POLA PENGOBATAN HIPERTENSI PRIMER PADA PASIEN LANJUT
USIA DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL TAHUN 2009
Karya Tulis Ilmiah Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Pada Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
Oleh: Adwin Alamsyaputra 07711183
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2
POLA PENGOBATAN HIPERTENSI PRIMER PADA PASIEN LANJUT USIA DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL TAHUN 2009
Adwin Alamsyaputra 1 , Erlina Marfianti 2
1 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia 2 Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
ABSTRACT Human life expectancy are keep increasing years by years with multifactorial causes. The aging process is followed with decreasing of various function of organs, so that elderly is become susceptible to get disease, including hypertension as a degenerative disorder. Uncontrolled hipertension will lead to many complication such as coronary heart disease, stroke, and renal failure. The incidence of hypertension in elderly which keep on increasing and importance of hypertension on morbidity and mortality in elderly patients explained the importance of why this study made. This study aims to know the pattern of hypertension therapy in elderly in internal medicine clinic Panembahan Senopati Bantul Public Hospital 2009. Using descriptive research method with 134 patients to be a sample. Sample was taken with consecutive sampling by tracing the secondary data through medical records on patients 60 years old with hypertension. The variables used are the amount of drug was used, types of drugs and drug classes. The results from 134 patients, 71 (53%) patients were on monotherapy and 63 (47%) patients on combination therapy. The types of antihipertensive drugs used the most is captopril, with the number of 89 (66.4%) patients. For combination therapy, captopril-HCT is the most used combination with 16 (11.9%) patients. The class of drugs most widely used is the Angiotensin Converting enzyme inhibitors (ACE-I) with the number of 90 (67.2%) patients.
ABSTRAK Usia harapan hidup manusia terus meningkat dari waktu ke waktu, dengan penyebab yang multifaktorial. Proses penuaan diikuti dengan menurunnya fungsi berbagai organ, sehingga lansia menjadi rentan terhadap penyakit, salah satunya gangguan degeneratif yaitu hipertensi. Hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan banyak komplikasi seperti penyakit jantung koroner, stroke dan gagal ginjal. Angka kejadian hipertensi pada lanjut usia yang terus bertambah dan pentingnya hipertensi terhadap morbiditas dan mortalitas pada pasien lanjut usia menjelaskan pentingnya penelitian ini dibuat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pengobatan hipertensi pada pasien lanjut usia di Poli Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul tahun 2009. Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif didapatkan 134 pasien untuk menjadi sampel. Sampel didapat dengan cara consecutive sampling diambil dari data sekuder berupa rekam medis pada pasien berumur 60 tahun yang mempunyai penyakit hipertensi. Variabel yang dipakai adalah jumlah penggunaan obat, jenis obat dan golongan obat. Hasilnya dari 134 pasien, 71 (53%) pasien menggunakan monoterapi dan 63 (47%) pasien lainnya menggunakan terapi kombinasi. Jenis obat yang digunakan pasien paling banyak adalah captopril yaitu sejumlah 89 (66,4%) pasien. Untuk terapi kombinasi, kombinasi jenis obat yang paling banyak dipakai adalah kombinasi captopril dengan HCT yaitu dengan 16 (11,9%) pasien. Golongan obat yang paling banyak digunakan adalah Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE-I) yaitu digunakan oleh 90 (67,2%) pasien.
Kata Kunci: Hipertensi, Lanjut Usia, Pola Pengobatan
4
4
PENDAHULUAN Menurut data dari Badan Pusat Statistik jumlah lanjut usia di Indonesia tahun 2000 adalah 7,28% dari keseluruhan penduduk, dan diperkirakan tahun 2020 jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia mencapai 11,34% dengan persentase sebaran penduduk lanjut usia terbanyak berada di provinsi D.I. Yogyakarta (14,02 persen) 1 . Peningkatan jumlah lanjut usia (lansia) akan membawa dampak dibidang kesehatan karena akan diikuti oleh bertambahnya penyakit yang berhubungan dengan proses penuaan atau biasa disebut penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif ini salah satunya adalah hipertensi. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg 2 . Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke yakni mencapai 6,8% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia 3 . Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%. Hipertensi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menduduki peringkat ke 4 di Indonesia sebanyak 33.364 penderita atau 5,58% pada tahun 2000 1 . Walaupun peningkatan tekanan darah bukan merupakan bagian normal dari ketuaan, insiden hipertensi pada lanjut usia adalah tinggi. Bahkan setelah umur 69 tahun, prevalensi hipertensi meningkat sampai 50% 4 . Bahkan sebuah studi di Framingham menemukan bahwa individu dengan normotensi pada usia 55 tahun memiliki risiko 90% untuk menjadi hipertensi. Lebih dari dua pertiga orang dengan usia >65 tahun menderita hipertensi 5 . Pengendalian hipertensi pada lanjut usia dapat dilakukan dengan berbagai macam terapi, salah satunya obat antihipertensi. Tujuan terapi antihipertensi pada lanjut usia adalah pengurangan morbiditas dan mortalitas terhadap komplikasi hipertensi. Pada lanjut usia, sistem organ mengalami penurunan daya kerja, sehingga perlu dipertimbangkan obat yang sesuai dengan pengobatan rasional, yang 5
5
tidak memperberat fungsi kerja jantung, ginjal dan hepar. Pertimbangan lain dalam pemilihan obat-obat antihipertensi pada lanjut usia antara lain adanya efek yang berdampak pada kondisi komorbid, kondisi fungsional fisik dan efek samping obat yang diberikan 4 . Angka kejadian hipertensi pada lanjut usia yang terus bertambah dan pentingnya terapi hipertensi terhadap morbiditas dan mortalitas pada pasien lanjut usia menjelaskan pentingnya penelitian ini dibuat. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen metode deskriptif. Sampel yang diambil adalah pasien hipertensi yang lanjut usia (60 tahun) yang diperiksa di Poli Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati selama bulan Januari 2009 sampai Desember 2009. Meskipun mengambil semua pasien dalam jangka waktu selama tahun 2009 (consecutive sampling), namun penulis tetap menetapkan sampel minimal yang perlu diambil menggunakan rumus besar sampel penelitian observasional kategorikal:
N = (Z 2 x P x Q) / d 2 Keterangan: Z = Derivat baku alfa (pakai 1.96) P = Prevalensi dari penelitian terdahulu (pakai 31% atau 0.31)
Q = 1-P d = Presisi (pakai 10% atau 0.1)
N =( 1,96 2 x 0.31 x 0,69) / 0,1 2 N =82 Dari rumus tersebut didapatkan sampel minimal yang bisa diambil sejumlah 82 pasien. Kriteria sampel pada penelitian ini adalah pasien hipertensi yang berobat di poli penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul selama tahun 2009 yang berusia 60 tahun. Sedangkan untuk pasien >60 tahun yang hipertensi tetapi mempunyai salah satu atau lebih penyakit penyerta berikut: gagal jantung, pasien post infark miocard, pasien dengan resiko penyakit kardiovaskular tinggi, diabetes mellitus, penyakit ginjal kronik, dan pasien yang sedang menjalani pencegahan stroke recurrent, maka akan dieksklusi. 6
6
Variabel yang akan diteliti adalah jumlah penggunaan obat, jenis obat dan golongan obat. Jumlah penggunaan obat yang dimaksud adalah apakah monoterapi (penggunaan hanya satu obat untuk pengobatan hipertensi) atau terapi kombinasi (penggunaan lebih dari satu obat untuk pengobatan hipertensi). Untuk yang dimaksud dengan jenis obat adalah nama obat-obat spesifik yang digunakan untuk terapi hipertensi seperti thiazide, hidroklorotiazide, propanolol, atenolol, amlodipine, nifedipine, captopril, losartan, hidralazin. Sedangkan golongan obat adalah macam golongan obat yang digunakan untuk terapi hipertensi seperti golongan diuretik, golongan ACE Inhibitor, golongan Angiotensin II Receptor Blocker, golongan Calcium Channel Blocker, golongan Beta blocker dan golongan vasodilator. Instrumen penelitian yang digunakan adalah peneliti sendiri, alat tulis, rekam medis dan lembar kerja penelitian yang berisi tabel yang mencakup nama, umur, jenis kelamin, tekanan darah, jenis obat yang digunakan serta penyakit penyerta jika ada. Hasil penelitian dianalisis dengan metode statistik deskriptif menggunakan software SPSS 17. Data diolah dan disajikan dalam bentuk frekuensi(n) dan persentase(%). HASIL PENELITIAN Total sampel yang diteliti ada 250 pasien. Dari total 250 pasien yang dijadikan sampel, 134 pasien memenuhi kriteria inklusi dan 116 lainnya dieksklusi. Dari 116 pasien yang dieksklusi tersebut, 3 sampel dieksklusi karena tekanan darahnya dibawah 140mmHg dan/atau 90 mmHg, 7 pasien dieksklusi karena tidak bisa dipakai berkas rekam medisnya, dan 106 sampel lainnya di eksklusi karena mempunyai penyakit penyerta. Dari total 134 pasien, 63 (47%) pasien merupakan laki-laki dan 71 (53%) pasien merupakan perempuan. Dari segi umur, rata-rata umur pasien adalah 69,03 tahun dengan umur yang paling banyak pada pasien adalah 70 tahun yaitu 16 pasien. Untuk grade hipertensi, 81 (60,4%) 7
7
pasien merupakan pasien hipertensi grade I dan 53 (39,6%) pasien lainnya merupakan pasien hipertensi grade II. Jumlah penggunaan obat yang dipakai pada terapi dapat berupa monoterapi (menggunakan satu obat) ataupun terapi kombinasi (menggunakan lebih dari satu obat). Pada penelitian ini, 71 (53%) pasien menggunakan monoterapi dan 63 (47%) pasien lainnya menggunakan terapi kombinasi. Dari 63 pasien yang menggunakan terapi kombinasi, 53 (84,1%) pasien menggunakan kombinasi 2 obat dan 10 (15,9%) pasien menggunakan kombinasi 3 obat. Dilihat dari jumlah penggunaan obat yang dipakai berdasarkan grade hipertensinya, pada pasien hipertensi grade I, 59 (72,8%) pasien menggunakan monoterapi dan 22 (27,2%) pasien menggunakan terapi kombinasi. Sedangkan untuk pasien yang mempunyai hipertensi grade II dalam penelitian ini, 12 (22,6%) dan 41 (77,4%) pasien masing-masing menggunakan monoterapi dan terapi kombinasi.
Tabel 2. Klasifikasi jumlah penggunaan obat yang dipakai pada terapi Jumlah penggunaan obat Frekuensi Presentase (%) Monoterapi 71 53 Terapi kombinasi 63 47 Total 134 100
Tabel 3. Klasifikasi jumlah penggunaan obat yang dipakai pada terapi kombinasi Jumlah penggunaan obat Frekuensi Presentase (%) 2 obat 53 84,1 3 obat 10 15,9 Total 63 100
Tabel 4. Klasifikasi jumlah penggunaan obat yang dipakai berdasarkan grade hipertensi Grade hipertensi Jumlah penggunaan obat Frekuensi Persentase Hipertensi grade I monoterapi 59 72,8 terapi kombinasi 22 27,2 Hipertensi grade II monoterapi 12 22,6 terapi kombinasi 41 77,4 total 134 100
Dari 134 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, pasien paling banyak menggunakan captopril baik untuk monoterapi ataupun terapi kombinasi yaitu sejumlah 89 (66,4%) pasien. Untuk pasien yang monoterapi saja, captopril juga merupakan jenis obat yang paling banyak digunakan yaitu dengan 40 (29,9%) pasien. Pada pasien yang menggunakan terapi kombinasi, kombinasi jenis obat yang paling banyak dipakai adalah kombinasi captopril dengan HCT yaitu dikonsumsi oleh 16 (11,9%) pasien.
9
9
Tabel 5. Klasifikasi jenis obat yang dipakai baik pada pasien monoterapi maupun terapi kombinasi Jenis obat Frekuensi Presentase (%) Captopril Amlodipin HCT Furosemid Nifedipin 89 32 31 22 18 66,4 23,9 23,1 16,4 13,4 Valsartan Klorotiazid 6 3 4,5 2,2 Diltiazem 3 2,2 Atenolol Lisinopril 1 1 0,7 0,7
Tabel 6. Klasifikasi jenis obat yang dipakai pada pasien monoterapi Jenis obat Frekuensi Presentase (%) Captopril 40 56,3 Amlodipin 18 25,4 Furosemid 6 8,5 Nifedipin 5 7 Diltiazem 1 1,4 Valsartan 1 1,4 Total 71 100
Tabel 7. Klasifikasi jenis obat yang dipakai pada pasien terapi kombinasi Jenis obat Frekuensi Presentase (%) Captopril-HCT 17 10,7 Captopril-Furosemid 12 7,56 Captopril-Amlodipin 3 1,83 Captopril-Nifedipin 4 2,52 Captopril-Klorotiazid 1 0,63 Captopril-Atenolol 1 0,63 Captopril-Diltiazem 2 1,26 Captopril-Nifedipin-Furosemid 2 1,26 Captopril-Nifedipin-HCT 4 3 Captopril-Amlodipin-HCT 1 0,63 Captopril-Amlodipin-Furosemid 1 0,63 10
Pada penelitian ini pemakaian golongan obat dari total 134 pasien paling banyak menggunakan golongan obat Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE-I) yaitu sejumlah 90 (67,2%) pasien baik pasien monoterapi maupun terapi kombinasi. Diuretik dan CCB pada penelitian ini menempati urutan kedua dan ketiga terbanyak dengan frekuensi penggunaan masing- masing 54 (40,3%) pasien. Untuk penggunaan golongan obat pada pasien yang monoterapi saja, dari total 71 pasien yang monoterapi paling banyak menggunakan obat golongan ACE-I yaitu sejumlah 40 (56,3%) pasien. Untuk penggunaan golongan obat pada pasien yang terapi kombinasi saja, dari total 63 pasien yang terapi kombinasi paling banyak menggunakan terapi kombinasi obat golongan ACE-I dengan diuretik yaitu sejumlah 30 (47,6%) pasien.
Tabel 8. Klasifikasi golongan obat yang dipakai baik pada pasien monoterapi atau terapi kombinasi Golongan obat Frekuensi Presentase (%) ACE-I 90 67,2 CCB 54 40,3 Diuretik 54 40,3 ARB 8 6 Beta blocker 1 0,7
11
11
Tabel 9. Klasifikasi golongan obat yang dipakai pada pasien monoterapi Golongan obat Frekuensi Presentase (%) ACE-I 40 56,3 CCB 24 33,8 Diuretik 6 8,5 ARB 1 1,4 Total 71 100
Tabel 10. Klasifikasi golongan obat yang dipakai pada pasien terapi kombinasi. Golongan obat Frekuensi Presentase (%) ACE-I, diuretik 30 47.6 ACE-I, CCB 9 14.3 ACE-I, CCB, diuretik 8 12.7 CCB, diuretik 7 11.1 CCB, ARB 4 6.3 ACE-I, diuretik, CCB 2 3.2 ARB, diuretik 2 3.2 ACE-I, beta blocker 1 1.6 Total 63 100
PEMBAHASAN Dari jumlah penggunaan obat yang dipakai, pada penelitian ini, 71 (53%) pasien menggunakan monoterapi dan 63 (47%) pasien lainnya menggunakan terapi kombinasi. Hal ini berbanding lurus dengan grade hipertensi pada pasien penelitian ini, semakin banyak pasien yang menderita hipertensi grade I semakin banyak pula yang menggunakan monoterapi sebagai terapi farmakologisnya. JNC-VII menyebutkan bahwa terapi farmakologis pada hipertensi grade I diobati menggunakan monoterapi, walaupun tetap diperbolehkan untuk menggunakan terapi kombinasi 2 . Dari 63 pasien yang menggunakan terapi kombinasi, 53 (84,1%) pasien menggunakan kombinasi 2 obat dan 10 (15,9%) pasien menggunakan kombinasi 3 obat. Pada penelitian Etuk (2008) dari 145 pasien yang diteliti, 29 (20%) menggunakan 12
12
monoterapi, sementara 116 (80%) lainnya menggunakan terapi kombinasi. Dari 116 pasien yang menggunakan terapi kombinasi, 71(61.2%) menggunakan kombinasi 2 obat, 39 (33.6%) menggunakan kombinasi 3 obat dan 6 (5.2%) menggunakan kombinasi 4 obat. Dilihat dari jumlah penggunaan obat yang dipakai berdasarkan grade hipertensinya, pada pasien hipertensi grade I, 59 (72,8%) pasien menggunakan monoterapi dan 22 (27,2%) pasien menggunakan terapi kombinasi. Menurut panduan dari JNC-VII tahun 2003 hal ini sudah sesuai karena walaupun pada hipertensi grade I terapi yang direkomendasikan adalah monoterapi, namun terapi kombinasi boleh digunakan dalam pengawasan dokter. Sedangkan untuk pasien yang mempunyai hipertensi grade II dalam penelitian ini, 12 (22,6%) dan 41 (77,4%) pasien masing-masing menggunakan monoterapi dan terapi kombinasi. Menurut panduan yang diberikan oleh JNC-VII tahun 2003, pasien hipertensi grade II seharusnya menggunakan terapi kombinasi untuk menurunkan tekanan darahnya 2 , tetapi 22,6% pasien dari total seluruh pasien hipertensi grade II justru menggunakan monoterapi. Hal ini mungkin pertimbangan pribadi dari dokter yang memberikan pengobatan tersebut sehingga perlu digali lebih dalam mengapa pada pasien hipertensi grade II masih diberikan monoterapi sebagai pengobatannya. Untuk jenis obat 134 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, pasien paling banyak menggunakan captopril baik untuk monoterapi ataupun terapi kombinasi yaitu sejumlah 89 (66,4%) pasien. Selain dari harganya yang murah, mudah didapat dan efektif untuk menurunkan tekanan darah secara short-acting, captopril juga bisa dikombinasikan dengan obat antihipertensif lainnya bila diperlukan sehingga menjadi pilihan 4 . Untuk pasien monoterapi, captopril merupakan jenis obat yang paling banyak digunakan yaitu dengan 40 (29,9%) pasien. Captopril merupakan obat hipertensi yang murah, dengan penggunaan tunggal saja dapat menurunkan tekanan darah secara efisien. Captopril juga 13
13
mempunyai efek samping yang minimal, selain itu tidak begitu fatal untuk sistemik 6 . Selain itu alasan sosioekonomi juga menjadi salah satu hal mengapa penggunaan captopril di RSUD Panembahan Senopati Bantul menjadi yang paling tinggi. Rumah sakit daerah mempunyai pasien yang rata-rata adalah rujukan Askes, dan jatah yang diberikan dari rumah sakit daerah untuk pasien-pasien hipertensi rujukan Askes adalah captopril. Pada pasien yang menggunakan terapi kombinasi, kombinasi jenis obat yang paling banyak dipakai adalah kombinasi captopril dengan HCT yaitu dikonsumsi oleh 16 (11,9%) pasien. Pada penelitian ini pemakaian golongan obat dari total 134 pasien paling banyak menggunakan golongan obat Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE-I) yaitu sejumlah 90 (67,2%) pasien baik pasien monoterapi maupun terapi kombinasi. Jenis obat golongan ACE-I pada penelitian ini adalah seperti captopril atau lisinopril. ACE-Inhibitor memiliki mekanisme aksi menghambat sistem renin-angiotensin-aldosteron dengan menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Oleh karena ACE juga terlibat dalam degradasi bradikinin maka ACE inhibitor menyebabkan peningkatan bradikinin, suatu vasodilator kuat dan menstimulus pelepasan prostaglandin dan nitric oxide. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACE inhibitor, tetapi juga bertanggungjawab terhadap efek samping berupa batuk kering 7 . Efek samping batuk ini dapat mengganggu pada pasien lanjut usia yang mengkonsumsi ACE-I dan menyebabkan pasien tersebut mengganti golongan obat dengan yang lain seperti diuretik maupun CCB. Diuretik dan CCB pada penelitian ini menempati urutan kedua dan ketiga terbanyak dengan frekuensi penggunaan masing- masing 54 (40,3%) pasien. Pada panduan yang dibuat oleh JNC-VII pada tahun 2003, sebenarnya diuretik merupakan obat yang direkomendasikan baik untuk 14
14
monoterapi maupun terapi kombinasi 2 , namun mungkin dengan pertimbangan keadaan yang kurang memungkinkan pasien lanjut usia untuk mempunyai frekuensi buang air kecil yang tinggi, maka dokter lebih cenderung memberikan captopril sebagai obat antihipertensi. Pada penelitian Etuk (2008), golongan obat antihipertensi yang paling banyak diresepkan adalah diuretik, baik dipakai sebagai monoterapi (44.8%) maupun terapi kombinasi dengan obat antihipetensi lainnya (88.8%) 8 . Untuk penggunaan golongan obat pada pasien monoterapi, dari total 71 pasien yang monoterapi paling banyak juga menggunakan obat golongan ACE-I yaitu sejumlah 40 (56,3%) pasien 8 . Untuk penggunaan golongan obat pada pasien terapi kombinasi, dari total 63 pasien yang terapi kombinasi paling banyak menggunakan terapi kombinasi obat golongan ACE-I dengan diuretik yaitu sejumlah 30 (47,6%) pasien. Diuretik dapat meningkatkan efektivitas kerja dari ACE-I, bahkan pada pasien dengan hipertensi low-renin, ACE-I dapat meningkatkan efektivitas diuretik pada penggunaan oleh pasien hipertensi renin sedang-tinggi dan meredam metabolisme adverse effect dari diuretik thiazide seperti hipokalemia dan hiperglikemia 9 . Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa efektivitas kombinasi obat antihipertensi ini dalam dosis rendah secara substansial menunjukkan penurunan tekanan darah lebih besar dibandingkan dengan penggunaan sendiri-sendiri 10 . SIMPULAN Dari penelitian ini, didapatkan simpulan sebagai berikut: Jumlah penggunaan obat yang paling banyak digunakan oleh pasien adalah monoterapi. Jenis obat yang paling banyak digunakan oleh pasien baik untuk monoterapi dan terapi kombinasi adalah captopril. Untuk jenis obat yang paling banyak digunakan pada pasien yang monoterapi saja juga didominasi oleh captopril. Sedangkan untuk jenis obat yang paling banyak digunakan oleh pasien yang terapi kombinasi saja adalah kombinasi captopril- HCT. Golongan obat yang paling banyak digunakan oleh pasien baik 15
15
untuk monoterapi dan terapi kombinasi adalah obat golongan Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE-I). Untuk golongan obat yang paling banyak digunakan pada pasien yang monoterapi saja juga didominasi oleh obat golongan ACE-I. Sedangkan untuk golongan obat yang paling banyak digunakan oleh pasien yang terapi kombinasi saja adalah kombinasi golongan ACE-I dengan diuretik. SARAN Dalam pencatatan dan pendokumentasian data-data dalam rekam medis dilakukan dengan lebih lengkap, tulisan lebih jelas dan rapi agar dalam pembacaan data baik identitas, diagnosis, hasil pemeriksaan, jenis obat maupun dosis obatnya dapat dibaca dengan jelas dan tidak terjadi kesalahan. Berkas rekam medis lebih dirawat dan dijaga sehingga tidak mengalami kerusakan baik sobek maupun terdapat lembaran yang hilang sehingga data rekam medis sebagai sumber informasi dapat berfungsi dengan maksimal. Untuk penelitian selanjutnya dapat ditambahkan untuk meneliti tentang dosis obat, interaksi obat hipertensi yang dipakai dengan obat- obat lain yang diberikan bersamaan, efek samping obat, status sosial dan pekerjaan pasien serta dapat dilanjutkan penelitian kualitatif mengenai pertimbangan dokter dalam pemberian jenis dan golongan obat antihipertensi pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim. 2009. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009. Komnas Lansia : Jakarta
2. Chobanian, AV., Bakris LG, Black Henry R., Cushman William C., Green Lee A., Izzo Joseph L., W Daniel Jr,. Jones, Materson Barry J., et al. 2003. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. American Heart Association : USA
3. Kementerian Kesehatan, Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan. 2010. Hipertensi Penyebab Kematian Nomor Tiga. http://www.depkes.go.id/index.ph p/berita/press-release/810- hiperten si-penyebab-kematian- nomor-tiga.html. Diakses pada 28 Maret 2011 16
16
4. Kuswardhani, RA Tuty. 2006. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA LANJUT USIA. J Peny Dalam, Volume 136 7 Nomor 2 Mei 2006
5. Vasan, RS., Beiser, A., Seshadri, S. et al. 2002. Residual lifetime risk for developing hypertension in middle-aged women and men: The Framingham Heart Study. JAMA, 287(8):1003-10
6. Tjay, TH dan Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting, Edisi: V. PT. Elex Media Komputindo Gramedia: Jakarta
7. Tierney, L. M., Mcphee, S. J., Papadakis, M. A. 2002. Current Medical Diagnosis & Treatment, 45th Edition, 385-340, 419, 424- 425, 434, 440, McGraw-Hill Inc, USA.
8. Etuk E., Isezuo SA., Chika A., Akuche J., Ali M. 2008. Prescription Pattern of Antihypertensive Drugs in a Tertiary Institution in Nigeria. Annals of African Medicine Vol.7, No.3, 128-132
9. Gasbarro, Ron. 1999. Hypertension: the use of combination therapy. Am J Hypertens. (8 Pt 2):86S-90S
10. Kalra Sanjay, Kalra Bharti, Agrawal Navneet. 2010. Combination therapy in hypertension: An update. Diabetology & Metabolic Syndrome , 2:44