Vous êtes sur la page 1sur 17

BAB I

PENDAHULUAN



























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cemaran pada Makanan
Menurut peraturan kepala BPOM RI tahun 2009, yang dimaksud dengan
cemaran adalah bahan yang tidak dikehendaki ada dalam makanan yang
mungkin berasal dari lingkungan atau sebagai akibat proses produksi makanan,
dapat berupa cemaran biologis, kimia dan benda asing yang dapat mengganggu,
merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
Kontaminasi adalah terdapatnya bahan atau organisme berbahaya dalam
makanan secara tidak sengaja. Bahan atau organisme berbahaya tersebut
disebut kontaminan. Keberadaan kontaminan dalam makanan kadang-kadang
hanaya mengakibatkan penurunan nialai estetis dari makanan. Misalnya adanya
sehelai rambut pada makanan. Meskipun demikian kontaminan dapat pula
menimbilkan efek yang lebih merugikan antara lain gangguan kesehatan baik
akut maupun kronis hingga kematian bagi orang yang mengkonsumsi makanan
terkontaminasi.
Jenis-jenis kontaminan yang sering terdapat dalam makanan dibedakan
menjadi 3 yaitu kontaminan biologis, kimiawi, dan kontaminan fisik
(Purnawijayanti, 2001).
2.1.1 Cemaran biologis
Cemaran biologis adalah cemaran dalam makanan yang berasal dari
bahan hayati, dapat berupa cemaran mikroba atau cemaran lainnya seperti
cemara protozoa, fungi, serangga dan nematoda.
Mikroorganisme adalah pencemar yang banyak diwaspadai, karena
keberadaannya dalam makanan sering tidak disadari, hingga menimbulkan efek
yang tidak diinginkan bila dikonsumsi (Purnawijayanti, 2001).
Makanan yang telah dihinggapi mikroorganisme akan mengalami
penguraian sehingga dapat mengurangi nilai gizi dan kualitasnya. Bakteri yang
tumbuh di dalam makanan mengubah makanan tersebut menjadi zat organik
yang berkurang energinya. Faktor-faktor ynag mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme meliputi:
a. Faktor intrinsik : Sifat fisika-kimia, kandungan nutrisi, pH.
b. Faktor ekstrinsik : Kondisi lingkungan, suhu, kelembaban, cahaya.
c. Faktor implisit : Sifat mikroorganisme itu sendiri.
d. Faktor pengolahan : Pemanasan, pendinginan, bahan pengawet.
Cemaran mikrobiologis pada makanan berasal dari beberapa sumber.
Cemaran ini dapat berasal dari bahan metah, pekerja, peralatan dan ruang
produksi serta sumber air. Cemaran ini dapat berasal dari bahan mentah,
pekerja, peralatan dan ruang produksi serta sumber air. Cemaran ini dapat pula
terjadi pada produk akhir melalui kontaminasi silang dari bahan mentah kepada
produk akhir atau terjadi saat distribusi ke konsumen. Dalam setiap unit
pengolahan makanan, termasuk jasa rumah makan perlu diketahui secara pasti
sumber utama yang menyebabkan pencemaran pada makanan untuk
mengurangi resiko terjadinya kercunan makanan. Cemaran pangan dapat terjadi
pada setiap tahap dalam rantai pengolahan pangan dari farm to table
(Worsfold and Griffith, 2003).
Beberapa cemaran mikroorganisme menurut BPOM yang mendapat
perhatian dan banyak terdapat pada makanan adalah bakteri dan fungi. Mikroba
dengan jenis atau jumlah tertentu yang berada dalam makanan pada batas
tertentu dapat menimbulkan resiko kesehatan pada manusia.
Bakteri merupakan mikroorganisme bersel tunggal yang memiliki
dinding sel, berkembang biak dengan membelah diri dan mempunyai bentuk
utama yaitu kokus, basil, koma dan spiral. Contoh bakteri yang menyebabkan
masalah kesehatan karena keberadaannya dalam makanan adalah: Bacillus
cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium perfriingens, E. coli, Salmonella sp.,
Staphylococcus aureus (BSNI, 2009).
Analisis mikrobiologis dapat dilakukan secara kualitatif maupun
kuantitatif:
a. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif merupakan analisis untuk mengetahui presence atau
absence (ada atau tidaknya) suatu cemaran mikrobiologis yang dideteksi
secara langsung maupun tidak langsung terhadap sejumlah sampel.
Pada metode kualitatif dilakukan perbanyakan terlebih dahulu dari sel
mikroorganisme yang umumnya dalam jumlah sedikit dan bahkan kadang-
kadang dalam kondisi lemah. Ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu tahap
enrichment, tahap isolasi pada media selektif, tahap identifikasi dengan
reaksi biokimia dan dilanjutkan dengan analisa immunologi atau serologi dan
bila diperlukan dapat juga dilakukan dengan identifikasi DNA menggunakan
metode PCR.
1. Tahap enrichment
Umumnya digunakan media cair yang berguna untuk memberi
kesempatan mikroorganisme dapat tumbuh pada media, juga dapat
ditambahkan inhibitor yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lain yang tidak diharapakan.
2. Tahap isolasi
Tiap koloni mikroorganisme yang akan diidentifikasi harus benar-
benar murni dan untuk mendapatkan biakan murni digunakan media
selektif yang memungkinkan untuk isolasi koloni mikroorganisme
tertentu. Pada tahap ini dapat dimodifikasi dengan penambahan indikator
tertentu yang akan bereaksi dengan metabolit koloni sehingga didapat
hasil uji cepat (rapid test).




3. Tahap konfirmasi
Tahap konfirmasi dilakukan dengan berbagai metode diantaranya:
Pewarnaan Gram
Identifikasi koloni dapat dilakukan dengan pewarnaan gram secara
langsung, baik bakteri gram positif maupun gram negatif.
Reaksi biokimia
Reaksi biokimia menggunakan media tertentu, karena setiap
bakteri mempunyai karakter biokimia spesifik. Prinsip dasarnya adalah
enzim yang diproduksi mikrobs akan mendegradasi senyawa tertentu
seperti karbohidrat, lipid, kasein, dan hasil metabolitnya dapat dilihat
secara visual dengan indikator tertentu.
Anilisa Antigenik
Analisa antigenik ini menggunakan antisera atau secara
immunologi berdasarkan reaksi antigen dengan antibodi. Karena
antibodi hanya bereaksi dengan antigen yang sesuai, maka sifat ini
juga digunakan untuk pengembangan teknik diagnostik. Hasil
pengujian ini dapat dilihat secara visual seperti adanya aglutinasi atau
terbentuknya warna atau menggunakan alat ELISA reader.
DNA probe atau PCR
DNA probe merupakan teknik hibridisasi DNA bakteri dengan
DNA spesifik yang telah dilabel sehingga adanya daerah homolog
dapat dideteksi dengan visualisasi radioaktif, fluorimeter dan
klorometer. Sedangkan PCR merupakan teknik penggandaan DNA
yang dapat diaplikasikan dalam identifikasi mikroorganisme. Teknik
PCR ini memungkinkan analisis DNA menjadi lebih cepat
dibandingkan dengan tes DNA konvensional, sehingga teknik ini
sangat efisien, sensitif dan spesifik dalam identifikasi bakteri.
(BPOM RI, 2008).
b. Analisis Kuantitatif
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang
ada pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan Angka Lempeg Total
(ALT) dan Angka Paling Mungkin atau Most Probable Number (MPN). Uji
Angka Lempeng Total menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa
koloni yang dapat diamati secara visual dan dihitung, interpretasi hasil
berupa angka dalam koloni (CFU) per ml/g atau koloni/100ml. Sedangkan
metode MPN menggunakan media cair dengan tiga replikasi dan hasil akhir
berupa kekeruhan atau perubahan warna dan atau pembentukan gas yang
dapat diamati secara visual yang interpretasi hasil akan merujuk pada tabel
MPN. Metode kuantitatif dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:
1. Homogenisasi sampel
Merupakan tahap pendahuluan dalam pengujian yang berguna untuk
melepaskan sel mikroorganisme yang mungkin terlindung partikel sampel
dan memperoleh distrubusi bakteri sebaik mungkin.
2. Tahap pengenceran
Tahap penegnceran menggunakan larutan pengencer yang berfungsi
untuk menggiatkan kembali sel-sel mikroorganisme yang mungkin
kehilangan vitalitasnya karena berada di dalam lingkungan yang kurang
menguntungkan. Pengenceran suspensi sampel dilakukan untuk mendapatkan
koloni yang tumbuh secara terpisah dan dapat dihitung dengan mudah.
3. Tahap pencampuran
Tahap pencampuran ini menggunakan media padat/cair, media padat
yang umumnya digunakan adalah Plate Count Agar (PCA) atau Nutrient
Agar.
4. Tahap inkubasi dan pengamatan
Inkubasi dilakukan pada suhu dan waktu yang sesuai dan kondisi dibuat
sedemikian rupa disesuaikan dengan sifat mikroba (kondisi aerob atau
anaerob):
0-10
o
C untuk bakteri psikrotrof dan psikrofil.
20-32
o
C untuk bakteri Saprophtic mesophiles
35-37
o
C (atau 45
o
C) untuk bakteri parasit mesofil
55-63
o
C atau lebih tinggi untuk bakteri termofilik
5. Interpretasi hasil
interpretasi hasil akan merujuk pada tabel MPN.
(BPOM RI, 2008)

2.1.2 Cemaran kimiawi
Cemaran kimia adalah cemaran dalam makanan yang berasal dari unsur
atau senyawa kimia yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan
manusia, dapat berupa cemaran logam berat, cemaran mikotoksin, cemaran
antibiotik, cemaran sulfonamide atau cemaran kimia lainnya (BPOM, 2009).
Secara umum, zat pencemar kimiawi dikelompokkan menjadi bahan kimia yang
berasal dari kemasan makanan, residu pestisida dan obat hewan, racun yang
memang telah ada secara alami, dan bahan kimia organik dan anorganik.
a) Residu pestisida adalah zat yang digunakan untuk mengendalikan atau
mencegah populasi seragga pengganggu dan mengurangi kerusakan yang
ditimbulkannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Contoh
pestisida adalah fungisida, herbisida, insektisida, rodentisida, zat pengawet
kayu, dan desinfektan. Pestisida bersifat neurotoksik, mutagenic (perubahan
genetik), karsinogenik (menimbulkan kanker), teratogenik, onkogenik
(menginduksi tumor), alergi, kerusakan hati, serta gangguan reproduksi.
Beberapa contoh residu pestisida diantaranya Aldrin yang terdapat dalam
buah-buahan, DDT pada sayur-sayuran, karbon tetraklorida pada biji-bijian
dan buah jeruk (BSNI, 2008).
b) Komponen kemasan makanan, terutama berasal dari kemasan plastik dan
kaleng. Zat pencemar yang berasal dari plastik berupa komponen struktur,
misalnya residu komponen monomer yang tidak hilang setelah proses
polimerisasi, zat yang digunakan dalam pembuatan plastik, misalnya
plasticizer, dan zat pewarna serta zat lain yang juga dipakai sebagai bahan
kemasan plastik. Penggunaan kemasan plastik untuk makanan atau
minuman dengan temperature tinggi akan menyebabkan migrasi monomer-
monomer bahan dasar plastik bercampur dengan bahan makanan, sehingga
tanpa sadar kita mengkonsumsi zat-zat yang bermigrasi tersebut. Vinil
khlorida dan akrilonitril merupakan monomer-monomer yang berbahaya
karena cukup tinggi potensinya untuk menimbulkan kanker (Sulchan dan
Endang, 2007)
c) Zat aditif
Zat aditif bahan makanan biasanya digunakan secara sengaja , zat tambahan
tadi dapat menyebabkan makanan lebih sedap, tampak lebih menarik, bau
dan rasa lebih sedap, dan makanan lebih tahan lama (awet) , tetapi karena
makanan tersebut dapat berbahaya bagi manusia maka disebut zat pencemar.
WHO mensyaratkan zat tambahan itu seharusnya memenuhi kriteria sebagai
berikut: (1) Aman digunakan, (2) Jumlahnya sekedar memnuhi kriteri
pengaruh yang diharapkan, (3). Tidak boleh digunakan untuk menipu
pemakai dan jumlah yang dipakai haruslah minimal. Selain
penyalahgunaan, zat aditif tersebut bisa toksik pada seseorang yang
mengkonsumsi makanan dengan kandungan zat tambahan yang melebihi
kadarnya dalam waktu relatif lama . Sifat toksik tersebut yang muncul
setelah terpapar dalam rentang waktu relatif lama, seperti penggunaan
sakarin dan siklamat (pemanis buatan) akan meracuni hati, penggunaan
Monosodium Glutamat (penyedap rasa) akan merusak jaringan otak dan
banyak bahaya zat tambahan lain yang bisa membahayakan kesehatan
manusia (Nurmaini, 2001).
Bahan kimia penyebab keracunan diantaranya logam berat (timbal/Pb
dan raksa/Hg). Terbentuknya toksin akibat pertumbuhan dan perkembangan
jamur atau kapang penghasil toksin juga termasuk dalam bahaya kimia.
Beberapa jamur atau kapang penghasil toksin (mikotoksin) adalah Aspergillus
sp., Penicullium sp., dan Fusarium sp., yang dapat menghasilkan aflatoksin,
patulin, okratoksin, zearalenon, dan okratoksin.

2.1.3 Cemaran Fisika
Bahaya fisik dapat berupa klip, rambut, kerikil, pecahan kaca, potongan
kayu, logam yang dapat berasal dari bahan baku tercemar, peralatan yang aus,
atau dapat berasal dari pekerja pengolah makanan. Meskipun bahaya fisik tidak
selalu menimbulkan masalah kesehatan, tetapi bahaya fisik dapat berfungsi
sebagai pembawa bakteri-bakteri dan dapat menggangu estetika makanan yang
diproduksi. Penilaian cemaran fisik dapat ditegakkan dengan uji organoleptis.
(Arisman, 2008).

2.2 Analisis Cemaran pada Makanan
2.2.1 Titrimetri
Dalam analisis titrimetri atau analisis volumetrik atau analisis kuantitatif
dengan mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan
larutan baku (standar) yang kadarnya teah diketahui secara teliti dan reaksinya
berlangsung secara kuantitatif. Analisis secara volumetrik dapat digolongkan
sebagai berikut :
a. Reaksi asam-basa (penetralan)
Perpindahan proton dari zat yang bersifat asam atau basa, baik dalam
lingkungan air atau bebas air.
b. Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)
Dasar yang digunakan adalah perpindahan elektron. Penetapan kadar
senyawa berdasarkan reaksi ini digunakan secara luas seperti
permanganometri, serimetri, iodi-iodometri, dan lain-lain.
c. Reaksi pengendapan (presipitasi)
Penetapan kadar berdaarkan terjadinya endapan yang sukar larut
misalnya argentometri.
d. Reaksi pembentukkan kompleks.
Dasar yang digunakan adalah terjadinya reaksi antara zat pengompleks
organik dengan ion logam menghasilkan senyawa kompleks yang
mantap. Penetapan kadar yang menggunakan prinsip ini adalah metode
kompleksometri.
(Gandjar dan Rohman, 2007)

2.2.2 Kromatografi
Teknik kromatografi digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi
berbagai macam komponen kompleks, baik komponen organik maupun
komponen anorganik. Kromatografi dapat dibedakan pengelompokkannya
sebagai berikut.
a. Kromatografi Kertas dan Lapis Tipis (planar)
Suatu cara pemisahan komponen senyawa kimia diantara dua fase, yaitu
fase gerak dan fase diam. Prinsip kromatografi adalah metode
pemisahan fisikokimia dengan prinsip absorpsi, dimana fase gerak
terabsorpsi oleh fase diamnya.
b. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Proses pemisahan dalam kromatografi didasarkan pada perbedaan laju
migrasi masing-masing komponen dalam sistem kromatografi.
Perbedaan laju migrasi dari masing-masing komponen merupakan akibat
dari perbedaan distribusi masing-masing komponen diantara fase gerak
dan fase diam. Mekanisme kerja KCKT yaitu dengan bantuan pompa,
fase gerak cair dialirkan melalui kolom ke detektor, cuplikan
dimasukkan ke dalam fase gerak dengan penyuntikan. Di dalam kolom
terjadi pemisahan kompenen-komponen campuran karena perbedaan
kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fase diam. Solut-solut
yang kurang kuat interaksinya dengan fase diam akan keluar dari kolom
terlebih dahulu, sebaliknya solut-solut yang kuat interaksinya dengan
fase diam akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap komponen
campuran yang keluar dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam
bentuk kromatogram. KCKT serupa dengan kromatogram gas. KCKT
merupakan metode yang dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif
maupun kuantitatif.


c. Kromatografi Gas
Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan yang mana solut-solut
yang mudah menguap dan stabil terhadap panas dimana bermigrasi
melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan
yang bergantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya solut akan
terelusi berdasarkan pada titik didihnya, kecuali jika ada interaksi
khusus antara solut dengan fase diam. Pemisahan pada kromatografi gas
didasarkan pada titik didih senyawa dikurangi dengan semua interaksi
yang mungkin terjadi antara solut dan fase diam. Fase gerak yang
berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu
menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat
(biasanya pada kisaran 50
o
-350
o
C) bertujuan untuk menjamin bahwa
solut akan menguap dan akan cepat terelusi.
(Ganjar dan Rohman, 2007).

2.2.3 Spektrofotometri
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190-380 nm) dan
sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer.
Radiasi ultraviolet jauh (100-190 nm) tidak dipakai sebab pada daerah radiasi
tersebut diabsorbsi oleh udara (Mulja dan Suharman, 1995).
Semua molekul dapat mengabsorbsi radiasi dalam daerah UV-Vis karena
mereka mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat
dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang dimana
absorbsi itu terjadi, bergantung pada berapa kuat elektron itu terikat dalam
molekul. Semua gugus atau gugusan atom yang mengabsorbsi radiasi UV Vis
disebut sebagai kromofor. Pada senyawa organik dikenal pula gugus
auksokrom, yaitu gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas seperti -
OH, O-NH
2
dan OCH
3
yang memberikan transisi (n-*) (Mulja dan Suharman,
1995).
Spektra UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus
dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.
1. Aspek Kualitatif
Data spektra UV-Vis secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk
identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi jika digabung dengan
cara lain seperti spektrofotometri inframerah, resonansi magnet inti, dan
spektroskopi massa, maka dapat digunakan untuk maksud identifikasi atau
analisis kualitatif suatu senyawa tersebut. Data yang diperoleh dari spektroskopi
UV-Vis adalah panjang gelombang maksimal, intensitas, efek, pH dan pelarut
yang kesemuanya itu dapat diperbandingkan dengan data yang sudah
dipublikasi. Dari spektra yang diperoleh dapat dilihat, misalnya :
Serapan (absorbansi) berubah atau tidak karena perubahan pH. Jika berubah,
bagaimana perubahannya apakah dari batokromik ke hipsokromik atau
sebaliknya.
Obat-obat yang netral misalnya kafein, kloramfenikol, atau obat-obat yang
mempunyai auksokrom yang tidak terkonjugasi seperti amfetamin, siklizin,
dan penisiklidin.
(Gandjar dan Rohman, 2007).
2. Aspek Kuantitatif
Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan
(larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya.
Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan
intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas
atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu
satuan luas penampang per detik. Serapan dapat terjadi jika foton atau radiasi
yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang
dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi
juga mengalami penurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan
cahaya, akan tetapi penurunan karena hal ini sangat kecil dibandingkan dengan
proses penyerapan (Gandjar dan Rohman, 2007).













DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2008. Keracunan Makanan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: Kedokteran EGC.
BPOM RI. 2008. Info Pengawas Obat dan Makanan. Perpustakaan POM RI. Vol. 9
(2).
BPOM RI 2009. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makan RI No.
HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba
dan Kimia dalam Makanan. Jakarta: BPOM RI.
BPOM RI. 2012. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makan RI No.
HK.03.1.23.04.12.2207 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Sarana
Prodksi Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta: BPOM RI.
BSNI, 2008. Batas Maksimum Residu Pestisida pada Hasil Pertanian. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional Indonesia.
BSNI, 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional Indonesia.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Analisis Farmasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Marwanti. 2010. Keamanan Pangan dan Penyelenggaraan Makanan. Yogyakarta:
PTBB FT UNY.
Mulja, Muhammad dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga
University Press.
Nurmaini. 2001. Pencemaran Makanan Secara Kimia dan Biologis. Universitas
Sumatera Utara: Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Purnawijayanti, H. A. 2001. Sanitasi, Higiene, dan Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Saparinto, C., dan D. Hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Sulchan, M. dan E. Nur. 2007. Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan Styrofoam.
Majalah Kedokteran Indonesia. Vol. 57(2).
Worsfold D dan Griffith CJ. 2003. A Survey of Food Hygiene and Safety Training in
the Retail and Catering Industry. Nutrition & Food Science. Vol 33 (2).




























MAKALAH ANALISIS MAKANAN DAN KOSMETIK
ANALISIS CEMARAN YANG TIMBUL AKIBAT PROSES
PEMBUATAN/PENGOLAHAN MAKANAN









OLEH:
KELOMPOK 3

I Putu Krisnantara W. P (1108505017)
Yuni Muftihatin (1108505023)








JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2014

Vous aimerez peut-être aussi