Vous êtes sur la page 1sur 8

ACARA 7

BENTUK LAHAN ASAL FLUVIAL


I. TUJUAN
Mengenali dan menganalisis berbagai macam mekanisme proses fluvial, serta
mampu membuktikan keberadaan bentukan-bentukan yang dihasilkannya melalui
pengamatan hasil proses baik melalui pengamatan kenamakan pada foto udara,
peta topografi, maupun pengamatan di lapangan

II. DASAR TEORI
Bentuklahan fluvial merupakan semua bentukan bentuk lahan di permukaan
bumi yang terbentuk di alam yang disebabkan oleh aktivitas air permukaan, baik
bentukan yang di akibatkan oleh gerakan air yang mengalir (limpasan), maupun
bentukan yang di akibatkan oleh air yang menggenang dalam bentuk sungai
(Puguh Dwi Raharjo. 2010). Hal-hal yang mempengaruhi intensitas air permukaan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Curah Hujan, Vegetasi, Kemiringan
Lereng, Litologi, dan Iklim yang dapat menyebabkan aktivitas baik dari sungai
maupun aliran bebas mencakup Erosi, Transportasi, dan Sedimentasi.

1. Erosi.
Perilaku erosi fluvial terhadap bebatuan, megikuti alur menggerus
tanpa diikuti pelapukan kimia disebut abrasi, jika disertai pelapukan
kimia maka disebut korosi, apabila pengerusan terjadi pada dasar
sungai disebut scouring, dan selalu terjadi pendongkelan disebut
quarrying (Srijono. 2011)

Berdasarkan arahnya, erosi dapat dibedakan menjadi :
Erosi vertikal, erosi yang arahnya tegak dan cenderung terjadi pada
daerah bagian hulu dari sungai menyebabkan terjadinya pendalaman
lembah sungai.
Erosi lateral, yaitu erosi yang arahnya mendatar dan dominan terjadi
pada bagian hilir sungai, menyebabkan sungai bertambah lebar.

Proses erosi meninggalkan tebing lembah yang bervariasi,
sederhananya berkembang dua tipe, yaitu :
Bentuk V yang rentang kedalamannya lebih panjang signifikan
terhadap rentang lebarnya, dan tebing lembah V terbentuk di ruas
sungai bagian hulu (upstream), yang seringnya terbentuk oleh batuan
kompak, bukan hasil pengendapan sungai yang bersangkutan, dan erosi
vertikal lebih kuat
Bentuk U yang lebih lebar da terbentuk di ruas bagian hilir, hasil
erosi batuan bersifat lepas yang merupakan hasil pengendapan sungai
yang bersangkutan, dan erosi lateral lebih kuat.

2. Transportasi
Transportasi adalah proses pengangkutan material oleh air yang
diakibatkan oleh tenaga kinetis yang ditimbulkan oleh pergerakan
aliran air sebagai pengaruh dari gaya gravitasi (Srijono. 2011). Ada
beberapa istilah yang digunakan dalam membahas transportasi yaitu
stream capacity, yaitu jumlah beban maksimum yang mampu diangkat
oleh aliran sungai dan stream competence, yang merupakan ukuran
maksimum beban yang mampu diangkut oleh aliran sungai.
Mekanisme pengangkutan material sugai terbagi menjadi dua yaitu
mekanisme bed load dan suspended load. Mekanisme bed load
memiliki pengertian bahwa material-material yang tererosi di angkut
oleh sungai dengan cara mengalir sepanjang dasar sungai. Sedangkan
mekanisme suspended load memiliki pengertian bahwa material-
material yang tererosi di angkut oleh sungai dengan cara melayang
dalam tubuh sungai. Mekanisme Bed load atau material-material
terangkut dengan cara mengalir di dasar sungai dapat diklasifikasikan
menjadi:
Traction : material yang diangkut terseret di dasar sungai.
Rolling : material terangkut dengan cara menggelinding di
dasar sungai.
Saltation : material terangkut dengan cara menggelinding pada
dasar sungai.
Mekanisme suspended load atau material-material terangkut dengan
cara melayang dalam tubuh sungai, dibedakan menjadi :
Suspension : material diangkut secara melayang dan bercampur
dengan air sehingga menyebabkan sungai menjadi keruh.
Solution : material terangkut, larut dalam air dan membentuk
larutan kimia.

3. Sedimentasi
Sedimentasi proses fluvial dapat juga disebut agradasi terjadi
apabila kapasitas dan kompeten air sungai berubah menjadi lebih kecil
dibandingkan dengan keadaan sebelumnya (Srijono. 2011). Proses
sedimentasi mulai aktif berlangsung pada bagian sungai berstadia
dewasa. Perubahan akan berakibat sungai tidak mampu lagi
mengangkut endapan .. (buku srijono

Menurut Asdak (2002), ekosistem DAS biasanya dibagi menjadi daerah hulu,
tengah, dan hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu merupakan daerah konservasi,
mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, dengan kemiringan lereng lebih besar
dari 15%, bukan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola
drainase, dan jenis vegetasi umumnya tegakan hutan. Sementara daerah hilir DAS
merupakan daerah pemanfaatan dengan kemiringan lereng kecil (kurang dari 8%),
pada beberapa tempat merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air
ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi oleh tanaman
pertanian kecuali daerah estuaria yang didominsi hutan gambut/bakau.
DAS bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik
biogeofisik DAS yang berbeda tersebut di atas. Perubahan tataguna lahan dibagian
hulu DAS seperti reboisasi, pembalakan hutan, deforestasi, budidaya yang
mengabaikan kaidah-kaidah konservasi akan berdampak pada bagian hilirnya,
sehingga DAS bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan dari segi tata air. Oleh
karena itu yang menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS sering kali DAS
bagian hulu, mengingat adanya keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi.
Panjang sungai adalah panjang yang diukur sepanjang sungai, dari stasiun yang
ditinjau atau muara sungai sampai ujung hulunya. Sungai utama adalah sungai
terbesar pada daerah tangkapan dan yang membawa aliran menuju muara sungai.
Klasifikasi lembah sungai dalam Yopi Siswanto (2009) menurut genetiknya
dibedakan menjadi :
a. sungai konsekwen yaitu sungai yang arah alirannya searah dengan
kemiringan lereng.
b. sungai subsekwen yaitu sungai yang aliran airnya tegak lurus dengan
sungai konsekwen.
c. Sungai obsekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya
berlawanan arah dengan sungai konsekwen.
d. Sungai insekwen yaitu sungai yang alirannya tidak teratur atau terikat
oleh lereng daratan.
e. Sungai resekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya searah
dengan sungai konsekwen.
Sungai-sungai yang mengalir dapat membentuk suatu pola tertentu. Terdapat
beberapa jenis pola aliran sungai (Aditya Mulawardhani. 2009), yaitu:
a. Dendritik: Pola pengaliran ini berbentuk cabang-cabang seperti pohon,
dengan anak-anak sungai dan cabang-cabangnya mempunyai arah yang
tidak beraturan, pola ini mencermnkan kekerasan batuan yang sama
atau jenis tanah yang seragam.
b. Parallel: Pola aliran ini membentuk cabang-cabang sungai yang sejajar
atau paralel.
c. Radial: Pola pengaliran ini memiliki pola memusat atau menyebar
dengan satu titik pusat yang dikontrol oleh kemiringan lereng,
membentuk cabang-cabang yang seolah-olah memencar dari satu titik
pusat yang mencerminkan daerah gunung api atau kubah .
d. Rectanguler: Pola pengaliran dimana anak-anak sungai membentuk
sudut tegak lurus dengan sungai utamanya dengan aliran yang
memotong daerah secara tidak kontinyu.
e. Trellis: Pola pengaliran dimana aliran air berbentuk seperti cabang-
cabang sungai yang kecil, berukuran sama dengan aliran yang tegak
lurus sepanjang sungai-sungai utama.
f. Anular: Pola aliran sungai ini tegak lurus terhadap sengai utama yang
melingkar.
g. Concorted: Pola aliran ini membentuk cabang-cabang sungai yang
relatif tegak lurus terhadap sungai utama yang melengkung.
h. Multi-Basinal: Pola aliran ini terbentuk pada daerah antar bukit batuan
dasar yang tererosi.
Adanya aliran air baik air yang tergenang maupun air yang mengalir dapat
menyebabkan timbulnya bentuklahan asal fluvial. Bentuklahan bentukan Asal
Fluvial dalam Prapto Suharso (1988) diantaranya :
Dataran banjir : tersusun dari timbunan material lepas yang berasal dari
sedimen yang diangkut sungai didekatnya
Dataran alluvial : Memiliki topografi datar sebagai hasil pengendapan
di kiri dan kanan sungai. Struktur endapannya berlapis horizontal
dengan elevasi rendah.
Tanggul alam : akumulasi sedimen berupa igir/tanggul memanjang dan
membatasi alur sungai

Teras aluvial : suatu bentuklahan yang dibatasi oleh dataran berlereng
curang disatu sisi dan lereng landai/datar disisi lain yang terjadi pada
endapan alluvium yang mengisi dasar lembah
Rawa belakang : Cirinya hampir selalu tergenang air, elevasi rendah,
terdapat vegetasi air, airnya terkurung (tidak dapat mengalir).
Kipas aluvial : Kipas aluvial ter-bentuk oleh sungai muda yang
membawa banyak material sedi-men.
Gosong sungai : Bentukan yang terbentuk akibat adanya proses
sedimentasi yang terakumulasi di bagian tubuh sungai.
Danau tapal kuda : terbentuk jika lengkung meander terpotong oleh
pelurusan air.
Meander terpenggal : meander yang terpisah dari sungai utama,
menyerupai danau tapal kuda, hanya saja sudah tidak digenangi air
Delta : Merupakan hasil pengendapan material sedimen darat yang
diangkut oleh aliran sungai dan diendapkan dibagian mulut sungai.
Memiliki ciri berair payau, dan terbentuk di wilayah muara sungai.



III. ALAT DAN BAHAN
Alat : kertas transparansi, OHP Marker, pensil, penggaris, kertas HVS, pensil
warna
Bahan :
citra foto udara daerah X skala 1 : 30.000
Peta Rupa Bumi Indonesia lembar 1408-232 daerah Sendangagung skala
1:25.000

IV. CARA KERJA
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menentukan bentuklahan asal proses fluvial yang terdapat pada citra foto
udara yang akan di delineasi.
3. Mendelineasi bentuklahan asal proses fluvial yang telah ditentukan dari citra
foto udara yang telah dipilih ke kertas transparansi
4. Mendelineasi bentuklahan asal proses fluvial yang telah ditentukan dari citra
foto udara yang telah dipilih ke kertas HVS dan diberi warna biru untuk
bentuklahan fluvial.
5. Mengidentifikasi kenampakan bentukan fluvial meliputi relief, batuan-
struktur, serta proses fluvial yang bekerja pada bentuklahan tersebut.
6. Mendeskripsikan hasil identifikasi pada tabel kenampakan bentukan asal
fluvial

V. HASIL PRAKTIKUM
1. Peta tentatif hasil delineasi foto udara bentuklahan asal fluvial (pada kertas
transparansi)
2. Peta tentatif hasil delineasi foto udara bentuklahan asal fluvial (pada kertas
HVS)
3. Tabel 6.1 : Tabel kenampakan bentuklahan fluvial




VI. PEMBAHASAN
Bentuklahan dapat diidentifikasi lewat sebuah citra foto udara serta lewat peta
topografi atau peta rupabumi, salah satunya adalah bentuklahan fluvial. Kunci
interpretasi merupakan salah satu sarana yang dapat membantu interpreter dalam
mengenali bentuklahan fluvial pada citra foto udara inframerah daerah X dengan
skala 1:30.000. Karakteristik bentuklahan fluvial yang terlihat di foto udara,
umumnya pada obyek tubuh air akan terlihat warna biru tua hingga hitam dengan
rona yang sangat gelap, sedangkan pada bentuklahan seperti dataran aluvial,
dataran banjir, gosong sungai, meander terpenggal, serta tanggul sungai memiliki
rona yang cerah dengan warna putih keabu-abuan karena lahan belum
dimanfaatkan ataupun berwarna merah karena lahan tertutup oleh vegetasi. Pada
umumnya bentuk lahan tersebut didominasi oleh adanya proses sedimentasi dan
sedikit proses erosi pada tanggul sungai dengan batuan struktur berlapis tidak
kompak.
Bentuklahan dataran banjir terlihat berada dibagian kiri sungai dengan rona
yang cerah berwarna merah dan bercak putih keabu-abuan. Dataran banjir tidak
terlihat dibagian kanan sungai, sehingga dapat diperkirakan bahwa bagian kiri
memiliki topografi dan elevasi yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian
kanan sungai karena masih didominasi oleh vegetasi kerapatan tinggi. Dataran
banjir terbentuk oleh sedimen akibat limpasan banjir sungai. Endapan pada
dataran banjir ini umumnya berupa pasir, lanau, dan lumpur. Dataran banjir
merupakan bagian terendah dari floodplain. Ukuran dan bentuk dari dataran
banjir ini sangat tergantung dari sejarah perkembangan banjir. Endapan dataran
banjir (floodplain) biasanya terbentuk selama proses penggenangan (inundations).
Umumnya Endapan dataran banjir ini didominasi oleh endapan suspensi seperti
lanau dan lumpur, meskipun kadang-kadang muncul batupasir halus yang
terendapkan oleh arus yang lebih kuat pada saat puncak banjir. Kecepatan
pengendapannya pada umumnya sangat rendah, berkisar antara 1 hingga 2 cm
lapisan lanau-lempung per periode banjir. Endapannya mengisi daerah relatif
datar pada sisi luar sungai dan kadang-kadang mengandung sisa tumbuhan serta
terbioturbasikan oleh organisme-organisme.
Pada citra foto udara yang telah didelineasi terlihat adanya obyek dataran
aluvial dengan rona yang cerah berwarna merah dengan adanya bercak-bercak
putih yang menandakan bahwa ada lahan yang kosong, namun ada juga lahan
yang tertutup vegetasi dengan kerapatan rendah. Dataran aluvial ini terlihat lebih
rendah dari bentuklahan lainnya dan pada hasil delineasi terlihat berada setelah
dataran banjir. Dataran aluvial ini terbentuk akibat proses-proses geomorfologi
yang lebih didominasi oleh tenaga eksogen antara lain iklim, curah hujan, angin,
jenis batuan, topografi, suhu, yang semuanya akan mempercepat proses
pelapukan dan erosi. Hasil erosi kemudian diendapkan oleh air ke tempat yang
lebih rendah atau mengikuti aliran sungai. Dataran alluvial menempati daerah
pantai, daerah antar gunung, dan dataran lembah sungai. Daerah alluvial ini
umumnya tertutup oleh bahan hasil rombakan dari daerah sekitarnya, daerah hulu

ataupun dari daerah yang lebih tinggi letaknya. Potensi air tanah daerah ini
ditentukan oleh jenis dan tekstur batuan.
Bentuklahan tanggul sungai terlihat mendominasi bagian kanan sungai dengan
rona yang cerah berwarna merah yang menandakan bahwa tanggul sungai
memiliki kerapatan vegetasi yang tinggi. Tanggul sungai terdapat di sepanjang
tepian sungai. Pembentukannya dari sedimentasi material yang terangkut oleh
arus sungai kemudian terendapkan yang merupakan proses bentukan alami,
sedangkan bentukan yang berupa pengaruh manusia merupakan artificial form.
Tanggul sungai berfungsi untuk mencegah banjir ketika debit air berlebih.
Tanggul sungai banyak terdapat pada dataran alluvial yang sering terjadi banjir.
Bentuklahan selanjutnya yang terlihat pada citra foto udara dan hasil delineasi
adalah gosong sungai. Gosong sungai pada citra memiliki rona yang sangat cerah
dengan warna keabu-abuan. Gosong sungai yang terlihat pada citra berada di tepi
sungai dan dibagian tubuh sungai. Gosong sungai yang berada di tepi disebut
gosong tepi. Gosong sungai memang banyak terlihat pada sungai yang sedang
mengalami meandering dan pada saat yang bersamaan pengendapan gosong
sungai merupakan proses sedimentasi yang terjadi di dalam alur sungai tersebut.
Bentuk dan ukuran sedimentasi bervariasi tergantung pada besarnya alur sungai
serta berkembang pada bagian lengkung dalam (inner band) alur sungai. Tekstur
dari material gosong sungai tergantung pada keadaan sedimen yang terangkut
pada saat banjir terjadi. Kelerengan umumnya miring kearah aliran menuju
lengkung luar. Karakteristik gosong sungai yang terlihat adalah bagian hulu
gosong yang tumpul dan bagian hilir yang menyudut. Karakteristik gosong sungai
dapat menjadi pertanda arah aliran sungai, dimana aliran air bergerak dari bagian
yang tumpul menuju bagian yang menyudut dan lebih lancip.
Meander terpenggal adalah salah satu bentuklahan fluvial yang terlihat pada
citra foto udara dan hasil delineasi. Meander terpenggal ini relatif mudah untuk
diinterpretasi karena bentuknya menyerupai tapal kuda. Meander terpenggal
sebenarnya merupakan bentukan oxbow lake, namun sudah tidak digenangi air.
Pada citra terlihat adanya bentuk berpetak-petak dengan rona yang cerah sehingga
dapat dikatakan sebagai sawah yang belum ditanami namun ada bagian yang
terlihat berona gelap yang menandakan sawah tergenangi air. Meander terpenggal
ini memiliki cirri khas berupa cekungan membelok, bekas sungai yang terpenggal
akibat terjadinya pelurusan sungai. Bentuklahan ini hampir mirip dengan sungai mati,
karena sama-sama hasil pelurusan sungai dan terisolasi. Bentuklahan meander terpengal
sebaiknya dihindari untuk permukiman, karena sifatnya yang terisolasi dapat
menimbulkan banjir genangan. Pada sisi lingkungan dimungkinkan limbah perumahan
akan terkonsentrasi pada bentuklahan tersebut.
Bentuklahan fluvial juga dapat terlihat dari peta topografi atau peta rupabumi,
namun sebagian besar bentuklahan fluvial tidak dapat digambarkan secara
mendetail dalam peta topografi standar karena ukurannya yang kecil seperti
gosong sungai atau tanggul alam, sehingga butuh adanya citra foto udara.
Bentuklahan fluvial dapat di gambarkan dalam peta topografi standar apabila
ukurannya besar sebagai contoh alur sungai. Dalam peta rupabumi daerah

Sendangagung skala 1:25.000, alur sungai ditandai oleh kontur yang meruncing
ke arah hulu sungai dengan alur sungai yang tampak jelas. Pola aliran sungai
yang terlihat pada peta adalah pola aliran dendritik yang membentuk cabang
menyerupai pohon dengan aliran utamanya berasal dari Kali Progo. Pola aliran
dendritik yang terbentuk karena kekasaran batuan yang sama (homogen) atau
tanah yang seragam. Pada daerah ini, control struktur tidak begitu nampak dan
terdapat pada lapisan sedimen horizontal atau miring landai. Pola dendritik ini
banyak berkembang di daerah dataran ataupun dataran pantai.
Sungai yang terlihat pada citra foto udara merupakan sungai bagian tengah
karena terlihat proses erosi yang sudah tidak dominan lagi melainkan didominasi
oleh proses sedimentasi. Hal ini menjadi tanda bahwa alirannya relatif melambat
dan tenang, sehingga sungai bagian tengah ini bila dikelola dengan baik, dapat
memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, misalnya penggunaan
lahan sebagai area persawahan yang nampak pada citra foto udara dengan bentuk
berpetak-petak.
Daerah yang terbentuk karena proses fluvial umumnya merupakan daerah
yang sangat potensial untuk dimanfaatkan bagi kehidupan manusia, khususnya
daerah di pinggir aliran sungai. Daerah di pinggir sungai merupakan daerah yang
potensial sebagai penyedia air irigasi, air minum, dan material pasir batu yang
bermanfaat diunakan sebagai bahan bangunan. Namun, daerah di sekitar aliran
sungai juga memiliki riskiko bencana yang tinggi, sebagai contoh banjir, dan
tanah longsor. Dengan cara menganalisis bentuklahan ini, diharapkan dapat
memberikan informasi tentang kondisi geomorfologi di suatu daerah. Dengan
mengetahui informasi ini diharapkan kita dapat mengetahu pola distribusi
bentuklahan bentukan fluvial sehingga penggunaan lahan dapat dimanfaatkan
secara optimal.

VII. KESIMPULAN
1. Bentuklahan fluvial merupakan bentuklahan yang terbentuk dari adanya aliran air
baik yang bergerak dalam bentuk limpasan permukaan ataupun yang tergenang dalam
bentuk sungai
2. Karakteristik bentuklahan fluvial yang terlihat di foto udara inframerah, umumnya
pada obyek tubuh air akan terlihat warna biru tua hingga hitam dengan rona yang
sangat gelap, sedangkan pada bentuklahan seperti dataran aluvial, dataran banjir,
gosong sungai, meander terpenggal, serta tanggul sungai memiliki rona yang cerah
dengan warna putih keabu-abuan.
3. Bentuklahan dataran aluvial, dataran banjir, gosong sungai, dan meander terpenggal
umumnya didominasi oleh adanya proses sedimentasi dengan batuan struktur berlapis
tidak kompak
4. Bentuklahan tanggul sungai mengalami proses sedimentasi dan erosi dengan batuan
struktur berlapis tidak kompak
5. Pola aliran yang terdapat pada daerah Sendangagung adalah pola aliran dendritik yang
membentuk cabang menyerupai pohon
6. Daerah yang terbentuk karena proses fluvial umumnya merupakan daerah yang sangat
potensial untuk penyedia air irigasi, air minum, dan material pasir batu yang

bermanfaat diunakan sebagai bahan bangunan. Namun, juga memiliki riskiko bencana
yang tinggi, sebagai contoh banjir, dan tanah longsor.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Asdak,Chay, 2002, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Mulawardhani, Aditya. 2009. Bentang Alam Fluvial. Yogyakarta : Universitas Gadjah
Mada
Siswono, Yopi. 2009. Geomorfologi Fluvial. Bandung : Universitas Padjajaran
Srijono. 2011. Geomorfologi. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada

Vous aimerez peut-être aussi