Vous êtes sur la page 1sur 9

BAB I Latar Belakang

Profesi akuntan publik merupakan sebuah profesi kepercayaan masyarakat bisnis, dimana eksistensinya dari waktu ke waktu semakin diakui oleh masyarakat bisnis itu sendiri. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan. Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahhan, sehingga masyarakat memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan. Mengingat peranan akuntan publik sangat dibutuhkan oleh kalangan dunia usaha, maka mendorong para akuntan publik ini untuk benar-benar memahami pelaksanaan etika yang berlaku dalam menjalankan profesinya. Akuntan dalam konteks profesi bidang bisnis, bersama-sama dengan profesi lainnya, mempunyai peran yang signifikan dalam operasi suatu perusahaan. Salah satu tugas akuntan publik adalah melakukan pemeriksaan / audit terhadap laporan keuangan klien berdasarkan penugasan / perikatan antara klien dengan akuntan publik. Fenomena yang serinag terjadi dalam penugasan audit yaitu terjadinya benturan-benturan kepentingan yang dapat mempengaruhi independensi akuntan publik dimana klien sebagai pemberi kerja berusaha untuk mengkondisikan agar laporan keuangan yang dibuat mempunyai opini yang baik, sedangkandi sisi lain akuntan publik harus dapat memperhatikan tugasnya secara professional yaitu auditor harus dapat mempertahankan sikap independent dan objektif. Sebagai akuntan publik, profesionalisme merupakan syarat utama profesi ini. Karena selain profesi yang bekerja atas kepercayaan masyarakat, kontribusi akuntan publik terhadap ekonomi sangatlah besar. Peran auditor untuk meningkatkan kredibilitas dan reputasi perusahaan sangatlah besar. Selain itu beberapa peneliti seperti Peursem (2005) melihat bahwa auditor memainkan peranan penting dalam jaringan informasi di suatu perusahaan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Gjesdal (1981) dalam Suta dan Firmanzah (2006) juga mengatakan bahwa peranan utama auditor adalah menyediakan informasi yang berguna untuk keperluan penyusunan kontrak yang dilakukan oleh pemilik atau manajer perusahaan. Masalah etika profesi merupakan suatu isu yang selalu menarik untuk kepentingan riset. Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Para pelaku bisnis ini diharapkan mempunyai integritas dan kompetensiyang tinggi. Berbagai pelanggaran etika telah banyak terjadi saat ini dan dilakukan oleh akuntan, dalam hal ini akuntan publik misalnya, berupa perekayasaan data akuntansi untuk menunjukkan kinerja keuangan perusahaan agar terlihat lebih baik. Hal ini merupakan pelanggaran akuntan telah memiliki seperangkat kode etik tersendiri yang disebut sebagai aturan tingkah laku moral bagi para akuntan dan masyarakat. Akuntan publik dalam menjaga mutu pekerjaan profesionalnya harus berpedoman pada kode etik maupun Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Sikap pandang dan kepekaan terhadap etika yang dimiliki seseorang dengan nilai-nilai yang ditemuinya dalam menjalankan profesinya sebagai seorang auditor eksternal (akuntan publik). Interaksi ini menghasilkan sikap etika yang baru, yang nantinya akan menentukan tindakan atau keputusan sebagai auditor dalam menjalankan prinsip-prinsip etika profesi seperti dalam pengambilan keputusan untuk memberikan opini dalam mengaudit suatu perusahaan.

BAB II Etika Profesional Auditor


Pengertian Etika Menurut bahasa Yunani Kuno, etika berasal dari kata ethikos yang berarti timbul dari kebiasaan. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika dalam auditing adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut, serta penyampaian hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Adapun sebelum mengenai etika professional, pendekatan dengan teori interaksinisme simbolik dan teori etika Al-Gazali disebutkan didalam buku auditing ,Prof.Dr.Abdul Halim (2003) : interaksionisme simbolik merupakan kemampuan berprilaku dan menginterprestasikan tindakan social dan objek social karena manusia memiliki diri, konsep diri dalam interaksionisme simbolik mempunyai peran penting karena mampu mengarahkan, mengontrol dan menilai seorang individu sebagai anggota masyarakat untuk melakukan respon terhadap lingkungannya. Etika secara garis besar dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai-nilai moral. Etika yang dimiliki setiap orang berbeda, perbedaan ini merefleksikan pengalaman hidup, kesuksesan dan kegagalan yang dialami, serta pengaruh dari orang tua, teman, dan lingkungan. Kebutuhan akan etika dalam masyarakat sangat mendesak sehingga lazim memasukkan nilai-nilai etika ini ke dalam undang-undang atau peraturan-peraturan yang berlaku. Bagaimanapun, banyak nilai etika yang telah ditampilkan tidak dapat dijadi-kan undang-undang atau peraturan yang berlaku akibat dari sifat nilai-nilai etika itu sangat tergantung pada pertimbangan seseorang. Tetapi bagaimanapun tidak tersirat bahwa prinsip-prinsip tersebut kurang penting bagi masyarakat yang teratur. Menurut Josephon Institute, ada enam nilai inti etis mengenai perilaku etis, antara lain: Kepercayaan (trustworthiness) mencakup kejujuran, integritas, reliabilitas, dan loyali-tas. Penghargaan (respect) mencakup gagasan-gagasan seperti kesopanan (civility), kesopansantunan (courtesy), harga diri, toleransi, dan penerimaan. Pertanggungjawaban (responsiblity) berarti bertanggung jawab atas tindakan seseorang serta melakukan pengendalian diri. Kesepadanan (fairness) dan keadilan mencakup isu-isu tentang kesejajaran, sikap tidak memihak, proporsionalitas, keterbukaan, serta perlindungan hukum. Kewarganegaraan (citizenship) termasuk di dalamnya adalah kepatuhan pada undangundang serta melaksananakan kewajibannya sebagai warga negara agar proses dalam masyarakat berjalan dengan baik, termasuk di dalam kewajiban tersebut adalah pemungutan suara.

Perhatian (caring), bersungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan pihak lain dan mencakup tindakan yang memperhatikan kepentingan sesama. Ada beberapa alasan utama mengapa seseorang bertindak tidak etis: 1. Standar etika seseorang berbeda dengan standar etika yang berlaku di masyarakat, Contoh: para pengedar obat terlarang, perampok bank, serta pencuri. 2. Seseorang memilih untuk bertindak egois. Contoh: Skandal-skandal politik, kecurangan dalam perhitungan pajak penghasilan dan laporan biaya dimotivasi oleh ketamakan manusia atas harta. Dilema Etika Dilema etika adalah situasi yang dihadapi oleh seseorang di mana ia harus membuat kepu-tusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya. Misalnya: para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka seperti melakukan kotak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan suatu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tapa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Metode-metode yang merasionalisasikan perilaku tidak etis, diantaranya: 1. Setiap orang melakukannya; 2. Jika melakukan hal yang salah menurut hukum, hal itu etis; 3. Kemungkinan penemuan dan konsekuensinya. Dalam menyelesaikan dilema etika menggunakan enam langkah berikut, ini dimaksudkan agar dapat menjadi suatu pendekatan yang relatif sederhana untuk menyelesaikan dilema etika, yaitu: 1. Memperoleh fakta-fakta yang relevan; 2. Mengidentifikasikan isu-isu etika berdasarkan fakta-fakta tersebut; 3. Menentukan siapa yang akan terkena pengaruh dari keluaran (outcome) dilema tersebut dan bagaimana cara masing-masing pribadi atau kelompok itu dipengaruhi; 4. Mengidentifikasikan berbagai alternatif yang tersedia bagi pribadi yang harus menyelesaikan dilema tersebut; 5. Mengidentifikasikan konsekuensi yang mungkin terjadi pada setiap alternatif; 6. Memutuskan tindakan yang tepat untuk dilakukan. Kebutuhan Khusus Akan Kode Etik Profesi Seorang profesional diharapkan dapat mengarahkan dirinya pada suatu tingkat tindakan di atas tingkat tindakan yang dilakukan oleh sebagian besar anggota masyarakat. Istilah profesional menunjukkan tanggung jawab untuk bertindak melebihi kepuasan yang dicapai oleh si profesional itu sendiri atas pelaksanaan tanggung jawab yang diembannya maupun melebihi ketentuan yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat. Seorang akuntan publik, sebagai profesional, memahami adanya tanggung jawab

kepada masyarakat, klien, serta rekan praktisi, yang mencakup pula perilaku yang terpuji, walaupun hal tersebut dapat berarti pengorbanan diri. Alasan utama diharapkanannya tingkat profesional tinggi yang beretika adalah kebutuhan akan kepercayaan publik atas kualitas jasa yang diberikan oleh profesional tanpa memandang individu yang menyediakan jasa tersebut. Begitu pula yang selalu diupayakan kantorakuntan publik. Kantor akuntan publik memiliki bentuk hubungan dengan para pengguna laporan keuangan yang berbeda dengan bentuk hubungan antara kaum profesional lainnya dengan dengan para pengguna jasa mereka. Merupakan hal penting untuk membuat para pengguna laporan memandang kantor akuntan publik sebagai pihak yang kompeten dan obyektif. Jika para pengguna laporan mempercayai bahwa kantor akuntan publik tidak memberikan suatu jasa yang bernilai (atau dapat mengurangi resiko informasi), maka nilai dari laporan audit dan laporan jasa atestasi lainnya yang dibuat oleh kantor akuntan publik akan berkurang dan pada gilirannya membuat permintaan akan jasa audit berkurang pula. Kode Perilaku Profesional Kode perilaku profesional merupakan standar umum perilaku yang ideal dan menjadi peraturan khusus tentang perilaku yang harus dilakukan. Kode ini terdiri dari empat bagian, yaitu prinsip-prinsip, peraturan etika, interpretasi atas peraturan etika, dan kaidah etika. Prinsip : standar perilaku etis yang ideal yang dinyatakan dalam istilah filosofis, prinsip ini tidak dapat diberlakukan. Peraturan perilaku : Standar minimum dari perilaku etis yang dinyatakn sebagai peraturan spesifik. Peraturan perilaku ini dapat diterapkan. Interpretasi peraturan perilaku : Interpretasi atas perilaku oleh divisi etika profesional dari AICPA, hal ini tidak dapat diberlakukan, tetapi para praktisi harus memberikan alasan jika terjadi penyimpangan. Kaidah Etika : penjelasan yang diterbitkan dan jawaban atas pertanyaan tentang peraturan perilaku yang diserahkan kepada AICPA oleh para praktisi dan pihak lain yang berkepentingan dengan persyaratan etis. Hal ini tidak dapat diberlakukan, tetapi para praktisi harus memberikan alasan jika terjadi penyimpangan. Lebih lanjut dijabarkan, prinsip-prinsip etika antara lain: 1. Tanggung jawab: Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai profesional, para anggota harus berusaha menjadi profesional yang peka serta memiliki pertimbangan moral atas seluruh aktivitas mereka. 2. Kepentingan publik: Para anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan publik, menghargai keper-cayaan publik, serta menunjukan komitmennya pada profesionalisme. 3. Integritas: Mempertahankan dan memperluas keyakinan publik, para anggota harus menunjukan selruh tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat inte-gritas tertinggi.

4. Obyektivitas dan independensi: Anggota harus mempertahankan obyektivitas dan terbebas dari konflik antar kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya. 5. Due care: Seorang anggota harus selalu memperhatikan standar teknik dan etika profesi, selalu berusaha untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa yang diberikannya, serta melaksanakan tanggung jawab profesional sesuai dengan kemampuan terbaiknya. 6. Lingkup dan sifat jasa: Anggota yang berpraktek bagi publik harus memperha-tikan prinsip-prinsip pada Kode Etik Profesi dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan disediakannya. Interpretasi Peraturan Etika Divisi Etika Profesional AICPA menyiapkan setiap interpretasi berdasarkan pada konsensus komite yang naggota utamanya terdiri dari para praktisi akuntan publik. Kaidah Etika Kaidah adalah rangkaian penjelasan oleh komite eksekutif pada divisi etika profesional tentang situasi spesifik yang nyata (specific factual cicumstances). Contoh kaidah etika dalam versi lengkap Kode Etik Profesional AICPA (Peraturan 101 Independensi; Kaidah No. 16): Pertanyaan Seorang anggota bertindak pula sebagai dewan direksi sebuah klub sosial yang bersifat nirlaba. Apakah independensi anggota perusahaan dianggap akan terganggu berkaitan dengan klub tersebut? Jawaban Indpendensi Anggota dianggap menganggu karena dewan direksi memiliki tanggung jawab akhir atas masalah klub. Penerapan Peraturan Etika Setiap perusahaan diterapkan untuk jasa-jasa atestasi dan kecuali jika dinyatakan sebaliknya, setiap peraturan pun berlaku bagi semua jenis jasa yang disediakan oleh kantor akuntan publik seperti jasa perpajakan dan manajemen. Hanya terdapat dua peraturan yang dikecualikan bagi jasa-jasa non atestasi tertentu: 1. Peraturan 101 Independensi. Peraturan ini menyatakan bahwa independensi hanya jika AICPA telah menyusun ketentuan independensi melalui badan penyusunan peraturan yang berada di bawahnya, seperti misalnya Dewan Standar Auditing. 2. Peraturan 203 Prinsip-prinsip Akuntansi. Peraturan ini hanya diterapkan pada saat menerbitkan suatu pendapat audit atau suatu pendapat dari jasa review atas laporan keuangan. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia Etika profesional bagi praktik akuntan di Indonesia disebut dengan istilah kode etik dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, sebagai organisasi profesi akuntan. Etika profesional

yang dikeluarkan oleh IAI tidak hanya megatur perilaku semua anggotanya yang berpraktik dalam berbagai tipe profesi akuntan lain. Sebelum tahun 1986, etika profesional yang dikeluarkan oleh IAI diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam kongresnya tahun 1986, nama tersebut diubah menjadi Kode Etik Akuntan Indonesia. Pasal-pasal dalam kode etik Akuntan Indonesia dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu: 1) pasal-pasal yang mengatur perilaku semua akuntan anggota IAI 2) pasal-pasal yang mengatur perilaku semua akuntan yang berpraktik dalam profesi akuntan publik. Kode Etik Akuntan Indonesia dibagi menjadi sembilan bagian, yaitu pembukaan, kecakapan profesional, tanggung jawab, ketentuan khusus, pelaksanaan kode etik, suplemen dan penyempurnaan, penutup, serta pengesahan. Pada bagian pembukaan, kecakapan profesional,dan tanggung jawab merupakan pasal-pasal yang mengatur semua akuntan anggota IAI, sedangkan sisanya berisi ketentuan khusus yang mengatur secara khusus anggota IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan publik. Kode etik dibagi menjadi empat bagian, yaitu: prinsip etika, aturan etika, interpretasi aturan etika, serta tanya dan jawab. Prinsip etika memberikan rerangka dasar bagi aturan etika yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional bagi anggota. Prinsip etika disahkan oleh Rapat Anggota Kompartemen dan hanya mengikat anggota Kompartemen yang bersangkutan. Interpretasi etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Pengurus Kompartemen setelah memperhatikan tanggapan dari anggota dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya, sebagai panduan penerapan Aturan Etika tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Tanya jawab memberikan penjelasan atas setiap pertanyaan dari anggota kompartemen tentang Aturan Etika beserta interpretasinya. Dalam Kompartemen Akuntan Publik, tanya dan jawab Dewan Standar Profesional Akuntan Publik.

Independensi Independendi menempati urutan pertama dalam peraturan perilaku. Hal ini dikarenakan nilai auditing sangat bergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Independensi dalam audit berarti sudut pandang yang tidak bias. Audito harus independen dalam fakta dan independen dalam penampilan. Independensi dalam fakta ada bila auditor benar-benar mampu mempertahankan sikap yang tidak bias sepanjang audit. Sedangkan independensi penampilan adalah hasil interpretasi lain atas independensi ini. Bagi auditor, mempertahankan perilaku yang independen bagi auditor dalam memenuhi tanggung jawab mereka adalah penting tetapi yang juga penting adalah bahwa pemakai laporan keungan tersebut memiliki kepercayaan atas independensi itu (independsi dalam fakta atau independensi dalam penampilan). Beberapa revisi dari Persyaratan Independsi Auditor SEC (Securities and Exchange Comissions EDGAR) 1. Kepentingan Kepemilikan

Aturan baru melarang kepemilikan untuk orang-orang yang tercakup dan keluarga dekat mereka, termasuk (a) anggota dari tim penugasan audit, (b) mereka yang dalam posisi mempengaruhi penugasan audit dalam rangkaian komando perusahaan, (c) rekanan dan para manajer yang memberikan lebih dari 10 jam jasa non audit kepada klien, (d) rekanan dalam kantor rekanan yang terutama bertanggung jawab untuk penugasan audit. 2. TI dan Jasa Nonaudit Lainnya SEC mengkhawatirkan bahwa pertumbuhan jasa nonaudit bisa membahayakan independensi, dan bahkan dianggap menghalangi menyediakan jasa audit kepada klien. Aturan baru mengidentifikasikan jasa non audit yang mengganggu independensi kecuali kondisi tertentu dipenuhi, sebagai tambahan untuk mengkodekan batasan sebelumnya, seperti batasan memberikan jasa pembukuan untuk seorang klien. Tujuan dari pembatasan itu adalah untuk mencegah auditor dari melayani dalam sebuah fungsi manajemen atau berada dalam posisi dimana kantor meng-audit pekerjaannya sendiri. 3. Dewan Standar Independen (ISB) Sebuah badan sektor swasta, dibentuk tahun 1997 untuk memberikan rangka kerja konseptual bagi masalah independensi yang berhubungan dengan audit perusahaan publik. ISB didirikan dibawah perjanjian antara SEC dan AICPA. Didanai oleh Bagian Praktek SEC (SEC Practice Section) dari AICPA, dan tindakan dewan direksi membawa beban presumtif oleh SEC. Namun, ISB adalah badan sektor-swasta yang otonomi dan beroperasi secara independen dari SEC dan AICPA. 4. Komite Audit Adalah sejumlah anggota terpisah dari dewan direksi sebuah perusahaan yang tanggung jawabnya membantu auditor untuk tetap independen dari manajemen. Kebanyakan komite audit dibuat dari tiga hingga lima atau terkadang paling banyak tujuh direktur yang bukan bagian dari manajemen perusahaan. Komite audit memutuskan hal-hal seperti kantor akuntan publik mana yang diperta-hankan dan cakupan pelayanan akuntan publik mana yang akan dilakukan. Mereka bertemu secara periodik dengan kantor akuntan publik untuk membahas kemajuan dan penemuan audit dan membantu mencairkan konflik anata kantor akuntan publik dan manajemen.

5. Rotasi Partner Menurut SOX Act, aturan independensi SEC mengharuskan pimpinan dan pertner audit merotasi penugasan audit sesudah lima tahun. (Partner yang sama tidak akan terlibat dengan

kinerja aktual audit tertentu dan kemudian kembali terlibat dengan review pekerjaan sesudah penyelesaian audit tersebut). Meskipun tidak dinyatakan dalam Sarbanes-Oxley Act, SEC mewajibkan time out selama 5 tahun bagi pimpinan dan partner audit sesudah rotasi sebelum mereka dapat kembali ke klien audit yang sama. Partner audit lainnya yang memiliki keterlibatan yang cukup besar pada audit harus dirotasi sesudah tujuh tahun dan terkena periode time-out selama dua tahun. Beberapa bentuk independensi lain antara lain: Independensi dalam Berbelanja Pendapat Prinsip-prinsip Akuntansi SAS 50 (AU 625) mendahulukan persyaratan yang harus diikuti saat sebuah kantor akuntan publik diminta untuk memberikan opini tertulis atau lisan pada prinsip akuntansi atau jenis opini audit yang akan dibuat untuk transaksi khusus atau hipotesis dari seorang klien audit dari kantor akuntan publik lainnya. Independensi dalam Persetujuan Auditor oleh Pemegang Saham Pemegang saham biasanya merupakan kelompok yang lebih obyektif daripada manajemen. Namun, perlu dipertanyakan apakah mereka berada dalam sebuah posisi untuk mengevaluasi prestasi dari auditor sebelumnya atau calon auditor. Independensi dalam Penugasan dan Pembayaran Fee Audit oleh Manajemen Bisakah auditor benar-benar independen dalam fakta dan prestasi bila pembayaran fee bergantung pada manajemen entitas yang diaudit? Alternatif penugasan akuntan publik dan pembayaran fee audit oleh manajemen ba-rangkali adalah penggunaan baik auditor pemerintah atau seperti pemerintah. Semua hal telah diperhatikan, bisa dipertanyakan apakah fungsi audit akan dilaksananakan dengan lebih baik atau lebih murah oleh sektor publik.

Daftar Referensi
\Arens, A. Alvin, Randal Elder, Mark Beasly. 2006. Auditing dan Jasa Assurance. Erlangga.

Mulyadi. .. Auditing. Salemba Empat. Seprian. 2007. Etika Profesional Auditor.(online) available at http://seprian-jurnal.blogspot.com/

Vous aimerez peut-être aussi