Vous êtes sur la page 1sur 24

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang
disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki
posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat direposisi tapi
sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih baik maka perlu
dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh Internal Fixation).
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus
pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan
jaringan ikat yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot
menyusun kurang lebih 50%. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka,
tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-
struktur ini. (Price,S.A,1995 :175)
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya
yang terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari
bahan mineral terutama calsium kurang lebih 67 % dan bahan seluler 33%.
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di
kota ini. Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa
ini. Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi.
Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah
penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia
Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan
kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694

2

mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40
kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun
di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat di mana
pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277
orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat menjadi
3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban
mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah
fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa.
Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus
kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika
fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum, fraktur
terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari
dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui
dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat
kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke samping, depan, atau
belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam
kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas
dan fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan
atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki. Dari semua
jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang
paha) memiliki insiden yang cukup tinggi. Umumnya fraktur femur terjadi
pada batang femur 1/3 tengah.

3

1.2. Perumusan masalah
Makalah ini berisi tentang masalah dan menjelaskan yang terkait tentang apa
itu fraktur femur dan tibia fibula beserta asuhan keperawatannya.
1.3. Tujuan penulisan
Untuk memenuhi tugas Sistem Muskuloskeletal yang berupa makalah tentang
asuhan keperawatan fraktur femur dan tibia fibula.Setelah membaca isi dari
makalah asuhan keperawatan ini pembaca dapat memahami lebih lanjut
tentang apa itu faraktur femur dan tibia fibula beserta asuhan keperawatannya.

1.4. Metode penulisan
Makalah ini di buat dengan metode penulisan study pustaka atau literatur.
Dengan mengambil beberapa sumber dari internet sebagai tambahan .

1.5. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 Bab utama,sebagai berikut :
BabI berisi tentang latar belakang masalah,perumusan masalah,tujuan
penulisan,metode penulisan,dan sistematika penulisan makalah ini.
Bab II merupakan bagian yang berisi materi maupun pokok bahasan .
Bab III merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan,saran,dan
daftar pustaka.









4

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi fraktur
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur
femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan
jaringan lunak ( otot,kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah ) dan fraktur femur
tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
fraktur curis atau tibia-fibula adalah terputusnya hubungan tulang tibia dan
fibula. Secara klinis bisa berupa fraktur terbuka bila disertai pada jaringan lunak (
oto,kulit,jaringan saraf, pembuluh darah ) sehingga memungkinkan terjadinya
hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan udara luar dan fraktur tertutup.
Fraktur tibia adalah terjadinya trauma, akibat pukulan langsung jatuh dengan
kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras ( Burner and suddart tahun
2000 hal 2386 )
2.2. Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat terjadi menjadi 3 klasifikasi yaitu :
A. Klasifikasi etiologis
1. Fraktur traumatik
Yang terjadi karena trauma yang tiba-tiba
2. Fraktur patologis
Terjadi karna kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis
didalam tulang, misalnya tumor tulang primer atau sekunder, mieloma
multipel, kista tulang, osteomielitis dan sebagainya.
3. Fraktur stres
4. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat
tertentu.
B. Klasifikasi Klinis
1. Faraktur tertutup ( simple fracture )
Menurut Sjamsuhidayat Adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat berbentuk from withim ( dari dalam ) atau from without (
dari luar )

5

2. Fraktu dengan komplikasi ( Complicated fraktur )
Adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya malunion,
dalayed union, nonunion, infeksi tulang.
3. Klasifikasi radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas :
a. Lokalisasi ( Gambar 2.1 )
b. Diafisal
c. Mentafisial
d. Intra-artikuler
e. Fraktur dengan dislokasi






I. Klasifikasi fraktur femur
A. Fraktur proksimal femur
1. Fraktur terjadi dikapsul sendi pinggul ( Intrakapsular )
Subkapital dan tras-servikal
2. Fraktur terjadi diluar kapsul sendi pinggul ( ekstrakapsular )
- Intratrokanter atau basal
- Subtrokhanter
3. Fraktur Leher femur
4. Fraktur Batang femur
5. Fraktur distal femur
II. Klasifikasi fraktur tibia fibula
A. Fraktur terbuka
B. Fraktur tertutup

2.3 Etiologi
Fraktur dapat terjadi akibat hal-hal berikut ini :
I. Pertistiwa trauma tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,

6

penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntian atau
penarikan.
II. Kelemahan abnormal pada tulang ( fraktur patologik )
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu
lemah ( misalnya oleh tumor ) atau kalau tulang itu sangat rapuh (
misalnya : penyakit paget )
2.4 Patofisiologi



























Trauma pada femur
Kegagalan tulang menahan tekanan terauma
Tekan membengkok, memutar dan menarik
trauma
Fraktur femur
Fraktur terbuka Fraktur tertutup
prosedur pemasangan
traksi internal
Kerusakan
neurovaskuler


Kerusakan vaskular
Kurang informasi,
salah informasi
pengobatan
Prosedur
pemasangan
fiksasi internal
Prosedur
pemasangan

Salah interpretasi
dlm mencari
pertolongan
Adanya port de entree
Vaskularisasi yg
kurang pada ujung
fragmen
Adanya luka dan
benda asing
Resiko sindrom
kompartemen
Resiko tinggi
injuri
Perubahan peran
dalam keluarga, biaya
oprasi, dan fiksasi
internal yang mahal
Banyaknya
darah yg
keluar
1. Kerusakan fragmen
tulang
2. Spasme otot
3. Cedera jaringan
lunak dan depormitas
4. Alat imbolisasi
5. Kerusakan
neuromuskular

6. Deformitas
Prosedur
pemasangan
Prosedur
pemasangan
fiksasi internal
resiko terjadi
komplikasi
fraktur
Perubahan peran
Resiko infeksi
- Keluhan nyeri
- Keterbatasan melakukan
- Penurunan kemampuan otot
- Perubahan bentuk otot
- Perubahan status psikologis
- Perubahan status peran dlm keluarga
- Pemenuhn informasi pengobatan
Tirah baring lama,
penekanan lokal
Perubhan sirkulasi,
embolisme lemak
Kerusakan
intergritas kulit
Resiko disfungsi
neuromuskular
perifer
Resiko komlikasi
dalayed unionn non-
union dan mal-union
Resiko syok
hipovolemik

7








PATWEY FRAKTUR FIBIA TIBULA


























Ketidakefektifan
koping keluarga
Nyeri Hambatan
Mobilitas fisik
Resiko tinggi
trauma
Defisik
perawatan diri
Gangguan
citra diri
Ketidakefektipan
Koping
Ansietas Defisiensi pengetahuan
dan informasi
Trauma pada ektremitas bawah
Kekuatan daya trauma lebih besar dari
pada kemampuan daya menahan dari
tulang kursis
Fraktur kursis
Fraktur kursis tertutup
Kerusakan pembuluh
darah
Kerusakan
Neurovaskular
Kurang informasi,
salah informasi
pengobatan
Fraktur kursis terbuka
Prosedur
pemasangan OREF
Prosedur
pemasangan traksi
& gips
Prosedur
pemasangan
fiksasi internal
Adanya Port entree
Vaskularisasi yg
kurang pada ujung
fragmen
Perubahan peran
dalam keluarga,
biaya oprasi dan
perubahan gaya
hidup
Resiko sindrom
kompartemen
Banyak darah yang
keluar
1. Kerusakan fragmen
tulang
2. Spasme otot
3. Cedra jaringan lunak
4. Alat imbolisasi
5. Kerusakan
neuromuskular
6. Deformitas
Salah
interpretasi
dlm mencari
pertolongan
Keterbatasan
pergerakan
fisik, tirah
baring lama
Resiko terjadi
komlikasi
fraktur
Resiko tinggi
infeksi
Adanya luka dan
OREF yang
berhubungan
langsung dengan
tulang
Resiko komlikasi
dalayed union, non-
onion dan mal-union
- Keluhan nyeri
- Keterbatasan melakukan
pergerakan
- Penurunan kemampuan otot
- Perubahan bentuk tubuh
- Perubahan status psikologis
- Perubahan status peran dlm
keluarga
- Pemenuhan informasi
program pengobatan
Adanya luka
(port de
entree)
Resiko Infeksi
Tirah baring lama,
penekanan lokal
Perubahan sirkulasi
embolisme lemak
Kerusakan
intregitas kulit
Resiko disfungsi
neurovaskular
perefer. Resiko fat
Embolism Sydrome
Resiko syok
hipovelemik

8






2.5 Manifestasi klinis
Fraktur femur dan tibia fibula hampir sama pada klinis fraktur umum tulang
panjang yaitu nyeri hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstrimitas atas
karna kontraksi oto, krepitasi, pembengkakan dan perubahan warna lokal pada
kulit akbat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur.
2.6 Penatalaksanaan
A. Fraktur Femur
1. Penatalaksanaan yang dilakukan hampir sama dengan
penatalaksanaan patah tulang panjang lainya Yaitu :
Terpi konservatif : traksi kulit merupakan pengobatan sementara
sebelum dilakukan trapi difinitif untuk mengurangi spasme otot.
Terapi operatif yaitu dengan pemasangan plate atau screw terutama
pada fraktur proksimal dan distal femur, mempergunakan K-nail,
AO-nail, atau jenis-jenis lain, baik dengan oprasi tertutup maupun
terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail terutama adalah fraktur diafisis,
fiksasi eksternal terutama pada fraktur segmental, fraktur
kominutif, Infected pseudoarthrosis, atau fraktur terbuka dengan
kerusakan jaringan lunak yang hebat.

2. Pada fraktur batang femur tertutup yaitu :
a. Trapi konservatif
b. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum
dilakukan definitif untuk mengurangi spasme otot.
c. Traksi tulang berimbang dengan bagian pearson pada sendi
kulit. Indikasi traksi terutama fraktur yang bersifat
komunitif dan segmental.
d. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi
union fraktur secara klinis.
e. Trapi operatif
Ketidakefektipan
koping keluarga
Nyeri Hambatan
Mobilitas fisik
Ketidakefektipan
koping individu
Gangguan citra
diri
Resiko
tinggi
trauma
Defisit
perawatan diri
Ansietas Defesiensi
pengetahuan dan
informasi

9

f. Pemasangan plate dan screw.
B. Fraktur tibia fibula
Penatalaksanaan fraktur tibia fibula terbuka yaitu :
NON OPERATIF
a. Reduksi
Reduksi yaitu trapi fraktur dengan cara menggantungkan kaki
dengan tarikan traksi.
b. Imbolisasi
Imbolisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah
dengan gips, dalam 7-10 hari, atau diberikan selama 3-4
minggu.
c. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan
Dalam pemyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan
pemeriksaan rotgen tiap 6 atau 8 minggu. Program penyebuhan
dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankel, memperkuat otot
kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke
fungsi normal.
OPERATIF
Penatalaksanaan fraktur dengan Oprasi, memiliki 2 indikasi yaitu :
a. Absolut
1. Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga
memerlukan operasi dalam penyembuhan dan perawatan
lukanya.
2. Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki
mobilitas pasien, juga mengurangi nyeri.
b. Relatif, jika adanya
1. Pemendekan
2. Fraktur tibia dengan fibula intak
3. Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama

2.7 Pemeriksaan diagnostik Fraktur femur dan tibia fibula
A. Fraktur femur
1. CT-Scan
2. MRI

10

B. fraktur tibia fibula
1. Foto Polos cruris AP lateral
2. Foto Thorax
3. Pemeriksaan Laboratorium
d. Darah Lengkap
e. Kimia Darah
f. Koagulasi dan trombosit
g. HbsAg
h. Elektrolit

2.8 Komplikasi
Menurut Long (2000), komplikasi fraktur dibagi menjadi :
Immediate complication yaitu komplikasi awal dengan gejala :
- Syok neurogenik
- Kerusakan organ syaraf
Early complication
- Kerusakan arteri
- Infeksi
- Sindrom kompartemen
- Nekrosa vaskule
- Syok hipovolemik
- Late complication
- Mal union
- Non union
- Delayed union










11

Konsep Asuhan Keperawatan Klien dengan fraktur femur
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
a. Identitas klien, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat agama, bahasa yang
digunakan status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS) dan diagnosis medis.
b. Riwayat penyakit sekarang. Kaji kronologi terjadi trauma, yang menyebabkan patah
tulang paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah berobat
kedukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat
dapt mengetahui luka kecelakaan lain.
c. Riwayat penyakit dahulu . penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget yang menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. selain itu klien diabetes dengan luka dikaki sangat beresiko
mengalami osteomielitis akut dan kronis dan penyakit diabetes menghambat proses
penyambungan tulang.
d. Riwayat penyakit keluarga. Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah
tulang paha adalah faktor predisposisi terjadinya fraktur, sperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cendrung
diturunkan secara genetik.
e. Riwayat psikososialspiritual. Kaji respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya, peran klien dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat.
2. Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik bagi dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum
(status general ) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokal)
a. Keadaan umum , keadaan baik buruknya klien. Tanda-tanda yang perlu dicatat
adalah kesadaran klien ( apatis, sopor, koma, gelisah, kompos metis yang
bergantugn pada keadaan klien ), kesakitan atau keadaan penyakit ( akut, kronis,
ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut ).
b. B1 ( breathing ). Pada pemeriksaan sistem pernapasan, didapatkan bahwa klien
fraktur femur tidak mengalami kelainan pernapasan.
c. B2 ( blood ). Ispeksi: tidak ada iklus jantung. Palpasi : nadi meningkat, iklus tidak
teraba. Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.

12

d. B3 ( brain )
1) Tingkat kesadaran, biasanya kompos mentis
2) Pemeriksaan fungsi serebral. Status mental : observasi penampilan dan tingkah
laku klien. Biasanya status mental tidak mengalami perubahan.
3) Pemeriksaan refleks. Biasanya tidak didapatkan reflek-reflek patologis
4) Pemeriksaan sensori. Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu, timbul nyeri akibat fraktur.
e. B4 ( Bladder ) kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah dan krakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur femur tidak mengalami pada
sistem ini.
f. B5 ( Bowel ). Ispeksi abdomen : bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi:
turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidak teraba. Perkusi : suara
timpani. Auskultasi : paristaltik usus normal 20 kali/menit.
g. B6 ( Bone ). Adanya fraktur pada femur akan menganggu secara lokal, baik fungsi
motorik, sensorik, maupun peredaran darah.
h. Look. Pada sistem intergumen terdapat eritema, suhu daerah trauma meningkat,
bengkak, edema dan nyeri tekan. Perhatikan pembengkakan yang tidak biasa (
abnormal ) dan deformitas.
i. Feel. Kaji adanya nyeri tekan ( tendreness ) dan krepitasi pada daerah paha
j. Move. Setelah pemeriksaan feel, pemeriksaan dilanjutkan dengan menggerakan
ekstremitas, kemudian perawat mencatat apakah ada keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan rentang gerak ini perlu dilakukan agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak ( mobilitas ) atau tidak. Gerakan yang dilihat adalah gerakan aktif
dan fasip. Berdasarkan pemeriksaan didapatkan adanya gangguan/keterbatasan
gerak tungkai, ketidakmampuan menggerakan kaki, dan penurunan kekuatan otot
ektremitas bawah dalam melakukan pergerakan
k. Pola aktifitas. Karna timbul rasa nyeri, gerak menjadi terbatas.
l. Pola isterahat tidur. Semua klien fraktur merasakan nyeri dan gerakannya terbatas
sehingga dapat menganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan utama pada fraktur femur, baik fraktur terbuka maupun tertutup
adalah sebagai berikut :

13

1. Nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Defisit perawatan diri
4. Resiko tinggi trauma
5. Resiko tinggi infeksi
6. Kerusakan intergritas kulit
7. Ansietas
C. Intervensi
Dx. 1
1. Nyeri akut B/d pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf, cedra neuromuskular,
trauma jaringan, dan spasme otot sekunder.
Tujuan perawatan : Nyeri berkurang, hilang atau teratasi.
Kreteria hasil : Secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi,
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah.
Skala nyeri 0-1 atau teratasi.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Kaji nyeri dengan skala 0-4.



Atur posisi imobilisasi pada paha.



Bantu klien dalam mengidentifikasi
faktor pencetus.

Jelaskan dan bantu klien dengan
tindakan pereda nyeri nonfarmokologi
dan nonnivasif.
Ajarkan relaksasi :
Tehnik-tehnik mengurangi ketegangan
otot rangka yang dapat mengurangi

Nyeri merupakan respons subjektif yang
dapat dikaji dengan menggunakan skala
nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di
atas tingkat cedra.
Imbolisasi yang adekuat dapat mengurangi
pergerakan fragmen tulang yang menjadi
unsur utama penyebab nyeri pada daerah
paha.
Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan,
ketegangan, suhu distensi kandung kemih,
dan berbaring lama
Pendekatan dengan menggunakan
relaksasasi dan non farmokologi lainya
efektif dalam mengurangi nyeri.
Tingkat ini akan melancarkan peredaran
darah sehingga kebutuhan Oksigen pada
jaringan terpenuhi dan nyeri berkurang.

14

intesitas nyeri. Tingkatkan relaksasi
masase.
Ajarkan metode distraksi selama nyeri
akut.
Berikan kesempatan waktu isterahat
bila terasa nyeri dan berkaitan dengan
posisi yang nyaman, misalnya waktur
tidur, belakang tubuh klien dipasang
bantal kecil.
Tingkatkan pengetahuan tentang
sebab-sebab nyeri dan hubungkan
dengan beberapa lama nyeri akan
berlangsung.
Observasi tingkat nyeri dan respons
motorik klien 30 menit. Setelah
pemberian obat analgesik untuk
mengkaji efektivitasnya dan 1-2 jam
setelah tindakan perawatan selama 1-2
hari


Menghilangkan perhatin klien terhadap
nyeri ke hal-hal menyenangkan.
Isterahat merelaksasikan semua jaringan
sehingga akan meningkatkan kenyamanan.



Pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri
membantu mengurangi nyeri. Hal ini dapat
membantu meningkatkan kapatuhan klien
terhadap rencana terapeutik.
Dengan pengkajian yang optimal, perawat
akan mendapatkan data yang objektif untuk
mencegah kemungkinan komplikasi dan
melakukan intervensi yang tepat.

DX.2
2. Hambatan mobilitas fisik B/d diskontinuitas jaringan tulang, nyeri sekunder akibat
pergerakan fragmen tulang, dan pemasangan traksi.
Tujuan perawatan : Klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan
kemampuanya.
Kreteria Hasil : Klien dapt ikut serta dalam program latihan, tidak mengalmi kontraktur
sendi, kekuatan otot bertambah, dan klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas.
INTERVENSI RASIONAL

15

MANDIRI
Kaji mobilitas yang ada dan observasi
adanya peningkatan kerusakan. Kaji
secara teratur fungsi motorik.
Atur posisi imbolisasi pada paha


Ajarkan klien melakukan latihan gerak
aktif pada ekstremitas yang tidak sakit.

Bantu klien melakukan latihan ROM dan
perawatan diri sesuai toleransi.
KOLABORASI
Kolaborasi dengan ahli fisiotrapi untuk
latihan fisik klien.

Mengetahui tingkat kemampuan klien
dalam melakukan aktivitas.

Imbolisasi yang adekuat dapat mengurangi
pergerakan fragmen tulang yang menjadi
unsur utama penyebab nyeri pada paha.
Gerakan aktif memberikan massa, tonus,
dan kekakuan otot, serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernapasan.
Untuk mempertahankan fleksibilitas sendi
sesuai kemampuan.

Kemampuan mobilitas ekstrimitas dapat
ditingkatkan dengan latihan fisik dan tim
fisiotrapi.

DX.3
3. Defisit perawatan diri B/d kelemahan neuromuskular dan penurunankekuatan paha.
Tujuan Perawatan : Perawatn diri klien dapat terpenuhi.
Kreteria Hasil : Klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan
merawat diri, mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan, dan mengidentifikasi individu/masyarakat yang dapat membantu.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan
dalam skala 0-4 untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari.
Hindari apa yang tidak dapt dilakukan
klien dan bantu bila perlu.
Ajak klien untuk berpikir positif terhadap
kelemahan yang dimilikinya. Berikan
motivasi dan izinkan klien melakukan
tugas, dan berikan umpan balik positif
atas usahanya.
Membantu dalam mengantisipasi dan
merencanakan pertemuan untuk
kebutuhan individu.
Hal ini dilakukan untukmencegah frustasi
dan menjaga harga diri klien
Klien mengeluarkan empati. Perawat perlu
mengetahui perawatan yang konsisten
dalam menangani klien. Intervensi
tersebut dapt meningkatkan harga diri,
memandikan klien, dan menganjurkan

16

Rencanakan tindakan untuk mengurangi
pergerakan pada sisi paha yang sakit,
seperti tempatkan makanan dan
peralatan dekat dengan klien.
Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan
minum dan meningkatkan latihan
klien untuk terus mencoba.
Klien akan lebih mudah mengambil
peralatan yang diperlukan karena dekat
dengan lengan yang sehat.
Meningkatkan latihan dapat membantu
mencegah konstipasi.





























17

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA FRAKTUR TIBIA FIBULA

C. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
a. Identitas klien, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamt, agama bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
nomor register, tanggal dan masuk rumah sakit (MRS), dan diagnosis medis.
b. Riwayat penyakit sekarang. Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan
patah tulang kursis, pertolongan apa yang didapatkan, dan apakah sudah berobat
kedukun patah selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lain.
c. Riwayat penyakit dahulu. Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke
dukun patah sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit-penyakit tertentu,
sperti kanker tulang dan penyakit paget menyebabkan praktur patologissehingga
tulang sulit menyambung.
d. Riwayat penyakit keluarga. Penyakit keluarga yang berbungan dengan patah tulang
kursis adalah salah satu faktor presdisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang cendrung diturunkan
secara genetik.
e. Riwayat psikososialspiritual. Kaji respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya, peran klien dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat.
2. Pemeriksaan fisik . Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan fisik secara
umum (Status General) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan
setempat (Lokal).
a. Keadaan umum : Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda yang perlu dicatat
adalah kesadaran klien (apatis, sopor, koma, gelisah, kompes metisyan bergantung
pada keadaan klien), kesakitan atau keadaan penyakit ( akut, kronis, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut ).
b. B1 (Brathing). Pada pemeriksaan sistem penapasan, didapatkan bahwa klien fraktur
tibia-fibula tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks, didapatkan
taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ditemukan suara
napas tambahan.

18

c. B2 ( blood ). Ispeksi: tidak ada iklus jantung. Palpasi : nadi meningkat, iklus tidak
teraba. Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.
d. B3 ( brain )
1). Tingkat kesadaran, biasanya kompos mentis
2). Pemeriksaan fungsi serebral. Status mental : observasi penampilan dan tingkah
laku klien. Biasanya status mental tidak mengalami perubahan.
3). Pemeriksaan refleks. Biasanya tidak didapatkan reflek-reflek patologis
e. B4 ( Bladder ) kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah dan krakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur femur tidak mengalami pada
sistem ini.
f. B5 (Bladder). Ispeksi abdomen : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi :
Turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepas tidak teraba. Perkusi : Suara
timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi : Peristaltik usus normal 20
kali/menit. Inguinal-genita-lia-anus : tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe
dan tidak ada kesulitan BAB.
g. B6 (Bone). Adanya fraktur tibia-fibula akan mengganggu secara lokal, baik fungsi
motorik, sensorik, maupun peredaran darah.
h. Look. Perhatikan adanya pembengkakan yang tidak biasa (Abnormal) dan deformitas.
Pada bagian ini sering terjadi patah tulang terbuka sehingga ditemukan adanya
tanda-tanda trauma jaringan lunak sampai kerusakan interegitas kulit dan
penonjolan tulang keluar kulit. Ada tanda-tanda cedra dan kemungkinan keterlibatan
berkas neurovaskuler ( saraf dan pembuluh darah ) tungkai, seperti bengkak/edema.
Ada ketidakmampuan menggerakan kaki dan penurunan kekuatan otot ektremitas
bawah dalam melakukan pergerakan.
i. fell. Kaji nyeri tekan dan krepitasi pada daerah tungkai bawah.
j. Move. Pemeriksaan yang didapatkan adalah adanya gangguan/keterbatasan gerak
ektremitas bawah.
3. Pemeriksaan Radiologi
Dengan pemeriksaan Radiologi, perawat dapat menentukian lokasi fraktur, jenis fraktur,
apakah fraktur terjadi ditibia dan fibula atau hanya tibia saja atau fibula saja, selain itu
perawat juga dapat menentukan apakah fraktur bersifat segmetal.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

19

Masalah keperawatan utama pada fraktur tibia-fibula, baik fraktur terbuka maupun tertutup
adalah sebagai berikut :
1. Nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Defisit perawatan diri
4. Resiko tinggi trauma
5. Resiko tinggi infeksi
6. Kerusakan intergritas kulit
7. Ansietas

E. INTERVENSI
DX.1
1. Nyeri akut B/d pergerakan fragmen tulang, komprensi saraf, cedera neuromuskular
trauma jaringan, dan refleks spasme otot sekunder.
Tujuan Perwatan : Nyeri berkurang, hilang atau teratasi.
Kreteria Hasil : Secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi,
mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah.
Skala nyeri 0-1 atau teratasi.
Intervensi RASIONAL
MANDIRI
Kaji nyeri dengan skala 0-4.




Atur posisi imbolisasi pada tungkai bawah.



Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor
pencetus.


Jelaskan dan bantu klien terkait dengan

Nyeri merupakan respons subjektif yang
dapat dikaji dengan menggunakan skla
nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di
atas tingkat cedra.

Imbolisasi yang adekuat dapat mengurangi
pergerakan fragmen tulang yang menjadi
unsur utama penyebab nyeri tungkai bawah

Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan,
ketegangan, suhu, distensi kandung kemih,
dan berbaring lama.

Pendekatan dengan menggunakan relaksasi

20

tindakan pereda nyeri nonfarmokologi dan
nonisifatif.

Ajarkan relaksasi :
Teknik-teknik mengurangi ketegangan otot
rangka yang dapat mengurangi intesitas
nyeri dan meningkatkan relaksasi masase.

Ajarkan metode distraksi selama nyeri
akut.

Berikan kesempatan waktu isterahat bila
terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman, misalnya waktu tidur, belakang
tubuh kita dipasang bantal kecil.

Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-
sebab nyeri dan hubungkan dengan berapa
lama nyeri akan berlangsung.

Observasi tingkat nyeri dan respons
motorik klien 30 menit setelah pemberian
obat analgesik untuk mengkaji
efektivitasnya dan setiap 1-2 jam setelah
tindakan perawatan selama 1-2 hari.

dan non farmokologi lainya efektif dalam
mengurangi nyeri.

Teknik ini akan melancarkan peredaran
darah sehingga kebutuhan Oksigen pada
jaringan terpenuhi dan nyeri berkurang.,


Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri
ke hal-hal yang menyenangkan

Isterahat mereklaksasikan semua jaringan
sehingga meningkatkan kenyamanan.



Pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri
membantu mengurangi nyeri. Hal ini dapat
membantu meningkatkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
Setelah melaksanakan pengkajian yang
optimal, perawat akan memperoleh data
yang objektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan melakukan
intervensi.

DX.2
2. Hambatan mobilitas fisik B/d diskontinuitas jaringan tulang, nyeri sekunder akibat
pergerakan fragmen tulang, pemasangan fiksasi ekternal.
Tujuan perawatan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.

21

Kreteria Hasil : Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak mengalami kontraktur
sendi, kekuatan otot bertambah, dan klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas.
INTERVENSI RASIONAL
MANDIRI
Kaji mobilitas yang ada dan observasi
adanya peningkatan kerusakan. Kaji
secara teratur fungsi motorik.

Atur posisi imbolisasi pada tungkai
bawah.

Ajarkan klien melakukan latihan gerak
aktif pada ekstremitas yang tidak
sakit.

Bantu klien melakukan latihan ROM
dan perawatan diri sesuai toleransi.

KOLABORASI
Kolaborasi dengan ahli fisiotrapi untuk
melatih fisik klien


Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas.


Imbolisasi yang adekuat dapat mengurangi
fragmen tulang yang menjadi unsur utama
penyebab nyeri pada tungkai bawah.
Gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan
kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung
dan pernapasan.

Untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai
kemampuan.


Kemampuan mobilitas ektremitas dapat
ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim
fisiotrapi.

Dx. 3
3. Resiko tinggi trauma B/d hambatan mobilitas fisik, pemasangan fiksasi ektrenal,
pemasangan gips spalk dengan bebat.
Tujuan perawatan : Resiko trauma tidak terjadi.
Kreteria Hasil : Klien mampu berpatisipasi dalam pencegahan trauma.

INTERVENSI RASIONAL
MANDIRI
Pertahankan imbolisasi pada tungkai

Meminimalkan ransangan nyeri akibat

22

bawah.

Bila klien menggunakan gips, pantau
adanya penekanan setempat dan sirkulasi
perifer.

Bila terpasang bebat, sokong fraktur
dengan bantal atau gulungan selimut untuk
mempertahankan posisi yang netral.

Evaluasi bebat terhadap resolusi edema.

Pantau fiksasi ektrenal :
Evaluasi adanya bagian tajam dari fiksasi
ektrenal.


Jangan tutup fiksasi ekternal dengan
selimut atau kain.

Beri tahu kepada klien agar tidak
menginjakan kaki yang telah dipasang
fiksasi ekternal.
gesekan antara fragmen tulang dengan
jaringan lunak di sekitarnya.
Mendeteksi adanya sindrom kompartemen
dan menilai secara dini adanya gangguan
sirkulasi pada bagian distal tungkai bawah.

Mencegah perubahan posisi dengan tetap
mempertahankan kenyamanan dan
keamanan.

Bila fase edema telah lewat, kemungkinan
bebat menjadi longgar dapat terjadi.
Adanya bagian tajam pada fiksasi ekternal
memungkinkan trauma pada kulit klien.
Adanya bagian tajam dapat dimanipulasi
dengan memberikan penumpul pada
ujung-ujung bagian yang tajam.
Menghindari ketidaktahuan orang lain
terhadap adanya pemasangan fiksasi
ekternal pada klien.
Mencegah terjadinya perubahan posisi
akibat pergerakan fragmen tulang dari
menahan berat tubuh.










23

BAB III
A. Kesimpulan
B. Saran
































24

DAFTAR PUSTAKA

Mutaqqin, Arif (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.
Kneale, Davis.2011. Keperawatan Oetopedik & Trauma. Penerbit : EGC. Jakarta
Lukman, Ningsih. N. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Penerbit Selamba Medika : Jakarta
http://www.scribd.com/doc/69920506/Fraktur-Femur
http://www.slideshare.net/IndahTriayu/fraktur-tibia

Vous aimerez peut-être aussi