Vous êtes sur la page 1sur 19

ANALISA PENGARUH PARAMETER KUALITAS BATUBARA LOW

RANK TERHADAP EMISI BUANG DARI SISTEM PEMBAKARAN


BATUBARA DI PT. BAKTI NUGRAHA YUDA ENERGY,
BATURAJA TIMUR, SUMATERA SELATAN

PROPOSAL PENELITIAN TUGAS AKHIR


Diajukan Untuk Penelitian Tugas Akhir Mahasiswa
Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Sriwijaya

Oleh
JOUNALDO SAFPUTRA
03101002020

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK

2014
IDENTITAS DAN PENGESAHAN USULAN PENELITIAN
TUGAS AKHIR MAHASISWA
1. Judul

ANALISA PENGARUH PARAMETER KUALITAS BATUBARA LOW RANK


TERHADAP EMISI BUANG DARI SISTEM PEMBAKARAN BATUBARA DI
PT. BAKTI NUGRAHA YUDA ENERGY, BATURAJA TIMUR, SUMATERA
SELATAN
2. Pengusul
:
a. Nama
: Jounaldo Safputra
b. Jenis Kelamin
: Laki-laki
c. NIM
: 03101002020
d. Semester
: VIII (Delapan)
e. Fakultas/Jurusan/konsentrasi : Teknik/Teknik Pertambangan/Batubara
f. Alamat e-Mail
: jounaldosaputra@yahoo.com
3. Lokasi Penelitian
:
PLTU MULUT TAMBANG PT. BAKTI NUGRAHA YUDA ENERGY, DESA
TERUSAN, BATURAJA TIMUR, SUMATERA SELATAN.
Indralaya,

Maret 2014

Jounaldo Safputra
NIM. 03101002020
Menyetujui :
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan

Pembimbing Proposal

Hj.RR. Harminuke Eko Handayani, ST., MT


NIP. 196902091997032001

Ir. Makmur Asyik, MS


NIP. 195912281988101001
a.n. Pimpinan Perusahaan,

.
NIP.
A. JUDUL

ANALISA PENGARUH PARAMETER KUALITAS BATUBARA LOW RANK


TERHADAP EMISI BUANG DARI SISTEM PEMBAKARAN BATUBARA
DI PT. BAKTI NUGRAHA YUDA ENERGY, BATURAJA TIMUR,
SUMATERA SELATAN
B. BIDANG ILMU

Teknik Pertambangan
C. LATAR BELAKANG :
Pembangkit

Listrik

Tenaga

Uap

(PLTU)

mulut

tambang

yang

dikembangkan oleh PT. Bakti Nugraha Yuda Energy (PT. BNYE) adalah
pembangkit listrik tenaga uap yang dioperasikan untuk memenuhi kebutuhan
listrik daerah di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) dimana PLTU milik PT.
BNYE ini bekerja sama dengan PT. Bhati Nugraha Yuda (PT. BNY) dalam
pemenuhan kebutuhan batubara untuk menghasilkan daya listrik yang akan
dihasilkan serta penjualan daya ke Perusahaan Listrik Negara (PLN) daerah
OKU, batubara yang dihasilkan oleh PT. BNY merupakan batubara kualitas
rendah atau low rank coal. PLTU mulut tambang ini baru beroperasi sejak awal
tahun 2014.
Perusahaan Listrik Tenaga Uap atau PLTU mulut tambang adalah pabrik
pembangkit listrik yang menggunakan tenaga uap sebagai pengahsil daya untuk
menghasilkan listrik dengan bahan utama penghasil uap tersebut adalah dengan
pembakaran batubara. Itu sebabnya batubara adalah salah satu material pemenuh
kebutuhan energi di Indonesia bahkan dunia. Batubara adalah bahan bakar paling
melimpah ketersediaanya didunia, pembakaran batubara adalah salah satu
pemanfaatan batubara yang sudah sekian lama dilakukan didunia, pada pabrik

pembangkit listrik tenaga uap ini pembakaran batubara bertujuan untuk


menghasilkan energi uap guna menghasilkan daya listrik. Masalah yang muncul
dari pembakaran batubara salah satunya adalah menghasilkan emisi berupa abu
hasil pembakaran atau disebut juga fly ash, abu ini dihasilkan dari seberapa
banyaknya material pengotor dari batubara (purities) itu dapat berupa dari
volatile matter yang terkandung dalam batubara.
Fly ash adalah salah satu jenis partikulat yang dapat diklasifikasikan dalam
debu. Hal ini karena biasanya fly ash dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi. Abu
terbang (fly ash) sebagai limbah PLTU berbahan bakar batubara dikategorikan
oleh Bapedal sebagai limbah berbahaya (B3). Sehubungan dengan meningkatnya
jumlah pembangunan PLTU berbahan bakar batubara di Indonesia, maka jumlah
limbah abu terbang juga akan semakin meningkat. Karena diklasifikasikan
sebagai debu pencemaran yang berbahaya maka keberadaan fly ash hasil
pembakaran batubara ini diharapkan seminimal mungkin.
Karena perusahaan ini mengeksplorasi batubara dengan kelas rendah (low
rank) dan dilakukan pembakaran yang tak jauh dari pemukiman rakyat, maka
analisa ini sangat dibutuhkan. Sebab batubara yang dieksplorasi akan digunakan
sebagai bahan bakar. Pengujian analisa ini pun harus benar-benar akurat, agar
analisa kandungan fly ash pada laboratorium mendapatkan hasil yang realistis.
Kandungan fly ash ini dihitung dalam total volatile matter pada sampel abu
batubara hasil pembakaran.
D. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan memiliki beberapa tujuan yaitu :
1. Mengetahui

pengaruh

kualitas

batubara

terhadap

emisi

hasil

pembakaran batubara low rank di PLTU mulut tambang dengan sistem


pembakaran batubara yang digunakan oleh PLTU.

2. Mengetahui apakah emisi yang dihasilkan dari proses pembakaran


batubara berdampak aman atau tidak terhadap lingkungan sekitar
pabrik pembakaran.
3. Mengetahui jumlah emisi yang dihasilkan dari proses pembakaran
untuk setiap megawatt daya yan dihasilkan.

E. PERMASALAHAN
Beberapa kualitas batubara dapat mempengaruhi keterbakaran batubara
baik itu saat sebelum pembakaran, saat pembakaran dan setelah pembakaran
(hasil pembakaran), serta pengaruh dari bahan bakar yang digunakan untuk
pembakran terhadap emisi yang dihasilkan, dimana analisa pengaruh dari
parameter kulitas ini berguna untuk mengetahui kualitas hasil pembakaran
(emisi) batubara terhadap lingkungan.
F. PEMBATASAN MASALAH
Ruang lingkup pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah analisa
fisika dan kimia hasil dari proses pembakaran batubara, analisa kimia yaitu
mengenai kandungan (content) batubara umpan dan abu terbang (fly ash) dan
analisa fisika mengenai jumlah (quantity) abu terbang yang dihasilkan untuk
setiap pembakaran dalam menghasilkan tiap megawatt.
G. MANFAAT
Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui kadar abu (ash content) yang
dihasilkan dari proses pembakaran batubara dapat dinyatakan sebagai emisi
buang yang berbahaya atau aman untuk lingkungan sekitar PLTU dan dapat
digunakan sebagai acuan dalam analisa dampak lingkungan (AMDAL) dan
mengetahui jumlah abu yang dihasikan dari proses pembakaran apakah dengan
jumlah itu abu dinyatakan aman atau tidak terhadap lingkungan sekitar pabrik

pembakaran dikarenakan unit pembakaran berjarak sangat dekat dengan


perumahan rakyat.
H. METODELOGI PENELITIAN
Di dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggabungkan antara teori
dengan data-data lapangan. Sehingga dari keduanya didapat pendekatan
penyelesaian masalah. Adapun urutan pekerjaan penelitian yaitu:

GAMBAR 1
BAGAN ALIR METODELOGI PENELITIAN YANG AKAN DILAKUKAN

I. LANDASAN TEORI
1.

Batubara
Secara definisi batubara adalah batuan sedimen yang berasal dari
material organic (organo clastic sedimentary rock), dapat dibakar dan
memiliki kandungan utama berupa C, H, O (Sukandarrumidi, 2004). Secara
proses (Genesa) batubara adalah lapisan yang merupakan hasil akumulasi
tumbuhandan material organik pada suatu lingkungan pengendapan tertentu,
yang disebabkan oleh proses syn-sedimentary dan post-sedimentary, sehingga
menghasilkan rank dan tipe tertentu.

Sumber : Aziz, 2006

GAMBAR 2
SKEMA PEMBENTUKAN BATUBARA
Batubara coklat (brown coal) adalah jenis batubara yang paling rendah
peringkatnya, bersifat lunak, mudah diremas, mengandung kadar air yang
tinggi (10-70%), terdiri atas batubara coklat muda lunak (soft brown coal) dan
batubara lignitik atau batubara cokelat keras (lignitic atau hard brown coal)
yang memperlihatkan struktur kayu. Nilai kalorinya <5700 kal/gr (dry

mineral matter free) sedangkan batubara keras (hard coal) adalah semua jenis
batubara yang peringkatnya lebih tinggi dari brown coal, bersifat lebih keras,
tidak mudah diremas, kompak, mengandung kadar air yang relative rendah,
umumnya struktur kayunya tidak tampak lagi, relative tahan terhadap
kerusakan fisik pada saat penanganan (coal handling). Nilai kalorinya > 5700
kal/gr (dry mineral matter free).
2.

Hubungan antara volatile matter dan nilai kalori


batubara terhadap fly ash (abu terbang)
Batubara tidak mengandung ash, tetapi mengandung zat anorganik
berupa mineral. Ash adalah residu anorganik hasil pembakaran batubara,
terdiri dari oksida logam seperti Fe2O3, MgO, Na2O, K2O, dsb, dan oksida
non-logam seperti SiO2, P2O5, dan lainnya (Aziz, 2006).
Penetapan ash merupakan bagian dari analisis proximate. Prinsip dari
penetapan ini ialah sejumlah contoh batubara yang sudah dihaluskan (+1
gram) dibakar pada suhu dengan rambat pemanasan tertentu sampai didapat
residu (abu). Residu yang didapat ditimbang dan dihitung jumlahnya dalam
persen.
Nilai kandungan ash suatu batubara selalu lebih kecil daripada nilai
kandungan mineralnya. Hal ini terjadi karena selama pembakaran telah terjadi
perubahan kimiawi pada batubara tersebut, seperti menguapnya air kristal,
karbondioksida dan oksida sulfur.
Apabila

gram

contoh

contoh

batubara

dipanaskan

pada

kondisi standar tertentu (suhu 900oC, selama 7 menit dalam furnace khusus)
maka akan ada bagian yang terbakar dan menguap. Bagian yang terbakar dan
menguap tersebut ialah volatile matter (VM) dan moisture.
Untuk mendapatkan nilai %VM, persen bagian yang terbakar dan
menguap tersebut dikurangi %moisture. Analisis ini merupakan bagian dari
penetapan proximate.

3.

Karakteristik Fly Ash (Abu Terbang)


Abu terbang merupakan limbah padat hasil dari proses pembakaran di
dalam furnace pada PLTU yang kemudian terbawa keluar oleh sisa-sisa
pembakaran

serta

di

tangkap

dengan

mengunakan

elektrostatic

precipitator. Fly ash merupakan residu mineral dalam butir halus yang
dihasilkan dari pembakaran batu bara yang dihaluskan pada suatu pusat
pembangkit listrik. Fly ash terdiri dari bahan inorganik yang terdapat di dalam
batu bara yang telah mengalami fusi selama pembakarannya. Bahan ini
memadat selama berada di dalam gas-gas buangan dan dikumpulkan
menggunakan presipitator elektrostatik. Karena partikel-partikel ini memadat
selama tersuspensi di dalam gas-gas buangan, partikel-partikel umumnya
berbentuk bulat. Partikel-partikel fly ash yang terkumpul pada presipitator
elektrostatik biasanya berukuran silt (0.074 0.005 mm). Bahan ini terutama
terdiri dari silikon dioksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3) dan besi oksida
(Fe2O3) (Aziz, 2006).
Jika limbah abu ini tidak ditangani akan menimbulkan masalah
pencemaran lingkungan. Salah satu kemungkinan penanganannya adalah
dengan memanfaatkan abu terbang ini untuk bahan baku pembuatan
refraktori..Penyumbang terbesar produksi abu terbang batubara adalah sektor
pembangkit listrik.

TABEL I
JUMLAH DAN PERKIRAAN PRODUKSI ABU TERBANG DAN ABU
DASAR OLEH PLTU DI INDONESIA
Tahun

Kapasitas
listrik PLTU
(MW)

Konsumsi
batubara
(juta ton)

Produksi
abu dasar
(juta ton)

Produksi
abu terbang
(juta ton)

Jumlah abu
(juta ton)

1996
2000
2006
2009

2.66
10.155
12.22
19.99

7.3
27.7
33.3
54.5

0.04
0.25
0.30
0.49

0.25
1.41
1.70
2.78

0.29
1.66
2.00
3.27

Sumber : Aziz, 2006

Dalam laporan penelitian yang dilakukan aziz dkk. yang berjudul


Karakterisasi Abu Terbang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Dan
Evaluasinya Untuk Refraktori Cor menyebutkan faktor-faktor utama yang
mempengaruhi dalam kandungan mineral fly ash (abu terbang) dari batu bara
adalah:
a. Komposisi kimia batu bara
b. Proses pembakaran batu bara
c. Bahan tambahan yang digunakan termasuk bahan tambahan minyak
untuk stabilisasi nyala api dan bahan tambahan untuk pengendalian
korosi.
Senyawa-senyawa penyusun abu terbang sebenarnya sangat ditentukan
oleh mineral-mineral pengotor bawaan yang terdapat pada batu bara itu
sendiri yang disebut dengan inherent mineral matter. Mineral pengotor yang
terdapat dalam batu bara dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
a. Syngenetic atau disebut dengan mineral matter
Pada dasarnya mineral-mineral ini terendapkan di tempat tersebut
bersamaan dengan saat prosespembentukan peat (gambut).
b. Epigenetica juga disebut dengan extraneous mineral matter
Pada prinsipnya mineral-mineral pengotor ini terakumulasi pada
cekungan setelah proses pembentukan lapisan peat tersebut selesai.
(Aziz, 2006).
Dari sejumlah abu yang dihasilkan dalam proses pembakaran batubara,
maka sebanyak 55% - 85 % berupa abu terbang (fly ash) dan sisanya berupa
abu dasar (bottom ash). Sedangkan dari PLTU biasanya dari sejumlah abu

yang dihasilkan hampir 90 % berupa abu terbang (fly ash). Kedua jenis abu ini
memiliki perbedaan karakteristik serta pemanfaatannya. Biasanya untuk fly
ash (abu terbang) banyak dimanfaatkan dalam perusahaan industri karena abu
terbang ini mempunyai sifat pozolanik, sedangkan unutk abu dasar sangat
sedikit pemanfaatannya dan biasanya digunakan sebagai material pengisi.
4.

Proses Pembentukan Fly Ash (Abu Terbang)


Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun
terfluidakan

(fluidized

bed

system)

dan

unggun

tetap

(fixed

bed

system atau grate system). Disamping itu terdapat system ke-3 yakni spouted
bed

system atau

yang

dikenal

dengan

unggun

pancar.

(Koesnadi,

2008) Fluidized bed system adalah sistem dimana udara ditiup dari bawah
menggunakan blower sehingga benda padat di atasnya berkelakuan mirip
fluida. Teknik fluidisasi dalam pembakaran batubara adalah teknik yang
paling efisien dalam menghasilkan energi. Pasir atau corundum yang berlaku
sebagai medium pemanas dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan biasanya
dilakukan dengan minyak bakar. Setelah temperatur pasir mencapai
temperature bakar batubara (300oC) maka diumpankanlah batubara. Sistem ini
menghasilkan abu terbang dan abu yang turun di bawah alat. abu-abu tersebut
disebut dengan fly ash dan bottom ash. Teknologi fluidized bed biasanya
digunakan di PLTU (Pembangkit Listruk Tenaga Uap). Komposisi fly
ash dan bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah : (8090%) berbanding (10-20%). Fixed bed system atau Grate system adalah teknik
pembakaran dimana batubara berada di atas conveyor yang berjalan
atau grate. Sistem ini kurang efisien karena batubara yang terbakar kurang
sempurna atau dengan perkataan lain masih ada karbon yang tersisa. Ash yang
terbentuk terutama bottom ash masih memiliki kandungan kalori sekitar 3000
kkal/kg. Di China, bottom ash digunakan sebagai bahan bakar untuk kerajinan
besi (pandai besi). Teknologi fixed bed system banyak digunakan pada industri

tekstil sebagai pembangkit uap (steam generator). Komposisi fly ash dan
bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah : (15-25%)
berbanding (75-25%).
5.

Sifat-sifat Fly Ash (Abu Terbang)


Abu terbang mempunyai sifat-sifat yang sangat menguntungkan di
dalam menunjang pemanfaatannya yaitu :
1.

Sifat Fisik
Abu terbang merupakan material yang di hasilkan dari proses
pembakaran batubara pada alat pembangkit listrik, sehingga semua sifatsifatnya juga ditentukan oleh komposisi dan sifat-sifat mineral-mineral
pengotor dalam batubara serta proses pembakarannya. Dalam proses
pembakaran batubara ini titik leleh abu batubara lebih tinggi dari
temperatur pembakarannya, dan kondisi ini menghasilkan abu yang
memiliki tekstur butiran yang sangat halus, abu terbang batubara terdiri
dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga.
Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih
kecil dari 0,075mm. Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 sampai
3000 kg/m3 dan luas area spesifiknya (diukur berdasarkan metode
permeabilitas udara blaine) antara 170 sampai 1000 m 2/kg. Adapun sifatsifat fisiknya antara lain :
a) Warna : abu-abu keputihan
b) Ukuran butir : sangat halus yaitu sekitar 88 %

2.

Sifat Kimia
Komponen utama dari abu terbang batubara yag berasal dari
pembangkit listrik adalah silikat (SiO2), alumina(Al2O3), dan besi
oksida(Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium, magnesium, dan belerang
(Koesnadi, 2008).

Sifat kimia dari abu terbang batubara dipengaruhi oleh jenis batubara
yan dibakar dan teknik penyimpanan serta penanganannya. Pembakaran
batubara lignit dan sub/bituminous menghasilkan abu terbang dengan
kalsium dan magnesium oksida lebih banyak daripada bituminus. Namun,
memiliki kandungan silika, alumina, dan karbon yang lebih sedikit
daripada bituminous. Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus yang
umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel abu terbang
hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari 0,075 mm.
Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100-3000 kg/m3 dan luas area
spesifiknya antara 170-1000 m2/kg.
TABEL II
KOMPOSISI KIMIA ABU TERBANG BATUBARA
Komponen
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
MgO
SO3
Na2O
K2O
LOI

Bituminous
20-60%
5-35%
10-40%
1-12%
0-5%
0-4%
0-4%
0-3%
0-15%

Sub-bituminous
40-60%
20-30%
4-10%
5-30%
1-6%
0-2%
0-2%
0-4%
0-3%

Lignite
15-45%
10-25%
4-15%
15-40%
3-10%
0-10%
0-6%
0-4%
0-5%

Sumber : Koesnadi, 2008

6. Analisa Batubara
Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang
mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh
maseral dan mineral matter penyusunnya, serta oleh derajat coalification
(rank) (Widodo S, 2008).
Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa
kimia pada batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat dan
analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air

(moisture), zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan
kadar abu (ash), sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan
kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang.
Analisis

proximate

batubara

digunakan

untuk

mengetahui

karakteristik dan kualitas batubara dalam kaitannya dengan pemanfaatan


batubara tersebut, yaitu untuk mengetahui jumlah relatif air lembab
(moisture content), zat terbang (volatile matter), abu (ash), dan karbon
tertambat

(fixed

carbon)

yang

terkandung

didalam

batubara

,Sukandarrumidi (2004). Analisis proximate ini merupakan pengujian yang


paling mendasar dalam penentuan kualitas batubara. Selain itu dalam
penelitian ini dilakukan analisis kandungan sulfur dan analisis nilai kalori
untuk mendukung data analisis , Sukandarrumidi (2006).
Analisis ultimate dijalankan dengan analisis kimia untuk menentukan
kadar karbon (C), hidrogen (H2), oksigen (O2), nitrogen (N2), dan belerang
(S). Keberadaan dan sifat dari unsur-unsur tersebut sebanding dengan
peringkat batubara, semakin tinggi rank batubara semakin tinggi
kandungan karbonnya, sementara kandungan hidrogen dan oksigennya
akan semakin berkurang. Sedangkan nitrogen merupakan unsur yang
bersifat bervariasi bergantung dari material pembentuk batubara. Analisa
carbon pada ultimate tidak sama dengan analisa pada fixed carbon. Fixed
carbon merupakan kadar karbon tertambat atau karbon tetap tertinggal
bersama abu bila batu bara telah dibakar tanpa oksigen dan setelah zat
volatil habis. Fixed carbon merupakan kadar karbon yang pada temperatur
penetapan volatile matter tidak menguap. Sedangkan carbon yang
menguap pada temperatur tersebut termasuk kedalam volatile matter.
Penetuan fixed carbon ditetapkan dari analisa tak langsung.
Analisis petrografi juga digunakan untuk menganalisis fasies
batubara mulai dari tipe pengendapan, rumpun tumbuhan pembentuk,

lingkungan pengendapan dan persediaan bahan makanan Diessel (1986).


Analisa petrografi juga berguna untuk mengetahui kandungan mineral dan
maseral apa saja yang terkandung dalam batubara umpan, contoh
komposisi variasi maseral suatu daerah X berdasarkan hasil analisis
petrografi

hampir

sama

terdiri

maseral

desmocollinite,

densite,

corpogelinite, resinite, suberinite, semifusinite, sclerotinite, inertodetrinite


dan mineral matter (pyrite dan clay). Dengan variasi maseral tersebut maka
didapat nilai TPI (Tissue Preservation Index), GI (Gelification Index), VI
(Vegetation Index) dan GWI (Ground Water Index) yang bervariasi namun
fasies batubara sama pada daerah Y,akan didapat hasil rumpun tumbuhan
pembentuk yakni rawa hutan (forest swamps), lingkungan pengendapan
Limnic (Inundated Marsh) dan untuk persediaan bahan makanan rawa
(Widodo S, 2008)

J. JADWAL PELAKSAAN
Rencana pelaksanaan kerja skripsi adalah mulai tanggal 5 Mei 2014 sampai
dengan 7 Juni 2014 dengan jadwal pelaksanaan sebagai berikut:
TABEL III
URAIAN JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
No

Uraian Kegiatan

Minggu

1
1

Orientasi Lapangan

Pengumpulan Referensi dan Data


Pengolahan Data, Konsultasi dan
Bimbingan
Penyusunan dan Pengumpulan
Laporan

3
4

K. PENUTUP
Demikianlah proposal ini kami buat sebagai bahan pertimbangan bagi
Bapak/Ibu agar dapat menerima kami untuk melaksanakan Tugas Akhir di PT.
Bakti Nugaraha Yuda Energy. Dan untuk selanjutnya kami mohon bimbingan
dan arahan dari Bapak dalam pelaksanaannya nanti.
L. DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Muchtar, Ngurah Ardha Dan Lili Tahli. 2006. Karakterisasi Abu Terbang
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Dan Evaluasinya Untuk
Refraktori Cor. www.tekmira.esdm.go.id. Di akses pada tanggal 22 Maret
2014.
Gary L. Borman, Kenneth W. Ragland. 1998. Coumbustion Engineering.
McGraw-Hill. ,163.p.
Koesnadi, Heri.2008. Fly Ash. http://heri-mylife.blogspot.com/2008/06/flyash.html.Di akses pada tanggal 22 Maret 2014.
Nuroniah, N., Rochman, T., Hanafiah, H., Mahfud, A., Kosasih, E., &
Hernawati, T., 1995. Pengkajian Karakterisasi Batubara Indonesia,
Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan
Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral,
Bandung.

Sukandarrumidi. 2004. Batubara dan Gambut. Penerbit Gadjah Mada University


Press. Cetakan, Ke-2. Yogyakarta.

Sukandarrumidi.2006. Batubara dan Pemanfaatannya. Penerbit Gadjah Mada


University Press. Cetakan, Ke-1. Yogyakarta.
Widodo, S. 2008. Organic Petrology and Geochemistry of Miocene Coals from
Kutai Basin, Mahakam Delta, East Kalimantan, Indonesia: Genesis of
Coal and Depostional Enviroment. Dissertation Zor Erlangung des
Doktorgrades der Naturwissenscha Vorgelegt Beim Fachbereich
Geowissenschaften/Geographie der Johana Wolfgang Goethe-Universitat
Frankfurtan Main, 173.p.

Vous aimerez peut-être aussi