Vous êtes sur la page 1sur 28

1

ASKEP GIZI BURUK



ASKEP GIZI BURUK
Label: Perkuliahan
I. PENGERTIAN
Gizi buruk adalah keadaan dimana asupan gizi sangat kurang dari kebutuhan tubuh. Umumnya
gizi buruk ini diderita oleh balita karena pada usia tersebut terjadi peningkatan energy yang
sangat tajam dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi virus/bakteri.

II. ETIOLOGI
1) Penyebab langsung
Penyakit infeksi
2) Penyebab tidak langsung
Kemiskinan keluarga
Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua yang rendah
Sanitasi lingkungan yang buruk
Pelayanan kesehatan yang kurang memadai
III. KLASIFIKASI GIZI BURUK
A. Kurang kalori ( marasmus)
Marasmus adalah kekurangan energy pada makanan yang menyebabkan cadangan protein tubuh
terpakai sehingga anak kurus dan keriput.
1) Etiologi :
Penyebab utama dari kekurangan makanan yang mengandung kalori
Penyebab umum:
Kegagalan menyusui anak : ibunya meninggal
Tidak adanya makanan tambahan
2) Tanada & gejala
Tampak sangat kurus, sehingga tulang terbungkus kulit
Wajah seperti orang tua
Cengeng
Kulit keriput , jari lemak subtikus sangat sedikit sampai tidak ada
Perut cekung
Sering disertai penyakit kronis; diare kronik

3) Patofisiologi
Defisiensi kalori yang lama

Penghancuran jaringan lemak
(kebutuhan energy)

Menghilangnya lemak dibawah kulit

2



Penciutan/pengecilan otot

Pelisutan tubuh yang menyeluruh

B. Kurang protein ( kwashiorkor )
Kwashiorkor adalah penyebab utama dari kekurangan makanan yang mengandung protein
hewani. Penyakit ini biasanya diderita oleh golongan sosial ekonomi rendah.

1) Etiologi :
Defisiensi asupan protein
2) Tanda & gejala
Kegagalan pertumbuhan tampak dengan berat badan rendah maupun ada edema
Edema pada kaki
Wajah membulat dan sembab
Pandangan mata sayu
Cengeng
Cracy papement
Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung mudah dicabut tanpa rasa sakit dan
rontok
Pembesaran hati
Otot mengecil, lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk
Sering disertai infeksi anemia , diare.


C. Kurang kalori dan protein ( marasmus kwashiorkor )
Etiologi, tanda dan gejalanya merupakan gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.

IV. PENATALAKSANAAN
Makanan /minuman dengan biologic tinggi gizi kalori / protein. Pemberian secara bertahap dari
bentuk dan jumlah mula mula cair (seperti susu) lunak (bubur) biasa ( nasi lembek).

Prinsif pemberian nutrisi
1. Porsi kecil,sering,rendah serat, rendah laktosa
2. Energy / kalori : 100 K kal / kg BB/ hari
3. Protein : 1 1,5 g / kg BB / hari
4. Cairan : 130 ml / kg BB / hari Ringan - sedang
: 100 ml / kg BB / hari Edema Berat
Obati / cegah infeksi
Antibiotic
a. Bila tampak komlikasi : Cotrymoksasol 5 ml
b. Bila anak sakit berat : Ampicillin 50 mg / kg BB IM/ IV
Setiap 6 Jam Selama 2 Hari
Untuk Melihat kemajuan / perkembangan anak
Timbang berat badan setiap pagi sebelum diberi makan
Catat kenaikan BB anak tiap minggu

3




KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN GIZI BURUK

I. PENGKAJIAN
a) Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, No Register, agama, tanggal
masuk Rs , dll
b) Keluhan utama
Tidak ada nafsu makan dan muntah
c) Riwayat penyakit sekarang
Gizi buruk biasanya ditemukan nafsu makan kurang kadang disertai muntah dan tubuh terdapat
kelainan kulit (crazy pavement)
d) Riwayat penyakit dahulu
Apakah ada riwayat penyakit infeksi , anemia, dan diare sebelumnya
e) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang lain menderita gizi buruk

II. Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi
Mata : agak menonjol
Wajah : membulat dan sembab
Kepala : rambut mudah rontok dan kemerahan
Abdomen : perut terlihat buncit
kulit : adakah Crazy pavement dermatosis, keadaan turgor kulit,
odema
b) Palpasi
Pembesaran hsti 1 inchi
c) Auskultasi
Peristaltic usus abnormal

III. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah meliputi Hb, albumin, globulin, protein total, elektrolit serum, biakan
darah.
2. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine meliputi urine lengkap dan kulture urine
3. Uji faal hati
4. EKG
5. X foto paru

IV. Diagnosa keperawatan
1. Pemenuhan nutrisi kurang daari kebuituhan tubuh b.d intake nutrisi tidak adekuat
Tujuan : nutrisi klien terpenuhi dalam 2 minggu
kriteria hasil :
Klien tidak muntah lagi
4



Nafsu makan kembali normal
Edema Berkurang /Hilang
BB sesuai dengan umur (berat badan ideal 10 kg tanpa edema)
Rencana :
1) Beri asupan makanan/minuman tinggi kalori/protein
2) Timbang berat badan klien tiap hari
3) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat/vitamin/nutrisi
4) Observasi pengawasan pemberian cairan
2. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan nutrisi, dehidrasi
Tujuan: Integritas kulit kembali normal.
Kriteria hasil:
Gatal hilang/berkurang.
Kulit kembali halus, kenyal dan utuh.

Rencana:
Anjurkan pada keluarga tentang pentingnya merubah posisi sesering mungkin.
Anjurkan keluarga lebih sering mengganti pakaian anak bila basah atau kotor dan kulit anak
tetap kering.
Kolaborasi dengan dokter untuk pengobatan lebih lanjut.

3. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang kondisi, prognosi dan kebutuhan nutrisi
Tujuan: Pengetahuan keluarga bertambah.
Kriteria hasil:
Keluarga mengerti dan memahami isi penyuluhan.
Dapat mengulangi isi penyuluhan.
Mampu menerapkan isi penyuluhan di rumah sakit dan nanti sampai di rumah.
Rencana:
Tentukan tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar.
Jelaskan tentang:
Nama penyakit anak.
Penyebab penyakit.
Akibat yang ditimbulkan.
Pengobatan yang dilakukan.
Jelaskan tentang:
Pengertian nutrisi dan pentingnya.
Pola makan yang betul untuk anak sesuai umurnya.
Bahan makanan yang banyak mengandung vitamin terutama banyak mengandung protein.
Beri kesempatan keluarga untuk mengulangi isi penyuluhan.
Anjurkan keluarga untuk membawa anak kontrol di poli gizi setelah pulang dari rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC
Lynda juall carpenito, diagnose keperawatan edisi 6
Kapita selekta kodekteran edisi ketiga jilid 2
Marilan E Doenges, 1999

5



ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PNEUMONIA
BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan padanan istilah : Acute Respiratory
Infections (ARI).
ISPA mengandung 3 unsur, yaitu : Infeksi, Saluran pernafasan dan Akut.
Batasan-batasan masing-masing unsur :
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang
biak, sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura ISPS secara anatomis
mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan
paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari (batas 14 hari diambil untuk
menunjukkan proses akut meskipun ISPA dapat lebih 14 hari).
Pneumonia adalah merupakan infeksi akut yang secara anatomi mengenai lobus paru.
Pneumonia adalah radang parenkim paru yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme dan
kadang non infeksi.
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi.
Pneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau pada parenchyma paru yang terjadi pada anak.
(Suriani, 2006).
Pneumonia pada anak seringkali bersamaan terjadinya proses infeksi akut pada bronchus dan
disebut bronchopneumonia.
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut
pada bronchus (bronchopneumonia). Dalam pelaksanaan program P2 ISPA semua bentuk
pneumonia (baik pneumonia maupun bronchopneumonia) disebut Pneumonia.
6



Bronkhopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder.
Keadaan yang dapat menyebabkan bronchopneumonia adalah pertusis, morbili, penyakit lain
yang disertai dengan infeksi saluran pernafasan atas, gizi buruk, paska bedah atau kondisi
terminal.
Dalam keperawatan pneumonia atau bronkhopneumonia pada anak(bayi) termasuk masalah yang
serius dan mengancam keselamatan jiwa. Karena sistem pernafasan pada bayi belum matur. Oleh
karena itu, perawat maupun tim kesehatan lain harus mampu mengidentifikasi dan mengatasi
masalah yang ada pada anak (bayi) yang menderita pnuemonia.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa memahami tentang konsep dasar asuahan keperawatan pada anak dengan
pneumonia
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami konsep medis tentang pneumonia.
Mahasiswa mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak dengan pneumonia.
Mahasiswa mampu merencanakan intervensi keperawatan pada anak dengan pneumonia.

C. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN meliputi Latar Belakang, Tujuan Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II KONSEP DASAR MEDIS meliputi Definisi, Etiologi, Klasifikasi, Cara Penularan,
Patofisiologi, Mnifestasi Klinis, Pemeriksaan Penunjang, Komplikasi dan Penatalaksanaan.
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan,
Intervesi dan Implementasi Dan Evaluasi.


BAB II
KONSEP DASAR MEDIS


A. DEFINISI
7



Pneumonia adalah merupakan infeksi akut yang secara anatomi mengenai lobus paru.
Pneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau pada parenchyma paru yang terjadi pada anak.
(Suriani, 2006)
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan paru (alveoli). (DEPKES. 2006)
Pneumonia adalah radang parenkim paru yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme dan
kadang non infeksi.
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi.
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat
eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993).
Pneumonia adalah keradangan dari parenkim paru di mana asinus terisi dengan cairan radang
dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding alveoli dan rongga
intestinum (Amin & Al sagaff, 1989).
Pneumonia adalah Suatu radang paru-paru yang ditandai oleh adanya konsolidasi exudat yang
mengisi alveoli dan bronchiolus ( Axton ).

B. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti :
1. Virus pernapasan yang paling sering lazim yaitu micoplasma pneumonia yang terjadi pada usia
beberapa tahun pertama dan anak sekolah dan anak yang lebih tua.
2. Bakteri Streptococcus pneumoniae, S.pyogenes, dan Staphylococcus aureus yang lazim terjadi
pada anak normal.
3. Haemophilus influenzae tipe b menyebabkan pneumonia bakteri pada anak muda, dan kondisi
akan jauh berkurang dengan penggunaan vaksin efek rutin.
4. Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus sinsitial pernapasan, parainfluenzae,
influenzae dan adenovirus.
5. Virus non respirasik, bakteri enterik gram negatif, mikobakteria, coxiella, pneumocytis carinii
dan sejumlah jamur.
6. Aspirasi makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.

8



C. KLASIFIKASI
Pneumonia digolongkan berdasarkan anatomi:
1. Pneumonia lobaris radang paru-paru yang mengenai sebagian besar/seluruh lobus paru-paru.
2. Pneumonia lobularis (bronchopneumonia) radang pada paru-paru yang mengenai
satu/beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate.
3. Pneumonia interstitialis (bronkhiolitis) radang pada dinding alveoli (interstitium) dan
peribronkhial dan jaringan interlobular.

Pneumonia infeksius berdasarkan etiologi:
1. Bakteria : Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus, Streptococcus
aureus. Hemophilus influenzae, Bacillus Friedlander, Mycobacterium tuberculosis.
2. Virus: Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus, virus sitomegalik.
3. Mycoplasma pneumoniae
4. Jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Blastomyces dermatitides,
Coccidioides immitis, Aspergillus species, Candida albicans.
5. Aspirasi : makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
6. Pneumonia hipostatik.
7. Sindrom Loeffler

D. CARA PENULARAN
Pneumonia ditularkan melalui percikan air ludah. Air ludah bisa berasal dari anak atau orang
dewasa sehat yang membawa organisme penyebab pneumonia itu dalam saluran pernafasan
mereka. Bisa juga tertular dari lendir hidung atau tenggorokan orang yang sedang sakit. Penular
biasanya lebih sering dari dari orang serumah, teman sepermainan, atau teman di sekolah. Faktor
risiko penularan makin besar ketika bayi atau balita menderita kekurangan gizi dan tidak
mendapatkan ASI. Disamping itu tidak mendapatkan imunisasi, kurang vitamin A, bayi terpapar
asap rokok, asap dapur dan polusi lingkungan juga meningkatkan faktor risiko menderita
pneumonia.
Bayi dan balita bisa dilindungi dari pneumonia lewat imunisasi DPT, campak dan pneumokokus.

E. PATOFISIOLOGI
9



Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisma
yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung,
atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu
partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler,
dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama
kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya
dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.

Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia
misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau
kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi
mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel
infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang
normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat
menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus.

Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal
dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat
merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri
yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-
kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus
Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari
sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi
eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti
infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada
foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat
mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel
epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.

F. MANIFESTASI KLINIS
10



Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara mendadak (38
40 C), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
Batuk, mula-mula kering (non produktif) sampai produktif.
Nafas : sesak, pernafasan cepat dangkal,
Penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta, cuping hidung kadang-kadang terdapat
nasal discharge (ingus).
Suara nafas : lemah, mendengkur, Rales (ronki), Wheezing.
Frekuensi napas :
o Umur 1 - 5 tahun 40 x/mnt atau lebih.
o Umur 2 bln-1 tahun 50 x/mnt atau lebih.
o Umur < 2 bulan 60 x/mnt.
Nadi cepat dan bersambung.
Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
Kadang-kadang terasa nyeri kepala dan abdomen.
Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia dan perut kembung.
Mulut, hidung dan kuku biasanya sianosis.
Malaise, gelisah, cepat lelah.
Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar.
Pemeriksaan laboratorium = lekositosis.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses)
2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua organisme
yang ada.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan
membantu diagnosis keadaan.
5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
11



7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.

H. KOMPLIKASI
Bila tidak ditangani secara tepat maka kemungkinan akan terjadi komplikasi sebagai berikut :
1. Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan masuk
ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga tengah dan
mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
2. Efusi pleura.
3. Emfisema.
4. Meningitis.
5. Abses otak.
6. Endokarditis.
7. Osteomielitis.

I. PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :
Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.
Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda.
Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Identitas
12



Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa.
Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar.
Sering terjadi pada bayi & anak
Banyak < 3 tahun
Kematian terbanyak bayi < 2 bl.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Sesak napas.
b. Riwayat Keperawatan Sekarang
Didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas selama beberapa hari, kemudian mendadak
timbul panas tinggi, sakit kepala / dada ( anak besar ) kadang-kadang pada anak kecil dan bayi
dapat timbul kejang, distensi addomen dan kaku kuduk. Timbul batuk, sesak, nafsu makan
menurun.
Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai
dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila anak masuk dengan disertai
riwayat kejang demam (seizure).
c. Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Anak sering menderita penyakit saluran pernapasan atas.
Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang
waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis klien.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tempat tinggal: Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar

3. Pemeriksaan Fisik :
a. Data Fokus
Inspeksi :
Adanya PCH - Adanya sesak napas, dyspnea,
Sianosis sirkumoral - Distensi abdomen
Batuk : Non produktif Sampai produktif. Dan nyeri dada
13



Palpasi :
Fremitus raba meningkat disisi yang sakit
Hati kemungkin membesar
Perkusi : Suara redup pada paru yang sakit
Auskultasi : Rankhi halus, Rankhi basah, Tachicardia.

b. Body System
Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/ nonproduktif), sputum
banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun
Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
Sistem genitourinaria
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare.
Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris
pernafasan.
Sistem Integumen
Subyektif : -
14



Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat,
suhu kulit meningkat, kemerahan

Data dasar pengkajian pasien :
Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi)
Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan).






Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
o Sputum: Merah Muda, Berkarat
o Perpusi: Pekak Datar Area Yang Konsolidasi
o Premikus: Taksil Dan Vocal Bertahap Meningkat Dengan Konsolidasi
15



o Bunyi Nafas Menurun
o Warna: Pucat/Sianosis Bibir Dan Kuku
Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah.

4. Faktor Psikososial/Perkembangan
Usia, tingkat perkembangan.
Toleransi/kemampuan memahami tindakan.
Koping.
Pengalaman berpisah dengan keluarga/orang tua.
Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya.

5. Pengetahuan Keluarga, Psikososial
Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit bronchopneumonia.
Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit saluran pernafasan.
Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
Koping keluarga.
Tingkat kecemasan.



6. Pemeriksaan Penunjang
Studi Laboratorik :
Hb : menurun/normal
16



Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah
meningkat/normal
Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan, penumpukan secret.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler alveolus.
3. Berkurangnya volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat, demam, takipnea.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kadar oksigen darah.
5. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan demam, dispnea, nyeri dada.
6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
7. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang perawatan anak setelah pulang dari rumah sakit.
8. Kecemasan berhubungan dengan dampak hospitalisasi.

C. INTERVENSI
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan, penumpukan secret.
Tujuan : Jalan nafas efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada penumpukan secret.
Rencana tindakan :
1) Monitor status respiratori setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan status pernafasan dan bunyi
nafas abnormal.
2) Lakukan perkusi, vibrasi dan postural drainage setiap 4 6 jam,
3) Beri therapy oksigen sesuai program.
4) Bantu membatukkan sekresi/pengisapan lender.
5) Beri posisi yang nyaman yang memudahkan pasien bernafas.
6) Ciptakan lingkungan yang nyaman sehingga pasien dapat tidur tenang.
7) Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernafasan.
8) Beri minum yang cukup.

9) Sediakan sputum untuk kultur/test sensitifitas.
10) Kelola pemberian antibiotic dan obat lain sesuai program.

17



2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler alveolus.
Tujuan : Pasien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara optimal dan
oksigenasi jaringan secara adekuat.
Rencana Tindakan :
1) Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda sianosis setiap 2 jam.
2) Beri posisi fowler/semi fowler.
3) Beri oksigen sesuai program.
4) Monitor analisa gas darah.
5) Ciptakan lingkungan yang tenang dan kenyamanan pasien.
6) Cegah terjadinya kelelahan pada pasien.

3. Berkurangnya volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat, demam,
takipnea.
Tujuan : Pasien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal.
Rencana Tindakan :
1) Catat intake dan out put cairan. Anjurkan ibu untuk tetaap memberi cairan peroral serta hindari
susu yang kental/minum yang dingin agar merangsang batuk.
2) Monitor keseimbangan cairan membrane mukosa, turgor kulit, nadi cepat, kesadaran menurun,
tanda-tyanda vital.
3) Pertahankan keakuratan tetesan infuse sesuai program.
4) Lakukan oral hygiene.

4. I ntoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kadar oksigen darah.
Tujuan : Pasien dapat melakukan aktivitas sesuai kondisi.
Rencana Tindakan :
1) Kaji toleransi fisik pasien.
2) Bantu pasien dalam aktifitas dari kegiatan sehari-hari.
3) Sediakan permainan yang sesuai usia pasien dengan aktivitas yang tidak mengeluarkan energi
banyak agar sesuai aktifitas dengan kondisinya.
4) Beri O2 sesuai program.
5) Beri pemenuhan kebutuhan energi.
18




5. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan demam, dispnea, nyeri dada.
Tujuan : Pasien akan memperlihatkan sesak dan keluhan nyeri berkurang, dapat batuk efektif dan
suhu normal.
Rencana Tindakan :
1) Cek suhu setiap 4 jam, jika suhu naik beri kompres dingin.
2) Kelola pemberian antipiretik dan anlgesik serta antibiotic sesuai program.
3) Bantu pasien pada posisi yang nyaman baginya.
4) Bantu menekan dada pakai bantal saat batuk.
5) Usahakan pasien dapat istirahat/tidur yang cukup.

6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan : Suhu tubuh dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1) Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam.
2) Beri kompres dingin.
3) Kelola pemberian antipiretik dan antibiotic.
4) Beri minum peroral secara hati-hati, monitor keakuratan tetesan infuse.

7. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang perawatan anak setelah pulang dari rumah sakit.
Tujuan : Anak dapat beraktifitas secara normal dan orang tua tahu tahap-tahap yang harus
diambil bila infeksi terjadi lagi.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan anak dengan bronchopneumonia.
2) Bantu orang tua untuk mengembangkan rencana asuhan di rumah ; keseimbangan diit, istirahat
dan aktifitas yang sesuai.
3) Tekankan perlunya melindungi anak kontak dengan anak lain sampai dengan status RR kembali
normal.
4) Ajarkan pemberian antibiotic sesuai program.
5) Ajarkan cara mendeteksi kambuhnya penyakit.
6) Beritahu tempat yang harus dihubungi bila kambuh.
19



7) Beri reinforcement untuk perilaku yang positif.

8. Kecemasan berhubungan dengan dampak hospitalisasi.
Tujuan : Kecemasan teratasi.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat kecemasan anak.
2) Fasilitasi rasa aman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya.
3) Dorong ibu untuk selalu mensupport anaknya dengan cara ibu selalu berada di dekat anaknya.
4) Jelaskan dengan bahasa sederhana tentang tindakan yang dilakukan tujuan, manfaat,
bagaimana dia merasakannya.
5) Beri reinforcement untuk perilaku yang positif.

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
1. Prinsip Implementasi
Observasi status pernafasan seperti bunyi nafas dan frekuensi setiap 2 jam, lakukan fisioterapi
dada setiap 4 6 jam dan lakukan pengeluaran secret melalui batuk atau pengisapan, beri O2
sesuai program
Observasi status hidrasi untuk mengetahui keseimbangan intake dan out put
Monitor suhu tubuh
Tingkatkan istirahat pasien dan aktifitas disesuaikan dengan kondisi pasien
Perlu partisipasi orang tua dalam merawat anaknya di RS.
Beri pengetahuan pada orang tua tentang bagaimana merawat anaknya dengan
bronchopneumonia.

2. Evaluasi
Hasil evaluasi yang ingin dicapai :
1. Jalan nafas efektif, fungsi pernafasan baik.
2. Analisa gas darah normal.


20



DAFTAR PUSTAKA


Astuti, Widya Harwina. 2010. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: TIM
Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC, Jakarta.
Doengoes Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.
http://ardyanpradanaoo7.blogspot.com/2011/02/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan.html
http://stikmuh-ptk.medecinsmaroc.com/t3-askep-anak-dengan-pneumonia
http://wildanprasetya.blog.com/2009/04/18/askep-pneumonia/
http://wwwensufhy.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-anak-pneumonia.html
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC, Jakarta.
Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta
Suriadi, SKp, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.
Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.











21



RENCANA KEPERAWATAN ISPA
Diagnosa Keperawatan
1) Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
Tujuan : suhu tubuh normal berkisar antara 36 37,5 C
Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila
c. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat menyerap keringat
seperti pakaian dari bahan katun.
d. Atur sirkulasi udara
e. Anjurkan klien untuk minum banyak 2000 2500 ml/hari
f. Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.
g. Kolaborasi dengan dokter:
- Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial
- Antipiretika
Rasionalisasi:
a. Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan
selanjutnya
b. Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proses konduksi/perpindahan panas
dengan bahan perantara.
c. Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan
menyerap keringat.
d. Penyediaan udara bersih
e. Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat
f. Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas
g. Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas

2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
Tujuan:
- Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BB normal.
- Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan
- Tidak menunjukkan tanda malnutrisi
Intervensi:
a. Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.
b. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
c. Tingkatkan tirah baring
d. Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien.

Rasionalisasi:
a. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.
b. Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total
c. Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, dan menyenangkan.
22



d. Untuk mengurangi kebutuhan metabolik
e. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau kebutuhan individu
untuk memberikan nutrisi maksimal.

3) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol
Intervensi:
a. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 10 ), faktor yang
memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dan karakteristiknya.
b. Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan kimia, asap
rokkok, dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.
c. Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat
d. Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)
Rasionalisasi:
a. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal
yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi
keefektifan dari terapi yang diberikan.
b. Mengurangi bertambahberatnya penyakit
c. Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan.
d. Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat pengeluaran
histamin dalam inflamasi pernafasan. Analgesik untuk mengurangi nyeri.

4) Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder
(adanya infeksi penekanan imun)
Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi
Intervensi:
a. Batasi pengunjung sesuai indikasi
b. Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas
c. Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin
d. Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun, lansia, dan
penderita penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti oksidan
jika kondisi tubuh menurun/asupan makanan berkurang.
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur
Rasionalisasi:
a. Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius
b. Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O dan memperbaiki pertahanan
klien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
c. Mencegah penyebaran patogen melalui cairan
d. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap
infeksi.
e. Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan
sensitifitas atau diberikan secara profilaktik karena risiko tinggi.

23



I. DAFTAR PUSTAKA
1. Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta
2. Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition & Classification 2001-2002,Philadelpia,USA
3. Departemen Kesehatan RI, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita: Jakarta.





Diagnosa Keperawatan DIARE
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output
berlebihan dan intake yang kurang.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap
diare.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus
menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.

Intervensi
Diagnosa 1.:
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder
terhadap diare
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit
dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : <>
Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.
24



Intervensi :
Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj
urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki
defisit
Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat
untuk membersihkan sisa metabolisme.
Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1
lt
Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
Kolaborasi :
o Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).
o Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
o Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri
berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
Diagnosa 2.:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan
out put
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
Nafsu makan meningkat
BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan
air terlalu panas atau dingin).
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung
dan sluran usus.
Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan
makanan dalam keadaan hangat.
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan.
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
25



Monitor intake dan out put dalam 24 jam.
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
o terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu.
o obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
Diagnosa 3. :
Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil :
Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
Diagnosa 4.:
Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB
(diare)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi
Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan
mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan
keasaman feces
Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi
iskemi dan iritasi .
26



Diagnosa 5.:
Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil :
Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non
verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak

DAFTAR PUSTAKA
Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta.
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta







B. Diagnosa keperawatan
27



1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel sel ditadai dengan pasien
mengatakan kepala terasa pusing ,, warna kulit pucat, bibir tampak kering sclera ikterik , ekstremitas dingin, N
; 70x/m, R : 45 X/m
Tujuan : gangguan perfusi jaringan teratasi dengan kriteria :
Tanda vital normal N : 80 110. R : 20 30 x/m
Ektremitas hangat
Warna kulit tidak pucat
Sclera tidak ikterik
Bibir tidak kering
Hb normal 12 16 gr%
INTERVENSI
1. Observasi Tanda Vital , Warna Kulit, Tingkat Kesadaran Dan Keadaan Ektremitas
2. Atur Posisi Semi Fowler
3. Kolaborasi Dengan Dokter Pemberian Tranfusi Darah
4. Pemberian O2 kapan perlu
RASIONAL
1. Menunujukan Informasi Tentang Adekuat Atau Tidak Perfusi Jaringan Dan Dapat Membantu Dalam
Menentukan Intervensi Yang Tepat
2. Pengembangan paru akan lebih maksimal sehingga pemasukan O2 lebih adekuat
3. Memaksimalkan sel darah merah, agar Hb meningkat
4. Dengan tranfusi pemenuhan sel darah merah agar Hb meningkat
2. Devisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan input (muntah) ditandai dengan pasien
minum kurang dari 2 gls/ hari, mukosa mulut kering, turgor kulit lambat kembali, produksi urine kurang.
Tujuan : deficit volume cairan dan elektrolit teratasi dengan kriteria:
Pasien minum 7 8 gelas /hr
Mukosa mulut lembab
Turgor kulit cepat kembali kurang dari 2 detik
INTERVENSI
1. Onservasi Intake Output Cairan
2. Observasi Tanda Vital
3. Beri pasien minum sedikit demi sedikit
4. Teruskan terapi cairan secara parenteral sesuai dengan instruksi dokter
RASIONAL
1. Mengetahui jumlah pemasukan dan pengeluaran cairan
2. Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan
takcikardi
3. Dengan minum sedikit demi sedikit tapi sering dapat menambah cairan dalam tubuh secara bertahap
28



4. Pemasukan cairan secara parenteral sehingga cairan menjadi adekuat
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penigkatan peristaltuk yang diatandaoi dengan nyeri tekan
pada daerah abdomen kwadran kiri atas, abdomen hipertimpani, perut distensi, peristaltic usus 10 x/m
Tujuan : gannguan rasa nyaman (nyeri ) teratasi dengan kriteria :
Nyeri abdomen hilang atau kurang
Abdomen timpani (perkusi)
Perut tidak distensi
Peristaltic usus normal
INTERVENSI
1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan intensitasnya
2. Beri buli-buli panas / hangat pada area yang sakit
3. Lakukan massage dengan hati-hati pada area yang sakit
4. Kolaborasi pemberian obat analgetik
RASIONAL
1. Mengetahui jika terjadi hipoksia sehingga dapat dilakukan intervensi secara cepat dan tepat
2. Hangat menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan sirkulasi darah pada daerah tersebut
3. Membantu mengurangi tegangan otot
4. Mengurangi rasa nyeri dengan menekan system syaraf pusat (SSP)
DAFTAR PUSTAKA
Aman, Adi Kusuma. 2003. Klasifikasi Etiologi dan aspek Laboratorik Pada Anemi Hematolik. Digitized by
USU digital library.
Doenges, Marilynn E., dkk . 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Kosasih, E.N. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius.
Price, Sylvia A & Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 1. Edisi
4. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.
Staf Pengajar IKA FK-UI. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan
Anak.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta: EGC.
www.medicastore.com.//Apotik Online dan Media Informasi Obat-Penyakit/

Vous aimerez peut-être aussi