Vous êtes sur la page 1sur 12

PRATIKUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI

ANTIPIRETIKA

















Disusun Oleh:
1. Ismiatika Arief ( 1041111072 )
2. Liliana Tejakusuma ( 10411110 )
3. Maria Wiji Pangestu ( 1041111089 )
4. Martha Aryanti ( 1041111090 )




SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI
SEMARANG
2013

ANTIPIRETIK

A. TUJUAN
1. Mengenal satu cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek antipiretik suatu obat.
2. Mampu membedakan potensi antipiretik dari beberapa golongan kimia obat-obatan
antipiretik.
3. Mampu merumuskan beberapa kriteria antipiretik untuk senyawa-senyawa yang diduga
potensial untuk maksud ini.
4. Menyadari pendekatan sebaik-baiknya untuk mengatasi panas.

B. DASAR TEORI
Demam adalah suatu kondisi dimana suhu tubuh di atas batas normal, dapat disebabkan
oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan
suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak, atau dehidrasi. Banyak protein, pemecahan
protein, dan zat-zat tertentu lain, seperti toksin lipopolisakarida yang disekresi oleh bakteri
dapat menyebabkan titik setel termostat hipotalamus meningkat. Zat-zat yang menyebabkan
efek ini dinamakan pirogen. Terdapat pirogen yang disekresikan oleh bakteri toksik atau
pirogen yang dikeluarkan dari degenerasi jaringan tubuh yng menyebabkan demam selama
sakit. Bila titik setel termostat hipotalamus meningkat lebih tinggi dari normal, semua
mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh bekerja, termasuk konservasi panas dan
peningkatan pembentukan panas. Dalam beberapa jam setelah termostat diubah ke tingkat
yang lebih tinggi, suhu tubuh juga mencapai tingkat tersebut.
(Ganong, 2003)

Pada umumnya demam suatu gejala dan bukan merupakan penyakit tersendiri. Kini, para
ahli sependapat bahwa demam adalah suatu reaksi tangkis yang berguna dari tubuh terhadap
infeksi. Pada suhu diatas 37C limfosit dan makrofag menjadi lebih aktif. Bila suhu
melampaui 40-41C, barulah terjadi situasi kritis yang biasa menjadi fatal, karena tidak
terkendalikan lagi oleh tubuh.
(Tjay,T.H.,2002)

Demam sebagai tanda utuma penyakit yang paling tua dan paling umum diketahui.
Demam terjadi tidak saja pada mamalia tetapi juga pad unggas, reptil, amfibi dan ikan.
Apabila demam terjadi pada hewan homeotermik, mekanisme-mekasnisme pengaturan suhu
bekerja seolah-olah mereka disesuaikan untuk mempertahankan suhu tubuh pada tingkat
yang lebih tinggi dari pada normal, yaitu seperti jika termostat yang disetel ulang ke titik
baru yang diatas 37
o
C. Reseptor-reseptor suhu kemudian memberi sinyal bahwa suhu
sebenarnya lebih rendah daripada penyetelan pada titik baru tersebut dan mekanisme-
mekanisme untuk menaikkan suhu tubuh diaktifkan. Hal ini biasanya menyebabkan
timbulnya rasa kedinginan akibat vasokonstriksi kulit dan kadang-kadang menyebabkan
menggigil. Namun sifat respons bergantung pada suhu di sekelilingnya. Peningkatan suhu
pada hewan yang disuntikkan suatu pirogen sebagian besar disebabkan oleh peningkatan
pembentukan panas apabila hewan tersebut berada di lingkungan yang dingin dan penurunan
pengeluaran panas apabila berada dalam lingkungan yang hangat.
(Neal,M.J.,2006)
z
Manusia dikatakan sebagai mahluk "homeotermal". Artinya, suhu tubuh manusia normal
berkisar di sekitar 37
o
C. Hal itu diatur oleh organ tubuh yang terletak di dalam rongga kepala
di dalam jaringan otak yang disebut hypothalamus yang mempunyai dua sisi yaitu sisi
belakang dan sisi depan. Bagian belakang berfungsi menaikkan suhu tubuh dengan cara
mengurangi pengeluaran panas. Ini berguna ketika cuaca dingin, caranya dengan menggigil
dan mengurangi pengeluaran keringat.
Hipothalamus bagian depan berfungsi mengeluarkan panas lebih banyak ketika cuaca
panas. Caranya, dengan lebih banyak mengeluarkan keringat, yang menyebabkan suhu tubuh
kembali ke tingkat normal yaitu 37
o
C. Proses ini berjalan melalui suatu mekanisme umpan
balik yang rumit, yang diperantarai oleh saraf-saraf di kulit sebagai penerima sinyal suhu dan
juga oleh aliran darah di dalam tubuh.
Panas secara terus menerus dihasilkan dalam tubuh sebagai hasil metabolisme dan panas
tubuh juga secara terus menerus dibuang kelingkungan sekitar. Bila kecepatan pembentukan
panas tepat sama seperti kecepatan kehilangan, orang dikatakan berada dalam keseimbangan
panas. Tetapi bila keduanya berada di luar keseimbangan, panas tubuh dan suhu tubuh jelas
akan meningkat atau menurun.
(Guyton, C. Arthur, 1995)


C. ALAT DAN BAHAN
Alat:
a. Jarum suntik oral (ujung tumpul)
b. Termometer rektal
c. Beaker glass
d. Sonde
Bahan:
a. Tikus putih jantan
b. Zat pensuspensi (CMC Na)
c. Penginduksi panas (larutan pepton 5%)
d. Bahan obat (Metilprednisolon, Na diklofenak, Asam mefenamat dan Ibuprofen)

D. SKEMA KERJA

Dicatat suhu rektal normal dari masing-masing tikus
(Sebelum pemberian obat)

Ketiga tikus di suntik dengan larutan pepton 5%

Suhu rektal tiap tikus di catat tiap selang setengah jam

Pada saat tercapai puncak demam oleh pepton 5%


Kemudian ketiga hewan uji tersebut di beri suspensi
Metilprednisolon dosis 8 mg/50 kgBB manusia

Dicatat suhu tubuh masing-masing tikus selang
20,40,60,90,120,150 dan 180 menit

E. DATA PENGAMATAN
Perlakuan Tikus
Respon (menit)
suhu
awal
t20 t40 t60 t90 t120 t150 t180
Kontrol
1 36.4 37.5 37.9 37.4 37 37.5 37.1 37.1
2 36.9 38 37.5 37 37.1 37.7 37.6
3 36.3 38 38 37.2 37.7 36.9 36.8
Rata rata 36.533 37.833 37.8 37.2 37.267 37.367 37.167 37.1
Methyl
Prednisolon
1 37.2 37.7 36.5 37.1 37 36.5 37.3 36.8
2 37.9 37.5 37.8 37.5 36.7 36.4 36.9 36.7
3 37.8 37.5 36.5 36.3 37.7 37.8 36.8 36.7
Rata rata 37.633 37.567 36.933 36.967 37.133 36.9 37 36.733
Ibuprofen
1 36.9 37.55 37.4 36.9 37.1 36 36.8
2 36.3 37.5 37.2 36.5 37.2 37.3 36.8
3 37.2 37.2 37.2 37.1 36.7 36.2 36.8
Rata rata 36.8 37.417 37.267 36.833 37 36.5 36.8
Asam
Mefanamat
1 35.8 36.6 36.5 36.2 35.9 35.4 35.6 36
2 35.5 36.2 36.3 36 36.1 35.8 35.8 36
3 35.7 35.9 36.3 36.3 36.1 36
Rata rata 35.667 36.4 36.4 36.033 36.1 35.833 35.833 36
Na.
Diklofenak
1 37.5 37.6 37.8 37.7 37.7 37.4 37.4 37.3
2 37.5 37.6 37.7 37.7 37.7 37.6 37.3 37.3
3 37.5 37.8 37.7 37.7 37.7 37.6 37.4 37.2
Rata rata 37.5 37.667 37.733 37.7 37.7 37.533 37.367 37.267
Paracetamol
1 37.1 37.5 36.7 36.7 36.2 36.2 36.2 36.1
2 37.1 37.9 37.2 36.5 36.5 36.1 36.1 36.2
3 37.1 37.6 37.3 36.3 36.4 36.3 36.2 36.2
Rata rata 37.1 37.667 37.067 36.5 36.367 36.2 36.167 36.167



E. PERHITUNGAN
Metilprednisolon = 8 mg/50 kgBB manusia
*Kadar larutan stock zat sebenarnya
= 67,8 mg 4 mg
115,2 mg
= 0,0023 g/25 ml = 0,0942 mg/ml

*Dosis manusia 70 kg :
= 70 kg 8 mg = 11,2 mg
50 kg
11,2 mg 0,018 = 0,2016 mg/200 gram tikus
Dosis tikus per kgBB :
= 1000 g 0,2016 mg = 1,008 mg/kgBB
200 g

*Berat tara = 73,5 g
Berat tikus :
1. 211,1 g 73,5 g = 137,6 g
2. 200 g 73,5 g = 126,5 g
3. 232,8 g 73,5 g = 159,3 g

Tikus 1
Dosis = 137,6 g 1,008 mg/kgBB = 0,1387 mg
1000 g
VP = 0,1387 mg = 1,47 ml
0,0942 mg/ml

Tikus 2
Dosis = 126,5 g 1,008 mg/kgBB = 0,1257 mg
1000 g
VP = 0,1275 mg = 1,35 ml
0,0942 mg/ml
Tikus 3
Dosis = 159,3 g 1,008 mg/kgBB = 0,1605 mg
1000 g
VP = 0,1605 mg = 1,70 ml
0,0942 mg/ml

*Larutan Pepton 5% = 2 ml/200 g tikus
Tikus 1 = 137,6 g 2 ml = 1,37 ml
200 g
Tikus 2 = 126,5 g 2 ml = 1,26 ml
200 g
Tikus 3 = 159,3 g 2 ml = 1,59 ml
200 g

F. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini, prinsip pengujian efek obat antipiretik adalah dengan
mengukur kemampuannya untuk menurunkan panas yang dikondisikan secara
eksperimental pada hewan percobaan. Obat antipiretik sebagian besar bersifat asam,
sehingga banyak terkumpul dalam sel yang bersifat seperti di lambung, ginjal dan
jaringan lain yang mengalami peradangan. Namun, efek samping yang sering
ditimbulkan ialah induksi tukak lambung, yang kadang disertai anemia sekunder akibat
perdarahan saluran cerna.
Kemudian mekanisme demam tersebut diawali dengan timbulnya reaksi tubuh
terhadap pirogen. Bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh leukosit darah,
makrofag jaringan dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya
mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 ke dalam cairan
tubuh, disebut juga zat pirogen leukosit atau pirogen endogen. Zat interleukin-1 tersebut
ketika di hipotalamus menimbulkan demam dengan cara meningkatkan temperatur tubuh
dalam waktu 8-10 menit. Zat interleukin-1 juga menginduksi pembentukan prostaglandin,
terutama prostaglandin E-2, yang selanjutnya bekerja dihipotalamus membangkitkan
reaksi demam.
Penginduksi panas yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan vaksin
DPT dan obat yang akan diuji efeknya untuk menurunkan panas adalah Metiprednisolon,
Ibuprofen, Asam Mefenamat, Na Diklofenak dan Parasetamol.
Untuk melihat aktivitas dari obat-obat tersebut sebagai antipiretik, maka
dilakukan pengujian dengan menggunakan hewan uji coba yaitu berupa tikus putih jantan
yang didemamkan dengan penyuntikan larutan vaksin DPT ke dalam tubuh tikus secara
subplantar. Hewan percobaaan yang akan digunakan untuk percobaan dipuasakan terlebih
dahulu selama beberapa jam dan pada saat akan disuntikan larutan vaksin DPT, di ukur
suhu tubuh dari masing-masing tikus secara per rektal, yang mana suhu tubuh pada tikus
putih mirip dengan manusia, yaitu berkisar antara 35,9 sampai 37,5 C. Tikus putih yang
sudah demam diobati dengan obat-obat yang akan diujikan sebagai antipiretik tadi dan
CMC sebagai kontrol. Hasil dari pengamatan yang kami lakukan adalah sebagai berikut :
1) Metilprednisolon
Dari data percobaan yang diperoleh, bahwa hewan uji mengalami
kenaikan suhu tubuh setelah pemberian larutan pepton yang bertindak sebagai
penginduksi panas, namun kenaikan suhu tubuh yang dialami tidak terlalu jauh.
Rata-rata suhu awal pada hewan uji adalah 36,1 C, yang kemudian semakin naik
menjadi 36,4 C dan semakin turun menjadi 35,2 C. Hal ini mungkin disebabkan
karena larutan pepton yang digunakan sudah terhigroskopis, karena dibuat satu
hari sebelum percobaan, warna larutan peptonnya pun sudah berubah menjadi
kuning keruh yang semulanya berwarna jenih. Setelah diberi suspensi
Metilprednisolon yang akan diuji keefektifannya sebagai antipiretik, ternyata obat
ini tidak dapat menurunkan suhu tubuh (demam), terbukti dari rata-rata data hasil
pengamatan pada suhu tubuh hewan uji tidak menunjukkan adanya penurunan
suhu, malah terjadi kenaikkan suhu tubuh pada hewan uji. Hal ini disebabkan
karena terlalu seringnya tubuh tikus dicek melalui rektal, yang kemungkinan
menyebabkan tikus takut maupun merasa tidak nyaman karena sakit pada daerah
rektalnya dan tubuh tikus menjadi panas serta lemas. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa Metilprednisolon tidak dapat menurunkan demam.
Dan pada kontrol, semua hewan uji yang akan diberikan suspensi CMC
Na mengalami kematian secara mendadak, hal ini mungkin dapat terjadi karena
hewan uji dipuasakan terlalu lama dari jam 3 sore sampai keesokan harinya
(sekitar 18 jam lebih), ternyata tanpa diberi minum, makanya tikus menjadi lemas
dan mati serta kemungkinan karena terlalu sering dicek suhu tubuhnya melalui
rektal, bahkan ada yang berdarah pada daerah rektalnya.

2) Ibuprofen
Dari data hasil percobaan dapat terlihat bahwa pada menit ke-20 suhu
tubuh pada hewan uji mengalalami penurunan dan penurunan suhu tubuh tersebut
tetap sampai pada waktu akhir pengujian. Jika dibandingkan dengan suhu hewan
uji pada kontrol, suhu hewan uji dengan pemberian ibuprofen lebih rendah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa efek antipiretik dari ibuprofen terbukti dapat
menurunkan demam.

3) Asam Mefenamat
Dari data hasil pengamatan dapat terlihat bahwa suhu tubuh pada hewan
uji mengalami kenaikkan yaitu 90 menit setelah diberikan vaksin DPT. Kemudian
diberikan obat Asam mefenamat yang akan diuji efek antipiretiknya, ternyata
kadar dalam plasma meningkat sekitar 60 menit setelah pemberian obat, hal
tersebut dapat terlihat dari penurunan suhu tubuhnya. Meskipun suhu tubuh
hewan uji sempat naik pada menit berikutnya, namun pada waktu terakhir dari
pengujian didapatkan suhu tubuh yang terendah pada hewan uji selama
percobaan berlangsung.
Sedangkan pada kontrol, suhu tubuh hewan uji juga mengalami penurunan
setelah diberikan suspensi CMC Na, Namun penurunan suhunya lebih rendah.
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa Asam mefenamat dapat menurunkan demam,
meskipun mengalami penurunan suhu tubuh yang lebih besar dari pada kontrol,
namun penurunannya tersebut tidak terlalu jauh.

4) Natrium Diklofenak
Pada data hasil pengamatan terlihat bahwa suhu tubuh hewan uji
mengalami kenaikan setelah diberikan pepton, kemudian panas tersebut menjadi
turun karena pemeberian Na diklofenak, yang dapat dilihat dari rata-rata data
pengamatan terhadap suhu tikus. Dan pada kontrol juga mengalami penurunan
setelah diberikan suspensi CMC Na. Sehingga dapat dikatakan bahwa Na
diklofenak dapat menurunkan demam terbukti bahwa rata-rata dari data
pengamatannya lebih kecil dari pada kontrol, namun penurunan suhunya tidak
begitu jauh berbeda.

5) Parasetamol
Dan yang terakhir adalah menguji efektivitas antipiretik terhadap
parasetamol, diman telah diketahui bahwa parasetamol merupakan penghambat
dari COX-3 (Siklooksigenase-3) yang bekerja disentral otak. Dari data hasil
pengamatan terhadap suhu tubuh hewan uji terlihat bahwa suhu tubuh tikus mulai
turun pada menit ke-20. Namun perlu diperhatikan bahwa penurunan suhu dari
parasetamol relatif kecil, Hal tersebut dikarenakan parasetamol merupakan
penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Jika dibandingkan dengan
kontrol, penurunannya tidak begitu jauh. Jadi dapat dikatakan bahwa parasetamol
dapat menurunkan demam pada tikus.

Dampak yang disebabkan oleh demam ada tiga, yang pertama
kemungkinan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Ketika mengalami demam,
terjadi peningkatan penguapan cairan tubuh sehingga bisa kekurangan cairan.
Kedua, kekurangan oksigen. Saat demam, manusia dengan penyakit paru-paru
atau penyakit jantung sampai pembuluh darah bisa mengalami kekurangan
oksigen sehingga penyakit paru-paru atau kelainan jantungnya akan menyebabkan
infeksi saluran napas akut (Isakan semakin berat). Dan yang ketiga, demam di
atas 42 C bisa menyebabkan kerusakan neurologis (saraf), meskipun sangat
jarang terjadi. Kemungkinan hal-hal tersebutlah yang menyebabkan tikus
mengalami kematian.








G. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa :
Demam muncul karena kapasitas produksi panas lebih besar dari pada pengeluaran
panas pada tubuh itu sendiri.
Dampak demam ada 3, yaitu dehidrasi, kekurangan oksigen dan kerusakan neurologis
(syaraf).
Demam akan diturunkan oleh obat-obat yang bersifat sebagai antipiretik.
Metilprednisolon tidak dapat menurunkan demam, melainkan sebagai anti radang. Hal
tersebut dapat dilihat pada data hasil pengamatan.
Efek antipiretik dari ibuprofen terbukti dapat menurunkan demam.
Asam mefenamat dapat menurunkan demam, walaupun mengalami penurunan suhu
tubuh yang lebih besar dari pada kontrol, namun tidak terlalu jauh.
Na diklofenak dapat menurunkan demam dan penurunan suhu terjadi dibawah
penurunan suhu kontrol.
Demikian pula pada Parasetamol, efektif menurunkan demam pada tikus, walaupun
penurunannya relatif kecil.








H. DAFTAR PUSTAKA
Schunak. W., 1990, Senyawa Obat Edisi Kedua, Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta
Guyton, A.C., Hall, J.T., 1996, Texbook Medical Physiology, W.B. Saundes Company :
Missisipi
http://suryo-wibowo.blogspot.com/2006/05/demam.html (Diakses 23 Maret 2012)
http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/fullchapter/04520027-lisdiyanti.ps (Diakses 27 Maret 2012)

Mengetahui, Semarang,
Dosen pembimbing Praktikan



Ika Puspita, M.Sc., Apt Ismiatika Arif
Anastasia, S.Farm.,Apt ( 1041111072 )



Liliana Tejakusuma
( 1041111043 )



Maria Wiji Pangestu
( 1041111089 )


Martha Aryanti
( 1041111090 )

Vous aimerez peut-être aussi