Vous êtes sur la page 1sur 16

1

POLA PENGOBATAN HIPERTENSI PRIMER PADA PASIEN LANJUT


USIA DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI
BANTUL
TAHUN 2009

Karya Tulis Ilmiah
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia





Oleh:
Adwin Alamsyaputra
07711183


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2

POLA PENGOBATAN HIPERTENSI PRIMER PADA PASIEN LANJUT
USIA DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI
BANTUL TAHUN 2009

Adwin Alamsyaputra
1
, Erlina Marfianti
2

1
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia
2
Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia

ABSTRACT
Human life expectancy are keep increasing years by years with multifactorial
causes. The aging process is followed with decreasing of various function of
organs, so that elderly is become susceptible to get disease, including
hypertension as a degenerative disorder. Uncontrolled hipertension will lead to
many complication such as coronary heart disease, stroke, and renal failure. The
incidence of hypertension in elderly which keep on increasing and importance of
hypertension on morbidity and mortality in elderly patients explained the
importance of why this study made. This study aims to know the pattern of
hypertension therapy in elderly in internal medicine clinic Panembahan Senopati
Bantul Public Hospital 2009. Using descriptive research method with 134 patients
to be a sample. Sample was taken with consecutive sampling by tracing the
secondary data through medical records on patients 60 years old with
hypertension. The variables used are the amount of drug was used, types of drugs
and drug classes. The results from 134 patients, 71 (53%) patients were on
monotherapy and 63 (47%) patients on combination therapy. The types of
antihipertensive drugs used the most is captopril, with the number of 89 (66.4%)
patients. For combination therapy, captopril-HCT is the most used combination
with 16 (11.9%) patients. The class of drugs most widely used is the Angiotensin
Converting enzyme inhibitors (ACE-I) with the number of 90 (67.2%) patients.

Keywords: Hypertension, Elderly, Therapy Pattern
3


ABSTRAK
Usia harapan hidup manusia terus meningkat dari waktu ke waktu, dengan
penyebab yang multifaktorial. Proses penuaan diikuti dengan menurunnya fungsi
berbagai organ, sehingga lansia menjadi rentan terhadap penyakit, salah satunya
gangguan degeneratif yaitu hipertensi. Hipertensi yang tidak terkontrol akan
menyebabkan banyak komplikasi seperti penyakit jantung koroner, stroke dan
gagal ginjal. Angka kejadian hipertensi pada lanjut usia yang terus bertambah dan
pentingnya hipertensi terhadap morbiditas dan mortalitas pada pasien lanjut usia
menjelaskan pentingnya penelitian ini dibuat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pola pengobatan hipertensi pada pasien lanjut usia di Poli Penyakit
Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul tahun 2009. Dengan menggunakan
metode penelitian deskriptif didapatkan 134 pasien untuk menjadi sampel. Sampel
didapat dengan cara consecutive sampling diambil dari data sekuder berupa
rekam medis pada pasien berumur 60 tahun yang mempunyai penyakit
hipertensi. Variabel yang dipakai adalah jumlah penggunaan obat, jenis obat dan
golongan obat. Hasilnya dari 134 pasien, 71 (53%) pasien menggunakan
monoterapi dan 63 (47%) pasien lainnya menggunakan terapi kombinasi. Jenis
obat yang digunakan pasien paling banyak adalah captopril yaitu sejumlah 89
(66,4%) pasien. Untuk terapi kombinasi, kombinasi jenis obat yang paling banyak
dipakai adalah kombinasi captopril dengan HCT yaitu dengan 16 (11,9%) pasien.
Golongan obat yang paling banyak digunakan adalah Angiotensin Converting
Enzym Inhibitor (ACE-I) yaitu digunakan oleh 90 (67,2%) pasien.

Kata Kunci: Hipertensi, Lanjut Usia, Pola Pengobatan





4

4

PENDAHULUAN
Menurut data dari Badan Pusat
Statistik jumlah lanjut usia di
Indonesia tahun 2000 adalah 7,28%
dari keseluruhan penduduk, dan
diperkirakan tahun 2020 jumlah
penduduk lanjut usia di Indonesia
mencapai 11,34% dengan persentase
sebaran penduduk lanjut usia
terbanyak berada di provinsi D.I.
Yogyakarta (14,02 persen)
1
.
Peningkatan jumlah lanjut usia
(lansia) akan membawa dampak
dibidang kesehatan karena akan
diikuti oleh bertambahnya penyakit
yang berhubungan dengan proses
penuaan atau biasa disebut penyakit
degeneratif. Penyakit degeneratif ini
salah satunya adalah hipertensi.
Hipertensi dapat didefinisikan
sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas
140 mmHg dan diastolik di atas 90
mmHg
2
. Hipertensi merupakan
penyebab kematian nomor 3 setelah
stroke yakni mencapai 6,8% dari
populasi kematian pada semua umur
di Indonesia
3
. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) Balitbangkes
tahun 2007 menunjukan prevalensi
hipertensi secara nasional mencapai
31,7%. Hipertensi di Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY)
menduduki peringkat ke 4 di
Indonesia sebanyak 33.364 penderita
atau 5,58% pada tahun 2000
1
.
Walaupun peningkatan tekanan
darah bukan merupakan bagian
normal dari ketuaan, insiden
hipertensi pada lanjut usia adalah
tinggi. Bahkan setelah umur 69
tahun, prevalensi hipertensi
meningkat sampai 50%
4
. Bahkan
sebuah studi di Framingham
menemukan bahwa individu dengan
normotensi pada usia 55 tahun
memiliki risiko 90% untuk menjadi
hipertensi. Lebih dari dua pertiga
orang dengan usia >65 tahun
menderita hipertensi
5
.
Pengendalian hipertensi pada
lanjut usia dapat dilakukan dengan
berbagai macam terapi, salah satunya
obat antihipertensi. Tujuan terapi
antihipertensi pada lanjut usia adalah
pengurangan morbiditas dan
mortalitas terhadap komplikasi
hipertensi. Pada lanjut usia, sistem
organ mengalami penurunan daya
kerja, sehingga perlu
dipertimbangkan obat yang sesuai
dengan pengobatan rasional, yang
5

5

tidak memperberat fungsi kerja
jantung, ginjal dan hepar.
Pertimbangan lain dalam pemilihan
obat-obat antihipertensi pada lanjut
usia antara lain adanya efek yang
berdampak pada kondisi komorbid,
kondisi fungsional fisik dan efek
samping obat yang diberikan
4
.
Angka kejadian hipertensi pada
lanjut usia yang terus bertambah dan
pentingnya terapi hipertensi terhadap
morbiditas dan mortalitas pada
pasien lanjut usia menjelaskan
pentingnya penelitian ini dibuat.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
penelitian non eksperimen metode
deskriptif. Sampel yang diambil
adalah pasien hipertensi yang lanjut
usia (60 tahun) yang diperiksa di
Poli Penyakit Dalam RSUD
Panembahan Senopati selama bulan
Januari 2009 sampai Desember 2009.
Meskipun mengambil semua pasien
dalam jangka waktu selama tahun
2009 (consecutive sampling), namun
penulis tetap menetapkan sampel
minimal yang perlu diambil
menggunakan rumus besar sampel
penelitian observasional kategorikal:

N = (Z
2
x P x Q) / d
2
Keterangan:
Z = Derivat baku alfa (pakai 1.96)
P = Prevalensi dari penelitian
terdahulu (pakai 31% atau 0.31)

Q = 1-P
d = Presisi (pakai 10% atau 0.1)

N =( 1,96
2
x 0.31 x 0,69) / 0,1
2
N =82
Dari rumus tersebut didapatkan
sampel minimal yang bisa diambil
sejumlah 82 pasien.
Kriteria sampel pada penelitian
ini adalah pasien hipertensi yang
berobat di poli penyakit dalam
RSUD Panembahan Senopati Bantul
selama tahun 2009 yang berusia 60
tahun. Sedangkan untuk pasien >60
tahun yang hipertensi tetapi
mempunyai salah satu atau lebih
penyakit penyerta berikut: gagal
jantung, pasien post infark miocard,
pasien dengan resiko penyakit
kardiovaskular tinggi, diabetes
mellitus, penyakit ginjal kronik, dan
pasien yang sedang menjalani
pencegahan stroke recurrent, maka
akan dieksklusi.
6

6

Variabel yang akan diteliti adalah
jumlah penggunaan obat, jenis obat
dan golongan obat. Jumlah
penggunaan obat yang dimaksud
adalah apakah monoterapi
(penggunaan hanya satu obat untuk
pengobatan hipertensi) atau terapi
kombinasi (penggunaan lebih dari
satu obat untuk pengobatan
hipertensi). Untuk yang dimaksud
dengan jenis obat adalah nama
obat-obat spesifik yang digunakan
untuk terapi hipertensi seperti
thiazide, hidroklorotiazide,
propanolol, atenolol, amlodipine,
nifedipine, captopril, losartan,
hidralazin. Sedangkan golongan obat
adalah macam golongan obat yang
digunakan untuk terapi hipertensi
seperti golongan diuretik, golongan
ACE Inhibitor, golongan
Angiotensin II Receptor Blocker,
golongan Calcium Channel Blocker,
golongan Beta blocker dan golongan
vasodilator.
Instrumen penelitian yang
digunakan adalah peneliti sendiri,
alat tulis, rekam medis dan lembar
kerja penelitian yang berisi tabel
yang mencakup nama, umur, jenis
kelamin, tekanan darah, jenis obat
yang digunakan serta penyakit
penyerta jika ada.
Hasil penelitian dianalisis dengan
metode statistik deskriptif
menggunakan software SPSS 17.
Data diolah dan disajikan dalam
bentuk frekuensi(n) dan
persentase(%).
HASIL PENELITIAN
Total sampel yang diteliti ada
250 pasien. Dari total 250 pasien
yang dijadikan sampel, 134 pasien
memenuhi kriteria inklusi dan 116
lainnya dieksklusi. Dari 116 pasien
yang dieksklusi tersebut, 3 sampel
dieksklusi karena tekanan darahnya
dibawah 140mmHg dan/atau 90
mmHg, 7 pasien dieksklusi karena
tidak bisa dipakai berkas rekam
medisnya, dan 106 sampel lainnya di
eksklusi karena mempunyai penyakit
penyerta.
Dari total 134 pasien, 63 (47%)
pasien merupakan laki-laki dan 71
(53%) pasien merupakan perempuan.
Dari segi umur, rata-rata umur pasien
adalah 69,03 tahun dengan umur
yang paling banyak pada pasien
adalah 70 tahun yaitu 16 pasien.
Untuk grade hipertensi, 81 (60,4%)
7

7

pasien merupakan pasien hipertensi
grade I dan 53 (39,6%) pasien
lainnya merupakan pasien hipertensi
grade II.
Jumlah penggunaan obat yang
dipakai pada terapi dapat berupa
monoterapi (menggunakan satu obat)
ataupun terapi kombinasi
(menggunakan lebih dari satu obat).
Pada penelitian ini, 71 (53%) pasien
menggunakan monoterapi dan 63
(47%) pasien lainnya menggunakan
terapi kombinasi. Dari 63 pasien
yang menggunakan terapi kombinasi,
53 (84,1%) pasien menggunakan
kombinasi 2 obat dan 10 (15,9%)
pasien menggunakan kombinasi 3
obat. Dilihat dari jumlah penggunaan
obat yang dipakai berdasarkan grade
hipertensinya, pada pasien hipertensi
grade I, 59 (72,8%) pasien
menggunakan monoterapi dan 22
(27,2%) pasien menggunakan terapi
kombinasi. Sedangkan untuk pasien
yang mempunyai hipertensi grade II
dalam penelitian ini, 12 (22,6%) dan
41 (77,4%) pasien masing-masing
menggunakan monoterapi dan terapi
kombinasi.

Tabel 1. Klasifikasi karakteristik pasien
Karakteristik pasien Frekuensi Presentase (%)
Jenis kelamin laki-laki 63 47

perempuan 71 53
Umur rata-rata 69,3


modus 70

Grade Hipertensi grade I 81 60,4

grade II 53 39,6

8

8

Tabel 2. Klasifikasi jumlah penggunaan obat yang dipakai pada terapi
Jumlah penggunaan obat Frekuensi Presentase (%)
Monoterapi 71 53
Terapi kombinasi 63 47
Total 134 100


Tabel 3. Klasifikasi jumlah penggunaan obat yang dipakai pada terapi kombinasi
Jumlah penggunaan obat Frekuensi Presentase (%)
2 obat 53 84,1
3 obat 10 15,9
Total 63 100

Tabel 4. Klasifikasi jumlah penggunaan obat yang dipakai berdasarkan grade
hipertensi
Grade hipertensi Jumlah penggunaan obat Frekuensi Persentase
Hipertensi grade I monoterapi 59 72,8
terapi kombinasi 22 27,2
Hipertensi grade II monoterapi 12 22,6
terapi kombinasi 41 77,4
total 134 100

Dari 134 pasien yang memenuhi
kriteria inklusi, pasien paling banyak
menggunakan captopril baik untuk
monoterapi ataupun terapi kombinasi
yaitu sejumlah 89 (66,4%) pasien.
Untuk pasien yang monoterapi saja,
captopril juga merupakan jenis obat
yang paling banyak digunakan yaitu
dengan 40 (29,9%) pasien. Pada
pasien yang menggunakan terapi
kombinasi, kombinasi jenis obat
yang paling banyak dipakai adalah
kombinasi captopril dengan HCT
yaitu dikonsumsi oleh 16 (11,9%)
pasien.



9

9

Tabel 5. Klasifikasi jenis obat yang dipakai baik pada pasien monoterapi maupun
terapi kombinasi
Jenis obat Frekuensi Presentase (%)
Captopril
Amlodipin
HCT
Furosemid
Nifedipin
89
32
31
22
18
66,4
23,9
23,1
16,4
13,4
Valsartan
Klorotiazid
6
3
4,5
2,2
Diltiazem 3 2,2
Atenolol
Lisinopril
1
1
0,7
0,7

Tabel 6. Klasifikasi jenis obat yang dipakai pada pasien monoterapi
Jenis obat Frekuensi Presentase (%)
Captopril 40 56,3
Amlodipin 18 25,4
Furosemid 6 8,5
Nifedipin 5 7
Diltiazem 1 1,4
Valsartan 1 1,4
Total 71 100

Tabel 7. Klasifikasi jenis obat yang dipakai pada pasien terapi kombinasi
Jenis obat Frekuensi Presentase (%)
Captopril-HCT 17 10,7
Captopril-Furosemid 12 7,56
Captopril-Amlodipin 3 1,83
Captopril-Nifedipin 4 2,52
Captopril-Klorotiazid 1 0,63
Captopril-Atenolol 1 0,63
Captopril-Diltiazem 2 1,26
Captopril-Nifedipin-Furosemid 2 1,26
Captopril-Nifedipin-HCT 4 3
Captopril-Amlodipin-HCT 1 0,63
Captopril-Amlodipin-Furosemid 1 0,63
10

10

Amlodipin-HCT 4 3
Amlodipin-Valsartan 2 1,26
Amlodipin-Klorotiazid 1 0,63
Nifedipin-HCT 2 1,26
Nifedipin-furosemid 1 0,63
Nifedipin-Valsartan 1 0,63
Lisinopril-Amlodipin-HCT 1 0,63
Valsartan-HCT 2 1,26
Total 63 100

Pada penelitian ini pemakaian
golongan obat dari total 134 pasien
paling banyak menggunakan
golongan obat Angiotensin
Converting Enzym Inhibitor (ACE-I)
yaitu sejumlah 90 (67,2%) pasien
baik pasien monoterapi maupun
terapi kombinasi. Diuretik dan CCB
pada penelitian ini menempati urutan
kedua dan ketiga terbanyak dengan
frekuensi penggunaan masing-
masing 54 (40,3%) pasien. Untuk
penggunaan golongan obat pada
pasien yang monoterapi saja, dari
total 71 pasien yang monoterapi
paling banyak menggunakan obat
golongan ACE-I yaitu sejumlah 40
(56,3%) pasien. Untuk penggunaan
golongan obat pada pasien yang
terapi kombinasi saja, dari total 63
pasien yang terapi kombinasi paling
banyak menggunakan terapi
kombinasi obat golongan ACE-I
dengan diuretik yaitu sejumlah 30
(47,6%) pasien.

Tabel 8. Klasifikasi golongan obat yang dipakai baik pada pasien monoterapi atau
terapi kombinasi
Golongan obat Frekuensi Presentase (%)
ACE-I 90 67,2
CCB 54 40,3
Diuretik 54 40,3
ARB 8 6
Beta blocker 1 0,7


11

11


Tabel 9. Klasifikasi golongan obat yang dipakai pada pasien monoterapi
Golongan obat Frekuensi Presentase (%)
ACE-I 40 56,3
CCB 24 33,8
Diuretik 6 8,5
ARB 1 1,4
Total 71 100

Tabel 10. Klasifikasi golongan obat yang dipakai pada pasien terapi kombinasi.
Golongan obat Frekuensi Presentase (%)
ACE-I, diuretik 30 47.6
ACE-I, CCB 9 14.3
ACE-I, CCB, diuretik 8 12.7
CCB, diuretik 7 11.1
CCB, ARB 4 6.3
ACE-I, diuretik, CCB 2 3.2
ARB, diuretik 2 3.2
ACE-I, beta blocker 1 1.6
Total 63 100

PEMBAHASAN
Dari jumlah penggunaan obat
yang dipakai, pada penelitian ini, 71
(53%) pasien menggunakan
monoterapi dan 63 (47%) pasien
lainnya menggunakan terapi
kombinasi. Hal ini berbanding lurus
dengan grade hipertensi pada pasien
penelitian ini, semakin banyak pasien
yang menderita hipertensi grade I
semakin banyak pula yang
menggunakan monoterapi sebagai
terapi farmakologisnya. JNC-VII
menyebutkan bahwa terapi
farmakologis pada hipertensi grade I
diobati menggunakan monoterapi,
walaupun tetap diperbolehkan untuk
menggunakan terapi kombinasi
2
.
Dari 63 pasien yang menggunakan
terapi kombinasi, 53 (84,1%) pasien
menggunakan kombinasi 2 obat dan
10 (15,9%) pasien menggunakan
kombinasi 3 obat. Pada penelitian
Etuk (2008) dari 145 pasien yang
diteliti, 29 (20%) menggunakan
12

12

monoterapi, sementara 116 (80%)
lainnya menggunakan terapi
kombinasi. Dari 116 pasien yang
menggunakan terapi kombinasi,
71(61.2%) menggunakan kombinasi
2 obat, 39 (33.6%) menggunakan
kombinasi 3 obat dan 6 (5.2%)
menggunakan kombinasi 4 obat.
Dilihat dari jumlah penggunaan
obat yang dipakai berdasarkan grade
hipertensinya, pada pasien hipertensi
grade I, 59 (72,8%) pasien
menggunakan monoterapi dan 22
(27,2%) pasien menggunakan terapi
kombinasi. Menurut panduan dari
JNC-VII tahun 2003 hal ini sudah
sesuai karena walaupun pada
hipertensi grade I terapi yang
direkomendasikan adalah
monoterapi, namun terapi kombinasi
boleh digunakan dalam pengawasan
dokter. Sedangkan untuk pasien yang
mempunyai hipertensi grade II dalam
penelitian ini, 12 (22,6%) dan 41
(77,4%) pasien masing-masing
menggunakan monoterapi dan terapi
kombinasi. Menurut panduan yang
diberikan oleh JNC-VII tahun 2003,
pasien hipertensi grade II seharusnya
menggunakan terapi kombinasi
untuk menurunkan tekanan
darahnya
2
, tetapi 22,6% pasien dari
total seluruh pasien hipertensi grade
II justru menggunakan monoterapi.
Hal ini mungkin pertimbangan
pribadi dari dokter yang memberikan
pengobatan tersebut sehingga perlu
digali lebih dalam mengapa pada
pasien hipertensi grade II masih
diberikan monoterapi sebagai
pengobatannya.
Untuk jenis obat 134 pasien
yang memenuhi kriteria inklusi,
pasien paling banyak menggunakan
captopril baik untuk monoterapi
ataupun terapi kombinasi yaitu
sejumlah 89 (66,4%) pasien. Selain
dari harganya yang murah, mudah
didapat dan efektif untuk
menurunkan tekanan darah secara
short-acting, captopril juga bisa
dikombinasikan dengan obat
antihipertensif lainnya bila
diperlukan sehingga menjadi
pilihan
4
. Untuk pasien monoterapi,
captopril merupakan jenis obat yang
paling banyak digunakan yaitu
dengan 40 (29,9%) pasien. Captopril
merupakan obat hipertensi yang
murah, dengan penggunaan tunggal
saja dapat menurunkan tekanan
darah secara efisien. Captopril juga
13

13

mempunyai efek samping yang
minimal, selain itu tidak begitu fatal
untuk sistemik
6
. Selain itu alasan
sosioekonomi juga menjadi salah
satu hal mengapa penggunaan
captopril di RSUD Panembahan
Senopati Bantul menjadi yang paling
tinggi. Rumah sakit daerah
mempunyai pasien yang rata-rata
adalah rujukan Askes, dan jatah yang
diberikan dari rumah sakit daerah
untuk pasien-pasien hipertensi
rujukan Askes adalah captopril. Pada
pasien yang menggunakan terapi
kombinasi, kombinasi jenis obat
yang paling banyak dipakai adalah
kombinasi captopril dengan HCT
yaitu dikonsumsi oleh 16 (11,9%)
pasien.
Pada penelitian ini pemakaian
golongan obat dari total 134 pasien
paling banyak menggunakan
golongan obat Angiotensin
Converting Enzym Inhibitor (ACE-I)
yaitu sejumlah 90 (67,2%) pasien
baik pasien monoterapi maupun
terapi kombinasi. Jenis obat
golongan ACE-I pada penelitian ini
adalah seperti captopril atau
lisinopril. ACE-Inhibitor memiliki
mekanisme aksi menghambat sistem
renin-angiotensin-aldosteron dengan
menghambat perubahan angiotensin
I menjadi angiotensin II sehingga
terjadi vasodilatasi dan penurunan
sekresi aldosteron. Oleh karena ACE
juga terlibat dalam degradasi
bradikinin maka ACE inhibitor
menyebabkan peningkatan
bradikinin, suatu vasodilator kuat
dan menstimulus pelepasan
prostaglandin dan nitric oxide.
Peningkatan bradikinin
meningkatkan efek penurunan
tekanan darah dari ACE inhibitor,
tetapi juga bertanggungjawab
terhadap efek samping berupa batuk
kering
7
. Efek samping batuk ini
dapat mengganggu pada pasien
lanjut usia yang mengkonsumsi
ACE-I dan menyebabkan pasien
tersebut mengganti golongan obat
dengan yang lain seperti diuretik
maupun CCB. Diuretik dan CCB
pada penelitian ini menempati urutan
kedua dan ketiga terbanyak dengan
frekuensi penggunaan masing-
masing 54 (40,3%) pasien. Pada
panduan yang dibuat oleh JNC-VII
pada tahun 2003, sebenarnya diuretik
merupakan obat yang
direkomendasikan baik untuk
14

14

monoterapi maupun terapi
kombinasi
2
, namun mungkin dengan
pertimbangan keadaan yang kurang
memungkinkan pasien lanjut usia
untuk mempunyai frekuensi buang
air kecil yang tinggi, maka dokter
lebih cenderung memberikan
captopril sebagai obat antihipertensi.
Pada penelitian Etuk (2008),
golongan obat antihipertensi yang
paling banyak diresepkan adalah
diuretik, baik dipakai sebagai
monoterapi (44.8%) maupun terapi
kombinasi dengan obat antihipetensi
lainnya (88.8%)
8
. Untuk penggunaan
golongan obat pada pasien
monoterapi, dari total 71 pasien yang
monoterapi paling banyak juga
menggunakan obat golongan ACE-I
yaitu sejumlah 40 (56,3%) pasien
8
.
Untuk penggunaan golongan obat
pada pasien terapi kombinasi, dari
total 63 pasien yang terapi kombinasi
paling banyak menggunakan terapi
kombinasi obat golongan ACE-I
dengan diuretik yaitu sejumlah 30
(47,6%) pasien. Diuretik dapat
meningkatkan efektivitas kerja dari
ACE-I, bahkan pada pasien dengan
hipertensi low-renin, ACE-I dapat
meningkatkan efektivitas diuretik
pada penggunaan oleh pasien
hipertensi renin sedang-tinggi dan
meredam metabolisme adverse effect
dari diuretik thiazide seperti
hipokalemia dan hiperglikemia
9
.
Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa efektivitas
kombinasi obat antihipertensi ini
dalam dosis rendah secara
substansial menunjukkan penurunan
tekanan darah lebih besar
dibandingkan dengan penggunaan
sendiri-sendiri
10
.
SIMPULAN
Dari penelitian ini, didapatkan
simpulan sebagai berikut: Jumlah
penggunaan obat yang paling banyak
digunakan oleh pasien adalah
monoterapi. Jenis obat yang paling
banyak digunakan oleh pasien baik
untuk monoterapi dan terapi
kombinasi adalah captopril. Untuk
jenis obat yang paling banyak
digunakan pada pasien yang
monoterapi saja juga didominasi oleh
captopril. Sedangkan untuk jenis
obat yang paling banyak digunakan
oleh pasien yang terapi kombinasi
saja adalah kombinasi captopril-
HCT. Golongan obat yang paling
banyak digunakan oleh pasien baik
15

15

untuk monoterapi dan terapi
kombinasi adalah obat golongan
Angiotensin Converting Enzym
Inhibitor (ACE-I). Untuk golongan
obat yang paling banyak digunakan
pada pasien yang monoterapi saja
juga didominasi oleh obat golongan
ACE-I. Sedangkan untuk golongan
obat yang paling banyak digunakan
oleh pasien yang terapi kombinasi
saja adalah kombinasi golongan
ACE-I dengan diuretik.
SARAN
Dalam pencatatan dan
pendokumentasian data-data dalam
rekam medis dilakukan dengan lebih
lengkap, tulisan lebih jelas dan rapi
agar dalam pembacaan data baik
identitas, diagnosis, hasil
pemeriksaan, jenis obat maupun
dosis obatnya dapat dibaca dengan
jelas dan tidak terjadi kesalahan.
Berkas rekam medis lebih dirawat
dan dijaga sehingga tidak mengalami
kerusakan baik sobek maupun
terdapat lembaran yang hilang
sehingga data rekam medis sebagai
sumber informasi dapat berfungsi
dengan maksimal.
Untuk penelitian selanjutnya
dapat ditambahkan untuk meneliti
tentang dosis obat, interaksi obat
hipertensi yang dipakai dengan obat-
obat lain yang diberikan bersamaan,
efek samping obat, status sosial dan
pekerjaan pasien serta dapat
dilanjutkan penelitian kualitatif
mengenai pertimbangan dokter
dalam pemberian jenis dan golongan
obat antihipertensi pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2009. Profil Penduduk
Lanjut Usia 2009. Komnas
Lansia : Jakarta

2. Chobanian, AV., Bakris LG,
Black Henry R., Cushman
William C., Green Lee A., Izzo
Joseph L., W Daniel Jr,. Jones,
Materson Barry J., et al. 2003.
Seventh Report of the Joint
National Committee on
Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure. American
Heart Association : USA

3. Kementerian Kesehatan, Pusat
Komunikasi Publik Sekretariat
Jenderal Kementerian Kesehatan.
2010. Hipertensi Penyebab
Kematian Nomor Tiga.
http://www.depkes.go.id/index.ph
p/berita/press-release/810-
hiperten si-penyebab-kematian-
nomor-tiga.html. Diakses pada
28 Maret 2011
16

16

4. Kuswardhani, RA Tuty. 2006.
PENATALAKSANAAN
HIPERTENSI PADA LANJUT
USIA. J Peny Dalam, Volume
136 7 Nomor 2 Mei 2006

5. Vasan, RS., Beiser, A., Seshadri,
S. et al. 2002. Residual lifetime
risk for developing hypertension
in middle-aged women and men:
The Framingham Heart Study.
JAMA, 287(8):1003-10

6. Tjay, TH dan Rahardja, K. 2002.
Obat-Obat Penting, Edisi: V. PT.
Elex Media Komputindo
Gramedia: Jakarta

7. Tierney, L. M., Mcphee, S. J.,
Papadakis, M. A. 2002. Current
Medical Diagnosis & Treatment,
45th Edition, 385-340, 419, 424-
425, 434, 440, McGraw-Hill Inc,
USA.

8. Etuk E., Isezuo SA., Chika A.,
Akuche J., Ali M. 2008.
Prescription Pattern of
Antihypertensive Drugs in a
Tertiary Institution in Nigeria.
Annals of African Medicine
Vol.7, No.3, 128-132

9. Gasbarro, Ron. 1999.
Hypertension: the use of
combination therapy. Am J
Hypertens. (8 Pt 2):86S-90S

10. Kalra Sanjay, Kalra Bharti,
Agrawal Navneet. 2010.
Combination therapy in
hypertension: An update.
Diabetology & Metabolic
Syndrome , 2:44

Vous aimerez peut-être aussi