Proposal Skripsi Ditulis untuk memenuhi sebagai persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Islam (S.Psi)
Oleh : NUR AZIZATUL HUSNA NIM: 9334.014.10
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM JURUSAN USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI 2014 Sikap Siswa Terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling di MA Maarif Udanawu Blitar
1. Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, pendidikan merupakan proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu dan perkembangan masyarakat. Kemajuan suatu masyarakat dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 sebagaimana dikutip oleh Sugiyono tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1
Fungsi pendidikan nasional menurut Mulyana yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. 2 Pendidikan tidak lepas dari suatu lembaga yang menaunginya. Lembaga pendidikan bertugas mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang berkualitas. Sekolah yang bermutu juga dipengaruhi oleh peserta didik maupun pendidiknya. Pendidikan di Indonesia ini tidak hanya memprioritaskan perkembangan aspek kognitif atau pengetahuan peserta didik, namun juga perkembangan individu sebagai pribadi yang unik secara utuh. Maka dari itu.
1 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2013), 42. 2 Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi (Bandung: Fokus Media, 2010), 6. suatu lembaga pendidikan atau sekolah memberikan layanan yang dapat memfasilitasi perkembangan pribadi siswa secara optimal berupa bimbingan dan konseling. Sekolah berkewajiban memberikan bimbingan dan konseling kepada peserta didik yang menyangkut ketercapaian kompetensi pribadi, sosial, belajar dan karir. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi pengembangan atau kualitas madrasah maupun individu yang bernaung didalamnya khususnya siswa. Salah satunya adalah mengenai sikap. Sikap merupakan kecenderungan untuk mereaksi terhadap orang, institusi atau kejadian baik secara positif atau negatif. 3 Tetapi hal ini tidak berarti bahwa semua tindakan atau perbuatan seseorang identik dengan sikap yang ada padanya. Sikap anak terhadap sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap berhasil tidaknya pendidikan anak-anak di sekolah. Termasuk sikap siswa terhadap layanan bimbingan konseling Sikap memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi. Sikap dapat diketahui melalui pengetahuan, keyakinan, perasaan, dan kecenderungan tingkah laku seseorang terhadap objek sikap. Jadi kita dapat mengukur kedalaman sikap seseorang terhadap suatu objek melalui pengetahuannya, perasaannya, dan bagaimana ia memperlakukan objek tersebut. 4
Layanan yang diberikan oleh bimbingan dan konseling terutama yang berkaitan dengan belajar, serta sikap yang dimunculkan dari siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan anak-anak disekolah. Layanan bimbingan dan konseling seharusnya direspon positif oleh siswa, karena layanan ini sangat menguntungkan dan dapat membantu mereka dalam menyelesaikan masalahnya namun
3 J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1999), 43. 4 Sarlito Wirawan Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), 83. kenyataannya banyak siswa yang merespon negatif akan keberadaan layanan bimbingan dan konseling. Seperti yang dituturkan oleh M. Fandu Dharma S. salah satu siswa di MA Maarif Udanawu ketika diwawancarai peneliti, terus terang saya tidak suka mbak dengan bimbingan konseling, kalau saya terlambat, apalagi sekarang ada sistem point, melakukan kesalahan dikit aja dipanggil, memang sih itu tujuannya baik dan saya akui saya juga salah, tapi ya kesalahan kecil aja dah dapat point,aku kan jadi dapat panggilan wali murid. 5 hasil wawancara tersebut tidak jauh beda dengan apa yang dituturkan oleh M. Sholikhin yang juga salah satu siswa di MA Maarif Udanawu ketika diwawancarai oleh peneliti kalau bisa sih, jangan sampai saya berurusan dengan BK mbk, kesannya kalau dapat panggilan dari BK itu mesti buruk. Apalagi sekarang peraturan semakin ketat semenjak ada sistem point, melakukan kesalahan sedikit aja kena point dan dipanggil ke BP/BK. 6
Petugas bimbingan dan konseling sering dianggap oleh siswa sebagai "polisi sekolah" yang harus menjaga tata tertib dan disiplin sekolah. Siswa menganggap petugas bimbingan dan konseling sebagai petugas yang menangkap siswa yang tidak mematuhi tata tertib sekolah atau melanggar disiplin sekolah. Seperti yang dituturkan oleh Bapak Fitra Yuni S. selaku guru BK Ma Maarif Udanawu ketika diwawancarai oleh peneliti, siswa yang merespon negatif atau tidak suka dengan BK itu terkadang karena keadaan, atau masalah yang ada pada diri mereka sendiri walaupun sebenarnya mereka mengetahui fungsi dari layanan bimbingan dan konseling yang ada disekolah. Kedatangan mereka ke ruang BK mayoritas karena dapat panggilan sedangkan yang datang karena keinginan maupun kesadarannya sendiri itu masih minim. Namun, pada waktu akan kenaikan kelas maupun kelulusan, banyak siswa yang datang ke
5 M. Fandu Dharma S., Siswa MA Maarif Udanawu, Blitar, 03 Desember 2013. 6 M. Sholikhin, Siswa MA Maarif Udanawu, Blitar, 24 Desember 2013. BK untuk memanfaatkan layanan BK dalam hal pemilihan jurusan maupun melanjutkan ke perguruan tinggi.. 7
Pada saat saya melaksanakan studi kasus kemarin saya menemukan sebuah fenomena yang terjadi yang tentang layanan bk, di survey aal yg sy lkkan sya mwwancarai bbrpa sswa mngutrakan sbuah penilaian negtif tyang akhirnya menimulkan sikap negative terhadap pelayanan bk, dari hal tersebutlah saya mencoba untuk meneliti jauh mana pelayanan bk ang dibrikan teadap siswa, mengapa merekaa bersikap negative. Dari hasil wawancara saya terhada siswa maupun guru bk, para siswa itu tidak suka aau tidak setuju terhadap layanan BK . karena setiap melakukan keslahan mereka dipanggil oleh bkmereka BK UNTUK MEMNGGIL SISWA mELLUI KETERTIBAAN KRN KETERTIBN YAANG MENGETAHUI permasaalahan yang dialami siswa Berdasarkan studi kasus yang pernah saya lakukan di Ma Maarif Udanawu terdapat beberapa siswa yang tidak suka bahkan menjauh dari BK, mereka menganggap bahwa siswa yang berurusan atau bahkan hanya masuk ke ruang BK adalah anak yang bermasalah atau melakukan hal yang negatif. Selain itu, mereka ada tidak mau BK mengetahui masalah mereka dan ikut campur. Sehingga mereka tidak mau memanfaatkan layanan BK. Sikap seperti itulah yang dapat menghambat pengembangan kualitas atau potensi diri siswa bahkan juga bisa berdampak pada perkembangan kualitas atau mutu sekolah. Padahal BK merupakan layanan yang menawarkan bantuan kepada siswa agar mereka dapat memahami maupun mengarahkan dirinya sendiri, serta dalam pemecahan masalah maupun pengambilan keputusan. Sehingga siswa dapat mencapai perkembangan diri secara optimal. Dengan memperhatikan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengambil judul Sikap Siswa Terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling di Ma Maarif Udanawu Blitar.
7 Fitra Yuni S., Guru BK Ma Maarif Udanawu, Blitar, 15 Maret 2014.
2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Sikap Siswa Terhadap Layanan Bimbingan Dan Konseling Di MA Maarif Udanawu Blitar?
3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling di MA Maarif Udanawu Blitar. 4. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis a) Menambah khasanah pengetahuan bagi perkembangan disiplin ilmu psikologi pada umumnya, khususnya psikologi sosial dan psikologi pendidikan. b) Memberikan penjelasan dan gambaran mengenai sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling. c) Dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian mendatang mengenai permasalahan yang berkaitan dengan sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling 2. Kegunaan Praktis a) Bagi guru khususnya guru BK, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan di dalam merumuskan pemberian layanan BK yang efektif bagi siswa serta perbaikan, peningkatan, perubahan ke arah yang lebih baik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. b) Bagi siswa MA Maarif Udanawu khususnya dan para siswa madrasah aliyah ataupun sederajat pada umumnnya dapat mengetahui dan menyadari pentingnya layanan bimbingan konseling bagi mereka dalam peningkatan kualitas diri dan menjadi termotivasi untuk memanfaatkan layanan BK. c) Bagi peneliti sendiri, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pengalaman dalam menyusun karya tulis ilmiah dan menambah wawasan di bidang psikologi sosial dan psikologi pendidikan sehingga diharapkan dapat mengaplikasikannya. 5. Telaah Pustaka Mengenai masalah sikap siswa sudah ada yang membahas sebelumnya. Namun, dalam penelitian ini, yang mana mengenai sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling di MA Maarif Udanawu Blitar belum ada yang mengkaji. Berdasarkan penelusuran peneliti, terdapat penelitian yang hampir serupa dengan penelitian yang akan dilaksanakan diantaranya: Sikap, Minat dan Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Seni Budaya Kelas XI di SMA Negeri 1 Kawedanan, Magetan. Penelitian dilakukan oleh Endah Dwi Anggraini dari Universitas Negeri Malang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa Sikap Belajar Siswa Kelas XI jurusan Ilmu Alam adalah dengan prosentase 76,7% responden, sedangkan jurusan Ilmu Sosial memiliki jumlah prosentase 76,2% terhadap Mata Pelajaran Seni Budaya. Minat Belajar Siswa Kelas XI jurusan Ilmu Alam dengan prosentase 51,3%, sedangkan siswa jurusan Ilmu Sosial dengan jumlah prosentase 67,4%. Motivasi Belajar Siswa Kelas XI jurusan Ilmu Alam dengan prosentase 74,5%, sedangkan siswa jurusan Ilmu Sosial adalah 75,5%. Perbedaan Sikap, siswa jurusan Ilmu Alam lebih baik daripada jurusan Ilmu Sosial. Untuk perbedaan minat, siswa jurusan Ilmu Sosial lebih tinggi daripada jurusan Ilmu Alam. Sedangkan untuk perbedaan motivasi, siswa jurusan Ilmu sosial lebih tinggi daripada jurusan Ilmu Alam. Pengaruh Layanan Informasi Bimbingan dan Konseling terhadap Sikap Sosial Siswa MTsN Model Brebes kelas VIII Semester 1 Tahun Ajaran 2009/2010 Penelitian dilakukan oleh Herman Firdaus dari IKIP PGRI Semarang. Penelitian ini Termasuk Penelitian Kuantitatif. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikant layanan informasi bimbingan dan konseling terhadap sikap sosial siswa MTsN model Brebes kelas VIII Semester 1 tahun ajaran 2009/2010. 6. Kajian Teoritik 1. Sikap a) Pengertian Sikap Sikap dapat diartikan suatu predisposisi atau kecenderungan yang relatif stabil dan barlangsung terus menerus untuk bertingkahlaku atau untuk mereaksi dengan satu cara tertentu terhadap pribadi lain, objek, lembaga, atau persoalan tertentu. Dilihat dari satu titik pandangan yang sedikit berbeda, sikap merupakan kecenderungan untuk mereaksi terhadap orang, institusi atau kejadian baik secara positif atau negatif. 8
8 J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1999), 43. Pengertian sikap atau attitude menurut Gerungan dapat diterjemahkan dengan sikap terhadap objek tertentu yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap objek itu. Jadi, attitude bisa diterjemahkan dengan tepat sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal. Attitude senantiasa terarahkan kepada suatu hal, suatu objek. Tidak ada attitude tanpa ada objeknya. Attitude mungkin terarahkan pada benda- benda, orang-orang, tetapi juga peristiwa-peristiwa, pemandangan- pemandangan, lembaga-lembaga, norma- norma, nilai-nilai, dan lain-lain. 9
Definisi sikap menurut Shelley, Letitia, & David Attitude (sikap) adalah evaluasi terhadap objek, isu, atau orang. Sikap didasarkan pada informasi afektif, behavior, dan kognitif (ABC-nya sikap). 10
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan keadaan dalam diri individu yang berupa pandangan, perasaan dan disertai kecenderungan untuk bertindak dalam menanggapi suatu hal atau suatu objek, baik secara positif maupun negatif. b) Komponen Sikap Sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang yaitu:
Komponen kognitif Berisi semua pemikiran serta ide-ide yang berkenaan dengan objek sikap. Isi pemikiran seseorang meliputi hal-hal yang diketahuinya sekitar objek sikap., dapat berupa tanggapan atau keyakinan, kesan, atribusi , dan penilaian, tentang objek sikap tadi. Komponen afektif
9 W.A. Gerungan, Psikologi Sosial (Bandung: PT Rafika Aditama, 2004), 160-161. 10 Shelley E. Taylor, et. al., Psikologi Sosial edisi kedua belas (Jakarta: Kencana, 2009), 165. Perasaan atau emosi seseorang terhadap objek sikap. Adanya komponen afeksi dari sikap, dapat diketahui melalui perasaan suka atau tidak suka, senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Isi perasaan atau emosi pada penilaian seseorang terhadap objek sikap inilah yang mewarnai sikap menjadi suatu dorongan atau kekuatan/daya. Komponen konatif Dapat diketahui melalui respon subjek yang berkenaan dengan objek sikap. Respon tersebut dapat berupa tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan berupa intensi atau niat untuk melakukan perbuatan tertentu sehubungan dengan objek sikap. Intensi merupakan predisosisi atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek sikap. Jika orang mengenali dan memiliki pengetahuan yang luas tentang objek sikap yang disertai dengan perasaan yang positif mengenai kognisinya, maka ia akan cenderung untuk mendekati (approach) objek sikap tersebut. Sebaliknya, bila orang memiliki anggapan, pengetahuan, dan keyakinan negatif yang disertai dengan perasaan tidak senang terhadap objek sikap, maka ia cenderung menjahuinya. Artinya, ia akan menentang, menolak, dan menghindar dari objek tersebut. 11
Komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung saja, akan tetapi meliputi pula bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang. Masalahnya adalah tidak ada jaminan bahwa kecenderungan berperilaku
11 Sarlito Wirawan Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial., 83-84. itu akan benar-benar ditampakkan dalam bentuk perilaku yang sesuai apabila individu berada dalam situasi yang termaksud. 12
Karena ketiga komponen itu saling terkait erat, timbul teori bahwa jika kita dapat mengetahui kognisi dan perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap tertentu, kita akan tahu pula kecenderungan perilakunya. Dengan demikian, kita dapat meramalkan perilaku dari sikap yang dampaknya besar sakali dalam penerapan psikologi karena dapat dimanfaatkan baik dalam hubungan antarpribadi, dalam konseling maupun hubungan antar kelompok. Namun, dalam kenyataanya tidak selalu suatu sikap tertentu berakhir dengan perilaku yang sesuai dengan sikap tersebut. 13 Misalnya, anak yang tidak suka pada salah satu mata pelajaran dikelas (sikap negatif) tetap mengikuti proses KBM karena itu sudah peraturan dan juga merupakan kewajiban bagi siswa.
c) Ciri-ciri sikap Attitude tidak dibawa orang sejak ia dilahirkan, tetapi dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat, dan lain-lain penggerak kegiatan manusia yang menjadi pembawaan baginya, dan yang terdapat padanya sejak dilahirkan. Attitude dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat dipelajari orang atau sebaliknya, attitude-attitude dapat dipelajari sehingga attitude- attitude dapat berubah-ubah pada seseorang bila terdapat keadaan- keadaan atau syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya sikap pada orang itu.
12 Saifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 28 13 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial,Individu Dan Teori Teori (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 234. Attitude tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap terbentuk, dipelajari atau berubah, senantiasa berkaitan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas. Objek attitude dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat pula merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap dapat berkaitan dengan satu objek dan juga berkaitan dengan sederetan objek yang serupa Attitude mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membeda-bedakan attitude dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang. 14
e). Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Beberapa faktor yang mempengaruhi sikap antara lain: Pengalaman Pribadi Apa yang kita alami akan membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap suatu stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Apakah penghayatan tersebut akan membentuk sikap positif ataukah negatif tergantung berbagai faktor lain. Sehubungan dengan hal ini, Middlebrook (1974) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.
14 Gerungan, Psikologi Sosial., 163-164. Pengalaman Pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Dan bagaimana individu bereaksi terhadap pengalaman saat ini jarang jarang lepas dari penghayatannya terhadap pengalaman-pengalaman dimas lalu. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting Orang disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang dapat mempengaruhi sikap kita. Di antara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang status sosialnya tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri atau suami, dan lain-lain. Pada masa anak-anak dan remaja, orang tua biasanya menjadi figur yang paling berarti bagi anak. Interaksi antara anak dan orang tua merupakan determinan utama sikap si anak. Sikap orang tua dan sikap anak cenderung untuk selalu sama sepanjang hidup (Middlebrook, 1974). Namun, biasanya apabila dibandingkan dengan pengaruh teman sebaya maka pengaruh sikap orang tua jarang menang. Hal ini terutama benar pada anak-anak remaja di sekolah menengah dan di perguruan tinggi. Seorang anak yang biasanya belum kritis mengenai suatu hal, akan cenderung mengambil sikap yang serupa dengan sikap orangtuanya dikarenakan proses imitasi atau peniruan terhadapmodel yang dianggapnya penting, yakni orangtuanya sendiri. Akan tetapi, apabila terjadi pertentangan antara sikap orang tua dan sikap teman-teman sebaya dalam kelompok anak tersebut, maka anak akan cenderung untuk mengambil sikap yang sesuai dengan sikap kelompok . Pengaruh Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya. Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual. Media Massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa mempunyai pengaruh dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai suatu hal mamberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran- ajarannya. Faktor emosional Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama. 15
f). Teori Sikap Menurut Katz Salah satu teori yang mempelajari sikap adalah teori fungsional yang dikemukakan oleh Katz mengatakan bahwa untuk memahami bagaimana sikap menerima dan menolak perubahan haruslah berangkat dari dasar motivasional sikap itu sendiri. Apa yang dimaksud oleh Katz sebagai dasar motivasional merupakan fungsi sikap bagi individu yang bersangkutan. Fungsi sikap bagi manusia dirumuskan menjadi empat macam, yaitu: 1) Fungsi Instrumental, Fungsi Penyesuaian, atau Fungsi Manfaat Individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan demikian individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakannya akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang dirasakannya akan merugikan dirinya.
15 Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya.,30-36. 2) Fungsi Pertahanan Ego Sewaktu individu mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan dan dirasa akan mengancam egonya atau sewaktu ia mengetahui fakta dan kebenaran yang tidak mengenakkan bagi dirinya maka sikapnya dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan melindunginya dari kepahitan kenyataan tersebut. 3) Fungsi Pernyataan Nilai Dengan Fungsi ini seringkali seseorang mengembangkan sikap tertentu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan nilai yang dianutnya yang sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya. Sikap digunakan sebagai sarana ekspresi nilai sentral dalam dirinya. Fungsi inilah yang menyebabkan orang sering lupa diri sewaktu berada dalam situasi massa seideologi atau sama nilai. 4) Fungsi Pengetahuan Manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali, atau diubah sedemikian rupa sehingga tercapai suatu konsistensi. 16
2. Bimbingan Dan Konseling a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Bimbingan Bimbingan menurut Tohirin adalah bantuan yang diberikan oleh pembimbing kepada individu agar individu yang dibimbing mencapai kemandirian dengan menggunakan berbagai bahan, melalui interaksi, dan
16 Ibid., 53-54. pemberian nasihat serta gagasan dalam suasana asuhan dan berdasarkan norma-norma yang berlaku. 17
Menurut Crow & Crow yang dikutip oleh Samsul Munir menyatakan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, baik pria maupun wanita yang memiliki pribadi yang baik dan berpendidikan yang memadai kepada seorang individu dari setiap usia dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan arah pandangannya sendiri membuat pilihan sendiri, dan memikul bebannya sendiri. Menurut Rachman Natawidjaja yang dikutip juga dalam Samsul Munir bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat, serta kehidupan umumnya. Dengan demikian, ia dapat mengecap kebahagiaan hidup dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kehidupan masyarakat umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secra optimal sebagai makhluk sosial. 18
Jadi bimbingan merupakan suatu bantuan yang diberikan seseorang kepada individu baik laki-laki maupun perempuan secara sistematis agar individu tersebut dapat memahami dirinnya sendiri,mandiri, dan bisa memecahkan persoalan sesuai dengan keberadaan individu tersebut baik dilingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Konseling
17 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis Integrasi) (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), 20. 18 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam (Jakarta: Amzah, 2010), 4-6 Konseling menurut Mortensen yang dikutip oleh Tohirin adalah proses hubungan antar pribadi dimana orang yang satu membantu yang lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya. Konseling merupakan situasi pertemuan tatap muka antara konselor dengan klien (siswa) yang berusaha memecahkan sebuah masalah dengan mempertimbangkannya bersama-sama sehingga klien dapat memecahkan masalahnya berdasarkan penentuan sendiri. 19
Konseling menurut Hansen Cs yang dikutip oleh samsul munir menyatakan bahwa konseling adalah proses bantuan kepada individu dalam belajar tentang dirinya, lingkungannya, dan metode dalam menangani peran dan hubugan. Meskipun individu mengalami masalah konseling, ia tidak harus remidial. Konselor dapat membantu seorang individu dalam proses pengambilan keputusan dalam hal pendidikan dan kejuruan serta menyelesaikan masalah interpersonal. 20
Jadi konseling tersebut dapat didefinisikan sebagai interaksi antar individu (konselor dan klien) untuk membantu klien dalam menemukan maupun mencari solusi permasalahan yang dialaminya. Seain itu dapat juga membantu dalam proses pengambilan keputusan . b. Tujuan Bimbingan dan konseling Tujuan Bimbingan dan Konseling diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya 2. Mengarahkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya ke arah tingkat perkembangan yang optimal 3. Mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya
19 Tohirin, Bimbingan dan Konseling,. 22-23. 20 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam,. 12. 4. Mempunyai wawasan yang lebih realistis serta penerimaan yang objektif tentang dirinya 5. Menyesuaikan diri secara lebih efektif baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya sehingga memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya 6. Mencapai taraf aktualisasi diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya 7. Terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan perilaku salah 21
c. Fungsi Bimbingan dan Konseling Pelayanan bimbingan dan konseling khususnya disekolah dan madrasah memiliki beberapa fungsi, yaitu: 1. Fungsi pencegahan Bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk mencegah timbulnya masalah pada diri siswa sehingga mereka terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangannya. Berdasarkan fungsi ini, pelayanan bimbingan dan konseling harus tetap diberikan kepada setiap siswa sebagai pencegahan terhadap timbulnya masalah, yakni dengan merumuskan program bimbingan yang sistematis sehingga hal-hal yang dapat menghambat perkembangan siswa seperti kesulitan belajar, kekurangan informasi, masalah sosial, dan masalah lainnya dapat dihindari. Beberapa kegiatan atau layanan yang dapat diwujudkan berkenaan dengan fungsi ini yang bertujuan untuk mencegah timbulnya masalah meliputi layanan orientasi, Layanan pengumpulan data, layanan kegiatan kelompok, layanan bimbingan karier 2. Fungsi Pemahaman Bimbingan dan konseling dilaksanakan dalam rangka memberikan pemahaman tentang diri klien atau siswa beserta permasalahannya dan
21 Tohirin, Bimbingan dan Konseling,. 36-37. juga lingkungannya oleh klien itu sendiri dan pihak-pihan yang membantunya (pembimbing). 3. Fungsi Pengentasan Apabila seorang siswa mengalami suatu permasalahan dan ia tidak dapat memecahkannya sendiri lalu ia pergi ke pembimbing atau konselor, maka yang diharapkan oleh siswa yang bersangkutan adalah teratasinya masalah yang dihadapinya. Masalah yang dialami siswa juga merupakan suatu keadaan yang tidak disukainya. Oleh sebab itu ia harus diangkat atau dientas dari keadaan yang tidak disukainya. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan melalui pelayanan bimbingan dan konseling, pada hakikatnya merupakan upaya pengentasan. 4. Fungsi Pemeliharaan Menurut Prayitno dan Erman Amti (1999) fungsi pemeliharaan berarti memelihara segal sesuatu yang baik (positif) yang ada pada diri individu (siswa), baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil- hasil perkembangan yang telah dicapai selama ini. selain itu, juga untuk mempertahankan agar hal-hal positif yang ada pada diri individu tersebut tetap utuh, tidak rusak, dan tetap dalam keadaan semula, melainkan juga mengusahakan agar hal-hal tersebut bertambah lebih baik dan berkembang 5. Funsi Penyaluran Setiap siswa hendaknya memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan keadan pribadinya masing-masing yang meliputi bakat, minat, kecakapan, cita-cita, dan lain sebagainya. Melalui fungsi ini pelayanan bimbingan dan konseling berupaya mengenali masing masing siswa secara perseorangan, selanjutnya memberikan bantuan menyalurkan ke arah kegiatan atau program yang dapat menunjang tercapainaya perkembangan yang optimal. 6. Fungsi Penyesuaian Pelayanan bimbingan konseling membantu siswa memperoleh penyesuaian diri secara baik dengan lingkungannya (terutama lingkungan sekolah dan madrasah bagi para siswa). Fungsi penyesuaian mempunyai dua arah yaitu bantuan kepada siswa agar dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekolah atau madrasah dan bantuan dalam mengembangkan program pendidikan yang sesuai dengan keadaan masing-masing siswa. 7. Fungsi Pengembangan Siswa di sekolah atau madrasah merupakan individu yang sedang dalam proses perkembangan. Mereka memiliki potensi tertentu untuk dikembangkan. Melalui fungsi ini, pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada para siswa untuk membantu para siswa mengembangkan keseluruhan potensinya secara lebih terarah. 8. Fungsi Perbaikan Pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada siswa untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi siswa. Bantuan yang diberikan tergantung kepada masalah yang dihadapi siswa. Siswa yang mempunyai masalah yang mendapat prioritas untuk diberikan bantuan, sehingga diharapkan masalah yang dialami oleh siswa tidak terjadi lagi pada masa yang akan datang. 9. Fungsi Advokasi Layanan bimbingan dan konseling melalui fungsi ini adalah membantu pesrta didik memperoleh pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian. 22
d. Layanan Bimbingan dan Konseling Menurut Tohirin terdapat beberapa layanan bimbingan dan konseling: Jenis- Jenis Pelayanan Bimbingan Dan Konseling: I. Layanan Orientasi
22 Ibid., 41-50. Layanan orientasi adalah suatu layanan terhadap siswa baik disekolah maupun dimadrasah yang berkenaan dengan tatapan ke depan dan tentang sesuatu yang baru. II. Layanan Informasi Menurut Winkel yang dikutip oleh Tohirin layanan informasi merupakan suatu layanan yang berupaya memenuhi kekurangan individu akan informasi yang mereka perlukan. III. Layanan Penempatan dan Penyaluran Menurut Winkel yang dikutip oleh Tohirin layanan penempatan adalah usaha-usaha membantu siswa merencanaan masa depannya selama masih disekolahdan madrasah dan sesudah tamat, memilih program studi lanjutan sebagai persiapan untuk kelak memangku jabatan tertentu. IV. Layanan Penguasaan Konten Menurut Prayitno yang dikutip oleh Tohirin layanan penguasaan konten merupakan suatu layanan bantuan kepada individu (siswa) baik sendiri atau kelompok untuk menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar. V. Layanan Konseling Perorangan Menurut Payitno yang dikutipoleh Tohirin layanan konseling perorangan adalah konseling yang diselenggarakan oleh seorang pembimbing (konselor) terhadap seorang klien dalam rangka pengentasan masalah pribadi klien. VI. Layanan Bimbingan Kelompok Layanan bimbingan kelompok merupakan suatu cara memberikan bantuan (bimbingan) kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok. VII. Layanan Konseling Kelompok Layanan konseling kelompok mengikutkan sejumlah peserta dalam bentuk kelompok dengan konselor sebagai pemimpin kegiatan kelompok. VIII. Layanan Konsultasi Layanan Konsultasi merupakan layanan konseling yang dilaksanakan oleh konselor (pembimbing) terhadap seorang pelanggan (konsulti) yang memungkinkannya memperoleh wawasan, pemahaman, daa cara-cara yang perlu dilaksanakannya dalam menangani kondisi atau permasalahan pihak ketiga. IX. Layanan Mediasi Menurut Prayitno yang dikutip oleh Tohirin layanan mediasi merupakan layanan konseling yang dilaksanakan konselor terhadap dua pihak atau lebih yang sedang dalam keadaan saling tidak menemukan kecocokan.
Kegiatan- Kegiatan Pendukung Pelayanan Bimbingan dan Konseling: I. Aplikasi Instrumentasi Aplikasi Instrumentasi dapat bermakna upaya pengungkapan melalui pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur atau instrumen tertentu. Atau kegiatan menggunakan instrumen untuk mengungkapkan kondisi tertentu atas diri siswa. II. Himpunan Data Himpunan Data dapat bermakna suatu upaya penghimpunan, penggolongan-penggolongan, dan pengemasan data dalam bentuk tertentu. Himpunan data juga bermakna usaha- usaha untuk memperoleh data tentang peserta didik, menganalisis, dan menafsirkan, serta menyimpannya. III. Konferensi Kasus Kasus bisa bemakna kondisi yang mengandung permasalahan tertentu. Konferensi kasus merupakan forum terbatas yang dilakukan oleh pembimbing atau konselor guna membahas suatu permasalahan dan arah pemacahannya. Konferensi kasus direncanakan dan dipimpin oleh pembimbing atau konselor, dihadiri oleh pihak-pihak tertentu yang terkait dengan kasus dan upaya pemecahannya. IV. Kunjungan Rumah Menurut Prayitno yang dikutip oleh Tohirin Kunjungan rumah bisa bermakna upaya mendeteksi kondisi keluarga dalam kaitannya dengan permasalahan individu atau siswa yang menjadi tanggung jawab pembimbing atau konselor dalam pelayanan bimbingan dan konseling. V. Alih Tangan Kasus Alih tangan kasusdapat dimaknai dengan dengan upaya mengalihkan atau memindahkan tanggung jawab memecahkan masalah atau kasus-kasus tertentu yang dialami siswa kepada orang lain (petugas bimbingan lain) yang lebih mengetahui dan berwenang. Alih tangan kasus sering juga disebut layanan rujukan. 23
7. Metode Penelitian a. Jenis/Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Penelitian ini termasuk kedalam penelitian yang menekankan kuantitatif.
Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) yang diolah dengan metode statistika. 24
Hasil penelitian deskriptif berupa deskripsi mengenai variabel- variabel tertentu dengan menyajikan frekuensi, angka rata-rata atau kualifikasi lainnya untuk setiap kategori disetiap variabel. Metode penelitian kuantitatif ini termasuk jenis penelitian deskriptif. Metode penelitian digunakan untuk memecahkan masalah, metode harus sesuai dengan rumusan masalah. Jika rumusan masalahnya deskriptif, maka metode penelitian yang digunakan untuk memecahkannya adalah metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang hanya melibatkan satu variabel pada satu kelompok, tanpa menghubungkan dengan variabel lain atau membandingkan dengan kelompok lain. Penelitian dilakukan atas satu kelompok dalam hal satu variabel. 25
Penelitian deskriptif termasuk salah satu jenis penelitian kategori kuantitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengangkat fakta, keadaan, variabel, dan fenomena-fenomena yang terjadi saat sekarang (ketika penelitian berlangsung) dan menyajikannya apa adanya. 26
Metode deskripsi digunakan karena penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesa tertentu, tetapi hanya mengambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan. 27
Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling di ma maarif udanawu blitar.
b. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah Madrasah Aliyah Maarif Udanawu Blitar tepatnya di Jl. Raya Bakung Desa
24 Saifudin azwar, Metode penelitian ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 5. 25 Purwanto, Metode Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 176-177. 26 M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001),26. 27 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 310. Bakung Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar, Yaitu karena peneliti ingin mengetahui secara pasti mengenai sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling di MA Maarif Udanawu. Alasan peneliti memilih objek MA Maarif Udanawu sebagai peneitian adalah karena mutu pendidikan yang sekarang semakin maju dan jumlah siswa yang tiap tahun juga semakin bertambah. Namun, tidak sedikit siswa yang merespon negatif, tidak suka, atau tidak setuju terhadap layanan bimbingan dan konseling di MA Maarif udanawu ini, dan permasalahan ini dari dulu sampai sekarang masih terjadi. Padahal siswa maupun layanan bimbingan dan konseling juga berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan di MA Maarif udanawu tersebut. Hal tersebutlah yang membuat peneliti tertarik untuk menjadikan MA Maarif Udanawu sebagai tempat penelitian. c. Populasi dan Sampel Menurut Sugiyono populasi adalah Wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyak yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. 28 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI Ma Maarif Udanawu. Menurut Arikunto sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. 29 Pengambilan sampel dalam penelitian ini berpedoman pada pendapat Arikunto. Subyek yang dimaksud adalah kelas XI di MA Maarif Udanawu. Arikunto mengatakan bahwa apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga
28 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan ., 117. 29 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 109. penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih. 30
Teknik Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan cluster random sampling artinya Melakukan randomisasi terhadap kelompok, bukan terhadap subyek secara individual. 31 Kelas XI dipilih secara acak dari daftar nama kelas XI yang ada kemudian manetapkan nama-nama kelas yang dipilih sebagai sampel penelitian. Jadi semua kelas XI mempunyai peluang yang sama untuk menjadi sampel bukan murid secara individual melainkan murid secara kelompok. d. Data dan Sumber Data 1. Sumber data primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung kepada subyek penelitian. 32 Sumber data primer dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MA Maarif Udanawu Blitar. 2. Sumber data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung didapat dari subyek penelitian. 33 Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah Guru bimbingan dan konseling MA Maarif Udanawu, dokumen-dokumen, angket. e. Metode Pengumpulan Data 1) Kuesioner (Angket)
30 Ibid.,112. 31 Azwar, Metode penelitian.,87. 32 Ibid., 91 33 Ibid., 91 Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. 34 Dalam penelitian ini, metode angket digunakan mencari data untuk mengetahui sikap siswa terhadap BK. Angket tersebut diberikan secara langsung kepada responden dengan jawaban mengenai derinya sendiri. 2) Interview (Wawancara) Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon. 35
Pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada sebagian siswa maupun guru BK sebagai studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. 3) Dokumentasi Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. 36 Metode dokumentasi ini dipakai oleh peneliti untuk mencari data mengenai latar belakang lokasi penelitian, atau gambaran umum madrasah. f. Analisis Data Dalam Penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. 37
Mengingat sifat dan tujuan penelitian deskriptif adalah mendeskripsikan
34 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan., 199. 35 Ibid., 194. 36 Ibid., 329. 37 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan., 207. informasi atau data sebagaimana adanya, maka jenis statistikanya seperti teknik persen, kuartil, modus, median, mean, simpangan baku, dan korelasi. Sedangkan visualisasinya dapat berbentuk tabel, grafik, diagram, dan sejenisnya. 38
Daftar Pustaka
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D.Bandung: Alfabeta, 2013. Mulyono. Manajemen Administrasi dan Organisasi. Bandung: Fokus Media, 2010. Chaplin,J.P. Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1999. Sarwono, Sarlito Wirawan dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika, 2012. M. Fandu Dharma S., Siswa MA Maarif Udanawu, Blitar, 03 Desember 2013. M. Sholikhin, Siswa MA Maarif Udanawu, Blitar, 24 Desember 2013. Fitra Yuni S., Guru BK Ma Maarif Udanawu, Blitar, 15 Maret 2014.
38 Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah., 90. Gerungan, W.A. Psikologi Sosial. Bandung: PT Rafika Aditama, 2004. Shelley E. Taylor, et. al., Psikologi Sosial edisi kedua belas. Jakarta: Kencana, 2009. Azwar, Saifuddin. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002 Sarono, Sarlito Wirawan. Psikologi Sosial,Individu Dan Teori Teori. Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah berbasis Integrasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007. Amin, Samsul Munir. Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: Amzah, 2010. Azwar, Saifudin azwar. Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001. Purwanto. Metode Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Subana, M. dan Sudrajat. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: CV Pustaka Setia, 2001. Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian . Jakarta: Rineka Cipta, 2000. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2002