannya (pasal 134 KUHAP dan pasal 222 KUHP), dan tidak membutuhkan persetujuan keluarga terdekatnya.1 Autopsi forensik/medikolegal dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri. Autopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan objektif pada korban, yang diperoleh dari pemeriksaan medis.

1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas dibuatlah rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan autopsi konvensional? 2. Bagaimana perizinan pelaksanaan autopsi? 3. Apa saja persiapan dan peralatan yang diperlukan sebelum autopsi? 4. Apa saja teknik autopsi yang dapat dilakukan? 5. Bagaimana cara melakukan teknik autopsi konvensional? 6. Bagaimana perawatan jenazah setelah diautopsi? 7. Apa saja pemeriksaan laboratorium yang diperlukan dalam autopsi? 8. Apa saja pemeriksaan khusus yang diperlukan dalam autopsi?

1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui teknik autopsi apa saja yang dapat dilakukan untuk menentukan penyebab kematian.

1.3.2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus yang lebih spesifik tentang penulisan referat autopsi konvensional ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas. 2. Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme dan waktu kematian. 3. Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab dan pelaku kejahatan. 4. Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum.

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Autopsi Konvensional Autopsi berasal dari kata Auto yang artinya sendiri, dan Opsis yang artinya

melihat. Yang dimaksudkan dengan autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian. Jika pada pemeriksaan ditemukan beberapa jenis kelainan bersama-sama, maka dilakukan penentuan kelainan mana yang turut mempunyai andil dalam terjadinya kematian tersebut.4

2.2

Jenis-jenis Autopsi Konvensional Berdasarkan tujuannya dikenal tiga jenis autopsi, antara lain sebagai

berikut4: 1. Autopsi anatomik adalah autopsi yang dilakukan untuk kepentingan pendidikkan, yaitu untuk mempelajari susunan tubuh manusia, yang normal. Pelaksanaan autopsi jenis ini diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang bedah jenazah. 4 2. Autopsi klinik adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pembedahan terhadap mayat untuk mengetahui dengan pasti penyakit atau kelainan yang menjadi sebab kematian dan untuk penilaian hasil usaha pemulihan kesehatan. Untuk Autopsi klinik ini mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang bersangkutan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, yang terbaik adalah melakukan Autopsi klinik lengkap, meliputi pembukaan rongga tengkorak, dada dan perut/panggul, serta melakukan pemeriksaan terhadap seluruh alat-alat dalam/rongga. Namun, bila pihak keluarga keberataan untuk dilakukannya Autopsi klinik lengkap, masih dapat diusahakan untuk melakukan Autopsi klinik parsial, yaitu yang terbatas pada 11

satu atau dua rongga badan tertentu. Apabila ini masih ditolak, kiranya dapat diusahakan suatu needle necropsy terhadap organ tubuh tertentu, untuk kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologik. Pelaksanaan autopsi ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1981, yang pada prinsipnya baru boleh dilakukan sesudah ada izin dari kelurga terdekat atau jika sesudah 2 (dua) hari tidak ada keluarga yang mengurusnya. 4 3. Autopsi forensik atau Autopsi medikolegal dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan peraturan undang-undang, dengan tujuan: a. Membantu dalam hal penentuan identitas mayat. b. Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian serta memperkirakan saat kematian. c. Mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku kejahatan. d. Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum. e. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas serta penentuan terhadap orang yang bersalah. Untuk melakukan Autopsi forensik ini, diperlukan suatu Surat Permintaan Pemeriksaan/Pembuatan visum et repertum dari yang berwenang, dalam hal ini pihak penyidik. Izin keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseorang yang menghalang-halangi dilakukannya autopsi forensik, yang bersangkutan dapat dituntut berdasarkan undang-undang yang berlaku. Dalam melakukan Autopsi forensik, mutlak diperlukan pemeriksaan yang lengkap, meliputi pemeriksaan tubuh bagian luar, pembukaan rongga tengkorak, rongga dada dan rongga perut/panggul. Seringkali perlu pula dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya, antara lain pemeriksaan toksikologi forensik, histopatologi forensik, serologi forensik dan sebagainya. Pemeriksaan yang tidak lengkap, yaitu autopsi parsial atau needle necropsy dalam rangka pemeriksaan ini tidak dapat dipertanggungjawabkan, karena tidak akan dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas. 4 Autopsi forensik harus dilakukan oleh dokter, dan ini tidak dapat diwakilkan kepada mantri atau perawat. Baik dalam melakukan Autopsi

12

klinik maupun Autopsi forensik, ketelitian yang maksimal harus diusahakan. Kelainan yang betapa kecil pun harus dicatat, Autopsi sendiri harus dilakukan sidini mungkin, karena dengan lewatnya waktu, pada tubuh mayat dapat terjadi perubahan yang mungkin akan menimbulkan kesulitan dalam menginterpretasikan kelainan yang ditemukan.4

2.3

Persiapan sebelum Autopsi Sebelum Autopsi dimulai, ada beberapa hal perlu mendapat perhatian antara

lain sebagai berikut4: a. Kelengkapan surat-surat yang berkaitan dengan Autopsi yang akan dilakukan. Dalam hal Autopsi klinik, perhatian apakah surat izin Autopsi klinik telah ditandatangani oleh keluarga terdekat dan yang bersangkutan. Perhatikan pula jenis Autopsi yang diizinkan oleh pihak keluarga tersebut. Dalam hal autopsi forensik, perhatikan apakah Surat Permintaan Pemeriksaan/pembuatan Visum et Repertum telah ditandatangani oleh pihak penyidik yang berwenang. Untuk Autopsi forensik, mutlak dilakukan pemeriksaan lengkap yang meliputi pembukaan seluruh rongga tubuh dan pemeriksaan seluruh organ. b. Mayat yang akan diautopsi benar-benar adalah mayat yang dimaksudkan dalam surat yang bersangkutan. Dalam hal Autopsi forensik, maka perhatikanlah apakah terhadap mayat yang akan diperiksa telah dilakukan identifikasi oleh pihak yang berwenang, berupa penyegelan dengan label Polisi ini memuat antara lain nama, alamat, tanggal kematian, tempat kematian dan sebagainya yang harus diteliti apakah sesuai dengan data-data yang tertera dalam Surat Permintaan Pemeriksaan. c. Kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap mungkin. Pada kasus-kasus Autopsi klinik status riwayat penyakit dan pengobatan dapat memberi petunjuk arah pemeriksaan yang akan dilakukan. Pada kasus-kasus Autopsi forensik, informasi mengenai kejadian yang mendahului kematian, keadaan pada Tempat Kejadian Perkara (TKP) dapat memberi petunjuk bagi pemeriksaan, serta dapat membantu menentukan jenis pemeriksaan khusus yang mungkin diperlukan.

13

Kurang atau tidak terdapatnya keterangan-keterangan tersebut di atas dapat mengakibatkan terlewat atau hilangnya bukti-bukti yang penting, misalnya saja tidak diambilnya cairan empedu, padahal korban kemudian ternyata adalah seorang pecandu narkotika. d. Periksalah apakah alat-alat yang diperlukan telah tersedia. Untuk melakukan autopsi yang baik, tidaklah diperlukan alat-alat yang mewah, namun tersedianya beberapa alat tambahan kiranya perlu mendapat perhatian yang cukup. Adakah telah tersedia botol-botol terisi larutan formalin yang diperlukan untuk pengawetan jaringan bagi pemeriksaan histopatologik? Adakah botol-botol atau tabung-tabung reaksi untuk pengambilan darah, isi lambung atau jaringan untuk pemeriksaan toksikologik?

2.4

Teknik Autopsi Hampir setiap Bagian Ilmu Kedokteran Forensik atau Bagian Patologi

Anatomi mempunyai teknik autopsi sendiri-sendiri, namun pada umumnya teknik autopsi masing-masing hanya berbeda sedikit/ merupakan modifikasi dari 4 teknik autopsi dasar. Perbedaan terutama dalam hal pengangkatan keluar organ baik dalam hal urutan pengangkatan maupun jumlah/kelompok organ yang dikeluarkan pada satu saat, serta bidang pengirisan pada organ yang diperiksa. 4 1. Teknik Virchow Teknik ini mungkin merupakan teknik autopsi yang tertua. Setelah dilakukan pembukaan rongga tubuh, organ-organ dikeluarkan satu persatu dan langsung diperiksa. Dengan demikian kelainan-kelainan yang terdapat pada masingmasing organ dapat segera dilihat, namun hubungan anatomik antar beberapa organ yang tergolong dalam satu sistem menjadi hilang. Dengan demikian, teknik ini kurang baik bila digunakan pada autopsi forensik, terutama pada kasus penembakan dengan senjata api dan penusukan dengan senjata tajam, yang perlu dilakukan penentuan saluran luka, arah, serta dalamnya penetrasi yang terjadi. 4 2. Teknik Rokitansky Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan beberapa irisian in situ, baru kemudian seluruh organ-organ tersebut

14

dikeluarkan dalam kumpulan-kumpulan organ (en-bloc). Teknik ini jarang dipakai karena tidak menunjukkan keunggulan yang nyata atas teknik lainnya. Teknik ini pun tidak baik digunakan untuk autopsi forensik. 4 3. Teknik Letulle Setelah rongga dibuka, organ leher, dada, diafragma, dan perut dikeluarkan sekaligus (en mase). Kepala diletakkan di atas meja dengan permukaan posterior menghadap meja ke atas. Pleksus coeliacus dan kelenjar para aorta diperiksa. Aorta dibuka sampai arkus aorta dan Aa. Renales kanan dan kiri dibuka serta diperiksa. 4 Aorta diputus di atas muara A. renalis. Rektum dipisahkan dari sigmoid. Organ urogenital dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal jejunum diikat pada dua tempat dan kemudian diputsu antara dua ikatan tersebut dan usus dapat dilepaskan. Esophagus dilepaskan dari trakea, tetapi hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena cava inferior serta aorta diputus di atas diafragma dan demikian organ leher dan dada dapat dilepas dari organ perut.6 Dengan pengangkatan organ-organ di tubuh secara en mase ini, hubungan antar organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. Kerugian teknik ini adalah sukar dilakukan tanpa pembantu, serta agak sukar dalam penanganan karena panjangnya kumpulan organ-organ yang dikeluarkan sekaligus. 4 4. Teknik Ghon Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, organ pencernaan bersama hati dan limpa, organ urogenital diangkat keluar sebagai 3 kumpulan organ (bloc). 4 Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FKUI menggunakan teknik autopsi yang merupakan modifikasi dari teknik Letulle. Organ tersebut dikeluarkan en masse tetapi dalam 2 kumpulan. Organ leher dan dada sebagai satu kumpulan organ perut dan urogenital mulai dari perbatasan duodenojejunal sampai perbatasan rektosigmoid. Dahulu sebelum menggunakan teknik modifikasi tersebut di atas, di Bagian IKF FKUI digunakan teknik Ghon, namun ternyata para calon dokter

15

mengalami kesukaran dalam menemukan kelenjar suprarenal. Dengan teknik yang digunakan dewasa ini kesulitan tersebut dapat diatasi. Dokter yang melakukan autopsi hendaknya menggunakan teknik yang paling dikuasainya. Bagi mereka yang jarang melakukan autopsi, hendaknya lebih erat berpegang/berpedoman pada teknik autopsi yang dipelajari semasa pendidikannya di fakultas kedokteran. 4

2.5

Izin Pelaksanaan Autopsi Pelaksanaan autopsi forensik diatur didalam KUHAP, yang pada prinsipnya

autopsi baru boleh dilakukan jika ada surat permintaan tertulis dari penyidik dan setelah kelurga diberi tahu serta telah memahaminya atau setelah 2 hari dalam hal keluarga tidak menyetujui autopsi atau keluarga tidak ditemukan. Sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 134 KUHAP bahwa penyidik yang meminta autopsi mempunyai kewajiban untuk memberitahukan keinginannya kepada keluarga. Dalam hal keluarga merasa keberatan maka penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujun autopsi. Apabila dalam waktu 2 hari tidak ada tanggapan apapun (perubahan sikap) dari keluarga atau keluarga tidak ditemukan maka autopsi segera dilaksanakan. Dari pasal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa untuk keperluan autopsi forensik tidak diperlukan izin keluarga seperti pada autopsi klinik atau anatomik. Keluarga hanya punya untuk diberitahu dan tanggung jawab memberitahu itu berada di pundak penyidik. Demi praktisnya, tugas memberitahu itu sering diambil alih oleh dokter karena kebanyakan langsung datang ke rumah sakit. Dalam menjelaskan kepada keluarga perlu diingatkan adanya sanksi pidana bagi siapa saja yang menghalang-halangi pelaksanaan autopsi, yaitu dihukum berdasarkan Pasal 222 KUHP. 4

2.6

Peralatan Autopsi Untuk melakukan suatu autopsi yang baik, sebenarnya tidak diperlukan

alat yang mewah, cukup dengan alat yang sederhana saja. Berikut ini alat yang dipergunakan tersebut4:

16

1. Kamar autopsi Guna kamar autopsi adalah agar dokter yang melakukan pemeriksaan jenazah dapat melakukan tugasnya dengan tenang, tidak terganggu oleh orang yang tidak berkepentingan atau yang ingin sekedar menonton saja. Untuk keperluan ini tidak diperlukan suatu kamar khusus bila keadaan setempat tidak memungkinkan. Cukup digunakan salah satu sudut kamar jenazah misalnya, asal terdapat penerangan yang cukup. Bahkan bedeng darurat yang didirikan di lapangan dekat dengan penggalian kubur pun dapat digunakan. 2. Meja autopsi Untuk meja autopsi pun, bila keadaan tidak memungkinkan, tidak perlu menggunakan meja autopsi khusus yang stainless steel. Bila perlu dapat digunakan kereta dorong mayat, atau meja darurat yang terbuat dari beberapa helai papan saja. Yang perlu dipikirkan dalam hal meja autopsi adalah adanya tempat penampungan darah yang keluar waktu dilakukannya autopsi serta adanya air yang diperlukan untuk melakukan pencucian bila perlu.

Gambar 1. Meja autopsi

3. Peralatan autopsi Yang diperlukan adalah pisau yang dapat digunakan untuk memotong kulit serta organ dalam dan otak, gunting serta pinset bergigi untuk melaksanakan pemeriksaan alat dalam tubuh. Di samping itu diperlukan juga sebuah gergaji yang dapat digunakan untuk menggergaji tulang tengkorak.

17

Untuk keperluan perawatan mayat setelah selesai autopsi. Sediakan sebuah jarum jahit serta benang kasar untuk merapikan kembali mayat yang telah diautopsi. Peralatan tambahan yang diperlukan adalah gelas ukur untuk mengukur volume cairan/ darah yang ditemukan pada autopsi serta spuite bersama dengan jarumnya jarum untuk pengambilan darah. 4. Peralatan untuk pemeriksaan tambahan Perlu disediakan beberapa buah botol kecil yang terisi formalin 10% atau alkohol 70-80% untuk keperluan pengambilan jaringan guna pemeriksaan histopatologik, serta beberapa botol yang lebih besar untuk pengambilan bahan guna pemeriksaan toksikologi, yang berisi bahan pengawet yang sesuai. 5. Peralatan tulis dan topografi Sediakan kertas atau formulir-formulir isian yang dipergunakan untuk mencatat segala hasil pemeriksaan. Bila mungkin, sediakan pula peralatan memotret yang dapat digunakan untuk pemotretan kelainan-kelainan untuk keperluan dokumentasi atau identifikasi.

Gambar 2. Peralatan autopsi

18

2.7

Cara Autopsi

2.7.1 Pemeriksaan Luar Pada pemeriksaan tubuh mayat sebelah luar, untuk kepentingan forensik, pemeriksaan kepentingan forensik, pemeriksaan harus dilakukan dengan cermat, meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium, maupun teraba, baik terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu dan lain-lain, juga terhadap tubuh mayat itu sendiri. 4 Agar pemeriksaan dapat terlaksana secermat mungkin, pemeriksaan harus mengikuti suatu sistematika yang telah ditentukan. Di bagian IKF FKUI, sistematika pemeriksaan adalah4: 1. Label mayat Mayat yang dikirim untuk pemeriksaan kedokteran forensik seharusnya diberi label dari pihak kepolisian, biasanya merupakan sehelai karton yang diikatkan pada ibu jari mayat serta dilakukan penyegelan pada tali pengikat label tersebut, untuk menjamin keaslian dari benda bukti. Label mayat ini harus digunting pada tali pengikatnya, serta disimpan bersama berkas pemeriksaan. Perlu dicatat warna dan bahan label tersebut. Dicatat pula apakah ada materai atau segel pada label ini, yang biasanya terbuat dari lak berwarna merah dengan cap dari kantor kepolisian yang mengirim mayat. Isi dari label mayat ini juga dicatat selengkapnya. Merupakan kebiasaan baik, bila dokter pemeriksa dapat meminta keluarga terdekat dari mayat untuk sekali lagi melakukan pengenalan/pemastian identitas. Di samping label mayat dari kepolisian, pada mayat dapat pula ditemukan label identifikasi dari Instalasi Kamar Jenazah Rumah Sakit. Label ini adalah untuk kepentingan identifikasi di Kamar Jenazah agar mayat tidak tertukar saat diambil oleh keluarga. Label dari Rumah Sakit ini harus tetap ada pada tubuh mayat. 4 2. Tutup mayat Mayat sering kali dikirim pada pemeriksaan dalam keadaan ditutupi oleh sesuatu. Catatlah warna/bahan, warna serta corok dari penutup ini. Bila

19

terdapat pengotoran pada penutup, catat pula letak pengotoran serta jenis/bahan pengotoran tersebut. 4 3. Bungkus mayat Mayat kadang-kadang dikirimkan pada pemeriksa dalam keadaan terbugkus. Bungkus mayat ini harus dicatat jenis/bahannya, warna, corak serta adanya bahan yang mengotori. Dicatat pula tali pengikatnya bila ada, baik mengenai jenis/bahan tali tersebut, maupun cara pengikatan serta letak ikatan tersebut. 4 4. Pakaian Pakaian mayat dicatat dengan teliti, mulai dari pakaian dikenakan pada bagian tubuh sebelah atas sampai tubuh sebelah bawah, dari lapisan yang terluar sampai dengan lapisan yang terdalam. Pencatatan meliputi: bahan, warna dasar, warna dan corak/motif dari tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk/penjahit, cap binatu, monogram/inisial serta tambalan atau tisikan bila ada. Bila terdapat pengotoran atau robekan pada pakaian, maka ini juga harus dicatat dengan teliti, dengan mengukur letaknya dengan tepat menggunakan koordinat, serta ukuran dari pengotoran dan atau robekan yang ditemukan. 4 Pakaian dari korban yang mati akibat kekerasan atau yang belum dikenal, sebaiknya disimpan untuk barang bukti. Bila ditemukan saku pada pakaian, maka saku ini harus diperiksa dan dicatat isinya dengan teliti pula.4 5. Perhiasan Perhiasan yang dipakai mayat harus dicatat pula dengan teliti. Pencatatan meliputi jenis perhiasan, bahan, warna, merk, bentuk serta ukuran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut. 4 6. Benda di samping mayat Bersamaan dengan pengiriman mayat, kadangkala disertakan pula pengiriman benda di samping mayat, misalnya bungkusan atau tas. Terhadap benda di samping mayat inipun dilakukan pencatatan yang teliti dan lengkap. 4 7. Tanda Kematian

20

Di samping untuk pemastian bahwa korban yang dikirimkan untuk pemeriksaan benar-benar telah mati, pencatatan tanda kematian ini berguna pula untuk penentuan saat kematian. Agar pencatatan terhadap tanda kematian ini bermanfaat, jangan lupa mencatat waktu/saat dilakukannya pemeriksaan terhadap kematian ini4: a. Lebam mayat. Terhadap lebam mayat, dilakukan pencatatan

letak/distribusi lebam, adanya bagian tertentu di daerah lebam mayat yang justru tidak menunjukkan lebam (karena tertekan pakaian, terbaring di atas benda keras dan lain-lain). Warna dari lebam mayat serta intensitas lebam mayat (masih hilang pada penekanan, sedikit menghilang atau sudah tidak menghilang sama sekali. 4

Gambar 3. Lebam mayat 5

b. Kaku mayat. Catat distribusi kaku mayat serta distribusi kekakuan pada beberapa sendi (daerah dagu/tengkuk, lengan atas, siku, pangkal paha, sendi lutut) dengan menentukan apakah mudah atau sukar dilawan. Apabila ditemukan adanya kadaverik (cadaveric spasm) maka ini harus dicatat sebaik-baiknya, karena spasme kadaverik petunjuk apa yang sedang dilakukan oleh korban saat terjadi kematian. 4 c. Suhu tubuh mayat. Sekalipun perkiraan saat kematian menggunakan kriteria penurunan suhu tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan, namun pencatatan suhu tubuh mayat kadang dapat masih membantu dalam hal perkiraan saat kematian. 21

Pengukuran suhu mayat dilakukan dengan menggunakan thermometer rectal. Jangan lupa juga melakukan pencatatan suhu ruangan pada saat yang sama. 4 d. Pembusukan. Tanda pembusukan yang pertama tampak berupa kulit perrut sebelah kanan bawah yang berwarna kehijau-hijauan. Kadangkadang mayat diterima dalam keadaan pembusukan yang lebih lanjut, merupakan mayat dengan kulit ari yang terelupas, terdapat gambaran pembuluh darah superficial yang melebar berwarna biru-hitam, ataupun tubuh yang telah mengalami penggembungan akibat pembusukan lanjut. 4

Gambar 4. Pembusukan mayat 5

e. Lain-lain. Cara perubuhan tanatologik lain yang mungkin ditemukan, misalnya mummifikasi atau adiposera. 8. Identifikasi umum Catat tanda umum yang menunjukkan identitas mayat, seperti: jenis kelamin, bangsa atau ras, umur, warna kulit, keadaan gizi, tinggi dan berat badan, keadaan zakar yang disirkumsisi, adanya striae albicantes pada dinding perut.4 9. Identifikasi khusus Catat segala sesuatu yang dapat digunakan untuk penentuan identitas secara khusus. 4 a. Rajah/tattoo. Tentukan letak, bentuk, warna, serta tulisan tattoo yang ditemukan. Bila perlu buatlah dokumentasi foto. b. Jaringan parut. Catat seteliti mungkin jaringan parut yang ditemukan, baik yang timbul akibat penyembuhan luka maupun yang terjadi sebagai akibat tindakan bedah.

22

c. Kapalan (callus). Dengan mencatat distribusi callus, kadangkala dapat diperoleh keterangan yang berharga mengenai pekerjaan mayat yang diperiksa semasa hidupnya. Pada pekerja/buruh pikul, akan ditemukan kapalan (callus) pada daerah bahu, pada pekerja kasar lainnya akan ditemukan kapalan pada telapak tangan atau kaki. d. Kelainan pada kulit. Adanya kutil, angioma, bercak hiper atau hipopigmentasi, eksema dan kelainan lain sering kali dapat membantu dalam penentuan identitas. e. Anomali dan cacat pada tubuh. Kelainan anatomis berupa anomali atau deformitas akibat penyakit atau kekerasan perlu dicatat dengan seksama. Tidak tercatatnya ciri-ciri yang disebut diatas dapat sangat merugikan karena dapat menyebabkan diragukannya hasil pemeriksaan terhadap mayat secara keseluruhan (bagaimana dapat mempercayai hasil pemeriksaan secara keseluruhan, sedangkan adanya jari lebih pada ibu jari tangan kanan korban saja tidak dilihat/dicatat oleh si pemeriksa). 10. Pemeriksaan rambut. Pemeriksaan terhadap rambut dimaksudkan untuk membantu identifikasi. Pencatatan dilakukan terhadap distribusi, warna keadaan tumbuh serta sifat dari rambut tersebut baik dalam hal halus atau lurus ikalnya. Bila pada tubuh mayat ditemukan rambut yang mempunyai sifat yang berlainan dari rambut mayat, rambut-rambut ini haris diambil. Disimpan dan diberi label, untuk pemeriksaan laboratorium lanjutan bila ternyata diperlukan di kemudian hari. 4 11. Pemeriksaan mata Periksa apakah kelopak mata terbuka atau tertutup. Pada kelopak mata, diperhatikan pula akan adanya tanda-tanda kekerasan serta kelainan lain yang ditimbulkan oleh penyakit dan sebagainya. Periksa pula keadaan selaput lendir kelopak mata, bagaimana warnanya, adakah pembuluh darah yang melebar, adakah bintik perdarahan atau bercak perdarahan. Terhadap bola mata, dilakukan pula pemeriksaan terhadap kemungkinan terdapatnya tanda kekerasan, kelainan seperti ptysis bulbi, pemakaian mata palsu dan sebagainya.

23

Perhatikan pula keadaan selaput lendir bola mata akan adanya pelebaran pembuluh darah, bintik perdarahan atau kelainan lain terhadap kornea (selaput bening mata) ditentukan apakah jernih, adakah kelainan, baik fisiologik (arcus senelis) maupun patologik (leucoma). Iris (tirai mata) dicatat warnanya untuk membantu identifikasi. Catat pula kelainan yang mungkin ditemukan. Perhatikan pupil (teleng mata) dan catat ukurannya. Apakah sama pada mata yang kanan dan yang kiri. Bila terdapat kelainan pada lensa mata, ini pun harus dicatat.4 12. Pemeriksaan daun telinga dan hidung. Pemeriksaan meliputi pencatatan terhadap bentuk dari daun telinga dan hidung, terutama pada mayat dengan bentuk yang luar biasa karena hal ini mungkin dapat membantu dalam identifikasi. Catat pula kelainan serta tanda kekerasan yang ditemukan. Periksa apakah dari lubang telinga dan hidung keluar cairan/darah.4 13. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut Pemeriksaan meliputi bibir, lidah, rongga mulut serta gigi geligi. Catat kelainan atau tanda kekerasan yang ditemukan. Periksa dengan teliti keadaan rongga mulut akan kemungkinan terdapatnya benda asing (pada kasus penyumbatan misalnya). Terhadap gigi geligi, pencatatan harus dilakukan selengkap-lengkapnya meliputi jumlah gigi yang terdapat, gigi geligi yang hilang/patah/mendapat tambalan/bungkus logam, gigi palsu, kelainan letak, perwarnaan (staining) dan sebagainya. Data gigi geligi merupakan alat yang sangat berguna untuk identifikasi bila terdapat data pembanding. Perlu diingat bahwa gigi geligi adalah bagian tubuh yang paling keras dan tahan terhadap kekerasan.4 14. Pemeriksaaan alat kelamin dan lubang pelepasan Kelainan atau tanda kekerasan yang ditemukan harus mendapat perhatian dan dicatat selengkapnya. Pada mayat laki-laki, catat apakah alat kelamin mengalami sirkumsisi. Cara kelainan bawaan yang mungkin ditemukan (epispadia, hypospadia phymosis, dan lain-lain), adanya manik-manik yang ditanam dibawah kulit, juga keluarnya cairan dari lubang kemaluan serta kelainan yang ditimbulkan

24

oleh penyakit atau sebab lain. Pada dugaan telah terjadinya suatu persetubuhan beberapa saat sebelumnya, dapat diambil preparat tekan menggunakan kaca objek yang ditekankan pada daerah glans atau corona glandis yang kemudian dapat dilakukan pemeriksaan terhadap adanya sel epitel vagina menggunakan teknik laboratorium tertentu. Pada mayat wanita, periksa pada keadaan selaput dara dan komisura posterior akan kemungkinan adanya tanda kekerasan. Pada kasus dengan persangkaan telah melakukan persetubuhan beberapa saat sebelumnya, jangan lupa dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap cairan/sekret liang senggama. Lubang pelepasan perlu pula mendapat perhatiaan. Pada mayat yang sering mendapat perlakuan sodomi, mungkin ditemukan anus berbentuk corong yang selaput lendirnya sebagian berubah menjadi lapisan bertanduk dan hilangnya rugae.4 15. Lain-lain Perlu diperhatikan akan kemungkinan adanya4: a. Tanda perbendungan, ikterus, warna kebiruan pada kuku, ujung-ujung jari (pada sianosis) atau adanya edema(sembab). b. Bekas pengobatan berupa bekas kerokan, tracheotomi, suntikan, pungsi lumbal, dan lain-lain. c. Terdapatnya bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh, kepingan atau serpihan cat, pecahan kaca, lumuran aspal dan lain-lain. 16. Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan/luka Pada pemeriksaan terhadap tanda kekerasan/luka yang ditemukan, perlu dilakukan pencatatan yang teliti dan objektif terhadap4 : a. Letak luka. Pertama-tama sebutkan regio anatomis luka yang ditemukan, dengan juga mencatat letaknya yang tepat menggunakan koordinat terhadap garis/titik anatomis terdekat. b. Jenis luka. Tentukan jenis luka, apakah merupakan luka lecet, luka memar, atau luka terbuka c. Bentuk luka. Sebutkan bentuk luka yang ditemukan. Pada luka yang terbuka sebutkan pula bentuk luka setelah luka dirapatkan. d. Arah luka. Dicatat arah luka, apakah melintang, membujur atau miring

25

e. Tepi luka. Perhatikan tepi luka apakah rata, teratur, atau berbentuk tidak beraturan. f. Sudut luka. Pada luka terbuka, perhatikan apakah sudut luka merupakan sudut runcing, membulat atau bentuk lain g. Dasar luka. Perhatikan dasar luka, jaringan bawah kulit atau otot, atau bahkan merupakan rongga badan. h. Sekitar luka. Perhatikan adanya pengototran, terdapatnya luka/tanda kekerasan lain di sekitar luka. i. Ukuran luka. Luka diukur dengan teliti. Pada luka terbuka, ukuran luka diukur juga setelah luka yang bersangkutan dirapatkan. j. Saluran luka. Penentuan saluran luka dilakuakn in situ. Tentukan perjalanan luka serta panjang luka. Penentuan ini baru dapat ditentukan pada saat dilakukan pembedahan mayat. k. Lain-lain. Pada luka lecet jenis serut, pemeriksaan teliti terhadap permukaan luka terhadap pola penumpukan kulit ari yang terserut dapat mengungkapkan arah kekerasan yang menyebabkan luka tersebut. 17. Pemeriksaan terhadap patah tulang Tentukan letak patah tulang yang ditemukan serta catat sifat/jenis masingmasing patah tulang yang terdapat.

2.7.2 Pemeriksaan Dalam 2.7.2.1 Pengeluaran Organ Dalam4 Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan (diganjal) dengan sepotong balok kecil. Dengan demikian, kepala akan berada dalam keadaan flexi maksimal dan daerah leher tampak jelas. Insisi kulit dilakukan mengikuti garis pertengahan badan mulai bawah dagu, diteruskan ke arah umbilikus dan melingkari umbilikus di sisi kiri dan seterusnya kembali mengikuti garis pertengahan badan sampai di daerah simphysis pubis. Pada daerah leher, insisi hanya mencapai kedalaman setebal kulit saja. Pada daerah dada, insisi kulit sampai kedalaman mencapai permukaan depan tulang dada (sternum) sedangkan mulai daerah epigastrium, sampai menembus ke dalam

26

rongga perut. Insisi bentuk huruf I di atas merupakan insisi yang paling ideal untuk suatu pemeriksaan bedah mayat forensik.

Gambar 5. Insisi huruf I 4 Pada keadaan tertentu, bila tidak mengganggu kepentingan pemeriksaan, atas indikasi kosmetik dapat dipertimbangkan insisi kulit berbentuk huruf Y, yang dimulai pada kedua puncak bahu. Insisi pada daerah dada sebelah kanan dan kiri dipertemukan di garis pertengahan kira-kira setinggi incisura jugularis. Dengan insisi berbentuk huruf Y, maka pengeluaran alat-alat leher menjadi lebih sukar.

Gambar 6. Insisi huruf Y 4 Insisi pada dinding perut biasanya dimulai pada daerah epigastrium dengan membuat irisan pendek yang menembus sampai peritoneum. Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri yang dimasukkan kedalam lubang insisi ini, maka dinding perut dapat ditarik/diangkat ke atas. Pisau diselipkan diantara dua jari tersebut dan insisi dapat diteruskan sampai simfisis pubis. Di samping berfungsi sebagai pengangkat dinding perut, kedua jari tangan kiri tersebut berfungsi juga 27

sebagai pemandu (guide) untuk pisau, serta melindungi alat-alat dalam rongga perut dari kemungkinan teriris pisau.

Gambar 7. Tangan kiri yang telunjuk dan jari tengahnya dimasukkan ke dalam rongga perut, menarik dinding perut ke arah atas untuk menghindari terpotongnya alat-alat dalam 4 Dengan memegang dinding perut bagian atas dan memuntir dinding perut tersebut ke arah luar (dilakukan ibu jari di sebelah dalam/sisi peritoneum dan 4 jari lainnya di sebelah luar/sisi kulit), dinding dada dilepaskan dengan memulai irisan pada otot-otot sepanjang arcus costae. Pelepasan dinding dada dilakukan terus ke arah dada bagian atas sampai daerah tulang selangka dan ke samping garis ketiak depan. Pengirisan terhadap otot dilakukan dengan bagian perut pisau dan bidang pisau (blade) yang tegak lurus terhadap otot. Dengan demikian, dinding dada telah dibebaskan dari otot-otot pectorales, dan kelainan yang ditemukan dapat dicatat dengan teliti. Kelaianan pada dinding dada dapat merupakan resapan darah, patah tulang maupun luka terbuka. Kulit daerah leher yang berada dibawahnya. Perhatikan akan adanya tanda kekerasan maupun kelainan-kelainan lainnya.

Gambar 8. Pada daerah lengkung iga; dinding perut bagian atas dilepaskan dari dinding dada. Perhatikan cara tangan memuntir 4 28

Pada dinding perut, diperhatikan keadaan lemak bawah kulit serta otot-otot dinding perut, catat tebal masing-masing serta luka-luka bila terdapat. Rongga perut diperiksa dengan mula-mula memperhatikan keadaan alat-alat perut secara umum. Bagaimana penyebaran tirai usus (omentum), apakah menutupi seluruh usus-usus kecil, ataukan mengumpul pada satu tempat akibat adanya kelainan setempat. Periksalah keadaan usus-usus, adakah kelainan volvulus, intususepsi, infark, tanda-tanda kekerasan lainnya. Bila mayat telah mengalami operasi sebelumnya, perhatikan pula bagian/alat-alat perut yang mengalami penjahitan, reseksi, atau tindakan lainnya. Perhatikan adakah cairan dalam rongga perut, dan bila terdapat cairan, catat sifat dari cairan tersebut serous, purulen, darah atau cairan keruh. Dinding perut sebelah dalam diperhatikan keadaan selaput lendirnya. Pada selaput lendir yang normal, tampak licin dan halus berwarna kelabu mengkilat. Pada kelainan peritonitis, akan tampak selaput lendir yang tidak rata, keruh dengan fibrin yang melekat. Tentukan pula sekat rongga badan (diafragma), dengan membandingkan tinggi diafragma terhadap iga di garis pertengahan selangka (midclavicular line). Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris rawan-rawan iga pada tempat setengah sampai datu sentimeter medial dari batas rawan tulang masing-masing iga. Dengan bagian perut pisau dan bidang pisau (knife blade) yang diletakkan tegak lurus, rawan iga dipotong mulai dari iga ke 2 terus ke arah kaudal. Pemotongan ini dapat dilakukan dengan mudah pada mayat yang masih muda karena bagian rawan belum mengalami penulangan. Dengan tangan kanan memegang pisau dan telapak tangan kiri menekan punggung pisau, pisau digerakkan memotong rawan iga-iga tersebut mulai dari iga kedua sampai daerah arcus costae. Lakukan hal yang sama pada sisi tubuh yang lain.

Gambar 9. Pemotongan iga mulai iga kedua 4 29

Iga pertama dipotong dengan meneruskan irisan pada iga kedua ke arah kraniolateral, dengan demikian, irisan dihindarkan dari mengenai manubrium sterni yang keras. Setelah rawan iga pertama terpotong, pisau dapat diteruskan ke arah medial menyusuri tepi bawah tulang selangka untuk mencapai sendi antara tulang selangka dan tulang dada (articulatio sternoclavicularis) dan

memotongnya. Bila ini telah dilakukan pada kedua sisi, maka bagian depan dinding dada telah dapat dilepaskan.

Gambar 10. Iga pertama dipotong ke arah kraniolateral, selanjutnya mulai iga kedua dipotong ke arah laterokaudal 4 Perhatikan pertama-tama letak paru terhadap kedua jantung. Biasanya dengan mencatat bagian kandung jantung yang nampak antara kedua tepi paruparu. Kandung jantung yang tampak hanya 1 jari di antara paru-paru menunjukkan keadaan pengembangan paru yang berlebih (pada edema paru atau emfisema paru). Dengan tangan, paru dapat ditarik ke arah medial dan rongga dada dapat diperiksa, apakah terdapat cairan, darah, atau lainnya. Kandung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan pada dinding depan mengikuti bentuk huruf Y terbalik. Perhatikan apakah rongga kandung jantung terisi oleh cairan atau darah. Periksa pula akan adanya luka baik pada kandung jantung maupun pada permukaan depan jantung sendiri.

30

Gambar 11.Tentukan berapa jari kandung jantung tampak antara kedua paru. Kandung jantung dibuka dengan gunting mengikuti huruf Y terbalik. Pada dugaan adanya thrombosis a. pulmonalis, permukaan depan bilik jantung kanan diiris memanjang dengan septum jantung kurang lebih 1 cm lateral dari septum. Irisan ini kemudian diperpanjang dengan gunting ke arah a.pulmonalis. Periksa pula akan adanya kelenjar kacangan (thymus) yang terletak di sebelah atas dinding depan kandung jantung. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, alat-alat leher akan dikeluarkan bersama-sama dengan alat rongga dada, sedangkan usus halus mulai dari jejunum sampai rektum dilepaskan tersendiri dan kemudian alat rongga perut dikeluarkan bersama alat dalam rongga panggul. Pengeluaran alat leher dimulai dengan melakukan pengirisan insersi otototot dasar mulut pada tulang rahang bawah. Irisan dimulai tepat dibawah dagu, menembus rongga mulut dari bawah. Insisi diperlebar ke arah kanan maupun ke arah kiri.

Gambar 12. Pengirisan insersi otot-otot dasar mulut 4

31

Lidah ditarik kearah bawah sehingga dapat dikeluarkan melalui tempat bekas irisan. Perhatikan keadaan rongga mulut dan catat kelainan yang mungkin terdapat, antara lain adanya benda asing dalam rongga mulut, palatum mole, untuk mencatat kelainan yang ditemukan Pallatum mole kemudian diiris sepanjang perlekatan dengan pallatum durum yang kemudian diteruskan kearah lateral kanan dan kiri, sampai ke permukaan depan dari tulang belakang dan sedikit menarik alat-alat leher kearah depan bawah. Seluruh alat leher dapat dilepaskan dari perlekatannya.

Gambar 13. Penarikan lidah 4 Lakukan pemotongan terhadap pembuluh serta saraf yang berjalan di belakang tulang selangka dengan terlebih dahulu menggenggam pembuluhpembuluh dan saraf tersebut. Lepaskan perlekatan antara paru-paru dengan dinding rongga dada, bila perlu secara tajam. Dengan tangan kanan memegang lidah dan dua jari tangan kiri yang diletakkan pada sisi kanan dan kiri hilus paru, alat rongga dada diarah kaudal sampai keluar dan rongga paru.

Gambar 14. Pembuluh cabang aorta yang keluar ke arah lengan dipotong di subclavia 4

32

Lepaskan esophagus bagian kaudal dari jaringan ikat sekitarnya dan buatlah dua ikatan di atas diafragma. Esophagus digunting di antara kedua ikatan tersebut di atas. Tangan kiri kini digunakan untuk menggenggam bagian bawah alat rongga dada tepat di atas diafragma dan lakukan pengirisan terhadap genggaman tersebut. Dengan demikian, alat leher bersama alat rongga dada dapat dikeluarkan seluruhnya. Usus-usus dilepaskan dengan pertama-tama melakukan dua ikatan pada awal jejunum, dekat dengan tempat menembusnya duodenum dari arah retroperitoneal. Secara topografis, bagian duodenum ini terletak kaudal terhadap colon transversum, kira-kira di garis pertengahan selangka. Pengguntingan dilakukan diantara dua ikatan yang dibuat, agar isi duodenum tidak tercecer. Dengan tangan kiri memegang pada ujung distal dan mengangkatnya maka mesenterium yang melekatkan usus halus dengan dinding rongga perut dapat diiris dekat pada usus. Pengirisan dilakukan dengan pisau organ yang bidang pisaunya (knife blade) diletakkan tegak lurus pada usus dan digerakkan maju mundur seperti gerakan menggergaji. Pengirisan seperti itu dilakukan sepanjang usus halus sampai daerah ileum terminalis. Pada daerah coecum pengirisan dilakukan terhadap mesokolon, dengan meotong mesokolon pada bagian lateral dan kolon ascenden pada daerah ini. Pemotongan harus dilakukan dengan hatihati, lapis demi lapis agar tidak teriris ginjal kanan serta duodenum pars retroperitonealis. Pada daerah kolon transversum, lepaskan perlekatan antara kolon dengan lambung. Mesokolon kembali diiris di sebelah lateral dari kolon descenden dengan memisahkannya juga dari limpa dan ginjal kiri. Kolon sigmoid dapat dilepaskan dari dinding rongga perut dengan memotong mesokolon di bagian belakangnya. Rektum dipegang dengan tangan kanan, mulai dari bagian distal dan mengurutnya kearah proksimal, agar isi rektum dipindahkan ke arah kolon sigmoid dan rektum dapat diikat dengan dua ikatan, kemudian diputuskan di antara dua ikatan tersebut. Setelah dilakukan pelepasan usus halus dan usus besar, dapat dilakukan pemeriksaan sepanjang usus tersebut untuk melakukan kelainan,

33

baik yang diakibatkan oleh kekerasan berupa luka, akibat penyakit dalam bentuk ulkus atau kelainan lainnya. Untuk melepaskan rongga perut dan panggul, pengirisan dimulai dengan memotong diafragma dekat pada insersinya pada dinding rongga badan. Pengirisan diteruskan kearah bawah, sebelah kanan dan kiri, lateral dari masingmasing ginjal sampai memotong arteri iliaca communis. Alat rongga panggul dilepas dengan terlebih dahulu melepas peritoneum di daeerah simphysis (alat rongga panggul terletak retroperitoneal). Kandung kencing serta alat lain dapat dipegang dalam tangan kiri sampai kearah belakang bersama-sama rektum. Pemotong melintang dilakukan dengan patokan setinggi kelenjar prostat pada mayat laki-laki dan setinggi sepertiga proksimal vagina pada mayat perempuan. Alat rongga panggul ini kemudian dilepaskan seluruhnya dari perlekatan dengan sekitarnya dan dapat diangkat bersama-sama dengan alat rongga perut yang telah dilepaskan terlebih dahulu. Pemeriksaan pada kepala dimulai dengan membuat irisan pada kulit kepala, dimulai dari prosessus mastiodeus, melingkari kepala kearah puncak kepala (vertex) dan berakhir pada prosessus mastoideus sisi lain. Pada mayat yang lebat rambut kepalanya, sebaiknya sebelum dilakukan pengirisan pada kulit kepala, dilakukan terlebih dahulu penyisiran pada rambut sehingga terjadi garis belahan rambut sepanjang kulit kepala yang akan diiris tersebut. Pengirisan dibuat sampai pisau mencapai periosteum. Kulit kepala kemudian dilepas, kearah depan sampai kurang lebih 1-2 sentimeter sampai sejauh protuberentia occipitalis externa. Perhatikan dan catat kelainan yang terdapat, baik pada permukaan dalam kulit kepala maupun permukaan luar tulang tengkorak. Kelainan yang biasa ditemukan adalah tanda kekerasan, baik merupakan resapan darah maupun garis retak/patah tulang. Untuk membuka rongga tengkorak, melingkar di daerah frontal sejarak kurang lebih 2 sentimeter di atas daun telinga.

34

Gambar 15. Pengirisan kulit kepala dan penggergajian tulang tengkorak 6

Gambar 16. Garis penggergajian tengkorak mayat dewasa 4

Pada daerah temporal ini, penggergajian dilakukan melingkar kearah belakang, kurang lebih 2 sentimeter sebelah atass protuberentia occipitalis externa, dengan penggergajian yang membentuk sudut kurang lebih 120 derajat dari garis penggergajian terdahulu. Hal ini dilakukan agar setelah selesai pemeriksaan, atap tengkorak dapat terpasang kembali tanpa tergelincir/tergeser. Agar penggergajian tidak merusak jaringan otak, penggergajian harus dilakukan hati-hati dan dihentikan setelah terasa tebal tulang tengkorak telah terlampaui. Atap tengkorak selanjutnya dilepas dengan menggunakan pahat berbentuk T (Tchisel) dengan jalan mendongkel pada garis penggergajian. Setelah atap tengkorak dilepaskan, pertama-tama lakukan penciuman terhadap bau yang keluar sebab pada beberapa jenis keracunan dapat tercium bau

35

yang khas. Kemudian, perhatikan adanya kelainan baik pada permukaan dalam atap tengkorak maupun pada durameter yang kini tampak. Kelainan dapat berupa luka pada durameter, perdarahan epidural atau kelainan lain. Durameter kemudian digunting mengikuti garis penggergajian, dan daerah subdural dapat diperiksa akan adanya perdarahan, penggumpalan nanah dan sebagainya. Otak dikeluarkan dengan pertama-tama memasukkan dua jari tangan kiri di garis pertengahan daerah frontal, antara bagian otak dan tulang tengkorak. Dengan sedikit menekan bagian frontal akan tampak falk cerebri yang dapat dipotong atau digunting sampai dasar tengkorak. Kedua jari tangan kiri tersebut kemudian dapat sedikit mengangkat bagian frontal dan memperlihatkan nn.olfactorius, nn.opticus, yang kemudian dipotong sedekat mungkin pada dasar tengkorak. Pemotongan lebih lanjut dapat dilakukan pada aa. Carotis interna yang memasuki otak, serta saraf-saraf otak yang keluar pada dasar otak. Dengan memiringkan kepala mayat kesalah satu sisi, serta jari-jari tangan kiri sedikit menarik/mengangkat bagian pelipis (temporal) sisi yang lain, tentorium cerebella akan jelas tampak dan mudah dipotong dimulai dari foramen magnum ke arah lateral menyusuri tepi belakang tulang karang otak (os petrosum). Potong pula saraf-saraf otak yang keluar pada dasar otak. Dengan cara yang sama, tentorium cerebella sisi lainnnya juga dipotong. Perlu diperhatikan bahwa bila tentorium cerebelli ini tidak dipotong, otak kecil niscaya akan tertinggal dalam rongga tengkorak. Dengan tangan kiri menyanggah daerah bagian occipital. Dua jari tangan kanan dapat ditempatkan di sisi kanan dan kiri batang otak yang telah terpotong untuk kemudian menarik bagian bawah otak ini dengan gerakkan

memutar/meluksir sehingga keluar dari rongga tengkorak.

2.7.2.2 Pemeriksaan Organ Dalam4 Pemeriksaan organ/alat tubuh biasanya dimulai dari lidah, esophagus, trachea dan seterusnya sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir. 1. Lidah. Pada lidah, perhatikan permukaan lidah, adakah kelainan bekas gigitan, baik yang baru maupun yang lama. Pengirisan lidah sebaiknya tidak

36

sampai teriris utuh, agar setelah selesai autopsi, mayat masih tampak berlidah utuh. 2. Tonsil. Perhatikan penampang tonsil, adakah selaput, gambaran infeksi, nanah dan sebagainya. 3. Kelenjar gondok. Untuk melihat kelenjar gondok dengan baik, otot-otot terlebih dahulu dilepaskan dari perlekatannya di sebelah belakang. Setelah otot leher ini terangkat, maka kelenjar gondok akan terlihat jelas dan dapat dilepaskan dari perlekatannya pada rawan gondok dan trachea. 4. Kerongkongan (oesophagus). Oesophagus dibuka dengan jalan menggunting sepanjang dinding belakang. Perhatikan adanya benda-benda asing, keadaan selaput lendir serta kelainan yang mungkin ditemukan (misalnya striktura, varices). 5. Batang tenggorok (trachea). Pemeriksaan dimulai pada mulut atas batang tenggorokan, dimulai dari epiglotis. Perhatikan adanya edema, benda asing, perdarahan dan kelainan lainnya. Perhatikan pula pita suara dan kotak suara. Pembukaan trachea dilakukan dengan melakukan pengguntingan dinding belakang (bagian jaringan ikat pada cincin trachea) sampai mencapai cabang broncus kanan dan kiri. Perhatikan adanya benda asing, busa, darah, serta selaput lendirnya. 6. Tulang lidah (os hyoid), rawan gondok (cartilage thyroidea), dan rawan cincin (cartilago cricoidea). Tulang lidah kadang-kadang ditemukan patah unilateral pada kasus pencekikan. Perhatikan adanya patang tulang, resapan darah. Rawan gondok dan rawan cincin seringkali juga menunjukkan resapan darah pada kasus kekerasan pada daerah leher (pencekikan, penjeratan, gantung). 7. Arteria carotis interna. Arteri carotis comunis interna biasanya tertinggal melekat pada permukaan depan ruas tulang leher. Bila kekerasan pada leher mengenai arteri ini, kadang-kadang ditemukan kerusakan pada intima di samping terdapatnya resapan darah. 8. Kelenjar kacangan (Thymus). Kelenjar kacangan terdapat melekat di sebelah atas kandung jantung. Pada permukaannya perhatikan akan adanya perdarahan berbintik serta kemungkinanan adanya kelainan lain.

37

9. Paru-paru. Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri. Tentukan permukaan paru-paru. Pada paru yang mengalami emphysema, dapat ditemukan cekungan bekas penekanan iga. Perhatikan warnanya. Serta bintik perdarahan, bercak perdarahan akibat aspirasi darah ke dalam alveoli (tampak pada permukaan paru sebagai bercak berwarna merah-hitam dengan batas tegas), resapan darah, luka, bulla, dan sebagainya. Perabaan paru yang normal terasa seperti meraba spon/karet busa. Pada paru dengan proses peradangan, perabaan dapat menjadi padat atau keras. Pada penampang paru ditentukan warnanya serta dicatat kelainan yang mungkin ditemukan. 10. Jantung. Perhatikan besarnya jantung, bandingkan dengan kepalan tinju kanan mayat. Perhatikan akan adanya resapan darah, luka atau bintik-bintik perdarahan. Pada autopsi jantung, ikuti sitematika pemotongan dinding jantung yang dilakukan dengan mengikuti aliran darah di dalam jantung. Pertama-tama jantung diletakkan dengan permukaan ventral menghadap ke atas. Posisi in dipertahankan terus sampai autopsi jantung selesai. Vena cava superior dan inferior dibuka dengan jalan menggunting dinding belakang vena-vena tersebut. Dengan gunting buka pula aurikel kanan. Perhatikan akan adanya kelainan baik pada aurikel kanan maupun atrium kanan. Dengan pisau panjang, masuki bilik jantung kanan sampai ujung pisau menembus apeks di sisi kanan septum dengan mata pisau mengarah ke lateral. Tebal dinding bilik kanan diukur dengan terlebih dahulu membuat irisan tegak lurus pada dinding belakang bilik kanan ini, 1 sentimeter di bawah katup. Irisan pada dinding bilik depan kanan dilakukan menggunakan gunting. Mulai dari apex, menyusuri septum pada jarak setengah sentimeter, ke arah atas menggunting dinding depan arteria pulmonalis dan memotong katup semilunaris pulmonal. Katup diukur lingkarannya dan keadaan katup semilunaris pulmonal. Katup diukur lingkarannya dan keadaan daun katupnya dinilai. Pembukaan serambi dan bilik kiri dimulai dengan pengguntingan dinding belakang

vv.pulmonales, yang disusul dengan pembukaan aurikel kiri. Dengan pisau panjang, apeks jantung sebelah kiri dari septum ditusuk. Lalu diiris ke arah lateral sehingga biliki kiri terbuka. Lakukan pengukuran lingkaran katup mitral serta penilaian terhadap keadaan katup. Tebal otot jantung sebelah kiri

38

diukur pada irisan tegak yang dibuat 1 sentimeter di sebelah bawah katup pada dinding belakang. Dengan gunting dinding depan bilik kiri dipotong menyusuri septum pada jarak sentimeter, terus ke arah atas. Membuka juga dinding depan aorta dan memotong katup semilunaris, aorta. Lingkaran katup diukur dan daun katup dinilai. Pada daerah katup semilunaris aorta dapat ditemukan dua muara aa. Coronaria kiri dan kanan. Untuk memeriksa keadaan a.koronaria sama sekali tidak boleh menggunakan sonde. Karena ini akan dapat mendorong thrombus yang mungkin terdapat. Pemeriksaan nadi jantung ini dilakukan dengan membuat irisan melintang sepanjang jalannya pembuluh darah A. Coronaria kiri berjalan di sisi depan septum dan a. Coronaria kanan keluar dari dinding pangkal aorta ke arah belakang. Pada penampang irisan diperhatikan tebal dinding arteri. Kedaan lumen serta kemungkinan terdapatnya thrombus. Septum jantung dibelah untuk melihat kelainan otot, baik merupakan kelainan yang bersifat degeneratif maupun kelainan bawaan. Nilai pengukuran pada jantung normal orang dewasa adalah sebagai berikut; ukuran jantung sebesar kepalan tangan kanan mayat. Berat sekitar 300 gram. Ukuran lingkaran katup serambi bilik kanan sekitar 11 sentimeter, yang kiri sekitar 9,5 sentimeter. Lingkaran katup pulmonal sekitar 7 sentimeter dan aorta sekitar 6,5 sentimeter. Tebal otot bilik kanan 3 sampai 5 milimeter sedangkan kiri sekitar 14 milimeter.

Gambar 17. Autopsi Jantung 6

39

11. Aorta thoracalis. Pengguntingan pada dinding belakang aorta thoracalis dapat memperlihatkan permukaan dalam aorta. Perhatikan kemungkinan

terdapatnya deposit kapur, ateroma atau pembentukan aneurisma. Kadangkadang pada aorta dapat ditemukan tanda-tanda kekerasan merupakan resapan darah atau luka. Pada kasus kematian bunuh diri dengan jalan menjatuhkan diri dari tempat tinggi. Bila korban mendarat dengan kedua kaki terlebih dahulu. Seringkali ditemukan robekan melintang pada aorta thoracalis. 12. Aorta abdominalis. Bloc organ perut dan panggul diletakkan diatas meja potong dengan permukaan belakang menghadap ke atas. Aorta abdominalis digunting dinding belakangnya mulai dari tempat pemotongan aa.iliaca comunis kanan dan kiri. Perhatikan dinding aorta terhadap adanya penimbunan, pekapuran, atau atheroma. Perhatikan pula muara dari pembuluh nadi yang keluar dari aorta abdominalis ini, terutama muara aa.renalis kanan dan kiri dibuka sampai memasuki ginjal. Perhatikan apakah terdapat kelainan pada dinding pembuluh darah yang mungkin merupakan dasar dideritanya hipertensi renal bagi yang bersangkutan. 13. Anak ginjal (glandula suprarenalis). Anak ginjal kanan terletak di bagian mediokranial dari kutub atas ginjal kanan, tertutup oleh jaringan lemak, berada antara permukaan belakang hati dan permukaan bawah diafragma. Anak ginjal kemudian dibebaskan dari jaringan sekitarnya dan diperiksa terhadap kemungkinan adanya kelainan ukuran, resapan darah dan sebagainya. Anak ginjal kiri terletak dibagian medio-kranial kiri kutub atas ginjal kiri, juga tertutup dalam jaringan lemak, terletak antara ekor kelenjar liur perut (pankreas) dan diafragma. Pada anak ginjal yang normal, pengguntingan anak ginjal akan memberikan penampang dengan bagian korteks dan medula yang tampak jelas. 14. Ginjal, ureter, dan kandung kencing. Adanya trauma yang mengenai daerah ginjal seringkali menyebabkan resapan darah pada capsula. Dengan melakukan pengirisan di bagian lateral kapsula, ginjal dapat dilepaskan. Pada ginjal yang mengalami peradangan, simpai ginjal mungkin akan melekat erat dan sulit dilepaskan. Setelah simpai ginjal dilepaskan, lakukan terlebih

40

dahulu pemeriksaan terhadap permukaan ginjal. Adakah kelainan berupa resapan darah, luka-luka ataupun kista-kista retensi. Pada penampang ginjal, perhatikan gambaran korteks dan medula spinalis. Juga perhatikan pelvis renalis akan kemungkinan terdapatnya batu ginjal, tanda peradangan, nanah dan sebagainya. Ureter dibuka dengan meneruskan pembukaan pada pelvis renalis, terus mencapai vesika urinaria. Perhatikan kemungkinan terdapatnya batu, ukuran penampang, isi saluran serta keadaan mukosa. Kandung kencing dibuka dengan jalan menggunting dinding depannya mengikuti bentuk huruf T. Perhatikan isi serta selaput lendirnya.

Gambar 18. Pengangkatan ginjal 6

15. Hati dan kandung empedu. Pemeriksaan dilakukan terhadap permukaan hati, yang pada keadaan biasa menunjukkan permukaan yang rata dan licin, berwarna merah-coklat. Kadang kala pada permukaan hati dapat ditemukan kelainan berupa jaringan ikat, kista kecil, permukaan yang berbenjol-benjol, bahkan abses. Pada perabaan, hati normal memberikan perabaan yang kenyal. Tepi hati biasanya tajam. Hati yang normal menunjukkan penampang yang jelas gambaran hatinya. Pada hati yang telah lama mengalami perbendungan dapat ditemukan gambaran hati pula. Kandung empedu diperiksa ukurannya serta diraba akan kemungkinan terdapatnya batu empedu. Untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan pada saluran empedu, dapat dilakukan pemeriksaan

41

dengan jalan menekan kandung empedu ini sambil memperhatikan muaranya pada duodenum (papilla vateri). Bila tampak cairan coklat-hijau keluar dari muara tersebut, ini menandakan saluran empedu tidak tersumbat. 16. Limpa dan kelenjar getah bening. Limpa dilepaskan dari sekitarnya. Limpa yang normal menunjukkan permukaan yang berkeriput, berwarna ungu dengan perabaan lunak kenyal. Buatlah irisan penampang limpa, limpa normal mempunyai gambaran limpa yang jelas, berwarna coklat-merah dan bila dikikis dengan punggung pisau, akan ikut jaringan penampang limpa. Jangan lupa mencatat ukuran dan berat limpa. Catat pula bila ditemukan kelenjar getah bening regional yang membesar.

Gambar 19. Pengangkatan limpa 6

17. Lambung, usus halus dan usus besar. Lambung dibuka dengan gunting curvatura mayor. Perhatikan isi lambung dan simpan dalam botol atau kantong plastik bersih bila isi lambung ingin diperlukan untuk pemeriksaan toksikologik atau pemeriksaan laboratorik lainnya. Selaput lendir lambung diperiksa terhadap kemungkinan adanya erosi, ulserasi, perdarahan/resapan darah. Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah dalam lumen serta kemungkinan terdapat darah dalam lumen serta kemungkinan terdapatnya kelainan bersifat ulseratif, polip dan lain-lain. 18. Kelenjar liur perut (pancreas). Pertama-tama lepaskan lebih dahulu kelenjar liur perut ini dari sekitarnya. Kelenjar liur perut yang normal menunjukkan 42

warna kelabu agak kekuningan, dengan permukaan yang berbelah-belah dan perabaan yang kenyal. Perhatikan ukuran dan beratnya. Cata bila ada kelainan.

Gambar 20. Pengirisan pankreas 6

19. Otak besar, otak kecil, dan batang otak. Perhatikan permukaan luar dari otak dan cacat kelainan yang ditemukan. Adakah perdarahan subdural, perdarahan subarakhnoid, kontusio jaringan otak atau kadangkala bahkan sampai terjadi laserasi. Pada oedema cerebri, gyrus otak akan tampak mendasar dan sulkus tampak menyempit. Perhatikan pula kemungkinan terdapatnya tanda penekanan yang menyebabkan sebagian permukaan otak menjadi datar. Pada daerah ventrak otak, perhatikan keadaan sirkulus Willisi. Nilai keadaan pembuluh darah pada sirkulus, adakah penebalan dinding akibat kelainan ateroma, adakah penipisan dinding akibat aneurysma, adakah perdarahan. 43

Bila terdapat perdarahan hebat, usahakan agar dapat ditemukan sumber perdarahan tersebut. Perhatikan pula bentuk serebelum. Pada keadaan peningkatan tekanan intrakranial akibat edema serebri misalnya, dapat terjadi herniasi serebllum ke arah foramen magnum, sehingga bagian bawah serebellum tampak menonjol. Pisahkan otak kecil dan otak besar dengan melakukan pemotongan pada pedunculus serebri kanan dan kiri. Otak kecil ini kemudian dipisahkan juga dari batang otak dengan melakukan pemotongan pada pedunculus serebelli. Otak besar diletakkan dengan bagian ventral menghadap pemeriksa. Lakukan pemotongan otak besar secara koronal/melintang, perhatikan penampang irisan.

Gambar 21. Pengirisan otak 6

Tempat pemotongan haruslah sedemikian rupa sehingga struktur penting dalam otak besar dapat diperiksa dengan teliti. Kelainan yang dapat ditemukan pada penampang otak besar antara lain adalah: perdarahan pada korteks akibat contusio cerebri, perdarahan berbintik pada substansi putih akibat emboli, keracunan barbiturat serta keadaan lain yang menimbulkan

44

hipoksia jaringan otak. Infark jaringan otak, baik yang bilateral maupun yang unilateral akibat gangguan perdarahan oleh arteri, abses otak, perdarahan intracerebral akibat pecahnya a. lenticulostriata dan sebagainya. Otak kecil diperiksa penampangnya dengan membuat suatu irisan melintang, catatlah kelainan perdarahan, perlunakan dan sebagainya yang mungkin ditemukan. Batang otak diiris melintang mulai daerah pons, medulla oblongata sampai ke bagian proksimal medulla spinalis. Perhatikan kemungkinan adanya perdarahan. Adanya perdarahan di daerah batang otak biasanya mematikan. 20. Alat kelamin dalam (genitalia interna). Pada mayat laki-laki, testis dapat dikeluarkan dari scrotum melalui rongga perut. Jadi tidak dibuat irisan baru pada scrotum. Perhatikan ukuran, konsistensinya serta kemungkinan ada resapan darah. Perhatikan pula bentuk dan ukuran epididimis. Kelenjar prostat diperhatikan ukuran dan konsistensinya. Pada mayat wanita, perhatikan bentuk serta ukuran kedua indung telur, saluran telur dan uterus sendiri. Pada uterus diperhatikan kemungkinan terdapatnya perdarahan, resapan darah ataupun luka akibat tindakan abortus provokatus. Uterus dibuka dengan membuat irisan berbentuk huruf T pada dinding depan melalui saluran serviks serta muara kedua saluran telur pada fundus uteri. Perhatikan keadaan selaput lendir uterus, tebal dinding, isi rongga rahim serta kemungkinan terdapatnya kelainan lain. 21. Timbang dan catatlah berat masing-masing alat/organ. Sebelum

mengembalikan organ-organ (yang telah diperiksa secara makroskopis) kembali ke dalam tubuh mayat, pertimbangkan terlebih dahulu kemungkinan diperlukannya organ guna pemeriksaan histopatologik. Potongan jaringan untuk pemeriksaan histopatologik diambil dengan dengan tebal maksimal 5 mm. Usahakan mengambil bagian organ di daerah perbatasan antara bagian yang normal dan yang mengalami kelainan. Potongan ini kemudian dimasukkan ke dalam botol yang berisi cairan fiksasi yang dapat merupakan larutan formalin 10% (larutan formaldehida 4%) atau alkohol 90-96%, dengan jumlah cairan fiksasi sekitar 20-30 kali volume potongan jaringan yanng diambil. Jumlah organ yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologi disesuaikan dengan kasus yang dihadapi serta ketentuan

45

laboratorium pemeriksa. Sedapat mungkin setiap jenis organ ditaruh dalam botol tersendiri. Bila diperlukan pengawetan, agar digunakan alkohol 90%. Pada pengiriman bahan untuk pemeriksaan toksikologik, contoh bahan pengawet agar juga turut dikirimkan di samping keterangan klinik dan hasil sementera autopsi atas kasus tersebut.

2.8

Perawatan Jenazah Setelah Autopsi Setelah autopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan kembali ke dalam

organ tubuh. Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak dikembalikan ke dalam rongga tengkorak. Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat membuka rongga dada. Jahitlah kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat, mulai dari bawah sampai ke daerah simphysis. Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan menjahit otot temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi. Bersihkanlah tubuh mayat dari darah sebelum mayat diserahkan kembali kepada pihak keluarga.

2.9

Pemeriksaan Laboratorium

2.9.1 Pemeriksaan Darah7 Tujuan pemeriksaan darah forensik adalah untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut, dengan membandingkan bercak darah yang ditemukan di TKP pada objek-objek tertentu (lantai, meja, kursi, karpet, senjata dan sebagainya), manusia dan pakainanya dengan darah korban atau darah tersangka pelaku kejahatan. Selain itu pemeriksaan darah juga berguna untuk membantu menyelesaikan kasus-kasus bayi yang tertukar, penculikan anak, ragu ayah (disputed paternity) dan lain-lain. Dari bercak yang dicurigai harus dibuktikan bahwa: a. Bercak tersebut benar darah. b. Darah dari manusia atau hewan. c. Golongan darahnya, bila darah tersebut berasal dari manusia. d. Darah menstrusi atau bukan.

46

1. Pemeriksaan Mikroskopis Pemeriksaan mikroskopis bertujuan untuk melihat morfologi sel-sel darah merah. Cara pemeriksaan: Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca objek dan ditambahkan satu tetes larutan garam fisiologis, kemudian ditutup dengan kaca penutup. Cara lain adalah dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan wright atau giemsa. Hasil pemeriksaan: Kelas mamalia mempunyai mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak berinti, sedangkan kelas lainnya berbentuk oval/elips dan berinti.

2. Pemeriksaan Kimiawi Dilakukan jika sel darah merah sudah dalam keadaan rusak sehingga pemeriksaan mikroskopis tidak bermanfaat lagi. Pemeriksaan kimiawi terdiri dari: a. Pemeriksaan penyaring darah 1) Reaksi Benzidin Reagen yang digunakan adalah larutan jenuh Kristal benzidin dalam asam asetat glacial. Cara pemeriksaan: Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian diteteskan 1 tetes H2O2 20% dan 1 tetes reaksi reagen benzidin. Hasil positif bila timbul warna biru gelap pada kertas saring. Sehingga dapat dinyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. 2) Reaksi Fenoftalin Reagen yang digunakan adalah adalah reagen yang dibuat dari fenolftalein 2 g + 100 ml NaOH 20% dan dipanaskan dengan serbuk zinc sehingga terbentuk fenoftalin yang tidak berwarna. Cara pemeriksaan: Kertas saring yang telah digosokkan pada bercak yang dicurigai langsung diteteskan dengan reagen fenolftalin.

47

Hasil positif bila timbul warna merah muda pada kertas saring. Sehingga dapat dinyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. b. Pemeriksaan penentuan darah Pemeriksaan penentuan darah berdasarkan terdapatnya pigmen/kristal hematin (hemin) dan hemokhromogen. Pemeriksaan yang dilakukan adalah reaksi Teichman dan reaksi Wagenaar. 1) Reaksi Teichman Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca objek, tambahkan 1 butir Kristal NaCl dan 1 tetes asam asetat glacial, tutup dengan kaca penutup dan dipanaskan. Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCl yang berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskop dan memastikan bahwa bercak adalah darah. 2) Reaksi Wagenaar Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca objek, letakkan juga sebutir pasir, lalu tutup dengan kaca penutup sehingga antara kaca objek dan kaca penutup terdapat celah untuk penguapan zat. Pada satu sisi diteteskan aceton dan pada sisi berlawanan diteteskan HCl encer, kemudian dipanaskan. Hasil positif bila terlihat Kristal aceton-hemin berbentuk batang berwarna coklat dan memastikan bahwa bercak adalah darah.

3. Pemeriksaan Serologik Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan golongan darah. Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah) dengan antibodi (antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau reaksi aglutinasi. a. Penentuan spesies Lakukan ekstraksi bercak atau darah kering dengan larutan garam fisiologis. Dianjurkan untuk memakai 1 cm2 bercak atau 1 gr darah kering, tetapi tidak melebihi sebagian bahan yang tersedia.

48

Cara Pemeriksaan: Reaksi Cincin (reaksi presipitin dalam tabung). Ke dalam tabung reaksi kecil, dimasukkan serum antiglobulin manusia, dan ke atasnya dituangkan ekstrak darah perlahan lahan melalui tepi tabung. Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam. Hasil positif tampak sebagai cincin presipitasi yang keruh pada perbatasan kedua cairan. b. Penentuan golongan darah Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuh, maka penentuan golongan darah dapat dilakukan secara langsung seperti penentuan golongan darah orang hidup, yaitu dengan meneteskan 1 tetes serum keatas 1 tetes darah dan dilihat terjadinya aglutinasi. Bila sel darah merah telah rusak, maka penentuan darah golongan darah dapat dilakukan dengan cara menentukan jenis aglutinin dan antigen. Antigen mempunyai sifat yang jauh lebih stabil dibandingkan dengan aglutinin. Di antara sistem-sitem golongan darah yang paling lama bertahan adalah antigen dari sistem golongan darah ABO. 2.9.2 Pemeriksaan Cairan Mani7 Cairan mani merupakan cairan agak kental, berwarna putih kekuningan, keruh dan berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi cair dalam waktu yang singkat (10-20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3-5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,27,6. Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermin dan beberapa enzim seperti fosfatase asam. Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna membuktikan adanya suatu persetubuhan, perlu diambil bahan dari forniks posterior vagina dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. 1. Penentuan spermatozoa (mikroskopis). Pemeriksaan tanpa pewarnaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat spermatozoa yang bergerak. Pemeriksaan motilitas spermatozoa ini paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan. Umumnya

49

disepakati bahwa dalam 2-3 jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang waktu ini menjadi 3-4 jam. Setelah itu spermatozoa tidak bergerak lagi dan akhirnya ekornya akan menghilang (lisis), sehingga harus dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan. Cara pemeriksaan: satu tetes lendir vagina diletakkan pada kaca obyek, dilihat dengan pembesaran 500 x serta kondensor diturunkan. Perhatikan pergerakan sperma. Spermatozoa masih dapat ditemukan sampai 3 hari pasca-persetubuhan, kadang-kadang sampai 6 hari pasca-persetubuhan. Bila sperma tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat mengingat kemungkinan azoospermia atau pasca vasektomi sehingga perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina. 2. Pemeriksaan Bercak Mani pada Pakaian. Secara visual bercak mani berbatas tegas dan lebih gelap dari sekitarnya. Bercak yang sudah agak tua berwarna agak kekuningan. Pada bahan sutera/nylon batasnya sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap dari sekitarnya. Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak yang segar akan menunjukkan permukaan mengkilat dan transiusen, kemudian akan mongering. Dalam waktu kira-kira 1 bulan akan berwarna kuning sampai coklat. Pada tekstil yang menyerap, bercak yang segar tidak berwarna atau bertepi kelabu yang berangsur-angsur akan berwarna kuning sampai coklat dalm waktu 1 bulan. Di bawah sinar ultraviolet, bercak semen menunjukkan floresensi putih. Secara taktil (perabaan) bercak mani teraba memberi kesan kaku seperti kanji. Pada tekstil tidak menyerap, bila tidak teraba kaku, kita masih dapat mengenalinya karena permukaan bercak akan teraba kasar. 2.9.3 Pemeriksaan Rambut7 Guna pemeriksaan laboratorium terhadap rambut dalam bidang forensik adalah untuk membantu penentuan identitas seseorang, menunjukkan keterkaitan antara seseorang yang dicurigai dengan suatu peristiwa kejahatan tertentu, antara korban dengan senjata atau antara korban dengan kendaraan yang dicurigai. Pemeriksaan laboratorium terhadap rambut meliputi pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis.

50

Pemeriksaan makroskopis dicatat keadaan warna, panjang, bentuk (lurus, ikal, keriting) dan zat pewarna rambut yang mungkin dijumpai. Untuk pemeriksaan mikroskopis, perlu dibuat sediaan mikroskopis rambut dengan cara rambut dibersihkan dengan air, alkohol dan eter. Kemudian letakkan pada gelas objek, tetesi gliserin dan tutup dengan gelas penutup. Dengan cara ini dapat dilihat gambaran medulla rambut. Untuk melihat pola sisik rambut secara mikroskopis, dibuat cetakan rambut tersebut pada sehelai film selulosa dengan meneteskan asam asetat glacial, lalu letakkan rambut yang telah dibersihkan di atasnya dan ditekan menggunakan gelas objek. Pola sisik dapat didokumentasikan dengan membuat foto hasil pemeriksaan mikroskopis. Di samping itu, pada pemeriksaan mikroskopis dapat pula ditentukan: 1. Rambut manusia atau rambut hewan Rambut manusia memiliki diameter sekitar 50-150 mikron dengan bentuk kutikula yang pipih, sedangkan rambut hewan memiliki diameter kurang dari 25 mikron atau lebih dari 300 mikron dengan kutikula yang kasar dan menonjol. Pigmen pada rambut manusia sedikit terpisah-pisah sedangkan pada hewan padat dan tidak terpisah. 2. Asal tumbuh rambut manusia Rambut kepala umumnya kasar, lemas, lurus/ikal, keriting dan panjang dengan penampang melintang yang berbentuk bulat (pada rambut yang lurus), oval dan elips (pada rambut yang ikal/keriting). Alis, bulu mata, bulu hidung umumnya relative kasar, kadang-kadang kaku dan pendek. Rambut kemaluan dan rambut ketiak lebih kasar sedangkan rambut badan halus dan pendek. 3. Umur Bila usia bertambah maka rambut akan rontok. Rontoknya rambut pada pria umumnya terjadi pada dekade kedua atau ketiga, sedangkan pada wanita sering terjadi rontoknya rambut ketiak dan pertumbuhan rambut pada wajah saat menopause. Rambut ketiak dan rambut kemaluan akan tumbuh pada usia pubertas.

51

2.9.4 Pemeriksaan Air Liur7 Pemeriksaan air liur penting untuk kasus-kasus jejas gigitan untuk menentukan golongan darah penggigitnya. Golongan darah penggigit yang termasuk dalam golongan secretor dapat ditentukan dengan cara absorpsi inhibisi. Cara absopsi inhibisi: Basahkan bercak air liur dengan 0,5 ml salin, kemudian peras dan tempatkan air liur atau ekstrak air liur dalam salin tadi dalam tabung reaksi, lalu dipanskan dalam air mendidih selama 10 menit. Pusing dan supernatant diambil dan boleh disimpan pada 20 derajat C. Untuk pemeriksaan perlu dilakukan control dengan air liur yang telah diketahi golongan secretor atau non secretor. Dalam tabung reaksi 1 vol air liur ditambahkan 1 vol antiserum. Campuran tersebut didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang untuk proses absorpsi. Selama menunggu tentukan titer anti A, anti B dan anti H yang digunakan. Setelah 30 menit berlalu, pada campuran tersebut ditentukan titer anti A, anti B dan anti H dengan cara yang sama. SDM yang digunakan adalah suspense 4% yang berumur kurang dari 24 jam. Bandingkan titer antisera yang digunakan dengan titer campuran antiserum + air liur. Hasil positif bila titer kurang lebih 2 kali.

2.10 Pemeriksaan Khusus 2.10.1 Pemeriksaan Pneumothorax4 Pada kekerasan yang mengenai daerah dada, dapat terjadi patah tulang iga yang mengakibatkan tertusuknya paru dan selanjutnya menimbulkan

pneumotoraks. Dalam hal demikian, pembuktian dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan cara membuka rongga dada di bawah permukaan air untuk melihat keluarnya gelembung udara. Kulit daerah dada yang telah dilepaskan dari dinding dada dipegang pada tepi bebasnya sedemikian rupa sehingga membentuk semacam kantong dengan dasar dinding dada.Kemudian, kantong ini diisi air. Dengan sebuah skalpel, dinding dada diiris di bawah permukaan air sampai menembus ke rongga dada. Pengumpulan udara dalam rongga dada pada pneumotoraks akan menyebabkan ke luar gelembung udara dari lubang. 52

Pemeriksaan pneumotoraks dapat pula dilakukan dengan menggunakan semprit gelas yang besar (ukuran 25 sentimeter kubik) dan jarum trokar. Semprit diisi setengah penuh, lalu dengan jarum trokat, sela iga ditusuk. Adanya pengumpulan udara dalam rongga dada akan menyebabkan keluar gelembung udara ke dalam air dalam semprit.4

2.10.2 Pemeriksaan Emboli Udara Terbukanya pembuluh darah akibat trauma kadang-kadang dapat

menyebabkan timbulnya emboli udara. Dikenal 2 jenis emboli udara berdasarkan letak dari emboli tersebut, emboli udara vena (emboli udara paru) dan emboli udara arterial (emboli udara sistemik). Pada permukaan kulit leher bagian dalam melakukan autposi rutin, vena daerah ini mudah terpotong, terutama vena jugularis. Bila ini terjadi, maka terdapat kemungkinan masuknya udara post mortal ke dalam pembuluh darah tersebut. Pada pengangkatan alat leher, terjadi manipulasi terhadap leher dan kepala sehingga udara yang masuk tadi dapat berpindah dan masuk ke dalam jantung. Hal tersebut di atas akan memberikan hasil pemeriksaan yang salah (false positive) dan karenanya harus dihindari, dengan jalan tidak membuka daerah leher sebelum dilakukan pemeriksaan emboli.4 2.10.2.1 Pemeriksaan Emboli Udara Vena Dengan mengingat kemungkinan terjadinya hasil false positive seperti yang diuraikan di atas, maka pembukaan kuliat dimulai dari setinggi incisura jugularis ke bawah sepanjang garis median. Kulit daerah leher dibiarkan utuh untuk sementara dan jangan ganjal bahu mayat dengan balok. Kulit dan otot dinding dada serta rongga perut dibuka seperti biasa. Rawan iga dipotong mulai dari iga ke-3 ke arah kaudo-lateral. Insersi otot diafragma dipotong untuk melepaskan bagian bawah sternum dan iga. Kemudian, bagian depan dinding dada ini dilepaskan dengan terlebih dahulu menggergaji tulang dada (sternum) melintang setinggi iga ke-3. Tindakan memotong tulang dada setinggi iga ke-3 ini dilakukan untuk mencegah terpotongnya pembuluh darah besar yang berjalan dibelakang iga ke-2 dan tulang selangka. 53

Kandung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan memanjang pada tempat yang letaknya paling tinggi (di pertengahan kandung jantung) sepanjang 5 sampai 7 sentimeter. Ke dalam kandung jantung kemudian diisikan air sehingga seluruh jantung terdapat di bawah permukaan air (terendam). Kadang-kadang jantung cenderung untuk mengapung. Dalam hal ini tekanlah jantung dengan jari tangan kiri dan jagalah agar jantung tetap terendam. Dengan pisau organ, tusuklah ventrikel kanan dekat dengan permulaan a. pulmonalis sampai menembus ke dalam bilik kanan. Dengan melakukan pemutaran bidang pisau (knife blade) sebanyak 90 derajat, maka lubang tusukan diperlebar. Perhatikanlah apakah terdapat gelembung udara yang keluar dari lubang tersebut. Dengan cara yang sama, ventrikel kiri juga dilubangi dan diperhatikan juga apakah terdapat gelembung udara yang keluar. Pada kasus dengan emboli udara vena, udara akan terkumpul dalam bilik kanan jantung dan karenanya, pada pemeriksaan akan ditemukan keluarnya gelembung udara dari lubang yang dibuat pada bilik kanan, sedangkan dari bilik jantung kiri tidak terdapat gelembung udara yang keluar. Bila pada pemeriksaan tidak keluar gelembung baik dari bilik kanan maupun kiri, maka kemungkinan terdapatnya emboli udara vena dapat disingkirkan. Bila pada penusukan bilik kanan dan kiri keduanya memberikan gelembung udara, maka hal ini dapat disebabkan oleh adanya emboli udara vena disertai defek septum, atau diakibatkan oleh terbentuknya gas pembusukan dalam bilik jantung kanan maupun kiri. Dalam hal ini kemungkinan terdapatnya emboli udara vena tidak dapat dipastikan maupun disingkirkan.

2.10.2.2 Pemeriksaan Emboli Udara Arterial Untuk membuktikan adanya emboli udara arterial, lakukan persiapan pemeriksaan seperti pada pemeriksaan emboli udara vena. Dengan jantung yang seluruhnya terdapat di bawah permukaan air, lakukan pemotongan permulaan a. coronaria kiri dengan jalan mengirisnya pada bagian anterior septum dan perhatikan apakah terdapat gelembung udara yang keluar.Bila perlu dapat

54

dilakukan pengurutan sepanjang septum dari arah apex jantung ke arah tempat pengirisan.

2.10.3 Emboli lemak Kematian akibat emboli lemak dapat terjadi pada kasus trauma tumpul terhadap jaringan lemak atau patah tulang panjang pada orang dewasa. Butir lemak yang berasal dari jaringan lemak atau sumsum tulang dapat memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Pada otak, butir lemak ini dapat menyumbat pembuluh otak yang kecil dan mengakibatkan kematian. Diagnosa emboli lemak dapat ditegakkan bila dalam pembuluh darah dapat ditemukan butir lemak ini (fat globule).Untuk melihat ini, dilakukan pemeriksaan histopatologik dengan pewarnaan khusus untuk lemak, misalnya Sudan III. Butir lemak akan diwarnai menjadi berwarna merah-jingga. Pada pengerjaan/processing jaringan untuk pembuatan preparat histopatologik, hendaknya dihindari proses rutin yang dalam perjalanannya akan melarutkan butir lemak yang terdapat dalam pembuluh darah tersebut.

2.10.4 Percobaan getah paru-paru (longsap proof) Permukaan paru disiram dengan air bersih, iris bagian perifer, ambil sedikit cairan perasaan dari jaringan perifer paru, taruh pada gelas objek, tutup dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop.

2.10.5 Percobaan apung paru-paru Keluarkan paru-paru dengan mengangkatnya mulai dari trachea sekalian dengan jantung dan timus.Kesemuanya ditaruh dalam baskom berisi air. Bila terapung artinya paru-paru telah terisi udara pernafasan. Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan timus, dan kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung, potong masingmasing paru-paru menjadi 12-20 potongan-potongan kecil. Bagian-bagian ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru ini ditekan dipencet dengan jari di bawah air. Bila telah bernafas, gelembung udara akan terlihat dalam air. Bila masih mengapung, bagian kecil paru-paru ditaruh di antara 2 lapis kertas dan dipijak

55

dengan berat badan. Bila masih mengapung, itu menunjukkan bayi telah bernafas. Sedangkan udara pembusukan akan keluar dengan penekanan seperti ini, jadi ia akan tenggelam.

56

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Autopsi merupakan pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi

pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari

hubungan sebab akibat antara kelainan-kelaianan yang ditemukan dengan penyebab kematian. Sebelum melakukan autopsi, pelaksana autopsi harus mempersiapkan peralatan yang diperlukan selama autopsi. Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam autopsi seperti Teknik Virchow, Rokitansky, Letulle, dan Ghon. Cara melakukan teknik autopsi itu sendiri terdiri atas pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam yang dilakukan dengan pembedahan mayat. Selain itu, pelaksana autopsi juga dapat melakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan khusus terhadap mayat yang diautopsi. Setelah melakukan autopsi, pelaksana autopsi harus melakukan perawatan mayat tersebut.

3.2 Saran Adapun beberapa saran kami setelah menyusun referat ini adalah: 1. Dalam autopsi, jumlah dan jenis alat yang tersedia masih memiliki kekurangan. Misalnya tidak adanya timbangan organ, timbangan mayat, mesin pemotong tempurung kepala. Oleh karena itu, fakultas sebaiknya dapat memfasilitasi kebutuhan tersebut agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. 2. Tenaga ahli forensik di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi sebaiknya ditambah agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. 3. Membangun kerjasama antara Bagian Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi dan pihak-pihak yang dapat membantu. 4. Kesepakatan pembiayaan dalam pemeriksaan korban sebaiknya ditanggung oleh pemerintah sesuai pasal 136 KUHAP.

57

DAFTAR PUSTAKA

1. Sampurna B, Samsu Z. Peranan ilmu forensik dalam penegakan hukum. Jakarta: Pustaka dwipar, 2003. 2. Ludwig J. Handbook of autopsi practise 3rd ed. New Jersey: Human Press; 2002. 3. McPhee, Stephen J.1984.Autopsi: Moribound art or vital science? Diunduh dari: http://www.amjmed.com/article/0002-9434(85)90470-X/abstract diakses tanggal 18 desember 2013. 4. Staf Kedokteran forensik FK UI. Teknik autopsi forensik. cetakan ke 3. Jakarta: Bagian kedokteran forensik fakultas kedokteran Universitas Indonesia. 1996. Hal:1-54. 5. Dix, Jay. Color atlas of forensic pathology. Florida: CRC Press LC; 2000. 6. Finkbeiner WE, Ursell PC, Davis RL. Autopsy pathology a manual and atlas. 2nd Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2009. 7. Ilmu kedokteran forensik. Edisi kedua. Jakarta: Bagian kedokteran forensik fakultas kedokteran Universitas Indonesia.

58

Lampiran 1. ALUR PELAYANAN JENAZAH DAN SURAT KETERANGAN KEMATIAN DI RSUD RADEN MATTAHER JAMBI 2013 DALAM KONDISI SEHARI SEHARI
JENAZAH DARI RUMAH SAKIT INSTALASI GAWAT DARURAT INSTALASI RAWAT JALAN RUANG RAWAT INAP

SURAT KETERANGAN? PEMERIKSAAN DOKTER ADA TIDAK

SURAT KEMATIAN DARI LUAR

LAPOR POLISI

KEMATIAN WAJAR

TIDAK

YA JENAZAH BUKAN KASUS MEDIKOLEGAL

PERMINTAAN VeR

JENAZAH KASUS MEDIKOLEGAL

SURAT KEMATIAN DIBUAT OLEH YANG MEMERIKA DI RRJ,IRJ,IGD ATAU DOKTER BAGIAN FORENSIK

AUTOPSI DAN SURAT KEMATIAN DIBUAT OLEH DOKTER BAGIAN FORENSIK

SURAT KEMATIAN DIREGISTRASI OLEH PETUGAS BAGIAN FORENSIK

PEMULASARAAN JENAZAH

JENAZAH KELUAR MELALUI PINTU BAGIAN FORENSIK

59

Vous aimerez peut-être aussi