Vous êtes sur la page 1sur 16

1.

Definisi
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan abnormalitas pada struktur
maupun fungsi sirkulasi yang telah ada sejak lahir (Sani, 2007). Kelainan ini terjadi
karena gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal
pertumbuhan janin (Harimurti, 2008).
Kelainan jantung kongenital atau bawaan adalah kelainan jantung atau malformasi
yang muncul saat kelahiran, selain itu kelainan jantung kongenital merupakan
kelainan anatomi jantung yang dibawa sejak dalam kandungan sampai dengan lahir
Kebanyakan kelainan jantung kongenital meliputi malformasi struktur di dalam
jantung maupun pembuluh darah besar, baik yang meninggalkan maupun yang
bermuara pada jantung (Nelson, 2000). Kelainan ini merupakan kelainan bawaan
tersering pada anak, sekitar 8-10 dari 1.000 kelahiran hidup. Kelainan jantung
bawaan ini tidak selalu memberi gejalan segera setelah bayi lahir, tidak jarang
kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan atau
bahkan ditemukan setelah pasien berumur beberapa tahun Kelainan ini bisa saja
ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada anak tertentu, efek dari
kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan sebelum
lahir. Dengan kecanggihan teknologi kedokteran di bidang diagnosis dan terapi,
banyak anak dengan kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat sampai
dewasa (Ngastiyah, 2005).
2. Penyebab Penyakit Jantung Bawaan
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi
ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
penyakit jantung bawaan :
a. Faktor Prenatal :
Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
Ibu alkoholisme, peminum obat penenang atau jamu
Umur ibu lebih dari 40 tahun.
Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
b. Faktor Genetik :
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
( Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)

3. Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan
1. PJB Non Sianotik
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung
yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung
sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan
alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung.
Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai
berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru (Roebiono,
2003).
a. Ventricular Septal Defect (VSD)
Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada besarnya lubang, juga
sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah tahanan vaskuler
paru makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru
belum sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau
dari kiri ke kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 23
bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler
paru dengan cepat maka aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan
beban volume langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung
(Roebiono, 2003).

b. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak membesar. Sering
ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya bising kontinyu yang
khas seperti suara mesin (machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga
23 kiri dan di bawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang berlebihan
pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 14 bulan dimana tahanan vaskuler paru
menurun dengan cepat. Nadi akan teraba jelas dan keras karena tekanan diastolik yang
rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta ke arteri pulmonalis yang besar
saat fase diastolik. Bila sudah timbul hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal
akan mengeras dan bising jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi
karena tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase diastolic
tidak ada pirau dari kiri ke kanan. Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir
sering tidak terjadi pada bayi prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna
sehingga tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih
tinggi. Pada bayi prematur ini otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna
sehingga proses penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup
bulan dan akibatnya gagal jantung timbul lebih awal saat usia neonatus (Roebiono, 2003).
c. Atrial Septal Defect (ASD)
Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium dan
aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan
juga menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan
keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa.
Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya
sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah
diuraikan di atas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar
dan menetap tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area
pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal
sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru
umumnya baru timbul saat usia dekade 30 40 sehingga pada keadaan ini mungkin sudah
terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru (Roebiono, 2003).
d. Aorta Stenosis (AS)
Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering
terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi
dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan
leher. Bayi dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu-
minggu pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan dengan
gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi
bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada
neonatus dan bayi dengan AS valvular yang kritis serta pada anak dengan AS valvular yang
berat atau gradien tekanan sistolik 90 100 mmHg (Roebiono, 2003).
e. Coarctatio Aorta (CoA)
Coartatio Aorta pada anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun derajat
obstruksinya sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau
epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yang klasik
pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis
dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari
arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih tinggi dari
pada tungkai. Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung
pada usia dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok
ini, sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri
melalui PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan sirkulasi sistemik
dan hipoperfusi perifer (Roebiono, 2003).
f. Pulmonal Stenosis (PS)
Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang
memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis
sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnu dan sianosis.
Penemuan pada auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS
valvular terdengar bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup
pulmonal yang abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya
berat atau mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat. Bising sistolik
ejeksi yang kasar dan keras terdengar di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal
dan bising sistolik ejeksi yang halus akan ditemukan pada stenosis yang berat (Roebiono,
2003).
2. PJB Sianotik
Sesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat pada pasien dengan PJB
sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan
oleh terdapatnya >5mg/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi. Deteksi terdapatnya
sianosis antara lain tergantung kepada kadar hemoglobin (Prasodo, 1994).
a. Tetralogy of Fallot (ToF)
Tetralogy of Fallot merupakan salah satu lesi jantung yang defek primer adalah deviasi
anterior septum infundibular. Konsekuensi deviasi ini adalah obstruksi aliran darah ke
ventrikel kanan (stenosis pulmoner), defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta, hipertrofi
ventrikuler kanan. Anak dengan derajat yang rendah dari obstruksi aliran ventrikel kanan
menimbulkan gejala awal berupa gagal jantung yang disebabkan oleh pirau kiri ke kanan di
ventrikel. Sianosis jarang muncul saat lahir, tetapi dengan peningkatan hipertrofi dari
infundibulum ventrikel kanan dan pertumbuhan pasien, sianosis didapatkan pada tahun
pertama kehidupan.sianosis terjadi terutama di membran mukosa bibir dan mulut, di
ujungujung jari tangan dan kaki. Pada keadaan yang berat, sianosis langsung ditemukan
(Bernstein, 2007).
b. Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum
Saat duktus arteriosus menutup pada hari-hari pertama kehidupan, anak dengan Pulmonary
Atresia with Intact Ventricular Septum mengalami sianosis. Jika tidak ditangani, kebanyakan
kasus berakhir dengan kematian pada minggu awal kehidupan. Pemeriksaan fisik
menunjukkan sianosis berat dan distress pernafasan. Suara jantung kedua terdengar kuat
dan tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur, tetapi terkadang murmur sistolik atau
yang berkelanjutan dapat terdengar setelah aliran darah duktus. (Bernstein, 2007)
c. Tricuspid Atresia
Sianosis terjadi segera setelah lahir dengan dengan penyebaran yang bergantung dengan
derajat keterbatasan aliran darah pulmonal. Kebanyakan pasien mengalami murmur sistolik
holosistolik di sepanjang tepi sternum kiri. Suara jantung kedua terdengar tunggal. Diagnosis
dicurigai pada 85% pasien sebelum usia kehamilan 2 bulan. Pada pasien yang lebih tua
didapati sianosis, polisitemia, cepat lelah, dan sesak nafas saat aktivitas berat kemungkinan
sebagai hasil dari penekanan pada aliran darah pulmonal. Pasien dengan Tricuspid Atresia
berisiko mengalami penutupan spontan VSD yang dapat terjadi secara cepat yang ditandai
dengan sianosis. (Bernstein, 2007)


4. Patofisiologi

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah
lain dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban
ventrikel tidak terlihat selama 4 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil
mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-
tanda gagal jantung kongestif (CHF)
1. Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
2. Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar
di tepi sternum kiri atas)
3. Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat,
Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
4. Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
5. Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
6. infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
7. Apnea
8. Tachypnea
9. Nasal flaring
10. Retraksi dada
11. Hipoksemia
12. Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)
(Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236, Betz & Sowden, 2002 ; 376)

6. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG
EKG menunjukkan gambaran normal sampai ada kalainan
a. Hipertrofi ventrikel kiri dan Abnormalitas atrium kiri didapatkan pada penderita
dengan defek sedang.
b. Pada VSD dengan defek besar didapatkan adanya hipertofi ventrikel kiri
maupun kanan dengan atau tanpa abnormalitas atrium kiri
c. Pada sindroma Eisenmenger didapatkan gambaran hipertropfi ventnikel kanan
dengan atau tanpa hipertrofi ventrikel kiri.
2. Foto Thoraks
Kardiomegali dengan gambaran adanya pembesaran Atrium kiri, venrikel kiri, kadang-
kadang ventrikel kanan, arteri pulmonalis yang prominen serta peningkatan
vaskularisasi paru berkorelasi langsung dengan besarnya pirau
3. Ekhokadiografi
Pemeriksaan two -dimeflsiOflal dan doppler echocardlogrphy dapat mengidentifikasi
besar dan lokasi defek, meinperkirakan besarnya tekanan arteri pulmonalis, juga
mengidentifikasi kelainafl lain yang rnenyertai serta mengestifliasi besarnya pirau.
4. Kateterisasi Jantung
a. Terdapat peningkatan saturasi oksigen di ventrikel kanan serta peningkatan
tekanan di atrim kin, ventrikel kin maupun arteri pulmonalis pada VSD yang sedang
dan berat.
b. menentukan rasio aliran darab ke paru dan sistemik (Qp/Qs ) seda
menentukan raslo tahanan paru dan sistemik (RpiRs) ,nilai tensebijt kemudian
dipakal sebagal pedoman indikasi dan kontraindikasi penutupan defek.
c. jika tekanan di arteri pulmonalis sangat meningkat, tes dengan pembenian
oksigen 100% untuk menilai reversibilitas vaskuler paru.
d. Angiogram pada ventnikel kin untuk melihat jumlah dan lokasi dan defek,
sedangkan aortografi untuk menentukan adanya kemungkinan regurgitasi oleh
karena prolaps katub aorta.

7. Penatalaksanaan

Medik: atasi gizi, infeksi dan kegagalan jantung. Pada kasus dengan defek kecil dan
perkembangan baik tidak memerlukan operasi. Restriksi cairan dan bemberian obat-
obatan : Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan
diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular, Pemberian
indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus,
pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial.

Pembedahan berupa banding, penutupan defek.
a. Operasi paliatif: berupa banding (penyempitan) arteri pulmonalis untuk mengurangi
aliran darah ke paru. Setelah dilakukan banding kelak harus diikuti dengan operasi
penutupan defek sekaligus dengan membuka penyempitan arteri pulmonalis.
b. Penutupan defek septum ventrikel. Operasi dilakukan dengan sternotomi median,
dengan bantuan mesin jantung-paru.
c. dianjurkan saat berusia 5-10 tahun. Obat vasodilator, obat antagonis kalsium untuk
membantu pada pasien dengan resistensi kapiler paru yang sangat tinggi dan tidak
dapat dioperasi. (Betz & Sowden, 2002)



8. Konsep Dasar Keperawatan
1) PENGKAJIAN
a. Keluhan Utama
Keluhan orang tua pada waktu membawa anaknya ke dokter tergantung dari jenis defek
yang terjadi baik pada ventrikel maupun atrium, tapi biasanya terjadi sesak,
pembengkakan pada tungkai dan berkeringat banyak.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
2) Anak mengalami sesak nafas berkeringat banyak dan pembengkakan pada tungkai tapi
biasanya tergantung pada derajat dari defek yang terjadi.
c. Riwayat kesehatan lalu
1) Prenatal History
Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu (infeksi virus Rubella), mungkin
ada riwayat pengguanaan alkohol dan obat-obatan serta penyakit DM pada ibu.
2) Intra natal
Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.
3) Riwayat Neonatus
- Gangguan respirasi biasanya sesak, takipnea
- Anak rewel dan kesakitan
- Tumbuh kembang anak terhambat
- Terdapat edema pada tungkai dan hepatomegali
- Sosial ekonomi keluarga yang rendah.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
- Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami kelainan defek jantung
- Penyakit keturunan atau diwariskan
- Penyakit congenital atau bawaan
5) Sistem yang dikaji :
a) Pola Aktivitas dan latihan
- Keletihan/kelelahan
- Dispnea
- Perubahan tanda vital
- Perubahan status mental
- Takipnea
- Kehilangan tonus otot
b) Pola persepsi dan pemeriksaan kesehatan
- Riwayat hipertensi
- Endokarditis
- Penyakit katup jantung.

c) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
- Ansietas, khawatir, takut
- Stress yang b/d penyakit
d) Pola nutrisi dan metabolic
- Anoreksia
- Pembengkakan ekstremitas bawah/edema
e) Pola persepsi dan konsep diri
- Kelemahan
- Pening

f) Pola peran dan hubungan dengan sesame
- Penurunan peran dalam aktivitas sosial dan keluarga.
d. Pengkajian Fisik
1) Inspeksi
Pertumbuhan badan jelas terhambat, pucat dan banyak keringat bercucuran. Ujung-ujung
jari hiperemik, diameter dada bertambah, nafas pendek, retraksi pada vena jugulum, sela
interkostal dan region epigastrium. Pada anak kurus terlihat impuls jantung yang
hiperdinamik.
2) Palpasi
Impuls jantung hiperdinamik kuat terutama yang timbul dari ventrikel kiri. Teraba getaraa
bising pada dinding dada, pada DSA getaran bising teraba di sela iga ke II atau III kiri.
Pada defek yang sangat besar sering tidak teraba getaran bising karena tekanan di
ventrikel kiri sama dengan tekanan di ventrikel kiri. Teraba tepi hati tumpul di bawah
lengkung iga kanan
3) Auskultasi
Pada DSA terdapat split bunyi jantung 2 tanpa bising sering menunjukkan gejala pertama
dan salah satunya petunjuk akan DSA. Jarak antara komponen aorta pulmonal bunyi
jantung 2 pada inspirasi dan ekspirasi tetap sama sehingga disebut fixed splitting . Bising
sistolik dan pada pirau kiri ke kanan yang besar maka bising mik diastolic berfrekuensi
rendah terdengar pada sela iga ke IV kiri atau kanan.
2) Diagnosa Keperawatan
a) Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan malformasi jantung.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan pada saat
makan dan meningkatnya kebutuhan anak.
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen
oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
d) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai
oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
e) Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan tidak adekuatnya ventilasi


3) Rencana Keperawatan
NO Diagnosa
keperawatan
Tujuan dan kriteria
hasil
Intervensi
keperawatan
rasional
1 Penurunan
curah jantung
yang
berhubungan
dengan
malformasi
jantung
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
diharapkan
penurunan curah
jantung tidak terjadi
dengan kriteria hasil
a. Observasi kualitas
dan kekuatan
denyut jantung ,
nadi perifer, warna
dan kehangatan
kulit.
b. Tegakkan derajat
cyanosis (misal :
warna membran
mukosa derajat
finger).
c. Berikan obat; obat
digitalis sesuai
order
d. Berikan obat; obat
diuretik sesuai
order


a. memberikan data
untuk evaluasi
intervensi dan
memungkinkan
deteksi dini
terhadap adanya
komplikasi
b. mengetahui
perkembangan
kondisi klien serta
menentukan
intervensi yang
tepat.
c. obat obat digitalis
memperkuat
kontraktilitas otot
jantung sehingga
cardiak outpun
meningkat /
sekurang
kurangnya klien
bisa beradaptasi
dengan
keadaannya.
d. mengurangi
timbunan cairan
berlebih dalam
tubuh sehingga
kerja jantung akan
lebih ringan.
2 Perubahan Setelah diberikan a. Hindarkan a. menghindari
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
kelelahan
pada saat
makan dan
meningkatnya
kebutuhan
kalori.
asuhan keperawatan
diharapkan
kebutuhan nutrisi
terpenuhi dengan
kriteria hasil :
- makanan habis 1
porsi.
- Mencapai BB
normal
- Nafsu makan
meningkat.
kegiatan
perawatan yang
tidak perlu pada
klien
b. Libatkan keluarga
dalam
pelaksanaan
aktifitas klie
c. Hindarkan
kelelahan yang
sangat saat
makan dengan
porsi kecil tapi
sering
d. Pertahankan
nutrisi dengan
mencegah
kekurangan
kalium dan
natrium,
memberikan zat
besi.
e. Sediakan diet
yang seimbang,
tinggi zat nutrisi
untuk mencapai
pertumbuhan yang
adekuat.
f. Jangan batasi
minum bila anak
sering minta
minum karena
kehausan



kelelahan pada
klien
b. klien diharapkan
lebih termotivasi
untuk terus
melakukan latihan
aktifitas
c. jika kelelahan dapat
diminimalkan maka
masukan akan lebih
mudah diterima dan
nutrisi dapat
terpenuhi.
d. peningkatan
kebutuhan
metabolisme harus
dipertahan dengan
nutrisi yang cukup
baik.
e. Mengimbangi
kebutuhan
metabolisme yang
meningkat.
f. anak yang
mendapat terapi
diuretik akan
kehilangan cairan
cukup banyak
sehingga secara
fisiologis akan
merasa sangat
haus.






3 Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
ketidak
seimbangan
antara
pemakaian
oksigen oleh
tubuh dan
suplai oksigen
ke sel.
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
diharapkan pasien
dapat melakukan
aktivitas secara
mandiri dengan
kriteria hasil :
- pasien mampu
melakukan aktivitas
mandiri.

a. Anjurkan klien
untuk melakukan
permainan dan
aktivitas yang
ringan.
b. Bantu klien untuk
memilih aktifitas
sesuai usia,
kondisi dan
kemampuan.
c. Berikan periode
istirahat setelah
melakukan
aktifitas


a. melatih klien agar
dapat beradaptasi
dan mentoleransi
terhadap
aktifitasnya.
b. melatih klien agar
dapat toleranan
terhadap aktifitas.
c. mencegah
kelelahan
berkepanjangan

4 Gangguan
pertumbuhan
dan
perkembangan
berhubungan
dengan tidak
adekuatnya
suplai oksigen
dan zat nutrisi
ke jaringan.
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
diharapkan
pertumbuhan dan
perkembangan tidak
terganggu dengan
kriteria hasil :
- BB dan TB
mencapai ideal
a. Monitor tinggi dan
berat badan setiap
hari dengan
timbangan yang
sama dan waktu
yang sama dan
didokumentasikan
dalam bentuk
grafik.
b. Ijinkan anak untuk
sering beristirahat
dan hindarkan
gangguan pasa
saat tidur.
a. mengetahui
perubahan berat
badan
b. tidur dapat
mempercepat
pertumbuhan dan
perkembangan
anak.
5 Resiko
gangguan
pertukaran gas
berhubungan
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
diharapkan
gangguan pertukaran
a. Berikan respirasi
support
b. nalisa gas darah
c. Batasi cairan
a. Untuk
meminimalkan
resiko kekurangan
oksigen.
dengan tidak
adekuatnya
ventilasi
gas tidak terjadi
dengan kriteria hasil :
- Pertukaran gas
tidak terganggu.
- Pasien tidak sesak.


b. Untuk mengetahui
adanya hipoksemia
dan hiperkapnia.
c. Untuk meringankan
kerja jantung.



















Daftar Pustaka

Aziz Alimul. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika
Cecily & Linda. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.Edisi 5. Jakarta: EGC.
Cecily L. Bets, Linda A. Sowden, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3, Jakarta :
EGC, 2002.
Hidayat,Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Cetakan Ketiga.
Jakarta: Salemba Medika
Ilmu Kesehatan Anak 2, Bagian ilmu Kesehatan FKUI, Staf pengajar Ilmu Kesehatan
Anak, FKUI, Jakarta.
Judith M. Wilkinson, Buku Saku Diagnosa Keparawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, edisi 7 jakarta, EGC, 2007.
Roy & Simon. (2002). Lecture Notes Pediatrik, Jakarta : Erlangga.
Sacharin,Rosa M, 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi II, Jakarta,EGC

Vous aimerez peut-être aussi