Vous êtes sur la page 1sur 17

www.healthstalker.blogspot.

com
Selasa, 30 November 2010
Emerging and Re-emerging Disease:Menghadapi Masalah Pandemik

Meskipun kemajuan luar biasa dalam penelitian medis dan perawatan selama abad 20, penyakit
menular tetap menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia karena tiga alasan: (1) munculnya
penyakit infeksi baru (emerging disease); (2) munculnya kembali penyakit menular lama (re-emerging
disease), dan (3) intractable infectious disease.

Emerging disease termasuk wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya atau penyakit
menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade terakhir. Re-emerging disease
atau yang biasa disebut resurging disease adalah wabah penyakit menular yang muncul kembali setelah
penurunan yang signifikan dalam insiden dimasa lampau. Ada beberapa faktor yang menyebabkan dua
permasalahan ini selalu muncul hampir disetiap tahunnya,yaitu :
Evolusi dari microbial agent seperti variasi genetik, rekombinasi, mutasi dan adaptasi

Hubungan microbial agent dengan hewan perantara (zoonotic encounter)

Perubahan iklim dan lingkungan

Perubahan prilaku manusia seperti penggunaan pestisida, penggunaan obat antimikrobial yang
bisa menyebabkan resistensi dan penurunan penggunaan vaksin.

Pekembangan industri dan ekonomi

Perpindahan secara massal yang membawa serta wabah penyakit tertentu (travel diseases)

Perang seperti ancaman penggunaan bioterorisme atau senjata biologis.



Sudah banyak microbial agent( virus, bakteri, jamur) yang telah terindikasi menyebabkan wabah
penyakit bagi manunsia dan juga memiliki karakteristik untuk mengubah pola penyakit tersebut
sehingga menyebabkan wabah penyakit yang baru. Seperti yang dirilis dalam National Institute of
Allergy and Infectious Disease (NIAID) yang membagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu :
1. Grup I : Pathogen baru yang diakui dalam 2 dekade terakhir

2. Grup II : Re-emerging pathogen

3. Grup III : Pathogen yang berpontesial sebagai bioterorisme
Peningkatan dan penguatan di bidang pemantauan kesehatan masyarakat (public health surveillance)
sangat penting dalam deteksi dini dan penatalaksaan emerging dan re-emerging disease ini.
Pemantauan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan fungsi laboratorium klinis dan pathologis,
pendekatan secara epidemiologi dan kesehatan masyarakat juga diperlukan dalam deteksi cepat
terhadapat emerging dan re-emerging disease ini.


WHO telah merekomendasikan kepada setiap negara dengan sebuah sistem peringatan dini (early
warning system) untuk wabah penyakit menular dan sistem surveillance untuk emerging dan re-
emerging disease khususnya untuk wabah penyakit pandemik. Sistem surveillance merujuk kepada
pengumpulan, analisis dan intrepretasi dari hasil data secara sistemik yang akan digunakan sebagai
rencana penatalaksaan (pandemic preparedness) dan evaluasi dalam praktek kesehatan masyakarat
dalam rangka menurunkan angka morbiditas dan meningkatkan kualitas kesehatan(Center for Disease
Control and Prevention/CDC). Contoh sistem surveillance ini seperti dalam kasus severe acute
respiratory syndrome (SARS), di mana salah satu aktivitas di bawah ini direkomendasikan untuk harus
dilaksanakan yaitu:
1. Komprehensif atau surveillance berbasis hospital (sentinel) untuk setiap individual dengan gejala
acute respiratory ilness ketika masuk dalam rumah sakit.

2. Surveillance terhadap kematian yang tidak dapat dijelaskan karena acute respiratory ilness di
dalam komunitas.

3. Surveillance terhadap kematian yang tidak dapat dijelaskan karena acute respiratory ilness di
lingkup rumah sakit.

4. Memonitor distribusi penggunaan obat antiviral untuk influenza A , obat antrimicrobial
dan obat lain yang biasa digunakan untuk menangani kasus acute respiratory ilness
Fungsi utama dari sistem surveillance ini adalah :

(1) Menyediakan informasi seperti pemantauan secara efektif terhadap distribusi dan angka prevalensi,
deteksi kejadian luar biasa, pemantauan terhadap intervensi, dan memprediksi bahaya baru.

(2) Melakukan tindakan dan intervensi.

Sehingga diharapkan munculnya kejadian luar biasa yang bersifat endemik, epidemik dan pandemik
dapat dihindari dan mengurangi dampak merugikan akibat wabah penyakit tersebut.


Tindak lanjut dari hasil surveillance ini adalah pembuatan perencanaan atau yang lebih dikenal dengan
pandemic preparedness. WHO merekomendasikan prinsip-prinsip penatalaksaan pandemic
preparedness seperti yang tertera di bawah ini:
1. Perencanaan dan koordinasi antara sektor kesehatan, sektor nonkesehatan, dan komunitas
2. Pemantauan dan penilaian terhadap situasi dan kondisi secara berkelanjutan
3. Mengurangi penyebaran wabah penyakit baik dalam lingkup individu, komunitas dan
internasional
4. Kesinambungan penyediaan upaya kesehatan melalui sistem kesehatan yang dirancang khusus
untuk kejadian pandemik.
5. Komunikasi dengan adanya pertukaran informasi-informasi yang dinilai relevan.

Referensi:
WHO.http://www.who.int/csr/disease/influenza/pipguidance2009/en/index.html
WHO.http://www.aclu.org/pdfs/privacy/pemic_report.pdf

NIAID.http://www.niaid.nih.gov/topics/Flu/understandingFlu/Pages/definitionsOverview.aspx
WHO.http://www.who.int/csr/disease/influenza/pandemic/en/
NIAID.http://www.niaid.nih.gov/topics/emerging/Pages/list.aspx

jumat, 18 Februari 2011
Emerging & Re-emerging Disease

Emerging Disease termasuk salahsatu penyakit yang telah muncul dalam suatu populasi untuk
pertama kalinya, atau yang mungkin telah ada sebelumnya tetapi meningkat dengan pesat
dalam kejadian atau dalam jarak geografis. Sedangkan, Re-emerging Disease atau yang biasa
disebut resurging disease adalah wabah penyakit menular yang muncul kembali setelah
penurunan yang signifikan dalam insiden dimasa lampau.
Beberapa faktor, termasuk pengembangan ekonomi dan penggunaan lahan, demografi dan
perilaku manusia, dan perjalan internasional dan perdagangan, memberikan kontribusi pada
penyakit emergence dan re-emergence.


Sudah banyak microbial agent( virus, bakteri, jamur) yang telah terindikasi menyebabkan
wabah penyakit bagi manusia dan juga memiliki karakteristik untuk mengubah pola penyakit
tersebut sehingga menyebabkan wabah penyakit yang baru.
Dalam National Institute of Allergy and Infectious Disease (NIAID) terdapat list yang terdiri
dari 3 kelompok besar, yaitu:
Grup I : Pathogen baru yang diakui dalam 2 dekade terakhir
Grup II : Re-emerging pathogen
Grup III : Pathogen yang berpontesial sebagai bioterorisme
Penting dilakukannya deteksi dini dan penatalaksaan emerging dan re-emerging disease ini
dengan pemantauan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan fungsi laboratorium klinis
dan pathologis, pendekatan secara epidemiologi dan kesehatan masyarakat.
WHO telah merekomendasikan kepada setiap negara dengan sebuah sistem peringatan dini
untuk wabah penyakit menular dan sistem surveillans untuk emerging dan re-emerging
disease khususnya untuk wabah penyakit pandemik.
Sistem surveilans berupa pengumpulan, analisis dan intrepretasi dari hasil data secara
sistemik yang akan digunakan sebagai rencana penatalaksaan dan nantinya dievaluasi dalam
praktek kesehatan masyakarat dalam rangka menurunkan angka morbiditas dan meningkatkan
kualitas kesehatan.
Surveilans berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa. Surveilans dilakukan secara
terus menerus tanpa terputus (kontinu), sedang pemantauan dilakukan intermiten atau
episodik. Dengan mengamati secara terus-menerus dan sistematis maka perubahan-
perubahan kecenderungan penyakit dan faktor yang mempengaruhinya dapat diamati atau
diantisipasi, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah investigasi dan pengendalian penyakit
dengan tepat.
Tujuan khusus sistem surveilans:
(1) Memonitor kecenderungan (trends)penyakit
(2) Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini outbreak;
(3) Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden) pada
populasi;
(4) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi,
monitoring, dan evaluasi program kesehatan;
(5) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;
(6) Mengidentifikasi kebutuhan riset

Kiwijusje > New Emerging Disease & Reemerging Disease
Posted on November 15, 2010
New emerging disease adalah penyakit yang baru muncul di populasi dan perluasan host (misal
dari hewan ke manusia) secara cepat yang berhubungan dengan peningkatan penyakit yang dapat
terdeteksi. Yang disebut dengan reemerging disease adalah penyakit yang dulu ada dan
kemudian hilang, dan sekarang kembali muncul.
Penyakit penyakit new emerging disease dan reemerging disease yang terjadi di dunia adalah :
HIV AIDS : penyakit ini telah menjadi pandemik selama lebih dari 20 tahun dan benar-benar
menjadi emerging disease.
Malaria : merupakan salah satu penyakit yang sebagian besar orang di negara maju tidak
memikirkannya. Tetapi sekarang lebih dari 1 juta orang dengan malaria meninggal setiap
tahunnya.
Tuberkulosis : merupakan pembunuh mayor yang menyebabkan kematian sekitar 2 juta orang
tiap tahunnya.
Influenza : merupakan penyakit musiman / interpandemik. Pandemik terjadi karena paparan
terhadap mikroba di saat tidak terdapat imunitas dasar di populasi. Beberapa strain yang dahulu
sudah hilang, banyak yang mulai reemerging
SARS : beberapa tahun yang lalu terdapat new emerging microbe yang menyebabkan sindrom
pernapasan akut yang parah (severe acute respiratory syndrome SARS).
Untuk mencegah kemunculan kembali suatu penyakit tertentu diperlukan perencanaan tindakan
preventif dan promotif.
www.scalpelscars.com
new emerging disease
Posted on February 17, 2011

New Emerging disease
Emerging viruses merupakan virus yang dalam prosesnya beradaptasi untuk membentuk host
baru dan vice versa. Contoh dari emerging virus adalah : Myxoma virus (Rabbitpox), virus
influenza dan virus corona.
Dapat dikatakan emerging virus karena :
- Merupakan penampakan virus baru dalam sebuah populasi
- Berkembang secara cepat dalam membentuk host baru dengan meningkatkan korespondensi
dalam deteksi penyakit
Evolusi Virus
- Mutasi
- Rekombinasi
- Seleksi
Replikasi virus menghasilkan tingginya jumlah mutasi genetic virus
Virus RNA
Avian Influenza in Humans (Flu Burung)
Virus influenza merupakan virus RNA yang termasuk dalam family Orthomyxoviridae. Asam
nukleat virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen yang mengkode sekitar 11 jenis
protein. Virus influenza mempunyai selubung yang terdiri dari kompleks protein dan
karbohidrat. Viru ini mempunyai spikes (tonjolan) yang digunakan untuk menempel pada
reseptor yang spesifik pada sel-sel hospesnya pada saat menginfeksi sel. Terdapat dua jenis
spikes yaitu yang mengandung hemaglutinin dan neuraminidase yang terletak di bagian luar
virion.
Virus influenza mempunyai 4 jenis antigen yang terdiri dari protein nukleokapsid, hemaglutinin,
neuraminidase, dan protein matriks.
Berdasarkan jenis antigen nukleokapsid dan matriks protein virus influenza digolongkan menjadi
virus influenza A, B dan C.
- Virus influenza A sngat penting dalam bidang kesehatan karena sangat pathogen baik bagi
manusia ataupun hewan yang menyebabkan angka kematian dan kesakitan meningkat diseluruh
dunia. Virus ini sering menimbulkan pandemic karena mudahnya bermutasi baik berupa
antigenic drift ataupun antigenic shift sehingga membentuk varian baru yang lebih pathogen.
- Virus influenza B adalah jenis virus yang hanya menyerang manusia dan jarang sekali atau
tidak menyebabkan wabah pandemic.
- Virus influenza C bisa menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang,dan sama jarang sekali
atau tidak menyebabkan wabah pandemic.
Penularan atau transmisi dari virus influenza secara umum dapat terjadi melalui inhalasi, kontak
langsung ataupun kontak tidak langsung. Kekhawatiran yang muncul dikalangan ahli genetika
antara virus influenza burung dengan virus influenza manusia terjadi rekombinasi genetic,
sehingga dapat menular antara manusia.
Ada dua kemungkinan yang dapat menghasilkan subtype baru dari H5N1 yang dapat menular
antara manusia ke manusia adalah:
- Virus dapat menginfeksi manusia dan mengalami mutasi sehingga virus tersebut dapat
beradaptasi untuk mengenali linkage RNA pada manusia atau virus burung tersebut
mendapatkan gen dari virus influenza manusia sehingga dapat bereplikasi secara efektif didalam
el manusia.
- Jeni virus, baik avian ataupun vrus influenza tersebut dapat secara bersamaan menginfki
manusia sehingga terjadi mix atau rekombinasi genetic, sehingga menghasilkan strain virus
baru yang sangat virulen bagi manusia.
Patogenesis
Mutasi genetic virus Avian influenza sering kali terjadi sesuai dengan kondisi dan lingkungan
replikasinya. Mutasi gen ini tidak saja untuk mempertahankan diri tetapi juga dapat
meningkatkan sifat patogenisitasnya.
Penelitian terhadap virus H5N1 yang diisolasi dari pasien yang terinfeksi, menunjukan bahwa
mutasi genetic pada posisi 627 dari gen PB2 yang mengkod ekspresi polymerase basic protein
telah menghasilkan highly cleavable hemaglutinin glycoprotein yang merupakan factor virulensi
yang dapat meningkatkan aktivitas replikasi virus H5N1 dalam sel hospesnya.
Infeksi viru H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel hospes setelah terjadi penempelan spikes
virion dengan reseptor spesifik yang ada di permukaan sel hospesnya. Virion akan menyusup ke
sitoplasma sel dan akan mengintegrasikan materi genetiknya didalam inti sel hospesnya, dan
dengan menggunakan mesin genetic dari sel hospesnya, virus dapat bereplikasi membentuk
virion-virion baru, dan virion ini dapat menginfeksi kembali sel-sel di sekitarnya. Dari beberapa
hasil pemeriksaan terhadap specimen klinik yang diambil dari penderita ternyata avian influenza
H5N1 dapat bereplikasi di dalam sel nasofaring dan didalam sel gastrointestinal. Virus H5N1 ini
juga dapat ditemukan di dalam darah, cairan cerebrospinal dan tinja pasien (WHO, 2005).
Fase penempelan (attachment) adalah fase yang paling menentukan apakah virus bisa masuk atau
tidak kedalam sel hospesnya untuk melanjutkan replikasinya.
Gejala Klinik
Masa inkubasi virus H5N1 yaitu sekitar 2-4 hari setelah terinfeksi, namun berdasarkan hasil
laporan belakangan ini masa inkubasinya bsa mencapai antara 4-8 hari.
Sebagian pasien memperlihatkan gejala awal berupa demam tinggi (>380 C) dan gejala flu serta
kelainan saluran nafas. Gejala lain yang dapat timbul adalah diare, muntah, sakit perut, sakit
pada dada, hipotensi, dan juga dapat terjadi perdarahan dari hidung dan gusi. Gejala sesak nafas
mulai muncul setelah 1minggu berikutnya.
Gejala klinik dapat memburuk dengan cepat yang biasanya ditandai denganpneumonia berat,
dyspnea, tachypnea, gambaran radiograpgy yang abnormal seperti diffuse, multifocal, patchy
infiltrate, interstisial infiltrate, dan kelainan segmental atau lobular.
Gambaran lain yang juga sering dijumpai berdasarkan hasil laboratorium adalah leucopenia,,
lymphopenia, trombositopenia, peningkatan aminotransferase, hyperglycemia, dan peningkatan
kreatinin.
Diagnosis Laboratorium
Penderita yang terinfeksi H5N1 pada umumnya dilakukan pemeriksaan specimen klinik berupa
swab tenggorokan dan cairan nasal. Untuk uji konfirmasi terhadap virus H5N1 harus dilakukan
pemeriksaan dengan cara:
a. Mengisolasi virus
b. Deteksi genom H5N1 dengan metode polymerase Chain Reaction menggunakan sepasang
primer spesifik
c. Tes imunofluoresensi terhadap antigen menggunakan monoclonal menggunakan antibody
terhadap H5
d. Pemeriksaan adanya peningkatan titer antibody terhadap H5N1
e. Pemeriksaan dengan metode western blotting terhadap H5 spesifik.
Untuk diagnosis pasti, salah satu atau beberapa dari uji konfirmasi tersebut diatas harus
dinyatakan positif.
Terapi dan Manajemen
Terdapat 4 jenis obat antiviral untuk pengobatan ataupun pencegahan terhadap influenza, yaitu
amantadine, rimantadine, zanamivir, dan oseltamivir (tamiflu).
Mekanisme kerja amantadine dan rimantadine adalah menghambat replikasi virus. Namun
demikian obat ini sudah tidak mempan lagi untuk membunuh virus H5N1 yang saat ini beredar
luas. Kedua obat ini hanya efektif untuk influenza tipe A. Sedangkan zanamivir dan oseltamivir
merupakan inhibitor neuraminidase. Diketahui bahwa neuraminidase ini diperlukan oleh virus
H5N1 untuk lepas dari sel hospes pada fase budding sehingga membentuk virion yang infektif.
Bila neuraminidase ini dihambat oleh oseltamifir atau zanamivir, maka replikasi virus tersebut
dapat dihentikan. Zanamivir dan oseltamivir ini efektif untuk influenza tipe A dan B, dan kedua
obat ini sedikit menimbulkan toksisitas.
Swine Influenza (Flu Babi)
Sembilan negara melaporkan swine influenza A/H1N1 Total: 148 kasus
o USA 91 laboratory confirmed human cases, dengan 1 korban meninggal
o Mexico 26 confirmed human cases of infection termasuk 7 meninggal
Terkonfirmasi secara laboratorium dengan tanpa korban meninggal:
o Austria (1)
o Canada (13)
o Germany (3)
o Israel (2)
o New Zealand (3)
o Spain (4)
o United Kingdom (5).
Swine Influenza merupakan :
- Penyakit pernafasan akut yang sangat menular diantara babi.
- Disebabkan oleh satu dari beberapa virus swine influenza A : H1N1, H1N2, H3N1, H3N2
- Morbiditas cukup tinggi
- Mortalitas rendah(1-4%).
- Virus menyebar diantara babi dengan cara aerosols, Kontak langsung dan tidak langsung, dan
oleh asymptomatic carrier pigs.
Genus dari virus ini adalah influenza virus type A, dimana virus influenza tipe A ini mampu
menjangkiti manusia, babi, musang, dan unggas. Penamaan virus influenza didasarkan pada
struktur permukaan dari virus tersebut. H, dimaksudkan untuk menunjukan protein
Hemaglutinasi dan N menunjukan protein Neurominidase. Selama ini, telah ditemukan 16
subtype H dan 9 subtype N. kombinasi antara keduanya akan menghasilkan 144 jenis subtype
virus influenza, seperti H1N1, H1N2, H1N3,sampai dengan H16N9. Menurut hasil penelitian
para ahli, virus yang paling berbahaya adalah H1N1, H2N3, H5N1, dan H7N1.
Berdasarkan WHO update (30 April 2009), sebenarnya pandemi ini sudah pernah terjadi pada
saat perang dunia I. Dimana pada saat itu para tentara Spanyol yang menjajah Mexico adalah
pembawa virus ini pertama kali. Pada saat itu wabah tersebut dinamakan Spanish Influenza,
kejadian-kejadian serupa juga terjadi di tahun-tahun berikutnya di berbagai Negara seperti
Hongkong dan Jepang (1970), Thailand (1983), Amerika (1998), dan Mexico (2009). Kejadian-
kejadian wabah influenza lebih sering disebabkan oleh hewan, baik hewan ternak (babi dan
unggas) ataupun hewan liar (musang dan unggas liar). Kejadian yang sekarang ini disebabkan
oleh babi, pada babi virus ini akan bermutasi dan menata diri yang kemudian dapat menjangkiti
manusia. Jumlah kasus yang terjadi di Indonesia menurut data terakhir mencapai 420 kasus.
Untuk kasus yang terjadi di Indonesia memang tidak terbukti bahwa babi sebagai penyebab
utama. Diduga penularan melalui antar manusia, walaupun hal ini kerap dibantah oleh Dinas
Kesehatan. Pembawa virus ini juga diduga berasal dari mobilitas orang-orang yang masuk ke
Indonesia dari Negara yang terkena wabah seperti Mexico.
Masa inkubasi virus ini adalah sekitar 1-7 hari, masa penularan satu hari sebelum sakit, dan 7
hari sesudah sakit (onset ).
Adapun cara penularannya adalah dengan cara kontak langsung dengan penderita karena
berbicara ataupun percikan batuk atu bersin, dan atau kontak dengan benda yang terkontaminasi
dengan virus H1N1.
Secara operasional Definisi kasus swine influenza dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Suspek
Seseorang dengan gejala infeksi pernapasan akut (demam 38oC) mulai dari yang ringan
(Influenza like Illnes) sampai dengan Pneumonia, ditambah salah satu keadaan di bawah ini :
- Dalam 7 hari sebelum sakit, pernah kontak dengan kasus konfirmasi swine influenza (H1N1
- Dalam 7 hari sebelum sakit pernah berkunjung ke area yang terdapat satu atau lebih kasus
konfirmasi Swine influenza (H1N1)/ Flu Meksiko
2. Probabel
Seseorang dengan gejala di atas disertai dengan hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap
Influenza A tetapi tidak dapat diketahui subtypenya dengan menggunakan reagen influenza
musiman Atau Seseorang yang meninggal karena penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang
tidak diketahui penyebabnya dan berhubungaan secara epidemiologi (kontak dalam 7 hari
sebelum onset) dengan kasus probable atau konfirmasi.
3. Konfirmasi
Seseorang dengan gejala di atas sudah dikonfirmasi laboratorium swine influenza (H1N1)/ Flu
Meksiko dengan pemeriksaan satu atau lebih test di bawah ini :
- Real time RT PCR
- Kultur virus
- Peningkatan 4 kali antibody spesifik swine influenza (H1N1) / Flu Meksiko dengan netralisasi
tes
Sampai saat ini antivirus yang masih sensitif adalah Oseltamivir dan Zanamivir, sedangkan
Amantadine dan Rimantadine sudah resisten.
Penderita yang terjangkit virus flu babi mempunya ciri-ciri (WHO):
1. Panas demam yang tinggi diatas 39 derajat C
2. Nyeri di persendian
3. Hidung berair yang tak seperti biasanya karena paru-paru berair.
Vaccine untuk Swine Influenza:
- Saat ini tidak tersedia.
- Vaccine untuk influenza (Seasonal flu) tidak diketahui efektivitasnya untuk mencegah swine
flu.
- Virus Influenza A sangat cepat bermutasi.
Pencegahan :
- Hindari babi yang sedang sakit dan orang yang sedang menderita demam dan gejala influenza
lainnya
- Hygiene yang baik: Cuci tangan dengan sabun sesering mungkin
- Virus swine influenza mati dengan memanaskan pada suhu 70C.
- Lakukan kebiasaan hidup sehat: cukup istirahat, makanan berimbang, lakukan aktivitas fisik
cukup.
Diagnosis (Pada anak dan dewasa)
Diagnosis influenza A baru H1N1 ditegakkan berdasarkan kriteria klinis berupa gejala
Influenza Like Ilness (ILI) yaitu demam dengan suhu > 380C, batuk, pilek, nyeri otot dan nyeri
tenggorok. Gejala lain yang mungkin menyertai adalah sakit kepala, sesak napas, nyeri sendi,
mual, muntah dan diare. Pada anak gejala klinis dapat terjadi fatique.
Diagnosis influenza A baru H1N1 dengan RT-PCR dilakukan hanya untuk pasien yang
dirawat, kluster dan kasus-kasus influenza yang tidak lazim (unusual).
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada pasien yang dirawat (criteria sedang dan berat)
o Laboratorium: darah perifer lengkap, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, gula darah sewaktu.
o Radiologi: foto toraks
o Pemeriksaan lainnya tergantung indikasi
Pada darah perifer lengkap bila ditemukan leukopenia dan trombositopenia dapat memperkuat
diagnosis namun bila tidak ditemukan leukopenia dan trombositopenia tidak menyingkirkan
diagnosis
Diagnosis influenza A baru H1N1 secara klinis dibagi atas kriteria ringan, sedang dan berat.
o Kriteria ringan yaitu gejala ILI, tanpa sesak napas, tidak disertai pneumonia dan tidak ada
faktor risiko.
o Kriteria sedang gejala ILI dengan salah satu dari kriteria: faktor risiko, penumonia ringan (bila
terdapat fasilitas foto rontgen toraks) atau disertai keluhan gastrointestinal yang mengganggu
seperti mual, muntah, diare atau berdasarkan penilaian klinis dokter yang merawat.
o Kriteria berat bila dijumpai kriteria yaitu pneumonia luas (bilateral, multilobar), gagal napas,
sepsis, syok, kesadaran menurun, sindrom sesak napas akut (ARDS) atau gagal multi organ.
Kelompok risiko tinggi pada dewasa adalah faktor yang dapat memperberat keadaan yaitu
penyakit paru kronik (asma, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)), kehamilan, obesitas,
penyakit kronik lainnya (penyakit jantung, diabetes mellitus, gangguan metabolik, penyakit
ginjal, hemoglobinopati, penyakit immunosupresi, gangguan neurologi), malnutrisi dan usia > 65
tahun.
Kelompok risiko tinggi pada anak adalah:
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru H1N1 4
o Anak berusia kurang dari 5 tahun.
o Anak atau remaja (usia 6 bulan 18 tahun) yang mendapat terapi aspirin jangka panjang dan
berisiko mengalami sindrom Reye setelah mendapat infeksi virus influenza.
o Anak dengan penyakit paru kronik (asma, bronkiektasis, dysplasia bronkopulmonal), penyakit
jantung, ginjal dan hati, penyakit neuromuskular kronik (sindrom down, CP spastic, delayed
development, miastenia gravis).
o Anak dalam keadaan imunokompromais (keganasan, anemia aplastik,dalam terapi
imunosupresi atau HIV), diabetes mellitus, hipertensi, obesitas dan tinggal di rumah perawatan
dan fasilitas perawatan kesehatan lainnya.
Kriteria pneumonia berat pada dewasa yaitu bila dijumpai salah satu atau lebih kriteria minor
atau mayor.
o Kriteria minor yaitu Frekuensi napas > 30 /menit, foto toraks paru menunjukkan kelainan
bilateral atau melibatkan 2 lobus, tekanan sistolik < 90 mmHg, tekanan diastolik 4 jam (septik
syok), kreatinin serum >2 mg/dl atau peningkatan >2 mg/dl, pada penderita penyakit ginjal atau
gagal ginjal yang membutuhkan dialisis, PaO2/FiO2 kurang dari 300
mmHg.
Kriteria pneumonia pada anak yaitu gejala ILI dan frekuensi napas yang cepat (frekuensi napas
sesuai usia) dan/atau terdapat kesukaran bernapas yang ditandai dengan retraksi sela iga, retraksi
epigastrium, retraksi suprasternal, retraksi subkostal (chest indrawing) atau napas cuping hidung.
SARS Severe Acute Respiratory Syndrome
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) atau Sindroma Pernapasan sangat akut adalah
penyakit infeksi pada jaringan paru manusia yang sampai saat ini belum diketahui pasti
penyebabnya. Penyakit ini dicurigai pertaman kali timbul di provinsi Guangdong, RRC.
Diketahui penyakit SARS ini mempunyai tingkat penularan yang tinggi terutama diantara
petugas kesehatan yang selanjutnya menyebar ke anggota keluarga dan pasien pasien Rumah
Sakit. Angka kematian diantara penderita (CFR) diketahui sekitar 4%. Dan hingga saat ini SARS
dilaporkan telah menyebar di berbagai negara ditandai dengan ditemukannya penderita yang
dicurigai SARS.
Dengan kenyataan diatas maka pada tanggal 15 Maret 2003, WHO menetapkan SARS
merupakan ancaman kesehatan global (Global Threat) yang harus mendapat perhatian dari
semua negara di dunia.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah yang luas dan berbatasan dengan negara
negara terjangkit dan negara tempat ditemukannya penderita SARS. Keadaan ini menjadi
ancaman terhadap masuknya penyakit ini ke wilayah Indonesia dan didukung oleh banyaknya
jalur transportasi langsung dengan daerah daerah di Indonesia.
Agar ancaman masuknya penyakit SARS dapat dicegah dan atau diminimalisir serta penyebaran
lebih lanjut di masyarakat tidak terjadi bila masuk ke Indonesia maka perlu ada pedoman
penanggulangan terhadap penyakit SARS. Karena merupakan penyakit yang baru, dimana belum
ada pedoman penanggulangannya maka dipandang perlu segera dibuat pedoman penanggulangan
yang dapat digunakan sebagai acuan oleh setiap petugas kesehatan dalam bertindak.
Epidemiologi
Pertama kali ditemukan di Asia pada pertengahan Februari, SARS telah menyerang lebih dari
450 orang di 3 benua dan menyebabkan pnemonia berat pada sebagian besar pengidap. Data
terakhir yang dikumpulkan oleh WHO menunjukkan kecenderungan penyakit tersebut telah
meluas di seluruh dunia.
Etiologi
Etiologi SARS saat ini masih menjadi bahan penelitian para ahli. Penelitian saat ini mengarah
kepada Coronavirus, walaupun tipe lain yaitu Paramyxovirus juga dipikirkan menjadi penyebab
SARS. Para ahli juga memikirkan kemungkinan SARS disebabkan oleh infeksi ganda oleh 2
virus baru yang bekerja secara simbiosis sehingga menyebabkan klinis yang berat pada manusia.
Coronavirus
Coronavirus memiliki bentuk bundar, ukuran 100-150 nm terdiri dari RNA rantai tunggal. Dua
bentuk tipe coronavirus manusia yang telah diidentifikasi adalah strain 229E yang telah diisolasi
dari kultur sel seperti fibroals sel paru-paru embrional, dan strain OC43 yang diisolasi dari kultur
organ. Studi pada pasien dewasa, coronavirus dijumpai pada 4 15 % penyakit respirasi akut
dengan puncak hingga 35%. Pada anak-anak dijumpai pada 8 % dengan puncak hingga 20%.
Masa inkubasi berkisar 2 4 hari, lebih lama daripada rhinovirus. Untuk diagnosis serologis
dengan spesimen serum, tes fiksasi komplemen dan ELISA dapat mendeteksi baik strain 229E
maupun OC43. Pemeriksaan hemagglutination-inhibition dapat juga digunakan untuk diagnosis
serologis untuk grup OC43.
Parainfluenzavirus
Parainfluenza virus adalah penyebab penting penyakit infeksi saluran nafas bawah pada anak,
yang merupakan penyebab utama croup (laringotrakeobronkitis akut) dan penyebab kedua
terbanyak penyakit saluran nafas bawah akut pada bayi-bayi yang dirawat setelah RSV.
Parainfluenza virus merupakan genus Paramyxovirus, berbentuk pleomorfik, berukuran 150
200nm, mengandung genom RNA rantai tunggal. Pada manusia virus ini diidentifikasi menjadi 4
tipe. Parainfluenza virus tersebar di seluruh dunia dan hampir semua orang dewasa pernah
terkena selama masa anak-anak. Virus ini menyebar dari orang ke orang melalui sekret yang
terinfeksi.
Diagnosis serologis dapat dilakukan dengan cara tes fiksasi komplemen, ELISA, netralisasi dan
hemagglutin-inhibisi.
Masa inkubasi SARS adalah 2 7 hari, beberapa mengatakan sampai 10 hari.
Terdapat 2 definisi kasus klinis SARS menurut WHO yaitu :
Suspected case :
Temperatur tubuh > 38 C DAN
Satu atau lebih gejala gangguan saluran pernafasan ( batuk, nafas pendek, sulit nafas, hipoksia,
atau gambaran radiologis berupa pnemonia atau sindrom distress pernafasan akut ) DAN
Bepergian dalam 10 hari saat onset gejala ke daerah yang tercatat atau diduga terdapat
transmisi SARS ATAU kontak erat dalam 10 hari dengan penderita yang mengalami gangguan
pernafasan yang bepergian ke daerah SARS atau orang yang diketahui merupakan suspect case
Kontak erat
didefinisikan sebagai : orang yang merawat, tinggal serumah, atau kontak langsung dengan
cairan saluran nafas dan/atau cairan tubuh dari penderita SARS.
Probable case :
Suspect case dengan disertai dengan gambaran foto rontgen dada sesuai pneumoni atau
respiratory distress syndrome (RDS) ATAU
Suspect case yang meninggal dengan penyebab penyakit respiratorik yang tidak dapat
diterangkan penyebabnya, pada pemeriksaan autopsi didapatkan hasil pemeriksaan patologi
sesuai dengan RDS yang tidak dapat diidentifikasi penyebabnya.
Gejala tambahan :
Selain demam dan gejala respiratorik, SARS dapat disertai dengan gejala lain seperti kaku otot,
nafsu makan menurun, lesu, bingung (confusion), ruam kulit dan diare.
Banyak kasus pada awalnya mengeluh nyeri kepala hebat, dizzines, dan demam tinggi selama
perjalanan penyakit. Pada kasus tertentu terjadi perubahan keadaan umum memburuk secara
cepat sejalan dengan penurunan saturasi oksigen dan gejala acute respiratory distress, sehingga
membutuhkan bantuan ventilator. Sepuluh persen di antaranya memerlukan perawatan di Unit
Perawatan Intensif.
Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen dada
Terdapat gambaran foto yang khas, dimulai dengan gambaran unilateral , patchy shadowing,
apabila keadaan pasien memburuk dalam waktu 1-2 hari, terjadi infiltrat interstitial/confluent
bilateral dan menyeluruh. Namun kadang-kadang pada beberapa kasusu gambaran patchy pada
goto toraks tidak tidak tampak. Pada akhir perjalanan penyakit beberapa pasien mengalami Adult
Respiratory Distress Syndrome (ADRS)
Laboratorium
Pada awalnya gambaran darah tepi normal, tetapi pada hari ke 3-4 sakit, umumnya dijummpai
limfoni (>50% kasus) dan Trombositopenia.
Enzim hati meningkat, dan nilai PT dan PTT abnormal
Peningkatan kadar kreatinin fosfokinase dan CRP terjadi pada beberapa kasus
Terapi
Regimen terapi meliputi beberapa antibiotik untuk mengobati bakteri yang telah diketahui pada
pnemonia atipik. Di beberapa lokasi, terapi juga meliputi antivirus seperti oseltamivir atau
ribavirin. Steroid diketahui juga diberikan secara oral atau intravena pada pasien bersama dengan
ribavirin dan antimikroba lainnya. Sampai saat ini terapi yang paling efektif belum diketahui.

Vous aimerez peut-être aussi