Vous êtes sur la page 1sur 16

LBM 1

Shivering Fever

STEP 1
STEP 2
1. The correlation between go to Papua and the symptoms?
2. Why he suffered from shivering fever and followed by a sontaneous decrease in temperature with profuse
sweating?
3. What is the correlation between splenomegaly in the scenario?
4. Why the physical examination shows pale palpebral conjunctiva and scleral icterus?
5. Why the blood peripheral blood smear test shows an abnormal erythrocyte?
6. DD?
7. What kind of preventive medication can be given before went to Papua?
8. Explain the types of fever?
9. What types of musquito which related with this case?

STEP 3
1. Definition and the criteria of epidemic, endemic, pandemic, wabah, KLB?
Endemi :
penyakit yg berjangkit di suatu daerah atau pd suatu golongan masyarakat; hawar
source: kbbi3


Epidemi : penyakit menular yg berjangkit dng cepat di daerah yg luas dan menimbulkan banyak
korban, msl penyakit yg tidak secara tetap berjangkit di daerah itu; wabah
source: kbbi3

Pandemi : wabah yg berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yg luas
source: kbbi3

1. Epidemi
Wabah atau epidemi adalah istilah umum untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas
dan pada banyak orang, maupun untuk menyebut penyakit yang menyebar tersebut.Epidemi dipelajari dalam
epidemiologi. Dalam epidemiologi, epidemi berasal dari bahasa Yunani yaitu epi berarti pada dan demos
berarti rakyat. Dengan kata lain, epidemi adalah wabah yang terjadi secara lebih cepat daripada yang diduga.
Jumlah kasus baru penyakit di dalam suatu populasi dalam periode waktu tertentu disebut incide rate (laju
timbulnya penyakit).
Dalam peraturan yang berlaku di Indonesia , pengertian wabah dapat dikatakan sama dengan epidemi, yaitu
kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara
nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka.
2. Endemi
Endemi adalah penyakit yang umum terjadi pada laju konstan namun cukup tinggi pada suatu populasi. Berasal
dari bahasa Yunani en yang artinya di dalam dan demos yang artinya rakyat. Terjadi pada suatu populasi
dan hanya berlangsung di dalam populasi tersebut tanpa adanya pengaruh dari luar.
3. Pandemi
Pandemi atau epidemi global atau wabah global adalah kondisi dimana terjangkitnya penyakit menular pada
banyak orang dalam daerah geografi yang luas. Berasal dari bahasa Yunani pan yang artinya semua dan
demos yang artinya rakyat.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), suatu pandemi dikatakan terjadi bila ketiga syarat berikut telah
terpenuhi :
Timbulnya penyakit bersangkutan merupakan suatu hal baru pada populasi bersangkutan,
Agen penyebab penyakit menginfeksi manusia dan menyebabkan sakit serius,
Agen penyebab penyakit menyebar dengan mudah dan berkelanjutan pada manusia.
Suatu penyakit atau keadaan tidak dapat dikatakan sebagai pandemic hanya karena menewaskan banyak orang.
Sebagai contoh, kelas penyakit yang dikenal sebagai kanker menimbulkan angka kematian yang tinggi namun
tidak digolongkan sebagai pandemi karena tidak ditularkan

4.Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka. (UU RI No 4 th. 1984 tentang wabah penyakit menular).
Peningkatan insidensi kasus yang melebihi ekspektasi normal secara mendadak pada suatu komunitas, di suatu
tempat terbatas, misalnya desa, kecamatan, kota, atau institusi yang tertutup (misalnya sekolah, tempat kerja,
atau pesantren) pada suatu periode waktu tertentu (Gerstman, 1998; Last, 2001; Barreto et al., 2006).
Wabah adalah terdapatnya penderita suatu penyakit tertentu pada penduduk suatu daerah, yang nyata-nyata
melebihi jumlah yang biasa. (Benenson Abram S. Control of Communicable Disease in Man, 14th ed.
Washington DC: The American Public Health Association. 1985).


5.Pengertian KLB
Kejadian yang melebihi keadaan biasa, pada satu / sekelompok masyarakat tertentu. (Mac Mahon and Pugh,
1970; Last, 1983, Benenson, 1990).
Peningkatan frekuensi penderita penyakit, pada populasi tertentu, pada tempat dan musim atau tahun yang sama
(Last, 1983).
Timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian
yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu. (Undang-
undang Wabah, 1969).


Kriteria Kejadian Luar Biasa
(Keputusan Dirjen PPM No 451/91) tentang
Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa


Tergolong Kejadian luar biasa, jika ada unsur :
Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
Peningkatan kejadian penyakit terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut penyakitnya (jam,
hari, minggu).
Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 bih kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya
(jam, hari, minggu, bulan, tahun).
Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan
angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.

2. The correlation between go to Papua and the symptoms?
Spesies Plasmodium pada manusia adalah Plasmodium falciparum, P. vivax, P. ovale, P. malariae. Jenis
Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum dan P. vivax, sedangkan P. malariae
dapat ditemukan di beberapa provinsi antara lain: Lampung, Nusa Tenggara Timur dan Papua. P. ovale pernah
ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua.
Sumber : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI.
Gebrak Malaria. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta.2008. Hal: 1,3.


http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/infeksi-imunologi/malaria/
3. What kind of ilness that are endemic in Papua?
Jenis Penyakit yang di derita di beberapa daerah juga sangat di pengaruhi oleh karakteristik
daerah, Secara umum penyakit yang di derita di wilayah selatan provinsi papua yang pada
ummnya secara geografis adalah daerah rawa adalah kurang gizi, diare, kholera, cacingan,
malaria, dan HIV/AIDS sementara di wilayah pegunungan tengah atau daerah pegunungan dan
lembah adalah kurang gizi, diare, kholera, muntaber dan HIV/AIDS. dan di wilayah utara, kurang
gizi, muntaber, diare, kaki gajah, cacingan, malaria dan HIV/AIDS

Di wilayah pegunungan tengah seperti distrik jila, salah satu distrik dari kabupaten Mimika yang
berada yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Puncak pada ketinggian 4000 kaki dari
permukaan laut, di distrik telah di temukan adanya penyebaran penyakit malaria, sebuah
penyakit endemik yang hanya terdapat di wilayah dataran rendah dan bersuhu panas seperti
wilayah selatan dan utara, artinya telah terjadi peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan
trans-penyakit ke daerah mana penyakit ini dapat menyesuikan diri dengan lingkungan sekitar.

4. Why he suffered from shivering fever, followed by a spontaneous decrease in temperature with profuse
sweating and fever free period for approximately 12 hours?
Stadium Malaria berdasarkan gejala klinis
a. Stadium rigoris (cold stage) = menggigil dan dingin.
Stadium ini penderita merasa kedinginan hingga menggigil disertai dengan konvulsie (kejang yang hebat),
gemetar, pada kulit maupun bibir dan muka menjadi pucat kebiru-biruan (cianosis) karena kekurangan
O2, denyut nadi kecil lemah, dapat disertai muntah, dan pusing kepala merupakan gejala yang paling
dirasakan. Stadium ini berlangsung 15 menit hingga 1 jam yang terjadi karena pecahnya eritrosit, dan
hemoglobin berubah menjadi hemosoint yang bersifat toksin (zat-zat pirogen (monomeric -hematin ).
Keadaan ini bersifat subyektif karena akhir stadium ini suhu badan naik dengan cepat.
b. Stadium Febris (Monst Stage) = Panas.
Setelah stadium rigoris berlangsung akan diikuti oleh stadium febris penderita merasa panas (suhu badan naik)
hingga 40
0
C atau lebih, muka kemerah-merahan, denyut nadi menjadi penuh dan kuat, pernafasan cepat,
pusing kepala bertambah hebat dan kadang disertai muntah maupun diare. Penderita gelisah hingga delirium
(mengigau/meracau) dan merasa sangat haus. Tekanan darah turun, stadium ini berlangsung 2 - 6 jam
Keadaan ini terjadi karena merosoit menyerang eritrosit baru (masuknya merosoit kedalam sel eritrosit).
c. Stadium sudoris (sweating stage) = perspirasi.
Setelah semua merosoit yang berasal dari pecahnya stadium skhisontt yang telah menginfeksi eritrosit,
maka suhu badan menurun disertai keluarnya keringat. Sakit kepala dan keluhan lainnya menurun. Selanjutnya
penderita merasa lelah sekali. Stadium ini berlangsung hingga 2 - 4 jam. Setelah keringat banyak sekali keluar,
penderita merasa lebih enak hingga timbul serangan selanjutnya (gejala menggigil). Dari akhir gejala stadium
sudoris hingga timbul serangan selanjutnya yaitu stadium rigoris (menggigil) disebut Apyrexial Interval, dan
Interval ini berbeda-beda untuk setiap spesies plasmodium antara lain :
1. Falsiparum : berkisar 12 jam.
2. Vivak / ovale : berkisar 30 jam.
3. Malariae : berkisar 60 jam.

MENGGIGIL
Set point pusat pengatur suhu hipotalamus tiba tiba berubah jadi naik (karena zat pirogen) karena suhu darah
sekarang lebih rendah dari set point pengatur suhu hipotalamus akan terjadi reaksi umum yang menyebabkan
kenaikan suhu tubuh. Selama periode ini orang akan kedinginan atau menggigil dan gemetar walaupun
mungkin suhu tubuh sudah berada diatas normal. Kulit terjadi dingin karena vasokontriksi. Sebaliknya orang
tersebut tidak lagi menggigil tetapi sebaliknya tidak mersa dingin atau panas . sepanjang faktor penyebab
masih ada.

BERKERINGAT
Rangsangan Hipotalamik terhadap Menggigil
Terletak pada bagian dorsomedial dari hipotalamus posterior dekat dinding ventrikel ketiga yang
merupakan area pusat motorik primer untuk menggigil. Area ini normalnya dihambat oleh sinyal dari pusat
panas pada area preoptik-hipotalamus anterior, tapi dirangsang oleh sinyal dingin dari kulit dan medulla
spinalis.
Ketika terjadi peningkatan yang tiba-tiba dalam produksi panas, pusat ini teraktivasi ketika suhu tubuh turun
bahkan hanya beberapa derajat dibawah nilai suhu kritis. Pusat ini kemudian meneruskan sinyal yang
menyebabkan menggigil melalui traktus bilateral turun ke batang otak, ke dalam kolumna lateralis medulla
spinalis, dan akhirnya, ke neuron motorik anterior. Sinyal ini tidak teratur, dan tidak benar-benar
menyebabkan gerakan otot yang sebenarnya. Sebaliknya, sinyal tersebut meningkatkan tonus otot rangka
diseluruh tubuh. Ketika tonus meningkat diatas tingkat kritis, proses menggigil dimulai. Selama proses
menggigil maksimum, pembentukan panas tubuh dapat meningkat sebesar 4-5 kali dari normal.
Referensi
Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC.







http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/infeksi-imunologi/malaria/

Adams Diagnosis Fisik



5. Explain the types of fever?
Demam septik
Suhu badan berangsur naik ke tingkat yg tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di
atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat.
Demam hektik
Suhu badan berangsur naik ke tingkat yg tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat
normal pada pagi hari.
Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan
suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yg di
catat pada demam septik.
Demam intermiten
Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti
ini terjadi setiap dua hari sekali di sebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana.
Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang har tidak berbeda lebh dari satu derajat. Pada tingkat demam yg terus-
menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yg kemudian diikuti oleh periode bebas demam
utuk beberapa hari yg kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
((IPD FKUI))

International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal Physiology mendefinisikan demam
sebagai suatu keadaan peningkatan suhu inti, yang sering (tetapi tidak seharusnya) merupakan bagian dari
respons pertahanan organisme multiselular (host) terhadap invasi mikroorganisme atau benda mati yang
patogenik atau dianggap asing oleh host. El-Rahdi dan kawan-kawan mendefinisikan demam (pireksia) dari segi
patofisiologis dan klinis. Secara patofisiologis demam adalah peningkatan thermoregulatory set point dari
pusat hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin 1 (IL-1). Sedangkan secara klinis demam adalah
peningkatan suhu tubuh 1
o
C atau lebih besar di atas nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan. Sebagai
respons terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk mencapai set point yang baru. Hal ini
dicapai secara fisiologis dengan meminimalkan pelepasan panas dan memproduksi panas.
1,2

Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal). Suhu terendah dicapai
pada pagi hari pukul 04.00 06.00 dan tertinggi pada awal malam hari pukul 16.00 18.00. Kurva demam
biasanya juga mengikuti pola diurnal ini.
1,2
Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan,
meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan suhu udara ambien. Oleh karena itu jelas bahwa tidak ada nilai
tunggal untuk suhu tubuh normal. Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi tergantung pada tempat
pengukuran (Tabel 1).
3,4

Tabel 1. Suhu normal pada tempat yang berbeda
Tempat
Jenis termometer
Rentang; rerata suhu
Demam
pengukuran normal (
o
C) (
o
C)
Aksila Air raksa, elektronik 34,7 37,3; 36,4 37,4
Sublingual Air raksa, elektronik 35,5 37,5; 36,6 37,6
Rektal Air raksa, elektronik 36,6 37,9; 37 38
Telinga Emisi infra merah 35,7 37,5; 36,6 37,6

Suhu rektal normal 0,27
o
0,38
o
C (0,5
o
0,7
o
F) lebih tinggi dari suhu oral. Suhu aksila kurang lebih 0,55
o
C (1
o
F)
lebih rendah dari suhu oral.
5
Untuk kepentingan klinis praktis, pasien dianggap demam bila suhu rektal
mencapai 38
o
C, suhu oral 37,6
o
C, suhu aksila 37,4
o
C, atau suhu membran tympani mencapai 37,6
o
C.
1

Hiperpireksia merupakan istilah pada demam yang digunakan bila suhu tubuh melampaui 41,1
o
C (106
o
F).
5

1.2. Pola demam
Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah mendapat antipiretik sehingga
mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola
demam dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi
petunjuk diagnosis yang berguna (Tabel 2.).
1



Tabel 2. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik

Pola demam Penyakit
Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan
Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis
Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik
Quotidian Malaria karena P.vivax
Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis,
beberapa drug fever (contoh karbamazepin)
Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis
Demam rekuren Familial Mediterranean fever
Cunha BA. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin North Am 1996;10:33-44

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu selama periode
24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi. Gambaran pola demam klasik
meliputi:
1,2,6-8

Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap
dengan fluktuasi maksimal 0,4
o
C selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak
terjadi atau tidak signifikan.


Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)
Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi
melebihi 0,5
o
C per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek
pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya
bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

Gambar 2. Demam remiten
Pada demam intermiten suhu shu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu
hari umumnya pada pagi hari,bila terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari
bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana

Gambar 3. Demam intermiten
Demam septik Demam Septik yang tinggi sekali pd malam
hari dan turun kembali di tingkat di atas normal pada pagi hari ditambah keluhan menggigil dan
berkeringat(perbedaan suhu tinggi,>2 C)
Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari.
Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)

Gambar 4. Demam quotidian
Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa
hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang
diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang
melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever
pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran
bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite
fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).
Relapsing fever dan demam periodik:
o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau irregular.
Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu
normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi
setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria
o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh
sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-
borne RF).


Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)
Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba berlangsung
selama 3 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang hampir sama. Suhu
maksimal dapat mencapai 40,6
o
C pada tick-borne fever dan 39,5
o
C pada louse-borne. Gejala
penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap
episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 8 jam),
yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin
saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati
pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan
brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.
o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan Streptobacillus
moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan petunjuk
diagnosis.
o Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada awalnya
dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin
mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari
demam yang berlangsung 3 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa.
Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan
dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).
Daftar Pustaka
1. El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein N, penyunting. Clinical
manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag; 2009.h.1-24.
2. Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG, penyunting. Moffets
Pediatric infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi ke-4. New York: Lippincott William &
Wilkins; 2005.h.318-73.
3. El-Radhi AS, Barry W. Thermometry in paediatric practice. Arch Dis Child 2006;91:351-6.
4. Avner JR. Acute Fever. Pediatr Rev 2009;30:5-13.
5. Del Bene VE. Temperature. Dalam: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, penyunting. Clinical methods: The
history, physical, and laboratory examinations. Edisi ke-3. :Butterworths;1990.h.990-3.
6. Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook
of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.h.
7. Cunha BA. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin North Am 1996;10:33-44
8. Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: Mackowick PA, penyunting. Fever: Basic
mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott-Raven;1997.h.215-36
6. What is the correlation between splenomegaly in the scenario?
Makrofag memfagosit EP di pulpa putih lien yang terdapat vena sentralis dan mengandung agregasi
limfosit sebagai sistem imun, di zona marginal juga mengandung banyak makrofag butuh makrofag
semakin banyak kerja lien semakin berat bekerja hiperplasi dan hipertrofi.

Schizon yang pecah menyebabkan merozoit keluar 15-24 merozoit toxic malaria keluar banyak dan
meluas banyak sitokin proinflamaatori yang keluar di lien penambahan sel-sel radang
splenomegali. Bila masa penyakit terlewati, besar spleen kembali normal.

Bila EP terjadi difiltrasi, lien akan semakin membesar bila terjadi fagositosis, destruksi eritrosit semakin
banyak.

7. Why the physical examination shows pale palpebral conjunctiva and scleral icterus?
Anemia.
Pada malaria dapat terjadi anemia.Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang
menyebabkannya.Anemia terutama tampak jelas pada malaria falsiparum dengan penghancuran eritrosit
yang cepat dan hebat dan pada malaria menahun.Jenis anemia pada malaria adalah hemolitik, normokrom
dan normositik. Pada serangan akut kadar hemoglobin turun secara mendadak. Anemia disebabkan
beberapa faktor : a. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit
terjadi di dalam limpa, dalam hal ini faktor auto imun memegang peran. b. Reduced survival time,
maksudnya eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup lama. c. Diseritropoesis yakni
gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang, retikulosit tidak
dapat dilepaskan dalam peredaran darah perifer

Perbedaan sporozoit dan merozoit?

8. Why the blood peripheral blood smear test shows an abnormal erythrocyte?
Merozoit menyerang eritrosit parasit tumbuh di eritrosit memakan Hb dan metabolismenya
membentuk pigmen hemozoin eritrosit menjadi lebih elastik dan lonjong. Pada p. falciparum terbentuk
knob sehingga dapat menempel pada substansi di endotel vaskuler untuk melakukan sitoadherensi.

Perubahan eritrosit?
Polikromasi
Anisositosis
Anemia akut : sel darah merah menjadi berinti retikulosit
Sel target
Basophilic stripping
Poikilositosis

9. What kind of preventive medication can be given before went to Papua?
. Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur.
2. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk.
3. Memasang kawat nyamuk pada jendela dan ventilasi.
4. Tidak keluar rumah antara senja dan malam hari, bila terpaksa keluar sebaiknya mengenakan kemeja dan
celana panjang berwarna terang karena nyamuk lebih menyukai warna gelap.
5. Menyemprot kamar dengan obat nyamuk ataun menggunakan obat nyamuk bakar.
6. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
7. Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
8. Membersihkan tempat hinggap / istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
9. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan serta genangan air.
10. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada genangan air atau
menebarkan ikan atau hewan pemakan jentik.
11. Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau sepanjang pantai.
12. Menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan ruang tidur, semak-semak sekitar rumah, genangan
air, dan kandang-kandang ternak.
13. Memelihara ikan pada air yang tergenang, seperti : kolam, sawah dan parit.
14. Pemberian obat chloroquine bila mengunjungi daerah endemik malaria.
Pencegahan Seperti kebanyakan penyakit vektor, pengontrolan malaria bergantung pada kombinasi
pengobatan penyakit, eradikasi vektor, dan perlindungan terhadap gigitan nyamuk yang berupa vektor
malaria. Eradikasi vektor biasanya dicapai dengan penggunaan insektisida, menyemprot rumah-rumah dengan
DDT (dichlorodiphenyltrichloroethane) yang merupakan pestisida sintetik, ataupun dengan pengontrolan
habitat seperti drainase rawa (Finch, R.G. et al, 2005).
Menurut Chen L.H. et al (2006), pentingnya dan efektivitas upaya proteksi pribadi harus ditegaskan terutama
pada orang yang sering berpergian. Upaya ini termasuk perilaku untuk mengurangi paparan terhadap nyamuk,
misalnya tinggal di dalam pada senja sampai fajar, menggunakan barrier clothing, penggunaan kelambu yang
telah disemprot dengan insektida, dan penggunaan mosquito repellent yang efektif. Freedman (2008)
mengatakan bahwa mosquito repellent yang digunakan harus mengandung 30%-50% DEET (N,N-diethyl-3-
methylbenzamide) dan dioleskan pada kulit setiap 4-6 jam.
Sampai saat ini, tidak terdapat vaksin yang efektif untuk malaria (Finch, R.G. et al, 2005). Menurut Chen L.H. et
al (2006), kebanyakan chemoprophylaxis regimen memberi proteksi sebanyak 75% - 95%. Tidak terdapat
chemoprophylactic regimen yang 100% efektif, walaupun obat tersebut dikonsumsi dengan teratur dan baik.
Walaupun begitu, chemoprophylaxis antimalarial dapat mengurangkan keparahan infeksi jika seseorang digigit
oleh nyamuk yang terinfeksi. Berdasarkan itu, profilaksis malaria dianjurkan untuk orang yang berpergian ke
tempat endemis malaria. Freedman (2008) mengatakan bahwa sesiapa yang baru pulang dari tempat endemis
malaria dan menderita demam harus segera berjumpa dengan dokter untuk pemeriksaan
Strategi Terapi
Strategi terapi untuk malaria yaitu terapi farmakologis menggunakan obat antimalaria.Terapi farmakologis
antara lain meliputi:
1. Klorokuin merupakan obat pilihan untuk pengobatan malaria nonfalcifarum danfalcifarum yang sensitif.
Klorokuin hanya efektif terhadap parasit dalam fase eritrosit, tetapi tidak untuk parasit yang ada di jaringan.
2. Quinin dan Quinidin merupakan skizontizida yang sangat efektif terhadap empat spesies parasit malaria. Obat
ini adalah gametosida terhadap P. vivak dan P. ovale, akan tetapi obat ini tidak efektif terhadap parasit tahap
hepatis.
3. Mefloquin merupakan terapi yang efektif terhadap strain P. falcifarum yang resisten Klorokuin dan spesies
lainnya. Klorokuin mempunyai aktivitas skizontisida darah yang kuat terhadap P. falcifarum dan P. vivak, tetapi
tidak efektif menghadapi tahap hepatis atau gametosit.
4. Primaquin merupakan obat pilihan untuk penyembuhan radikal malaria yang disebabkan P. vivak dan P.
ovale. Primaquine aktif erhadap tahap hepatis dan merupakan gametosida dari semua parasit malaria. Sehingga
obat ini dapat digunakan untuk membasmi P. vivak dan P. ovale dalam hati sesudah pengobatan Klorokuin.
Pada area dimana P.falcifarum resisten terhadap 4-aminiquinolines
Presumptive Treatment. Sulphadoxine/shulphalene (1000 mg) piremethamine (50 mg) combinasi
(single dose) dengan primaquine 30-45 mg (single dose).Pada area dimana berkurangnya respon
dengan obat ini (S-P) di laporkan, dosis sebaiknya di tinggikan 3 tablet.
Radical treatment. Sulphadoxine/shulphalene (1500 mg) piremethamine (75 mg) combinasi (single
dose) dengan primaquine 30-45 mg.
Jika pasien sakit parah tapi dalam keadaan sadar pemberian terapi oral memungkinkan: quinine
sulphat 1800 mg (dengan membagi dosis) selama 2-3 hari (untuk menghilangkan parasit dan gejala
klinik lebih cepat) diikuti sulphadoxine/shulphalene-piremithamine combinasi dengan primaquin
seperti di atas.
Pada area dimana P.falcifarum resisten terhadap cloroquine dan sulfhadonamine-anti folate combinasi
Nama Obat Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4-7
Quinine
1800 mg (600
mg 3 x sehari) 1800 mg 1800 mg 1800 mg dialy
Quinineplus
Tetracycline
1800 mg 1800 mg 1800 mg 1800 mg
1-2 g 1-2 g 1-2 g 1-2 g dialy
Meflaquine (750 mg) sulphadoxine (1500 mg) pyrimithamine (75 mg) combination (single dose)
with primaquine 30-45 mg, ketika diagnosis ditegakkan pada pemeriksaan mikroskopik, jika obat ini
(MSP) tersedia.

.
Obat antiparasit???

10. What types of musquito which related with this case?
11. DD?

Vous aimerez peut-être aussi