Vous êtes sur la page 1sur 18

ASET TETAP TAK BERWUJUD

(studi pada kontrak pemain sepakbola)


Diajukan untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Pelaporan







Disusun Oleh:


Linda Ardia Rini (2013230881)




Joint Program Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
2014



PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum akuntansi mencakup kegiatan pendapatan dimulai dari transaksi
dicatat untuk pertama kali dalam jurnal hingga menjadi laporan keuangan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa akuntansi sangatlah penting dalam kegiatan sehari-hari
terutama bagi operasi perusahaan dalam satu periode. Di dalam akuntansi kita telah
mengenal proses penyusunan laporan keuangan yang mana terdapat nama-nama akun
dan nomor-nomor akun yang sesuai dengan ketentuan perusahaan. Proses akuntansi
diantaranya mulai dengan bukti transaksi, jurnal (jurnal umum dan jurnal khusus),
posting buku besar, neraca saldo, jurnal penyesuaian, neraca lajur, laporan keuangan
(laporan laba rugi, neraca, laporan perubahan ekuitas), jurnal penutup, neraca saldo
setelah pentupan, dan jurnal balik.
Dari tahapan diatas laporan keuangan neraca terdiri dari aset lancar, aset tetap,
kewajiban dan modal. Dan yang akan dibahas kali ini adalah aset tetap, yaitu berbagai
jenis aset dapat digunakan lebih dari satu periode untuk operasi perusahaan. Aset
tetap terdiri dari aset tetap berwujud dan aset tetap tidak berwujud. Oleh karena itu
perlunya untuk mengetahui serta memahami secara rinci tentang aset tetap baik aset
tetap berwujud maupun tidak berwujud. Dengan cara demikian kita mampu
mengaplikasikan apa saja yang terdapat di dalam aset tetap sebuah perusahaan.
Aset tak berwujud (intangible asset) merupakan aset tetap yang secara fisik
tidak dapat dilihat bentuknya, akan tetapi memberikan kontribusi nyata bagi
perusahaan. Sebagai bagian dari neraca, aset tak berwujud juga memerlukan standar
akuntansi untuk memberi penjelasan yang terkait dengan pengakuan, pengukuran,
serta pengungkapan dan penyajian dalam laporan keuangan.
Ada tiga karakteristik aset ak berwujud, yaitu kurang memiliki eksistensi fisik,
bukan merupakan instrument keuangan, dan bersifat jangka panjang dan menjadi
subjek amortisasi.
Jenis aset tak berwujud yang paling umum dilaporkan adalah hak paten, hak
cipta, waralaba atau lisensi, merek dagang atau nama dagang, dan goodwill. Aset tak
berwujud seringkali dibagi lagi berdasarkan karakteristik berikut, dapat diidentifikasi,
cara perolehan, periode manfaat yang diharapkan, terpisah dari perusahaan secara
keseluruhan.
Salah satu olahraga profesional yang menarik perhatian adalah tentang
bagaimana mengelola sumber daya manusia adalah sepakbola. Hal ini dikarenakan
adanya perbedaan besar antara olahragawan profesional dengan pegawai biasa. Salah
satu perbedaan yang sangat Nampak adalah adanya aspek pengukuran dalam bentuk
sistem transfer sehingga diperlukan sejumlah biaya yang sangat besar harus
dibayarkan oleh sebuah klub untuk mentransfer pendaftaran dan melakukan kontrak
terhadap pemain sepakola dari satu klub ke yang lain. Adanya sistem kontrak dan
transfer menimbulkan dampak yang signifikan terhadap semua yang berhubungan
dengan klub sepakbola pemai, direktur, akuntan dan pemberi pinjaman (Morrow,
1996).
Pemain-pemain yang berkualitas diperoleh dengan cara membeli pemain,
dengan meminjam, ataupun mengembangkan pemain-pemain muda lewat sekolah
sepakbola yang dimiliki oleh sebuah tim sepakbola. Sistem pembelian adalah dengan
sistem transfer. Setiap pemain terikat kontrak yang mengikat secara hukum dalam
jangka waktu tertentu dan dapat diperpanjang jika telah habis jangka waktunya.
Klub sepakbola bukan merupakan perusahaan profit maximizers, artinya
mereka tidak mengejar keuntungan maksimal. Mereka menghabiskan anggaran
sebanyak mungkin dalam pembentukan tim sepakbola. Kelemahan keungan klub
tercermin dalam ketidakseimbangan antara pendapatan dan biaya. Banyak klub
sepakbola yang memenuhi rasio perusahaan yang dinyatakan bangkrut (Barajas 2004,
Ascari dan Gagnepain 2006)

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari aset tak berwujud ?
2. Bagaimana pengakuan aset tetap tak berwujud ?
3. Bagaimana penilaian aset tak berwujud ?
4. Bagaimana pengakuannya apabila terjadi penurunan nilai pada aset tetap tak
berwujud ?




C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari aset tak berwujud
2. Untuk mengetahui bagaimana pengakuan dan pengukuran awal aset tetap tak
berwujud
3. Untuk mengetahui bagaimana penilaian awal aset tak berwujud ?
4. Untuk mengetahui pengakuannya ketika terjadi penurunan nilai aset tetap tak
berwujud

D. Manfaat
1. Untuk menambah wawasan tentang aset tetap tak berwujud
2. Untuk memenuhi ujian akhir semester mata kuliah pelaporan















PEMBAHASAN
A. Definisi Aset Tetap Tak Berwujud
Menurut PSAK No. 19 (revisi 2009) merujuk IAS No. 38, aset tak berwujud
adalah aset non moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak memiliki substansi atau
wujud fisik.
Menurut Wikipedia, aset tak berwujud adalah aset nonmoneter teridentifikasi
tanpa wujud fisik.
[1]
Yaitu hak-hak istimewa, atau posisi yang menguntungkan guna
menghasilkan pendapatan. Jenis utama aset tidak berwujud adalah hak cipta, hak
eksplorasi dan eksploatasi, paten, merek dagang, rahasia dagang, dan goodwill. Aset
jenis ini mempunyai umur lebih dari satu tahun (aset tidak lancar) dan
dapat diamortisasi selama periode pemanfaatannya, yang biasanya tidak lebih dari 40
tahun.
Menurut Skousen, Stice, dan Stice (2005) aset tetap di kelompokan menjadi
dua yaitu aet tetap berwujud dan aset tetap tak berwujud, yang termasuk ke dalam aset
tetap tak berwujud adalah :
1. Hak Paten. Perusahaan dapat memperoleh hak khusus untuk memproduksi
dan menjual barang yang memiliki satu spesifikasi tertentu/lebih.
2. Hak Cipta. Hak eksklusif untuk mepublikasikan dan menjual buku, karya
seni
3. Merek Dagang (trademark) nama, istilah atau symbol yang digunakan
untuk mengidentifikasi perusahaan dan produknya
4. Goodwill. Mengacu pada aset tak berwujud milik sebuah perusahaan yang
tercipta dari faktor-faktor yang menguntungkan seperti lokasi, kualitas
produk, reputasi dan keahlian managerial
5. Order Backlog. Merupakan jumlah pesanan yang diterima perusahaan
untuk peralatan yang belum diproduksi atau belum dikirimkan. Khususnya
perusahaan produsen peralatan, pesanan yang belum dipenuhi merupakan
aktiva ekonomi utama
Definisi aset tak berwujud menurut FASB adalah probable future economic
benefits obtained or control by a particular entity as a result of past transactions or
events hal ini berlaku untuk semua aset, perbedaannya aset tetap berwujud memiliki
bentuk fisik sedangkan aset tak berwujud tidak memiliki wujud fisik.
Dari paparan diatas, dapat disimpulkan pemain sepakbola adalah asetyang
paling berharga. Dengan demikian, semestinya pemain sepak bola terdapat di neraca
sebuah klub sepak bola. Namun sampai beberapa tahun belakangan ini terdapa
perdebatan mengenai apakah human capital dapat menjadi aset di perusahaan. Aturan-
aturan akuntansi yang ada sekarang baik IAS, FASB dan PSAK tidak atau belum
mengakui human capital sebagai aset. Ini dikarenakan human capital tidak memenuhi
definisi sebagai aset. Untuk itu diperlukan perlakuan akuntansi yang tepat bagi para
pemain sepak bola ini, terutama untuk menentukan apakah pemain sepak bola dapat
dikategorikan sebagai aset atau tidak. Jika termasuk aset bagaimana perlakuan
akuntansinya.














B. Pengakuan Aset Tak Berwujud
Kriteria pengakuan suatu aset tak berwujud untuk dapat diakui sebagai aset di
neraca adalah sebagai berikut :
1. Aset tersebut dapat diidentifikasi. Implikasinya aset tersebut mempunyai
manfaat ekonomis yang dapat dijual, disewakan atau diperuntukan secara
terpisah.
2. Perusahaan memiliki kendali atas aset tersebut, misalnya hak legal.
3. Di masa mendatang, perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomis dari aset
tersebut.
4. Harga perolehan aset tak berwujud tersebut dapat diukur secara andal.
Karakteristik pemain sepak bola dalam memenuhi kriteria sebagai aset. Tujuan dari
klub sepak bola adalah untuk memiliki atau membeli seorang pemain sepak bola agar
menghasilkan dan meningkatkan keuntungan ekonomis di masa depan dari klubnya.
Keuntungan yang dihasilkan pemain sepak bola adalah suatu intangible yaitu kontribusi dari
jasanya dalam setiap pertandingan yang membuat klubnya sukses. Jika sebuah klub memiliki
pemain dan tim yang bagus maka keuntungan dari televise, penjualan merchandise dan
meningkatkan prestise klub di mata pendukung.
Pembelian pemain merupakan hasil dari transaksi atau event di masa lalu. Baik dari
hasil operasi sebuah klub di musim-musim kompetisi sebelumnya ataupun dari sumber
pendanaan lain, sehingga diperoleh dana untuk membeli pemain-p[emain baru untuk
memperkuat timnya.
Pemain sepak bola juga dapat diidentifikasi dengan jelas, sehingga dapat dijual,
disewakan dan diperuntukan secara terpisah.
Klub sepak bola memiliki kendali atas pemain sepak bola melalui kontrak hukum
Klub sepak bola memiliki kendali atas pemain sepak bola melalui kontrak hukum
yang mengikat antara klub dan pemain sepak bola. Sehingga klub memiliki kontrol terhadap
pemainnya dan pemain tersebut berkewajian memenuhi isi kontrak.
Dan yang terakhir adalah harga perolehan aset dapat diukur secara andal. Dengan
active transfer market (berlaku untuk Negara-negara Eropa), maka untuk mengukur harga
perolehan seorang pemain sepak bola maka dilihat dari nilai transfernya.
Dalam hal pemain yang diperoleh dari pengembangan sekolah sepak bola klub
masing-masing, bila harga perolehannya diukur dengan menggunakan historical cost maka
seluruh biaya yang terkait dengan pengembangan dan pelatihan pemain diakumulasikan
sebagai harga perolehan tersebut. Pada kenyataannya meghitung dengan cara tersebut
memiliki beberapa kesulitan antara lain dapat saja biaya historis tersebut tidak mencerminkan
nilai pemain pada saat sekarang. Hal ini dapat saja disebabkan pemain yang sukses sehingga
nilai tranfernya tinggi.
Dari penjelasan-penjelasan tersebut maka jelas bahwa untuk sepak bola pemain sepak
bola dapat dikategorikan dan diakui sebagai aset tak berwujud.
Pengakuan Awal (Initial Recognition)
Secara umum, pengakuan dilakukan saat transaksi jual beli pemain resmi disepakati.
Transaksi juga diakui menggunakan prinsip akuntansi akrual. Yang perlu dicermati adalah
efek dari transaksi transfer pemain dalam laporan keuangan, akibat perbedaan antara perioda
laporan dan perioda musim bergulirnya kompetisi sepakbola. Transaksi Gareth Bale dan
Mesut Oezil baru akan mempengaruhi laporan keuangan klub Real Madrid di laporan
keuangan perioda berikutnya.
Pengukuran Awal (Initial Measurement)
Terkait dengan transaksi jual beli pemain, semua komponen kos yang terkait dengan transfer
(poin a-e) akan dikapitalisasi di laporan keuangan dan diamortisasi sepanjang usia kontrak
pemain. Sementara komponen seperti gaji pemain dan image right akan dicatat sebagai biaya
ketika liabilitas tersebut dibayarkan atau jatuh tempo. Terkait dengan kapitalisasi kontrak
pemain, jika kontrak pemain direnegosiasi untuk diperpanjang lagi oleh klubnya, maka
kontrak pemain yang belum diamortisasi bersama dengan biaya yang terkait dengan
perpanjangan kontrak, akan diamortisasi sepanjang durasi kontrak barunya tersebut.
Alternatif lain dari pengukuran kontrak pemain adalah dengan langsung membebankan
kos dari transfer pemain ke akun biaya di laporan laba rugi klub pembeli. Pendekatan ini
tentu lebih konservatif dibandingkan pendekatan sebelumnya, dengan tidak diakuinya nilai
dari registrasi pemain sepanjang perioda kontrak. Mungkin klub tidak dapat mengukur
manfaat ekonomis masa depan dari kontrak pemain sehingga tidak mengakuinya sebagai aset
takberwujud.
Lalu bagaimana dengan pencatatan transaksi kontrak pemain di sisi klub yang
menjualnya? Klub akan mencatat laba atau rugi di perioda berjalan dari selisih antara
penjualan kontrak pemain tersebut dengan nilai buku kontrak pemain yang dimaksud
(unamortized players registration).
Berdasarkan laporan dari asosiasi sepakbola Eropa dalam UEFA Club Licensing
Benchmarking Report tahun 2010, didapatkan data bahwa 60% klub yang berada di naungan
UEFA menerapkan pendekatan kapitalisasi. Namun jika data tersebut dikerucutkan pada 80
tim elit yang masuk babak kualifikasi utama kompetisi UEFA, maka didapatkan data bahwa
91% klub menggunakan pendekatan kapitalisasi dibandingkan pendekatan pembebanan kos
secara langsung ke pos biaya. Bisa disimpulkan bahwa klub-klub besar di daratan Eropa
memilih menggunakan pendekatan model kapitalisasi ini.













C. Penilaian Aset Tak Berwujud
Menurut kieso, penilaian aset tak berwujud Aset Tak Berwujud yang dibeli pada
pihak lain dicatat pada biaya. Biaya ini termasuk semua biaya akuisisi dan pengeluaran yang
diperlukan untuk membuat Aset Tak Berwujud tersebut siap digunakan sebagaimana
dimaksudkan, sebagai contoh, harga beli, biaya hukum, dan beban incidental lainnya.
Jika aset tak berwujud doperoleh dengan saham atau ditukarkan dengan aset lain,
maka biaya aset tak berwujud itu adalah nilai pasar wajar dari pertimbangan yang diberikan
atau nilai pasar wajar aset tak berwujud yang diterima, mana yang memiliki bukti lebih jelas.
Apabila beberapa aset tak berwujud dibeli dalam suatu pembelian sekeranjang maka
biayanya harus dialokasikan berdasarkan nilai pasar wajar atau nilai jual relatif. Pada
dasarnya perlakuan akuntansi untuk aset tak berwujud yang dibeli berkaitan erat dengan
pembelian aset berwujud. Profesi akuntan telah menolak menggunakan beberapa dasar
penilaian lain, seperti biaya pengganti berjalan atau nilai taksiran aset tak berwujud.
Aset Tak Berwujud yang dibuat secara Internal
Biaya yang terjadi secara internal untuk menciptakan aset tak berwujud biasanya
dibebankan pada saat biaya dikeluarkan. Jadi, walaupun sebuah perusahaan mungkin
mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan yang substansial untuk menciptakan aset
tak berwujud, namun biaya ini dibebankan. Akibatnya hanya biaya internal yang
dikapitalisasi yang merupakan biaya langsung yang dikeluarkan dalam memperoleh aset tak
berwujud, seperti biaya hukum.
Ada pengklasifikasian aset tak berwujud yaitu, aset tak berwujud yang dapat
diidentifikasi secara khusus dan jenis goodwill. Jika aset tak berwujud yang dapat
diidentifikasi secara khusus maka biaya yang berkaitan dengan perolehan sebiah aset tak
berwujud tertentu dapat diidentifikasi sebagai bagian dari biaya aset tak berwujud tersebut.
apabila aset tak berwujud jenis goodwill akan menciptakan beberapa hak keistimewaan,
tetapi tidak dapat diidentifikasi secara khusus dan memiliki umur yang tidak dapat
ditentukan.





Amortisasi Aset Tak Berwujud
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan masa manfaat adalah :
1. Ketentuan hukum, peraturan, atau kontraktual
2. Ketentuan untuk pembaharuan atau perpanjangan
3. Pengaruh keusangan, permintaan, persaingan, dan faktor-faktor ekonomi lainnya.
4. Masa manfaat dapat pararel dengan ekspektasi umur pelayanan dari pribadi atau
kelompok karyawan.
5. Tindakan yang diharapkan dari para pesaing dan yang lain dapat membatasi
keunggulan kompetitif.
6. Masa manfaat yang tampaknya tidak terbatas mungkin pada kenyataannya dapat
menjadi tidak pasti dan manfaatnya tidak dapat diproyeksikan secara layak.
7. Suatu aset tak berwujud dapat terdiri dari gabungan banyak faktor individual
dengan umur efektif yang bervariasi.
Salah satu masalah yang berhubungan dengan amortisasi aset tak berwujud adalah
beberapa aset tak berwujud memiliki masa manfaat yang tidak dapat ditentukan. Dalam kasus
ini, aset tak berwujud harus di amortisasi selama periode yang tidak lebih dari 40 tahun.
Metode Amortisasi
Metode amortisasi aset tetap tak berwujud adalah metode garis lurus(straight line),
kecuali jika suatu perusahaan mempunyai metode lain yang lebih sesuai dengan kondisi
perushaan yang ebrsangkutan. Laporan keuangan harus mengungkapkan metode dan periode
amortisasi aset tak berwujud yang digunakan.

Evaluasi Amortisasi
Perusahaan harus dapat mengevaluasi periode amortisasinya secara teratur untuk
menentukan apakah peristiwa dan kondisi selanjutnya menuntut perubahan taksiran masa
manfaat yang telah ditentukan tersebut.

Jika taksiran masa manfaat berubah, maka jumlah harga perolehan yang belum
diamortisasi harus dibebankan pada sisa manfaat setelah kenaikan/ penurunan masa manfaat
tersebut dengan syariat jumlah masa manfaat tidak boleh melebihi 20 tahun dari tanggal
perolehan.
Taksiran nilai dan manfaat di masa akan datang atas suatu aset tak berwujud dapat
menunjukan bajwa nilai aset tak berwujud yang belum diamortisasikan tersebut harus
dikurangi sejumlah tertentu (write-down) sebagai beban usaha dalam laporan laba rugi
periode yang bersangkutan.
Kerugian pada satu atau beberapa tahun tertentu secara berurutan tidak dapat
dijadikan alasan untuk membebankan semua atau sebagian harga perolehan yang belum
diamortisasi sebagai pembebanan luar biasa, dan jika ada harus diungkapkan dalam catatan
atas laporan keuangan.
Penilaian Aset Tak Berwujud Pemain Sepak Bola
Komponen kos dalam kontrak pemain sepakbola
Mereka yang awam akan dunia sepak bola biasanya bertanya bagaimana mungkin
seorang pemain sepakbola seperti Bale bisa dihargai sampai 100 juta Euro? Beberapa faktor
yang mempengaruhi transaksi kontrak pemain sepakbola antara lain:
a. Biaya transfer
Komponen paling utama dalam transaksi kontrak pemain sepakbola adalah biaya
transfer, biaya transfer ini bisa berkisar dari 0, ratusan ribu pounds sampai
puluhan juta punds. Jika biaya transfer disepakati, maka klub akan memegang hak
transfer (transfer rights) di mana pemain tidak bisa berpindah klub jika hak
transfer dari klub sebelumnya diputus atau habis masa berlakunya.
Biaya transfer pemain dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain terkait dengan
proyeksi potensi kinerja pemain di masa mendatang (pemain di usia emas antara
23-27 tahun biasanya lebih mahal), posisi pemain di lapangan (pemain dengan
posisi penyerang biasanya lebih mahal), posisi tawar menawar antara klub penjual
dan pembeli (klub dengan anggaran pembelian pemain sangat besar, biasanya juga
akan dikenakan biaya transfer pemain yang besar pula oleh klub penjual), berapa
lama kontrak pemain tersebut dengan klub sebelumnya (semakin panjang kontrak
dengan klub sebelumnya maka semakin mahal biaya transfernya) dan faktor-
faktor lainnya seperti status kewarganegaraan sang pemain (pemain
berkebangsaan Inggris yang dibeli klub Liga Primer, biasanya dijual lebih mahal
dibandingkan pemain non-Inggris, karena langkanya talenta pemain) dan sejarah
cidera sang pemain.
b. Training compensation
Selain biaya transfer, klub juga harus membayar biaya kompensasi latihan oleh
klub sebelumnya. Pelatihan dan pendidikan sepakbola pemain biasanya dilakukan
di umur 12-23 tahun., Biaya kompensasi latihan ini harus dibayarkan apabila si
pemain menandatangani kontrak profesional pertamanya dan setiap kali si pemain
ditransfer/dijual ke klub lain sampai ia berusia 23 tahun. Besaran training
compensation ini ditentukan oleh aturan transfer asosiasi sepakbola dunia (FIFA).
c. Solidarity contribution
FIFA juga mewajibkan klub untuk membayar solidarity contribution sebesar 5%
dari total biaya transfer (setelah dikurangi training compensation) untuk klub yang
melatih pemain tersebut ketika ia berusia antara 12 23 tahun. Komponen ini
berbeda dengan perhitungan training compensation. Besaran kompensasi
bervariasi sesuai dengan usia pemain tersebut.
d. Biaya agen
Mayoritas pemain diwakili oleh agen pemain dalam bernegosiasi dengan klub.
Dengan demikian biaya agen ini juga harus ditanggung oleh klub dalam bagian
transfer pemain. Jumlah biaya agen dan pihak-pihak yang terkait dengan transfer
pemain sepakbola menurut catatan FIFA di tahun 2012 setara dengan 25% dari
total transfer pemain sepakbola itu sendiri. Jumlah yang sangat signifikan!
e. Signing bonus
Signing bonus ini biasanya masuk ke rekening pribadi pemain. Bonus ini
besarannya bervariasi dan bisa berkisar antara 3 bulan sampai 12 bulan gaji
pemain tersebut.
f. Gaji pemain
Gaji pemain bervariasi dan tergantung negosiasi antara pemain dan klub. Pemain
top Real Madrid seperti Gareth Bale dan Cristiano Ronaldo serta Lionel Messi
dari Barcelona kabarnya digaji di kisaran 300.000 poundsterling per-pekan,
sementara pemain andalan Manchester United, Wayne Rooney berpenghasilan
250.000 poundsterling per minggu dan Mesut Oezil 150.000 poundsterling setiap
7 hari.
g. Image right
Ini terkait dengan perhitungan hasil penjualan karakter si pemain dan/atau
promosi di luar lapangan sepakbola. Misalnya terkait dengan penjualan kostum
sepakbola bertuliskan nama si pemain, iklan klub yang melibatkan si pemain dan
sebagainya. Pembagiannya tergantung dari negosiasi antara si pemain dan klub.
Semakin terkenal si pemain, maka semakin besar ia mendapatkan porsi
pembagian image right ini. Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo misalnya, bisa
mendapatkan 50-60% pembagian image right dari klubnya masing-masing.
Konsisten dengan IAS 38 dan IAS 36 Impairment of Assets, klub akan melakukan
review secara rutin terhadap penurunan (impairment) nilai kontrak pemain. Hal ini bisa
terjadi jika pemain mengalami cidera parah yang dapat mengancam masa depan karier
pemain tersebut. Klub Arsenal misalnya, mencatatkan nilai penurunan kontrak pemain
sebesar 5,5 juta pounds di tahun keuangan 2012 yang diasosiasikan dengan cidera
berkepanjangan salah satu pemain tengah andalannya abbou dabby.
IAS 38 mengijinkan pengukuran tahun berikutnya (subsequent measurement) dari
aset tak berwujud menggunakan model biaya dan model revalusian. Berdasarkan
pengamatan, mayoritas klub sepakbola Eropa menggunakan model biaya dengan
mengamortisasi harga perolehan kontrak sepanjang usia kontrak.
Untuk masa manfaat dalam IAS 38 adalah, peiode dimana aset diharapkan akan
tersedia untuk digunakan oleh entitas, atau jumlah prodeuksi atau unit serupa yang
diperolehkan dari aset tersebut oleh entitas.
Masa manfaat aset tak berwujud yang timbul dari hak hukum kontrak atau lainnya
tidak boleh melebihi periode hukum kontrak atau lainnya, tetapi mungkin lebih pendek
tergantung pada periode dimana entitas mengharapkan menggunakan aset tersebut. jika hak
hukum kontrak atau disampaikan untuk jangka waktu terbatas yang diperbaruhi, masa
manfaat dari aset tidak berwujud harus mecakup periode pembaharuan, hanya jika ada. Untuk
menentukan apakah aset tak berwujud terganggu, entitas merupakan PSAK 36.


D. Penurunan Nilai Aset Tak Berwujud
Peraturan umum yang berlaku untuk penurunan nilai aset jangka panjang juga berlaku
untuk aset tak berwujud. Aset jangka panjang yang dimiliki dan digunakan oleh sebuah
perusahaan akan dianggap menurun nilainya apabila kejadian atau perubahan situasi
menunjukkan bahwa jumlah tercatat atau nilai buku aset tidak dapat dipulihkan. Dalam
menelaah kemampuan pernulihan ini, perusahaan dapay mengestimasi arus kas masa depan
yang diharapkan akan diperoleh dari penggunaan aset dan disposisi akhirnya. Jika jumlah
arus kas bersih yang diharapkan di masa depan (yang belum didiskontokan) lebih rendah dari
nilai buku aset, maka kerugian penurunan nilai akan diukur dan diakui. Namun jika yang
terjadi sebaliknya maka kerugian penurunan nilai tidak akan diakui.
Aset Tak Berwujud yang Dapat Diidentifikasi secara khusus
Misalkan perusahaan minyak yang mengekstraksi minyak dari serpihan batu, tetapi
harga minyak menurun dan membuat teknologi serpihan minyak ini menjadi tidak
menguntungkan, dan paten menyediakan sedikit laba hingga tanggal saat ini. Sebagai
akibatnya, suatu pengujian atas kemampuan pemulihan dilakukan, dan ditemukan bahwa arus
kas bersih masa depan pyang diharapkan dari paten adalah 35 juta. Dan paten memiliki nilai
tercatat 60 juta. Karena arus kas bersih yang diharapkan di masa depan sebeesar 35 juta lebih
kecil dari nilai tercatat sebesar 60 juta,maka kerugian penurunan nilai harus diukur. Dengan
mendiskontokan arus kas bersih masa depan yang diharapkan sesuai dengan harga pasarnya.
Dan perusahaan tersebut menentukan nilai wajar patennya sebesar 20 juta. Perhitungannya :
- Nilai tercatat paten 60.000.000
- Nilai wajar (berdasarkan perhitungan sekarang 20.000.000 -
- Kerugian atas penurunan nilai 40.000.000
Ayat jurnal untuk mencatat kerugian tersebut adalah :
Kerugian atas penurunan nilai 40.000.000
Paten 40.000.000







Aktiva Tak Berwujud Jenis Goodwill
Goodwill merupakan penilaian going concern dan tidak dapat dipisahkan dari aset
dan kewajiban lainnya yang memberinya nilai. Sebagai akibatnya, penurunan nilai goodwill
melibatkan kelompok aset bersih.

Penurunan Nilai Aset Tak Berwujud Pemain Sepak Bola
Konsisten dengan IAS 38 dan IAS 36 Impairment of Assets, klub akan melakukan
review secara rutin terhadap penurunan (impairment) nilai kontrak pemain. Hal ini bisa
terjadi jika pemain mengalami cidera parah yang dapat mengancam masa depan karier
pemain tersebut. Klub Arsenal misalnya, mencatatkan nilai penurunan kontrak pemain
sebesar 5,5 juta pounds di tahun keuangan 2012 yang diasosiasikan dengan cidera
berkepanjangan salah satu pemain tengah.
IAS 38 mengijinkan pengukuran tahun berikutnya (subsequent measurement) dari
aset takberwujud menggunakan model biaya dan model revalusian. Berdasarkan pengamatan,
mayoritas klub sepakbola Eropa menggunakan model biaya dengan mengamortisasi harga
perolehan kontrak sepanjang usia kontrak.
Konsisten dengan model kapitalisasi pengakuan transaksi jual beli pemain, maka
kontrak pemain disajikan dengan di laporan posisi keuangan/neraca klub sepakbola dengan
akun aset takberwujud dalam pos registrasi kontrak pemain (intangible assets- players
registration). Berdasarkan catatan UEFA pada tahun 2010 didapatkan data bahwa aset klub
berupa registrasi kontrak pemain berkontribusi pada 25% dari total aset klub di Eropa dengan
nilai 5,2 trilyun Euro nilai ini hampir menyamai aset tetap klub-klub tersebut seperti stadion
dan fasilitas pelatihan yang total bernilai 5,9 trilyun Euro.
Transaksi kontrak pemain sepakbola menuai kontroversi dari pada pengamat dan
periset akuntansi. Mengakui kontrak sebagai aset takberwujud seharusnya hanya dapat
dilakukan bila manfaat ekonomis masa depan pemain besar kemungkinan dapat dinikmati
oleh klub sepakbola. . Namun sayangnya, beberapa penelitian (antara lain Eli Amir dan Gilad
Livne, 2005 di Journal of Business Finance and Accounting) menunjukkan asosiasi yang
lemah antara kapitalisasi kontrak pemain dengan nilai manfaat masa depan dari kontrak
tersebut. Amir dan Livne menunjukkan bahwa kontrak pemain optimal bisa memberikan
kontribusi manfaat masa depan selama 2 tahun saja, selebihnya kontrak pemain tidak
memberikan kontribusi yang signifikan.
KESIMPULAN
Untuk industri sepak bola, tidak dapat dipungkiri bahwa pemain sepak bola adalah
aset bagi klubnya. Adanya active transfer market dan nilai perolehan yang dapat diukur
secara jelas menjadikan pemain sepak bola memenuhi kriteria aset. FRS 10 yang baru
dikeluarkan pada tahun 1998 dimaksudkan sebagai pedoman dalam perlakuan akuntansi bagi
aset tak berwujud dalam hal ini adalah pemain sepak bola. Dengan dimasukkannya pemain
sepak bola sebagai aset dalam neraca maka akan memperkuat posisi neraca dari klub-klub
sepakbola dan nilai transfer tidak menambah beban sehingga memperkecil laba.
Perkembangan human capital dalam menambah nilai perusahaan secara keseluruhan
semakin nyata. Khususnya dalam industry sepak bola yang pemain-pemainnya diakui dalam
neraca atau tidak. Sayangnya hanya FRS 10 di Inggris yang mengatur tentang perlakuan
akuntansi bagi aset tak berwujud. Mereka memasukkan ke dalam aset tak berwujud pemain
sepak bola berdasarkan nilai kontrak yang telah disepakati atau nilai transfer.
ASB sebagai badan yang menetapkan standar akuntansi dunia sebaiknya mulai
memikirkan untuk merancang standar akuntansi bagi human capital. Bila human capital tidak
dimasukkan ke dalam neraca perusahaan mengakibatkan perusahaan disajikan tidak pada
nilai yang sesungguhnya, khususnya pada industri, dimana nilai pemain sanga besar.








DAFTAR PUSTAKA
Kieso. E Donald, Weygandt. J Jerry, Warfield. D Terry(2002). Akuntansi Intermidiate.
Jakarta : Erlangga.
http://journal.ui.ac.id
http://binus.ac.id

Vous aimerez peut-être aussi