Vous êtes sur la page 1sur 7

I.

Pendahuluan

Pemakaian anastesi lokal yang makin meluas baik pada praktek dokter gigi
maupun medis dewasa ini adalah merupakan dampak dari keamaan dan keefektifan
metode-metode yang ada. Selain itu kendala dan komplikasi sudah makin jarang terjadi.
Dan dokter gigi makin dituntut untuk mengetahui bagaimana caranya memperkecil
insidens tersebut. Walaupun demikian seharusnya para dokter gigi tetap mengingat bahwa
setiap suntikan dari berjuta-juta suntikan yang dilakukannya dapat menimbulkan reaksi
yang tidak menguntungkan dan bahkan membahayakan, dan harus diambil langkah-
langkah tertentu untuk memastikan bahwa mereka benar-benar menguasai pengetahuan
dan cara mendiagnosa serta menangani masalah secara efektif pada situasi tersebut. Untuk
dapat melakukan hal itu, dokter gigi harus mengetahui dan mengenal etiologi masalah serta
komplikasi, baik ia maupun staff nya harus terampil dan pandai menangani masalah-
masalah kedaruratan.
Reaksi tidak menguntungkan yang perlu diketahui adalah seperti berikut.
a. Lokal
1. Kegagalan untuk mendapatkan efek anestesi
2. Sakit selama dan setelah penyuntikan
3. Pembentukan hematoma pada daerah penyuntikan
4. Suntikan intravaskuler
5. Kepucatan
6. Trismus
7. Paralisa wajah
8. Gangguan sensasi yang berlngsung lama
9. Patahnya jarum
10. Infeksi
11. Trauma pada bibir
12. Ganggun visual

-

b. Umum
1. Sinkop
2. Interaksi obat
3. Hepatitis serum
4. Reaksi sensitifitas
5. Dermatitis
6. Gangguan kardio-respirasi

Pada saat melakukan ektraksi sederhana seorang dokter harus mengetahui dan
menguasai anatomi, histologi, fisiologi, patologi. Pemilihan pertama adalah
menggunakan anastesi yang tepat. Setelah itu menggunakan metode anastesi yang benar
maka akan menghasilkan efek anastesi yang baik.
Berbicara masalah pencabutan gigi tidak terlepas dari beberapa komplikasi
normal yang menyertainya seperti terjadinya perdarahan sesaat, oedem (pembengkakan)
dan timbulnya rasa sakit. Komplikasi sendiri merupakan kejadian yang merugikan dan
timbul diluar perencanaan dokter gigi. Oleh karena itu, kita selaku dokter gigi harus tetap
mewaspadai segala kemungkinan dan berusaha untuk mengantisipasinya sebaik mungkin.
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi lanjutan dengan resiko yang
lebih besar pula.
Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya komplikasi diantaranya karena
kondisi sistemik dan lokal pasien lalu keahlian, keterampilan dan pengalaman operator
serta standar prosedur pelaksanaan juga mempengaruhi. Berbagai komplikasi dapat
terjadi, seperti salah satunya trismus.
Trismus didefinisikan sebagai suatu kontraksi tonik dari otot mastikasi.
Trismus merupakan bentuk keterbatasan dalam membuka mulut, termasuk di dalamnya
akibat dari trauma, pembedahan dan radiasi. Keterbatasan dalam membuka mulut ini atau
trismus dapat menimbulkan masalah terhadap kesehatan, termasuk di dalamnya
kekurangan zat-zat nutrisi akibat gangguan mengunyah makanan, gangguan dalam
berbicara, dan pengaruhnya terhadap kesehatan mulut dan gigi.
Trismus dapat mempengaruhi kualitas hidup si penderita. Komunikasi akan
sulit dilakukan jika seseorang mengalami trismus. Tidak hanya gangguan dalam berbicara
akibat mulut tidak bisa terbuka dengan sempurna, tetapi juga terdapat gangguan dalam
artikulasi suara sehingga kualitas suara yang dikeluarkan akan menurun. Pada penderita
yang mengalami trismus akan mengalami gangguan kesehatan mulut karena sulit
melakukan gerakan mengunyah dan menelan. Onset trismus biasanya lebih dari 24 jam
setelah injeksi dan akan pulih dengan sendirinya. Trismus adalah suatu gejala, dimana
terjadi kekakuan sendi yang menyebabkan gangguan membuka mulut yang tidak
permanen.

II. Etiologi
Menurut Geoffrey L, Trismus dapat didefinisikan sebagai kesulitan membuka
rahang karena kejangan otot. Trismus dapat disebabkan oleh penyuntikan pada otot
pterigoid medial, dimana kerusakan pembuluh darah akan menimbulkan haaematoma
atau infeksi. Walaupun biasanya dianggap bahwa peradangan akan menyebabkan otot
disekitarnya mengejang, sering juga diperkirakan bahwa darah dalam ruang jaringan akan
bersifat sangat mengiritasi dan akan dapat menimbulkan efek yang serupa.
Trismus terjadi sebagai akibat komplikasi anestesi yang menggunakan jarum
dalam menganestesi mandibular dan pada infiltrasi regio posterior pada rahang atas.
Dimana kedua teknik ini melibatkan penetrasi jarum ke otot-otot mastikasi dan deposisi
larutan anestesi ke jaringan yang banyak vaskularisasinya. Pada kedua teknik tersebut,
dapat terjadi perdarahan yang dapat menimbulkan hematom yang luas pada fossa infra
temporal, hal ini terjadi bila jarum melewati pleksus vena pterigoideus. Infeksi hematom
pada tempat tersebut akan menyebabkan bertambahnya rasa sakit dan terjadinya
kerusakan jaringan yang luas, konsekuensinya adalah hipomobilitas dari
temporomandibular joint. Pengaruh dari fiksasi intermaksilaris setelah fiksasi terjadinya
fraktur atau trauma.
Trismus dapat bersifat sementara atau permanen. Trismus bersifat sementara
hanya disebabkan oleh peradangan dan gangguan refleks saraf motorik otot-otot
pengunyah, sedangkan trismus yang permanen biasanya karena gangguan pada sendi
temporomandibular.
Trismus sering terjadi setelah beberapa saat penyuntikan dan setelah prosedur
perawatan gigi selesai dilakukan. Bila disebabkan oleh infeksi, pasien umumya akan
menderita demam dan mengeluh tentang rasa sakit serta rasa tidak sehat. Pada situasi ini,
nanah yang terbentuk harus didrainase dan harus diberikan antibiotik. Bila infeksi sudah
terkontrol, simtom trismus dapat dihilangkan dengan menggunakan larutan kumur saline
hangat dan diatermi gelombang pendek.
Tanda-tanda Trismus secara umum ialah :
- Sulit membuka mulut
- Rasa sakit
- Serostomia
- Rasa terbakar
- Sakit pada gigi
- Sakit pada daerah telinga
- Sakit pada gerakan membuka mulut
Rasa sakit yang timbul yang disebabkan oleh Trismus karena terjadinya konstraksi otot-
otot Temporalis, Masseter dan Pterygoid medial dan lateral dimana akan memicu saraf
trigeminal.

III. Patogenesis
Otot mastikasi atau pengunyah terdiri dari otot temporalis, masseter, pterygoid
medial dan pterygoid lateral. Masing-masing otot memiliki peranan tersendiri dalam
proses mengunyah, dan saat terjadi kerusakan pada otot tersebut akan menimbulkan rasa
nyeri, keadaan ini disebut dengan muscle guarding yaitu penegangan pada otot yang
timbul sebagai kompensasi terhadap nyeri yang timbul pada otot tersebut. Nyeri ini akan
menyebabkan otot akan berkontraksi, dan menyebabkan berkurangnya lebar pembukaan
mulut yang dapat dihasilkan oleh gerakan otot mastikasi. Kontraksi ini merupakan suatu
gerakan reflek, sehingga penderita tidak dapat mengontrolnya. Setiap tindakan yang
dipaksakan untuk meregangkan otot tersebut akan menimbulkan kontraksi yang makin
kuat. Untuk melakukan terapi pada penderita trismus lebih efisien dilakukan dengan
melakukan gerakan yang halus dan perlahan. Patogenesis lainya adalah gangguan pada
temporomandibular joint.
Sebagaimana sendi-sendi lainnya di dalam tubuh, temporomandibular joint
merupakan tempat yang sering mengalami artritis maupun penyakit degenerasi sendi.
Pada regio ini juga sering terjadi trauma yang menimbulkan hemartrosis, dislokasi,
fraktur prosessus condylaris dan disini juga terdapat diskus intraartikularis, maka fungsi
sendi bisa berjalan dengan baik bila terdapat keserasian antara unsur-unsur tulang dan
diskus dari sendi. Pergerakan yang harmonis antara sendi bilateral juga penting untuk
berfungsinya mandibula secara normal. Dengan kata lain gangguan pada tempat tersebut
akan dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam membuka mulut atau rahang
disamping rasa nyeri yang timbul saat melakukan gerakan.
Beberapa penyebab dari trismus antara lain:
1. Trauma pada otot untuk membuka mulut.
2. Iritasi
3. Larutan
4. Pendarahan
5. Infeksi pada otot

Permasalahan Yang Timbul Akibat Trismus
1. Permasalahan dalam proses makan
Berkurangnya kemampuan membuka mulut menyebabkan berkurangnya asupan
nutrisi penderita trismus. Penderita tidak sanggup memakan makanan dalam porsi
yang biasa. Penderita biasanya akan mengalami penurunan berat badan dan
mengalami kekurangan gizi. Hal ini perlu diperhatikan bila penderita tersebut
membutuhkan suatu proses penyembuhan setelah menjalani proses pembedahan,
khemoterapi, atau radiasi. Kehilangan berat badan sebesar 10 % dari berat badan awal
memiliki indikasi terjadi intake gizi dan kalori yang kurang pada penderita.
Masalah di atas juga timbul akibat gangguan menelan pada penderita trismus, hal
tersebut berhubungan dengan pembentukan bolus makanan yang terganggu akibat
proses salivasi dan pergerakan lidah yang tidak sempurna. Selain itu akan banyak
ditemukan sisa makanan yang tidak seluruhnya ditelan. Kombinasi dari gangguan
pada otot mastikasi, pembentukan bolus yang tidak sempurna dan peningkatan dari
sisa makanan akan menyebabkan aspirasi dari sisa makanan tersebut.

2.Permasalahan dalam kesehatan gigi dan mulut
Gangguan dalam membuka mulut akan dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan
gigi dan mulut. Kesehatan gigi dan mulut yang jelek akan dapat menimbulkan karies
yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Infeksi yang lebih lanjut terutama pada
mandibula akan menyebabkan terjadinya osteoradionekrosis. Osteoradionekrosis ini
terdapat pada penderita kanker yang menjalani terapi pada mandibula. Meskipun
jarang terjadi, gangguan ini dapat mengganggu fungsi rahang dan menjadi fatal. Hal
ini terjadi akibat matinya jaringan tulang mandibula oleh radiasi. Pada keadaan ini
terapi yang dibutuhkan adalah oksigen hiperbarik.

3. Permasalahan dalam proses menelan dan berbicara
Kebanyakan dari penderita trismus akan mengalami gangguan menelan dan berbicara.
Berbicara akan terganggu jika mulut tidak dapat terbuka secara normal sehingga
bunyi yang dihasilkan tidak akan sempurna. Proses menelan akan terganggu jika otot
mengalami kerusakan, laring tidak akan sanggup dielevasikan secara sempurna saat
bolus makanan melaluinya.

4. Permasalahan akibat immobilasi sambungan rahang
Meskipun gejala utama trismus adalah ketidakmampuan dalam membuka mulut, hal
lain yang sangat perlu mendapat perhatian adalah permasalahan pada
temporomadibular joint. Saat temporomadibular joint mengalami immobilisasi,
proses degeneratif akan timbul pada sambungan tersebut, perubahan ini hampir mirip
dengan perubahan yang terjadi pada proses artritis, dan biasanya akan diikuti oleh
nyeri dan proses inflamasi. Jika tidak ditangani segera proses ini akan terus berlanjut
dan kerusakan akan menjadi permanen. Dan juga akan dapat timbul proses degenarasi
pada otot-otot pengunyah sehingga jika terus berlanjut akan menimbulkan atropi pada
otot tersebut.
Adapun Masalah dari akibat trismus selain dari pernyataan diatas antara lain:
1. Rasa sakit
2. Hemobility (kemampuan mandibula untuk bergerak menurun)
3. Gangguan pengunyahan
4. Gangguan nutrisi
5. Gangguan fungsi bicara
6. Masalah kebersihan mulut
7. Menurunnya kesehatan umum
8. Esthetika
Pencegahan dari trismus antara lain:
1. Pakailah jarum suntik yang tajam
2. Asepsis pada saat melakukan suntikan
3. Hindari injeksi berulang-ulang dan Volume anastesi minimal

IV. Penatalaksanaan
Penanganan dari trismus yaitu
1. Terapi panas (kompres daerah trismus 15-20 menit) setiap jam
2. Analgetik obat relaksasi otot
3. Fisioterapi (buka mulut 5-10 menit) setiap 3 jam atau dengan program 7-7-7
7 kali buka mulut 7 detik 7 periode
4. Mengunyah permen karet
5. Bila ada infeksi maka pemberian antibiotik
Terapi trismus bervariasi tergantung penyebabnya. Kompres panas/penyinaran dengan solux atau
kumur-kumur dengan normal saline hangat dapat mengurangi rasa sakit pada kasus ringan, tapi
pada kasus lain kadang-kadang diperlukan pemberian antibiotika, anti inflamasi atau analgetika
yang mengandung muscle relaxan, neurotropik vitamin atau dirujuk kepada spesialis bedah
mulut ahli temporo mandibular joint untuk mengurangi gejalanya.

V. DAFTAR PUSTAKA
Geoffrey L Howe, Whitehead, F.Ivor H, 1992, Anastesi Lokal edisi 3. Jakarta: Hipokrates
http://www.scribd.com/doc/105866642/Anestesi-Lokal

Vous aimerez peut-être aussi