Vous êtes sur la page 1sur 16

1

EFUSI PLEURA

A. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
daridalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat
berupa cairan transudat atau cairan eksudat.
1

B. Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura terbentuk dari dua membran serosa, yakni pleura visceral yang
melapisi paru serta pleura parietal yang melapisi dinding toraks bagian dalam.
Pada hakikatnya kedua lapis membran ini saling bersambungan di dekat hilus,
yang secara anatomis disebut sebagai refleksi pleura. Pleura visceral dan
parietal saling bersinggungan setiap kali manuver pernapasan dilakukan,
sehingga dibutuhkan suatu kemampuan yang dinamis dari rongga pleura untuk
saling bergeser secara halus dan lancar. Ditinjau dari permukaan yang
bersinggungan dengannya, pleura visceral terbagi menjadi empat bagian, yakni
bagian kostal, diafragama, mediastinal, dan servikal.

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kontak antar
rmembran maupun yang mendukung pemisahan antar membran. Faktor yang
mendukung kontak antar membran adalah: (1) tekanan atmosfer di luar dinding
dada dan (2) tekanan atmosfer di dalam alveolus (yang terhubung dengan dunia
luar melalui saluran napas). Sementara itu faktor yang mendukung terjadi
pemisahan antar membran adalah: (1) elastisitas dinding toraks serta (2)
elastisitas paru.
4
Pleura parietal memiliki persarafan, sehingga iritasi terhadap
membran ini dapat mengakibatkan rasa alih yang timbul di regio dinding
torako-abdominal (melalui n. interkostalis) serta nyeri alih daerah bahu
(melalui n. frenikus).
2


Gambar 1. Anatomi Pleura Pada Paru Normal (Kanan) dan Paru yang Kolaps (Kiri)

Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensial, yang
terisi oleh sedikit cairan yakni cairan pleura. Rongga pleura mengandung
cairan kira-kira sebanyak 0,3 ml kg
-1
dengan kandungan protein yang juga
rendah (sekitar 1 g dl
-1
). Secara umum, kapiler di pleura parietal menghasilkan
cairan ke dalam rongga pleura sebanyak 0,01 ml kg
-1
jam
-1
. Drainase cairan
pleura juga ke arah pleura parietal melalui saluran limfatik yang mampu
mendrainase cairan sebanyak 0,20 ml kg
-1
jam
-1
. Dengan demikian rongga
pleura memiliki faktor keamanan 20, yang artinya peningkatan produksi cairan
hingga 20 kali baru akan menyebabkan kegagalan aliran balik yang
menimbulkan penimbunan cairan pleura di rongga pleura sehingga muncul
efusi pleura.
2,3,4
C. Etiologi Efusi Pleura
Pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak
keadaan yang berasal dari :
1,2
1. Kelainan paru : infeksi, baik oleh bakteri maupun virus atau jamur, tumor
paru, tumor mediastinum, metastase.
2. Kelainan sistemik : penyakit-penyakit yang mengakibatkan hambatan
aliran getah bening, hipoproteinemia pada penyakit ginjal, hati, dan
kegagalan jantung.
3. Trauma kecelakaan atau tindakan pembedahan.
4. Idiopatik
3

Cairan pada efusi pleura dapat berupa :
1,2
1. Cairan transudat
Terdiri atas cairan yang bening, biasanya ditemukan pada kegagalan
jantung, kegagalan ginjal akut atau kronik, keadaan hipoproteinemia pada
kegagalan fungsi hati, pemberian cairan infus yang berlebihan, dan fibroma
ovarii (meigs syndrome).
2. Cairan eksudat
Berisi cairan kekeruhan, paling sering ditemukan pada infeksi tuberculosa
atau nanah (empiema) dan penyakit-penyakit kolagen (SLE, RA).
3. Cairan darah
Dapat disebabkan trauma tertutup atau terbuka, infark paru dan karsinoma
paru
4. Cairan getah bening
Meskipun jarang terjadi tetapi dapat diakibatkan oleh sumbatan aliran getah
bening thoraks, misalnya pada filiariasis atau metastasis pada kelenjar
getah bening dari suatu keganasan.

D. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika
paru terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, berupa rasa
penuh dalam dada atau dispneu . Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak,
berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Pada efusi unilateral, biasanya
penderita mengeluh lebih nyaman tidur miring kearah bagian paru
yangmengalami efusi. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti
demam,menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus),
subfebril (tuberkulosis), banyak keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea
menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
1



4

E. Diagnosis
2,5

1. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan manifestasi klinis dari efusi pleura
bervariasi dan sering dihubungkan dengan proses penyakit yang
mendasarinya. Gejala yang secara umum dikaitkan adalah dispn3u yang
progresif, batuk (non produktif), dan nyeri dada pleuritik.
a. Dispneu
Merupakan gejala klinis yang paling sering. Mengindikasikan suatu efusi
yang luas ( biasanya > 500mL). Sebanyak 50% terjadi pada efusi pleura
maligna. Dispneu dapat juga disebabkan oleh faktor lain, seperti penyakit
paru yang mendasari, disfungsi kardia, anemia.
b. Nyeri dada
Nyeri dada dapat ringan atau berat secara spesifik digambarkan dengan
nyeri yang tajam atau menusuk, memberat dengan inspirasi dalam, dan
bersifat pleuritik. Nyeri dapat berlokasi di dinding dada atau menjalar ke
bahu ipsilateral atau abdomen atas (biasanya terlihat dengan mesotelioma
maligna), biasanya disebabkan oleh keterlibatan diafragma. Intensitas
nyeri dada berkurang dengan peningkatan luasnya efusi pleura. Nyeri
dada dapat menunjukkan suatu iritasi pleura, dimana dapat membantu
diagnosis penyebab efusi, karena efusi transudatif tidak menyebabkan
iritasi pleura secara langsung.
c. Tanda dan gejala lain yang muncul dengan efusi pleura dihubungkan
dengan proses penyakit yang mendasarinya.
1) Pada gagal jantung kongestif: terjadi edema tungkai, ortopneu, dan
paroksismal nokturnal dispneu.
2) Pada TB paru: keringat malam, demam, hemoptisis, dan penurunan
berat badan.
3) Pada pneumonia bakterial aerobik: episode febril akut, produksi
sputum purulent, dan nyeri dada pleuritik.
d. Napas pendek
e. Batuk
5

f. Hiccups
g. Pernapasan cepat
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : pengembangan paru menurun, gerakan dada sisi sakit
tertinggal, tampak lebih cembung
b. Palpasi : penurunan fremitus vocal atau taktil, gerak dada sisi sakit
tertinggal
c. Perkusi : perkusi pada sisi yang sakit redup pada bagian bawah garis Ellis
Damoiseu
d. Auskultasi : penurunan bunyi napas Jika terjadi inflamasi, maka dapat
terjadi friction rub.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat.
3. Pemeriksaan Penunjang
6,7

a. Rontgen thoraks
Jumlah cairan minimal yang terdapat pada foto thoraks tegak adalah 250-
300 ml. Bila cairan kurang dari 250 ml (100-200 ml), dapat ditemukan
pengisian cairan di sudut costofrenikus posterior pada foto thoraks lateral
tegak. Cairan yang kurang dari 100 ml (50-100 ml), dapat diperlihatkan
dengan posisi lateral dekubitus dan arah sinar horizontal dimana cairan
akan berkumpul disisi samping bawah.
1) Posisi tegak posteroanterior (PA)
Pada pemeriksaan foto thoraks rutin tegak, cairan pleura tampak
berupa perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang
biasanya relatif radioopak dengan permukaan atas cekung berjalan
dari lateral atas ke medial bawah. Karena cairan mengisi ruang
hemithoraks sehingga jaringan paru akan terdorong ke arah sentral/
hilus, dan kadang-kadang mendorong mediastinum ke arah
kontralateral.


6


Gambar 2. Efusi pleura sinistra. Sudut Costophrenicus yang tumpul karena
efusi pleura


Gambar 3. Efusi pleura dextra


Gambar 4. Efusi pleura sinistra massif. Tampak mediastinum terdorong
kontralateral

7


Gambar 5. Efusi pleura bilateral


Gambar 6. Loculated pleural effusion. Tampak berbatas cukup tegas dan
biconvex. Sering disebabkan oleh empiema dengan perlekatan pleura.

2) Posisi lateral
Bila cairan kurang dari 250 ml (100-200 ml), dapat ditemukan
pengisian cairan di sudut costofrenikus posterior pada foto thoraks
lateral tegak. Pada penelitian mengenai model rontgen patologi
Collins menunjukkan bahwa sedikitnya 25 ml dari cairan pleura
(cairan saline yang disuntikkan) pada radiogram dada lateral tegak
lurus dapat dideteksi sebagai akumulasi cairan subpulmonic di
posterior sulcus costophrenicus, tetapi hanya dengan adanya
pneumoperitoneum yang terjadi sebelumnya.
8


Gambar 7. Gambaran efusi pleura pada foto posisi lateral

3) Posisi Lateral Decubitus
Radiografi dada lateral decubitus digunakan selama bertahun-tahun
untuk mendiagnosis efusi pleura yang sedikit. Cairan yang kurang dari
100 ml (50-100 ml), dapat diperlihatkan dengan posisi lateral
dekubitus dan arah sinar horisontal dimana cairan akan berkumpul
disisi samping bawah.


Gambar 8. Efusi pleura pada posisi right lateral decubitus (penumpukan
cairan yang ditunjukkan dengan panah biru).


Gambar 9. Efusi pleura pada posisi left lateral decubitus
9

b. Computed Tomography Scan (CT scan)
Dada akan terlihat adanya perbedaan densitas cairan dengan
jaringan sekitarnya. Pada CT scan, efusi pleura bebas diperlihatkan
sebagai daerah berbentuk bulan sabit di bagian yang tergantung dari
hemithoraks yang terkena. Permukaan efusi pleura memiliki gambaran
cekung ke atas karena tendensi recoil dari paru-paru. Karena kebanyakan
CT pemeriksaan dilakukan dalam posisi terlentang, cairan mulai
menumpuk di posterior sulcus costofrenikus. Pada efusi pleura yang
banyak, cairan meluas ke aspek apikal dan anterior dada dan kadang-
kadang ke fisura tersebut. Dalam posisi tengkurap atau lateral, cairan
bergeser ke aspek yang tergantung dari rongga pleura. Pergeseran ini
menegaskan sifat bebas dari efusi tersebut.

Gambar 10. CT Scan pada efusi pleura (kiri atas : foto rontgen thoraks PA)

c. Ultrasonografi
Penampilan khas dari efusi pleura merupakan lapisan anechoic
antara pleura visceral dan pleura parietal. Bentuk efusi dapat bervariasi
dengan respirasi dan posisi. Para peneliti memperkenalkan metode
pemeriksaan USG dengan apa yang disebut sebagai elbow position.
Pemeriksaan ini dimulai dengan pasien diletakkan pada posisi lateral
decubitus selama 5 menit (serupa dengan radiografi dada posisi lateral
decubitus) kemudian pemeriksaan USG dilakukan dengan pasien
10

bertumpu pada siku. Maneuver ini memungkinkan kita untuk mendeteksi
efusi subpulmonal yang sedikit, karena cairan cenderung akan
terakumulasi dalam pleura diaphragmatic pada posisi tegak lurus.

Gambar 11. Menunjukkan posisi siku dengan meletakaan transduser selama
pemeriksaan untuk melihat keadaan rongga pleura kanan.

Ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan rongga
pleura. Pada dekade terakhir ultrasonografi (USG) dari rongga pleura
menjadi metode utama untuk mendemonstrasikan adanya efusi pleura
yang sedikit. Kriteria USG untuk menentukan efusi pleura adalah
:setidaknya zona anechogenic memiliki ketebalan 3 mm diantara pleura
parietal dan visceral dan atau perubahan ketebalan lapisan cairan antara
ekspirasi dan inspirasi, dan juga perbedaan letak posisi pasien. Karena
USG adalah metode utama maka sangatlah penting untuk melakukan
pengukuran sonografi dengan pemeriksaan tegak lurus terhadap dinding
dada.
Gambaran anechoic terutama diamati pada transudat. Dalam
sebuah penelitian terhadap 320 pasien dengan efusi, transudat
memberikan gambaran anechoic, sedangkan efusi anechoic dapat
transudat atau eksudat. Adanya penebalan pleura dan lesi parenkim di
paru-paru menunjukkan adanya eksudat. Cairan pleura yang memberikan
gambaran echoic dapat dilihat pada efusi hemoragik atau empiema.
Doppler berwarna ultrasonografi dapat membantu dalam membedakan
efusi kecil dari penebalan pleura dengan menunjukkan tanda-warna
cairan (yaitu, adanya sinyal warna dalam pengumpulan cairan).
11


Gambar 12. Sonogram pada pasien dengan kanker paru lobus kanan atas.

Pada gambar 12 menunjukkan adanya akumulasi cairan selama
inspirasi (setebal 6 mm; berbentuk kurva,-gambar kiri) di mana gambar
tersebut lebih jelas dibanding selama ekspirasi( setebal 11 mm ;
berbentuk kurva-gambar kanan).

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat membantu dalam mengevaluasi etiologi efusi pleura.
Nodularity dan / atau penyimpangan dari kontur pleura, penebalan pleura
melingkar, keterlibatan pleura mediastinal, dan infiltrasi dari dinding
dada dan / atau diafragma sugestif penyebab ganas kedua pada CT scan
dan MRI.

Gambar 13. Coronal T2-W MRI
12

Pada gambar 13 menunjukkan hematopericard (panah terbuka),
hematothorax (panah) dan efusi pleura (kepala panah) (ketebalan irisan:
1mm, TR: 4000, TE: 80, FA: 90 ). Ada vena paru abberant mengalir ke
ventrikel kiri (buka panah). Perut menunjukkan asites (tanda bintang)

F. Penatalaksanaan
1,5

1. Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,
aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapeutik. Torakosentesis
dapat dilakukans ebagai berikut:
a. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat
dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang.
b. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau
didaerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris
mediadi bawah batas suara sonor dan redup.
c. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan
dengan jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi
biasanya disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah
sehingga mengenai diahfrahma atau terlalu dalam sehingga mengenai
jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena
jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.
d. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada
setiap aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat
pengembangan paru secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan
dalam jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa
batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.
13


Gambar 14. Metode torakosentesis

2. Pemasangan Water Seal Drainage (WSD)
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang
toraksdihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara
lambatdan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut:
a. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di
linea aksillaris anterior dan media.
b. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
c. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam
sampai muskulus interkostalis.
d. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan.
Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai
rongga pleura / menyentuh paru..
e. Masukkan selang (chest tube) melalui lubang yang telah dibuat dengan
menggunakan Kelly forceps
f. Selang (Chest tube) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan
kedinding dada.
g. Selang (Chest tube) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
h. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan
WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi
pada selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru
mengembang. Untuk memastikan dilakukan foto thoraks. Selang thoraks
dapat dicabut jika produksi cairan/ hari <100 ml dan jaringan paru telah
mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.
14


Gambar 15. Pemasangan jarum WSD

3. Pleurodesis.
Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis,
merupakan penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang
digunakan adalah sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-
fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat
dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal; tiotepa 45 mg)
diberikan selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu pemasangan
WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang
menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah penimbunan kembali
cairan dalam rongga tersebut.
Obat lain adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini WSD harus
dipasang dan paru dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg
dilarutkan dalam 3050 ml larutan garam faal, kemudian dimasukkan ke
dalam rongga pleura melalui selang thoraks, ditambah dengan larutan garam
faal 1030 ml larutan garam faal untuk membilas selang serta 10 ml lidokain
2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini. Analgetik
narkotik diberikan 11,5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga berguna
mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang thoraks diklem selama 6 jam dan
posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin merata di seluruh
15

bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu 24 jam - 48 jam cairan tidak
keluar, selang thoraks dapat dicabut.

G. Komplikasi
5

1. Kollaps paru : hal ini terjadi jika paru-paru dikelilingi kumpulan cairan
dalam waktu yang lama.
2. Empyema : bila cairan pleura terinfeksi menjadi abses, yang akan
membutuhkan drainase yang lama.
3. Pneumothoraks, dapat merupakan komplikasi dari torakosentesis.
4. Gagal nafas





















16

DAFTAR PUSTAKA

1. Bahar A. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam: Soeparman, Sukaton U,
Waspadji S, et al. Editor. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta 1998; 785-97.
2. Khairani A, Syahruddin E, Partakusuma LG. Karakteristik Efusi Pleura di
Rumah Sakit Persahabatan. J Respir Indo. 2012; 32:155-60
3. Witmer LM. Clinical anatomy of the pleural cavity & mediastinum.
[Internet]. Cited: 2012 Nov 10. Available from:
http://www.oucom.ohiou.edu/dbms-witmer/Downloads/Witmer-thorax.pdf
4. ORahilly R, Muller F, Carpenter S, Swenson R. Basic human anatomy: A
regional study of human strucutre. [Internet]. Cited: 2012 Nov 10.
Available from: http://www.dartmouth.edu/~humananatomy/index.html
5. Ewingsa. 2009. Efusi Pleura. Diakses dari
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/efusipleura.pdf.
6. Omar Lababede, dkk. 2011. Pleural Effsion Imaging,
www.emedicine.medscape.com
7. Rasad, Sjahriar.2009. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : FKUI

Vous aimerez peut-être aussi