Vous êtes sur la page 1sur 6

AUTOPSI PADA KASUS KEMATIAN MENDADAK

Yang digolongkan dalam kematian mendadak adalah kematian yang terjadi dalam
waktu relatif singkat pada seseorang yang sebelumnya tampak sehat dan kematian
yang tidak/belum jelas penyebabnya.
Pada pemeriksaan korban kematian mendadak, selalu harus diingat kemungkinan
terjadinya kematian akibat keracunan. Pada kasus demikian sebaiknya dilakukan
persiapan pengambilan bahan guna pemeriksaan toksikologik, yang setelah jelas
diketahui penyebab kematiannya adalah penyakit, pemeriksaan toksikologik tidak
perlu dilanjutkan.
Penyebab kematian mendadak biasanya menyangkut kelainan/penyakit pada
sistem kardiovaskular, pernafasan, atau sususnan saraf pusat.
Kelainan sistem kardiovaskular dapat meliputi infark miokard yang baru maupun
yang infark baru yang disertai dengan kelainan infark yang lama, penyakit jantung
iskemik, sumbatan mendadak pada pembuluh darah kororner ataupun pecahnya
aneurisma pada aorta, miokarditisakibat virus kadangkala juga ditemukan.
Kelainan pada sistem pernafasan biasanya merupakan kelainan pada paru akibat
perdarahan kaverne atau kelainan akibat peradangan.
Kelainan pada sistem saraf pusat pada umumnya adalah perdarahan akibat
pecahnya arteri lentikulostriata atau perdarahan akibat pecahnya aneurisma pada
circulus Willisi. Kelainan degeneratif lain juga sering ditemukan. Kadang
ditemukan pula malaria serebri sebagai penyebab kematian.
Pemastian diagnosis kematian mendadak seringkali memerlukan pemeriksaan
histopatologik yang meliputi berbagai organ tubuh. Pengambilan potongan
jaringan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kasus.























Gambar. Infark miokard akut pada otopsi jantung yang menyebabkan kematian
mendadak. Rubin,et al. 2008. Rubin's Pathology : Clinicopathologic Foundations of
Medicine. 5th Edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.





















AUTOPSI PADA KEMATIAN AKIBAT TINDAK ABORTUS
Pada tindak pidana abortus, kadangkala dapat terjadi kematian pada wanita yang
mengalami abortus tersebut.
Kematian dapat terjadi sebagai akibat perdarahan yang ditimbulkan oleh
pecah/ruptur uterus akibat kekerasan yang ditimbulkan oleh pengurutan dengan
tangan maupun oleh alat yang digunakan dan menyebabkan terjadinya perforasi
uterus. Di samping akibat perdarahan, kematian dapat pula terjadi sebagai akibat
timbulnya emboli udara pada saat terbukanya pembuluh darah atau sinus
marginalis. Karenanya, pada kasus kematian akibat tindak pidana abortus,
pemeriksaan terhadap kemungkinan kematian melalui mekanisme emboli udara
harus dilakukan. Pemeriksaan dapat dilakukan seperti pada pemeriksaan emboli
darah vena dengan menemukan udara dalam bilik jantung kanan, atau dengan
menemukan udara dalam vena cava inferior.
Pemeriksaan Organ/Alat Dalam
Pemeriksaan organ/alat tubuh biasanya dimulai dari lidah, esofagus, trakea, dan
seterusnya sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir.
1. Lidah. Pada lidah perhatikan permukaannya, adakah kelainan bekas
gigitan baik yang baru maupun yang lama. Bekas gigitan yang berulang
dapat ditemukan pada penderita epilepsi. Bekas gigitan ini dapat pula
terlihat pada penampang lidah. Pengirisan lidah sebaiknya tidak sampai
teriris putus, agar setelah autopsi, mayat masih tampak berlidah utuh.
2. Tonsil. Perhatikan permukaan ataupun penampang tonsil, adakah selaput,
gambaran infeksi, nanah, dan sebagainya. Ditemukannya tonsilektomi
kadang-kadang membantu dalam identifikasi.
3. Kelenjar gondok. Untuk melihat kelenjar gondok dengan baik, otot-otot
leher terlebih dahulu dilepaskan dari perlekatannya di sebelah belakang.
Dengan pinset bergerigi pada tngan kiri, ujung bawah otot-otot leher
dijepit dan sedikit diangkat, dengan gunting pada tangan kanan, otot leher
dibebaskan dari bagian posterior. Setelah otot leher ini terangkat, maka
kelnjar gondok akan tampak jelas dan dapat dilepaskan dari perlekatannya
pada rawan gondok dan trakea. Perhatikan ukuran dan beratnya. Periksa
apakah permukaanya rata, catat warnanya, adakah perdarahan berbintik
atau resapan darah. Lakukan pengirisan di bagian lateral pada kedua baga
kelenjar gondok dan catat perangai penampang kelenjar ini.
4. Kerongkongan/esofagus. Esofagus dibuka dengan jalan menggunting
sepanjang dinding belakang. Perhatikan adanya benda-benda asing,
keadaan selaput lendir serta kelainan yang mungkin ditemukan misalnya
striktura atau varices.
5. Batang tenggorok/trakea. Pemeriksaan dimulai pada mulut atas batang
tenggorok, dimulai pada epiglottis. Perhatikan adakah edema, benda asing,
perdarahan, dan kelainan lain. Perhatikan pula pita suara dankotak suara.
Pembukaan trakea dilakukan dengan melakukan pengguntingan dinding
belakang (bagian jaringan ikat pada incin trakea) sampai mencapai cabang
bronkus kanan dan kiri. Perhatikan adanya benda asing, busa, darah, serta
keadaan selaput lendirnya.
6. Tulang lidah (os Hyoid), rawan gondok/kartilago tiroid, dan rawan
cincin/kartilago krikoid. Tulang lidah kadang-kadang ditemukan patah
unilateral pada kasus pencekikan. Tulang lidah terlebih dahulu dilepaskan
dari jaringan sekitarnya dengan menggunakan pinset dan gunting.
Perhatikan adanya patah tulang, resapan darah. Rawan gondok dan rawan
cincin seringkali juga menunjukkan resapan darah pada kasus dengan
kekerasan pada daerah leher (pencekikan, penjeratan, gantung).
7. Arteri karotis interna. Arteri karotis komunis dan interna biasanya
tertinggal melekat pada permukaan depan ruas tulang leher. Perhatikan
adanya tanda kekerasan pada sekitar arteri ini. Buka pula arteri ini, dengan
menggunting dinding depannya dan perhatikan keadaan intima. Bila
kekerasan pada daerah leher mengenai arteri ini, kadang-kadang dapat
ditemukan kerusakan pada intima di samping terdapatnya resapan darah
pada sekitar ateri.
8. Kelenjar kacangan/timus. Kelenjar kacangan biasanya telah berganti
menjadi Thymic fat body pada orang dewasa, namun kadang-kadang masih
dapat ditemukan (pada status thymicolymphaticus). Kelenjar kacangan
terdapat melekat di sebelah atas kandung jantung. Pada permukaannya
perhatikan akan adanya perdarahan berbintik serta kemungkinan adanya
kelainan lain.
9. Paru-paru. Kedua paru-paru masing-masing diperiksa tersendiri. Tentukan
permukaan paru-paru. Pada paru yang mengalami emfisema apat
ditemukan cekungan bekas penekanan iga. Perhatikan warnanya, serta
bintik perdarahan, bercak perdarahan akibat aspirasi darah ke dalam
alveoli (tampak pada permukaan paru secagai bercak berwarna merah-
hitam dengan batas tegas), resapan darah, luka, bulla dan sebagai.
Perabaan paru yang normal terasa seperti meraba spons/karet busa. Pada
paru dengan proses peradangan, perabaan dapat menjadi padat atau keras.
Penampang paru diperiksa setelah melakukan pengirisan paru yang
dimulai dari apeks sampai ke basal, dengan tangan kiri memegang paru
pada daerah hilus. Pada penampang paru ditentukan warnanya serta dicatat
kelainan yang mungkin ditemukan.

Vous aimerez peut-être aussi