HAL 68-71

The logistics problem of any firm is the total of the individual product problems. The product line of the
typical firm is made up of individual products at different stages of their respective life cycles and with
different degrees of sales success. At any point in time, this creates a product phenomenon known as
the 80-20 curve, a particularly valuable concept for logistics planning.

The 80-20 concept is derived after observation of product patterns in many firms, from the fact that the
bulk of the sales is generated from relatively few products in the product line and from the principle
known as Paretos law. That is, 80 % of a firms sales are generated by 20 % of the product line items. An
exact 80-20 ratio is rarely observed, but the disproportionality between sales and the number of items is
generally true.

To illustrate, consider 14 products of a small chemical company. These products are ranked according to
their sales volume, as shown in table 3-1. A cumulative percentage of total dollar sales and of total
number of items is computed. These percentages are then plotted, as in figure 3-2, which exhibits the
characteristic 80-20 curve. However, in this particular case, about 35% of the items account for 80 % of
the sales.

The 80-20 concept is particularly useful in distribution planning when the products are grouped or
classified by their sales activity. The top 20% might be called A items, the next 30% B items, and the
remainder C items. Each category of items could be distributed differently. For example, A items might
receive wide geographic distribution through many warehouse with high levels of stock availability,
whereas C items might be distributed from a single, central stocking point (e.g., a plant) with lower total
stocking levels than for the A items. B items would have an intermediate distribution strategy where few
regional warehouses are used.

Another frequent use of the 80-20 concept and an ABC classification is to group the products in a
warehouse, or other stocking point, in a limited number of categories where they are then managed
with different levels of stock availability. The product classifications are arbitrary. The point is that not
all product items should receive equal logistic treatment. The 80-20 concept with a resulting product
classification provides a scheme, based on sales activity, to determine the products that will receive
various levels of logistics treatment.
For analytical purposes, it is useful to describe the 80-20 curve mathematically. Although a number of
mathematical equations might be used, the following relationship has been suggested.
RUMUS
Where the relationship between Y and X is known. For example, if 25% of the items represent 70% of
the sales, then, from equation (3-2)
Equation (3-1) can be used to determine the relationship between various percentages of items and
sales.

Example
Consider how the 80-20 rule is useful in estimating inventory levels. Suppose that a certain warehouse is
to store 11 of the 14 items shown in table 3-1. The same general relationship is expected to hold, that is,
X = 0.21 and Y = 0.68, or 21% of the items result in 68% of the sales. Solving equation (3-2) yields A =
0.143. A different inventory policy is maintained for different product groups. The turnover ratio (that is,
annual sales/average inventory) for A items is 7 to 1, for B items 5 to 1, and for C items 3 to 1. If the
annual sales through the warehouse are forecast to be $25,000, how much inventory investment in the
warehouse can be expected.

The items stocked at the warehouse are shown in Table 3-2. They are the same as those in table 3-1
except for items 5, 8, and 9, which were selected to not be include. The remaining items are ranked
according to their relative sales level, highest to lowest. The cumulative item proportion is determined
from 1 / N for the first item, 2 (1/N) for the second, 3 (1/N) for the third, and so on. The constant (A) is
found from equation (3-2), or A = [0.21(1-0.68)] [0.68-0.21] = 0.143. The cumulative sales proportion is
found by applying equation (3-1), using A = 0.143. The sales for the first item would be which is the
fraction of total warehouse sales represented by the first item, that is, (0.4442 X $25,000) = $11,105.
The procedure is repeated for each item in the list. The projected item sales is the difference between
cumulative sales for successive items.
Average inventory value is then found by dividing the projected item sales by the turnover ratio for the
item. The sum of the item inventory values is $4,401, which is the investment expected in the
warehouse inventory




HAL 376-378

ABC PRODUCT CLASSIFICATION
A common practice in aggregate inventory control is to differentiate products into a limited number of
categories and then to apply a separate inventory control policy to each category. This makes sense
since not all products are of equal importance to a firm in terms of sales, profit margin, market share, or
competitiveness. By selectively applying inventory policy to these different groups, inventory service
goals can be achieved with lower inventory levels than with a single policy applied collectively to all
products.

It is well known that product sales display a life-cycle phenomenon where sale begin at product
introduction with low levels, increase rapidly at some point, levels off and finally decline. A firms
products are usually in various stages of their life cycles and therefore, are contributing
disproportionately to sales and profit. That is, a few items may be contributing a high proportion of the
sales volume. This disproportionate relationship between the percent of items in inventory and the
percent of sales has generally been referred to as the 30-20 principle, although rarely does exactly 20
percent of the items in a product line represent 80 percent of the sales. The 80-20 principle serves as a
basic for the ABC Classification of items. A items are typically the fast movers, B items the medium
movers, and C items the slow movers. There is no precise way that the items are grouped into one
category or another, or even of determining the number of categories to use. However, rank ordering
the items by sales and then dividing them into a few categories is a start. Some of the items are
reassigned to other categories as their importance dictates. Inventory service levels are then assigned to
each category. The development of the ABC product classification scheme is more thoroughly discussed
in chapter 3.

HAL 68-71

Masalah Logistik setiap perusahaan adalah total dari masalah masing- masing produk. Lini produk dari
perusahaan yang khas terdiri dari produk individu pada berbagai tahap siklus hidup masing-masing dan
dengan derajat keberhasilan penjualan yang berbeda. Pada setiap titik waktu, ini menciptakan
fenomena produk yang dikenal sebagai kurva 80-20, konsep ini sangat berguna untuk perencanaan
logistik.

Konsep 80-20 berasal dari pengamatan pola produk di banyak perusahaan, dari fakta bahwa sebagian
besar penjualan yang dihasilkan dari relatif sedikit produk dalam lini produk dan dari prinsip yang
dikenal sebagai hukum Pareto. Artinya, 80% dari penjualan suatu perusahaan yang dihasilkan oleh 20%
dari item lini produk. Sebuah 80-20 rasio yang tepat jarang diamati, tetapi disproporsionalitas antara
penjualan dan jumlah item umumnya benar.

Untuk menggambarkan, pertimbangkan 14 produk dari sebuah perusahaan kimia kecil. Produk-produk
ini adalah peringkat menurut volume penjualan mereka, seperti yang ditunjukkan pada tabel 3-1.
Sebuah persentase kumulatif total penjualan dolar dan jumlah item dihitung. Persentase tersebut
kemudian diplot, seperti pada gambar 3-2, yang menunjukkan karakteristik 80-20 kurva. Namun, dalam
kasus ini, sekitar 35% dari item account untuk 80% dari penjualan.

80-20 Konsep ini sangat berguna dalam perencanaan distribusi ketika produk dikelompokkan atau
diklasifikasikan oleh aktivitas penjualan mereka. Bagian atas 20% bisa disebut A barang, 30% item B
berikutnya, dan sisanya C item. Setiap kategori barang dapat didistribusikan secara berbeda. Misalnya, A
item mungkin menerima distribusi geografis yang luas melalui banyak gudang dengan tingkat tinggi
ketersediaan stok, sedangkan C item mungkin didistribusikan dari, titik pusat stocking (misalnya,
tanaman) dengan kadar total stocking rendah daripada untuk item A. Item B akan memiliki strategi
distribusi menengah di mana beberapa gudang regional digunakan.

Penggunaan lain sering 80-20 konsep dan klasifikasi ABC adalah untuk kelompok produk dalam gudang,
atau tempat stocking lainnya, dalam jumlah terbatas kategori di mana mereka kemudian dikelola
dengan berbagai tingkat ketersediaan stok. Klasifikasi produk yang sewenang-wenang. Intinya adalah
bahwa tidak semua item produk harus menerima pengobatan logistik yang sama. 80-20 Konsep dengan
klasifikasi produk yang dihasilkan memberikan skema, berdasarkan aktivitas penjualan, untuk
menentukan produk yang akan menerima berbagai tingkat pengobatan logistik.
Untuk tujuan analisis, hal ini berguna untuk menggambarkan 80-20 kurva matematis. Meskipun
sejumlah persamaan matematika dapat digunakan, hubungan berikut telah disarankan.
Rumus
Dimana hubungan antara Y dan X diketahui. Misalnya, jika 25% dari item mewakili 70% dari penjualan,
maka, dari persamaan (3-2)
Persamaan (3-1) dapat digunakan untuk menentukan hubungan antara berbagai persentase barang dan
penjualan.

contoh
Pertimbangkan bagaimana aturan 80-20 berguna untuk memperkirakan tingkat persediaan. Misalkan
sebuah gudang tertentu untuk menyimpan 11 dari 14 item yang ditampilkan dalam tabel 3-1. Hubungan
umum yang sama diperkirakan akan terus, yaitu X = 0.21 dan Y = 0,68, atau 21% dari item menghasilkan
68% dari penjualan. Memecahkan persamaan (3-2) menghasilkan A = 0.143. Kebijakan persediaan yang
berbeda dipertahankan untuk kelompok produk yang berbeda. Rasio perputaran (yaitu, penjualan
tahunan / persediaan rata-rata) untuk A item adalah 7-1, untuk barang B 5-1, dan untuk C item 3 sampai
1 Jika penjualan tahunan melalui gudang diperkirakan menjadi $ 25.000, bagaimana banyak investasi
persediaan di gudang dapat diharapkan.

Item ditebar di gudang ditunjukkan pada Tabel 3-2. Mereka adalah sama dengan yang di tabel 3-1
kecuali untuk item 5, 8, dan 9, yang dipilih untuk tidak termasuk. Item yang tersisa adalah peringkat
menurut tingkat penjualan relatif mereka, tertinggi ke terendah. Kumulatif Item proporsi ditentukan dari
1 / N untuk item pertama, 2 (1 / N) untuk kedua, 3 (1 / N) untuk ketiga, dan seterusnya. Konstanta (A)
ditemukan dari persamaan (3-2), atau A = [0.21 (1-0,68)] [0,68-0,21] = 0.143. Proporsi kumulatif
penjualan diperoleh dengan menerapkan persamaan (3-1), menggunakan A = 0.143. Penjualan untuk
item pertama akan yang merupakan sebagian kecil dari total penjualan gudang diwakili oleh item
pertama, yaitu, (0,4442 X $ 25.000) = $ 11.105. Prosedur ini diulang untuk setiap item dalam daftar.
Penjualan Item diproyeksikan adalah perbedaan antara penjualan kumulatif untuk item berturut-turut.
Nilai rata-rata persediaan kemudian ditemukan dengan membagi penjualan barang diproyeksikan oleh
rasio perputaran untuk item. Jumlah nilai persediaan item $ 4.401, yang merupakan investasi
diharapkan dalam persediaan gudang




HAL 376-378

ABC PRODUK KLASIFIKASI
A common practice in aggregate inventory control is to differentiate products into a limited number of
categories and then to apply a separate inventory control policy to each category. This makes sense
since not all products are of equal importance to a firm in terms of sales, profit margin, market share, or
competitiveness. By selectively applying inventory policy to these different groups, inventory service
goals can be achieved with lower inventory levels than with a single policy applied collectively to all
products.

Praktek yang umum dalam pengendalian persediaan agregat adalah untuk membedakan produk ke
sejumlah kategori dan kemudian menerapkan kebijakan pengendalian persediaan yang terpisah untuk
masing-masing kategori. Karena tidak semua produk sama pentingnya bagi perusahaan dalam hal
penjualan, margin laba, pangsa pasar, atau daya saing. Dengan menerapkan kebijakan persediaan untuk
kelompok-kelompok yang berbeda dengan selektif, maka tujuan layanan persediaan dapat dicapai
dengan tingkat persediaan yang lebih rendah dibandingkan dengan kebijakan tunggal yang diterapkan
secara bersama- sama untuk semua produk.

It is well known that product sales display a life-cycle phenomenon where sale begin at product
introduction with low levels, increase rapidly at some point, levels off and finally decline. A firms
products are usually in various stages of their life cycles and therefore, are contributing
disproportionately to sales and profit. That is, a few items may be contributing a high proportion of the
sales volume. This disproportionate relationship between the percent of items in inventory and the
percent of sales has generally been referred to as the 30-20 principle, although rarely does exactly 20
percent of the items in a product line represent 80 percent of the sales. The 80-20 principle serves as a
basic for the ABC Classification of items. A items are typically the fast movers, B items the medium
movers, and C items the slow movers. There is no precise way that the items are grouped into one
category or another, or even of determining the number of categories to use. However, rank ordering
the items by sales and then dividing them into a few categories is a start. Some of the items are
reassigned to other categories as their importance dictates. Inventory service levels are then assigned to
each category. The development of the ABC product classification scheme is more thoroughly discussed
in chapter 3.
Diketahui bahwa penjualan produk menampilkan fenomena siklus hidup di mana penjualan dimulai
pada pengenalan produk dengan tingkat rendah, meningkat dengan cepat di beberapa titik, berkurang
dan akhirnya menurun. Produk suatu perusahaan biasanya dalam berbagai tahap siklus hidup mereka ,
berkontribusi proporsional terhadap penjualan dan laba. Artinya, beberapa item dapat memberikan
kontribusi proporsi tinggi dari volume penjualan. Hubungan proporsional antara persen item dalam
persediaan dan persentase penjualan secara umum disebut sebagai prinsip 30-20, meskipun jarang tidak
persis 20 persen dari item dalam lini produk merupakan 80 persen dari penjualan. Prinsip 80-20
berfungsi sebagai dasar untuk ABC Klasifikasi item. Sebuah item biasanya penggerak cepat, item B
penggerak menengah, dan C item penggerak lambat. Tidak ada cara yang tepat bahwa item
dikelompokkan ke dalam satu kategori atau lainnya, atau bahkan menentukan jumlah kategori untuk
digunakan. Namun, peringkat memesan item dengan penjualan dan kemudian membagi mereka ke
dalam beberapa kategori adalah memulai. Beberapa item yang dipindahkan ke kategori lain sebagai
kepentingan mereka menentukan. Tingkat layanan persediaan kemudian ditugaskan untuk masing-
masing kategori. Perkembangan ABC skema klasifikasi produk lebih menyeluruh dibahas dalam bab 3.