Vous êtes sur la page 1sur 24

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL



PRAKTIKUM KE 2
JUDUL MATERI PRAKTIKUM
EMULSI DENGAN EMULGATOR BAHAN ALAM


TANGGAL PRAKTIKUM
Minngu, 18 Mei 2014

Di Susun Oleh :
Siti Ishafani (11010056)
Anggota :
Cisca Mia M
Nadia Fahmi
Egi Fadilla
Sutrisno

KELOMPOK I
DOSEN PEMBIMBING :
Drs. Pramono Abdullah, Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI BOGOR
2014

I. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum kali ini adalah untuk membuat emulsi dengan
menggunakan emulgator alam dan sintesis. Kemudian diamati stabilitas fisik sediaan
emulsi.

II. Dasar Teori
Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair
dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas.Emulsi
merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat bercampur, biasanya
terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil
dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir butir ini bergabung ( koalesen )
dan membentuk dua lapisan yaitu air dan minyak yang terpisah yang dibantu oleh zat
pengemulsi (emulgator) yang merupakan komponen yang paling penting untuk
memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen
yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil.Zat pengemulsi adalah PGA,
tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari
biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya
merupakan zat seperti putih telur.
Terdapat 2 tipe emulsi yaitu sebagai berikut :
1) Emulsi A/M yaitu butiran butiran air terdispersi dalam minyak
Pada emulsi ini butiran butiran air yang hidrofilik stabil dalam minyak
yang hidrofobik.
2) Emulsi M/A yaitu butiran butiran minyak terdispersi dalam air
Minyak yang hidrofobik stabil dalam air yang hidrofilik
II.2 KESTABILAN EMULSI
Bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan
air, dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem
dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa
berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Bila proses pengocokkan dihentikan,
maka dengan sangat cepat akan terjadi pemisahan kembali, sehingga kondisi
emulsi yang sesungguhnya muncul dan teramati pada sistem dispersi terjadi
dalam waktu yang sangat singkat. Kestabilan emulsi ditentukan oleh dua gaya,
yaitu:
1. Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals.
Gaya ini menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk
agregat dan mengendap.
2. Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpang-tindihan lapisan
ganda elektrik yang bermuatan sama. Gaya ini akan menstabilkan dispersi
koloid.
Ada beberpa faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi yaitu sebagai berikut :
a. Tegangan antarmuka rendah
b. Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka
c. Tolakkan listrik double layer
d. Relatifitas phase pendispersi kecil
e. Viskositas tinggi.

Monografi Bahan
Zat aktif Bentuk/pemerian Kelarutan Dosis
lazim
Khasiat/
kegunaan
Penyimpanan
Oleum ricini
(minyak jarak)

Cairan kental,
transparan, kuning
pucat atau hampir
tidak berwarna; bau
lemah bebas dari bau
asing dan tengik;
rasa khas.
Larut dalam
etanol; dapat
bercampur
dengan etanol
mutlak, dengan
asam asetat
glasial, dengan
kloroform dan
dengan eter.
5 20
ml
(sehari)

Pencahar Dalam wadah
tertutup rapat
dan hindarkan
dari panas
berlebih.
Pulvis Gummi
Acacia (serbuk
gom
akasia/serbuk
gom arab)
Serbuk, putih atau
putih kekuningan;
tidak berbau.
Larut hampir
sempurna
dalam air, tetapi
- Emulgator Dalam wadah
tertutup baik.
sangat lambat,
meninggalkan
sisa bagian
tanaman dalam
jumlah sangat
sedikit, dan
memberikan
cairan seperti
musilago, tidak
berwarna atau
kekuningan,
kental, lengket,
transparan,
bersifat asam
lemah terhadap
kertas lakmus
biru; praktis
tidak larut
dalam etanol
dan dalam eter
Paraffinum
Liquidum
(Parafin Cair)

Hablur tembus
cahaya atau agak
buram; tidak
berwarna atau putih;
tidak berbau; tidak
berasa; agak
berminyak.
Tidak larut
dalam air dan
dalam etanol;
mudah larut
dalam
kloroform,
dalam eter,
dalam minyak
menguap,
dalam hampir
semua jenis
- Dalam wadah
tertutup rapat
dan cegah
pemaparan
terhadap panas
berlebih.
minyak lemak
hangat; sukar
larut dalam
etanol mutlak

III. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah :
Mortar
Stemper
Timbangan analitik
Gelasukur 100 ml
Corong
Pipet volume
Pipettetes
Sudip
Thermometer
Gelaskimia
Tissue
Alumunium foil
Bunsen
Kassa
Kaki tiga

Bahan yang di gunakan dalam praktikum ini adalah:
Oleum ricini
PGA
Gliserin
Parafin

Flavor
Tragacanth
Aquadest
Pewarna


IV. Formulasi
Untuk formula atau formulasi yang digunakan pada praktikum ini adalah 3 jenis
formulasi yang dilakukan oleh 3 kelompok yang berbeda yaitu sebagai berikut :
a. Formulasi A
1. Emulsi (Kelompok I)
R/ PGA 5%
Gliserin 5%
Minyak 20%
Pewarna qs
Flavor qs
Air ad. 100 ml
2. Emulsi (Kelompok II)
R/ PGA 5%
PG 5%
Minyak 20%
Pewarna qs
Flavor qs
Air ad. 100 ml
3. Emulsi (Kelompok III)
R/ PGA 7,5%
Gliserin 7,5%
Minyak 20%
Pewarna qs
Flavor qs
Air ad. 100 ml
4. Emulsi (Kelompok IV)
R/ PGA 7,5%
PG 7,5%
Minyak 20%
Pewarna qs
Flavor qs
Air ad. 100 ml
5. Emulsi (Kelompok V)
R/ PGA 5%
Gliserin 7,5%
Minyak 20%
Pewarna qs
Flavor qs
Air ad. 100 ml
6. Emulsi (Kelompok VI)
R/ PGA 7,5%
PG 5%
Minyak 20%
Pewarna qs
Flavor qs
Air ad. 100 ml

b. Formulasi B
1. Emulsi (Kelompok I & IV)
R/ Parafin 20%
Tragacanth 2%
Propilen glikol 10%
Pewarna qs
Flavor qs
Air ad. 100 ml
2. Emulsi (Kelompok II & VI)
R/ Parafin 20%
Tragacanth 2%
Gliserin 7,5%
Pewarna qs
Flavor qs
Air ad. 100 ml
3. Emulsi (Kelompok III)
R/ Parafin 20%
CMC Na 3%
Propilen glikol 10%
Pewarna qs
Flavor qs
Air ad. 100 ml
4. Emulsi (Kelompok IV)
R/ Parafin 20%
CMC Na 3%
Gliserin 7,5%
Pewarna qs
Flavor qs
Air ad. 100 ml


V. Perhitungan dan Penimbangan
1. Oleum ricini 20 %



2. Gliserin 5 %



3. PGA 5 %












Perhitungan untuk Corpus emulsi/metode Continental : (4 : 2 : 1)
PGA = 5 gram
Oleum Ricini = 4/2 x 5 gr = 10 gram
Air = x 5 gr = 2,5 ml

VI. Cara Kerja
1. Diambil dan ditimbang bahan sesuai kebutuhan
No Bahan penimbangan
1.
2.
3.
4
5.
6.

Gliserin
PGA
Oleum ricini
Aquadest add
Flavor jeruk
Pewarna kuning
5 ml
5 ml
20 ml
65 ml
20 tetes
secukupnya
2. Pembuatan emulsi praktikum kali ini dengan metode continental yaitu dengan
perbandingan minyak : emulgator : air (4 : 2 : 1)
3. Mula mula dibuat corpus emulsi dengan melarutkan PGA dengan 2,5 ml air,
lalu ditambahkan oleum ricini 10 ml sedikit demi sedikit gerus cepat sehingga
membentuk corpus emulsi.
4. Selanjutnya dimasukkan sisa oleum ricini (10 ml) sedikit demi sedikit sambil
diaduk hingga homogen. Gliserin 5 ml dimasukkan sedikit demi sedikit sambil
diaduk hingga homogen.
5. Ditambahkan sisa air sampai volume kira-kira mendekati 100 ml lalu tambahkan
pewarna dan flavor, lalu air ditambah lagi hingga 100 ml.





VII. Data dan Pembahasan
VII.1 Data Hasil Pengamatan
a. Formulasi A
Kelompok Waktu Pengamatan
1 Hari 1



Warna lembayung muda, bagian atas
membentuk busa putih (creaming) 23 cm.
Rasio pemisahan :
Pengocokkan : reversible (homogen kembali)
Hari 7




Warna lembayung muda terlihat bening
dibandingkan dengan hari 1, bagian atas tetap
membentuk busa putih (creaming) 22 cm.
Tidak terlihat terbentuknya sedimentasi.
Emulsi mudah dituang.
Rasio pemisahan :
Pengocokkan : reversible (homogen kembali)
2 Hari 1




Warna kuning, bagian atas membentuk busa
putih (creaming) 25 cm.
Rasio pemisahan :
Pengocokkan : reversible (homogen kembali)
Hari 7




Warna kuning terlihat bening
dibandingkan dengan hari 1, bagian atas
tetap membentuk busa putih (creaming)
26 cm.
Tidak terlihat terbentuknya sedimentasi.
Emulsi mudah dituang.
Rasio pemisahan :
Pengocokkan : reversible (homogen
kembali)
3 Hari 1

Warna kuning, minyak terdispersi dengan baik.
Tidak membentuk busa dibagian atasnya.
Hari 7




Warna kuning terlihat lebih pekat, warna
emulsi tidak homogen, bagian atas
membentuk lapisan sindur putih (creaming)
28 cm, bagian tengah membentuk lapisan
putih susu 2 cm.
Emulsi tidak dapat dituang (irreversible).
Rasio pemisahan :
4 Hari 1

Warna hijau muda, minyak terdispersi dengan
baik.
Tidak mengalami pembentukan creaming.
Hari 7




Warna kuning terlihat pucat, warna emulsi
tidak homogen, bagian bawah membentuk
lapisan hijau tidak keruh 3 cm.
Rasio pemisahan :
Pengocokkan : reversible (homogen kembali)
5 Hari 1

Warna lembayung muda, minyak terdispersi
dengan baik.
Tidak membentuk busa dibagian atasnya.
Hari 7

Warna kuning terlihat pucat, tidak terbentuk
lapisan yang lain.

6 Hari 1




Warna hijau, membentuk busa dibagian
atasnya (creaming) 19 cm.
Rasio pemisahan :
Pengocokkan : reversible (homogen kembali)


b. Formulasi B
Hari 7




Warna yang terbentuk lebih terang,
membentuk busa dibagian atasnya
(creaming) 8 cm.
Terdapat lapisan hijau muda 12 cm
dibagian tengahnya.
Rasio pemisahan :
Pengocokkan : reversible (homogen
kembali)
Kelompok Waktu Pengamatan
1 Hari 1

Emulsi yang terbentuk homogeny berwarna
kuning muda.
Hari 7
()




Warna yang terbentuk lebih terang,
membentuk creaming dibagian atasnya
creaming 8 cm.
Rasio pemisahan :
Pengocokkan : reversible (homogeny
kembali)
2 Hari 1

Emulsi yang terbentuk homogeny berwarna
hijau muda.
Hari 7

Emulsi yang terbentuk masih homogen.
3 Hari 1
Emulsi (kanan), pelarutandengan air
dingin, (kiri) pelarutan dengan air
panas.
Emulsi dengan pelarutan dengan air
dingin lebih cepat membentuk
flokulan dibandingkan dengan
pelarutan air panas.
Emulsi dengan pelarutan air panas
membentuk emulsi yang homogen.

Hari 7
()




Emulsi dengan pelarutan dengan air dingin membentuk
creaming pada bagian atas 10 cm, pada bagian tengah
membentuk flokul-flokul yang berukuran besar 40
cm.
Pengocokkan : reversible (homogenkembali)
Emulsidenganpelarutan air panasmengalamiflokulasi.
4 Hari 1

Emulsi yang terbentuk homogeny berwarna kuning.


Hari 7

Emulsi yang terbentuk masih homogen.
5 Hari 1
Emulsi yang terbentuk homogen berwarna hijau.
Hari 7
()




Terjadi pembentukan creaming dibagian
tengah 83 cm.Lapisan atas berwarna
bening 10 cm.
Rasio pemisahan :
Pengocokkan : reversible (homogen
kembali)
6 Hari 1

Emulsi yang terbentuk masih homogen.


VII.2 Pembahasan
Pada praktikum non steril kali ini kami melakukan pembuatan emulsi
dengan zat aktif minyak ricini. Untuk pembuatan emulsi kali ini dilakukan dengan
6 jenis formulasi dengan varian pembandingnya adalah jumlah PGA, Propilen
glikol dan gliserin yang digunakan yaitu 5%, 7,5%, untuk kelompok kami
formulasi lengkapnya adalah sebagai berikut oleum ricini 20 %, PGA 5 %,
gliserin 5 %, flavor, pewarna secukupnya dan aquadest sampai 100 ml. Setelah
semua bahan diambil dan dibuat corpus emulsi dengan PGA dan air hasilnya
diperoleh corpus antara PGA dan air, dan baru ditambahkan oleum ricini (sebagai
fase minyak serta zat aktif utama).
Pembuatan emulsi praktikum kali ini dengan metode continental yaitu
dengan perbandingan minyak : emulgator : air (4 : 2 : 1). Metode continental
biasa di sebut metode gom kering dengan metode 4 : 2 : 1, emulsi di buat dengan
jumlah komposisi minyak dengan jumlah volume air dan dari jumlah
emulgator. Sehingga di peroleh 4 bagian minyak, 2 bagian emulgator, dan 1
bagian air. Mula mula dibuat corpus emulsi dengan melarutkan PGA dengan 2,5
Hari 7

Emulsi yang terbentuk homogeny berwarna hijau dan putih
gading.
ml air, lalu ditambahkan oleum ricini 10 ml sedikit demi sedikit gerus cepat
sehingga membentuk corpus emulsi. Penggerusan harus dilakukan cepat dan
konstan dengan tekanan yang cukup tetapi tidak terlalu tinggi karena dengan
semua hal tersebut kan mempengaruhi proses terbentuknya copus emulsi tersebut.
PGA disini berperan sebagai emulgator atau penstabil emulsi, ada 3 cara kerja
dari emulgator ini yaitu penurunan tegangan antar muka, terbentuknya film antar
muka yang kaku ( perlindungan mekanik terhadap koalesen dan terbentuknya
lapisan ganda listrik, merupakan pelindung listrik dari partikel. Dengan
penurunan tegangan antar muka akan menyebabkan menurunkan laju
pengendapan antar kedua fase yang tidak saling bercampur sehingga fase yang
satu akan tetap terdispersi kedalam fase yang lain, bila konsentrasi emulgator
cukup tinggi, akan terbentuk film yang kaku (rigid) antara fase tak tercampur
yang bekerja sebagai pelindung mekanis terhadap adhesi dan koalesen dari butir
tetesan emulsi. Seperti diketahui film antra muka dapat mecegah terjadinya
koalesen butir tetesan melalui aksi pelindung, amaka begitu pula film tersebut
dapat menyebabkan kekuatan tolak menolak listrik yang timbul dari kelompok
bermuatan listrik yang menempel dari pada permukaan butir teremulsi.
Selanjutnya dimasukkan sisa oleum ricini (10 ml) sedikit demi sedikit sambil
diaduk hingga homogen. Gliserin 5 ml dimasukkan sedikit demi sedikit sambil
diaduk hingga homogen. Selanjutnya dimasukkan gliserin sebagai pengatur
viskositas atau kekentalan larutan, selanjutnya ditambahkan pewarna, flavor dan
aqua dest sampai volume 100 ml. terbentuk emulsi yang stabil, tetapi memisah
dengan cepat setelah didiamkan. Pemisahan berupa partikel kabut seperti busa.
Pemisahan tersebut disebut Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua
lapisan, dimana lapisan yang satu mengandung butir-butir tetesan (fase dispers)
lebih banyak dari pada yang lain dibandingkan emulsi mula-mula. Dalam farmasi
terjadinya creaming akan menghasilkan kekurangan dalam distribusi obat yang
homogen. Kecuali jika sediaannya digojlog terlebih dahulu sebelum digunakan.
Dari hasil pengamatan stabilitas emulsi selama 7 hari terlihat peubahan
flokulasi/pengendapan yang berbeda setiap harinya, serta terlihat adanya endapan
pengotor pada sediaan. Pada fomula I yaitu dengan varian PGA 5% diperoleh
emulsi yang cukup stabil dimana pada awal setelah peracikan sudah terbentuk
flokulasi yang dapat terdispersi kembali setelah dilakukan penggonjokan,
mengendap pada fase atas. Hokum stokles memegang peranan penting dalam
proses terjadinya creaming. Analisa persamaan hokum stokles menunjukan bahwa
jika kerapatan fase dispers semakin besar maka kecepatan sedimentasi adalah
negative, maka terjadinya creaming adalah keatas ( up ward ). Makin besar
perbedaan kerapatan antara dua fase dan makin besar diameter butir-butir tetesan
dan makin rendah viskositas fase ekstern akan makin besar kecepatan creaming.
Pengurangan volume pengendapan dapat diakibatkan viskositas meningkat.
Viskositas yang sudah stabil dan bila dilakukan penggojlokan emulsi dapat
terbentuk kembali.
Pada formula II, III, IV, VI diperoleh emulsi yang kurang stabil. Pada hari
ke-7 volume pengendapan menjadi 26 ml. Hal ini dapat disebabkan oleh
berbagai factor seperti suhu ruangan, gravitasi karena dengan perubahan kedua
variable tersebut dapat mempengaruhi viskositas lanju pengendapan dari sediaan
dengan meningkatnya gravitasi laju pengendapan juga akan meningkat,
sedangkan dengan meningkatnya suhu viskositas larutan juga akan meningkat,
dengan meningkatnya viskositas dapat mempengaruhi volume
sedimentasi/pengendapan.
Dari hasil praktikum diperoleh hasil bahwa sediaan emulsi yang stabil
diperoleh pada formulasi V dengan jumlah penambahan PGA 5% dan gliserin
7,5%. Sedangkan laju pengendapan yang paling stabil diperoleh pada fomulasi
emulsi dengan penambahan PGA sebesar 5%, dan gliserin 7,5%
Pada praktikum ini diperoleh endapan pengotor pada sediaan, ini mungkin
diakibatkan karena adanya pengotor pada bahan baku atau alat yang digunakan
saat melakukan peracikan kurang terjamin kebersihannya. Endapan terlihat
semakin banyak mulai dari hari keempat sampai hari terakhir pengamatan

VIII. Kesimpulan
Jadi dari praktikum kali ini emulsi yang terbentuk mengalami creaming untuk
semua fomulasi yaitu pada kelompok 1, 2, 3, 4, dan 6. Creaming terajadi karena
berbagai factor yaitu salah satunya berbedaan selisih kerapatan jenis dari kedua fase
carian serta gravitasi sangat mempengaruhi kecepatan terjadinya
sedimentasi/creaming. Emulsi yang paling stabil laju pengendapannya diperoleh pada
emulsi dengan penambahan PGA 5% dan gliserin 7,5%.

IX. Pustaka
Ansel, Howard C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi ke empat.
Jakarta : UI-Press.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi IIIa. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Abdullah, pramono. 2012. Diktat Kuliah Formulasi dan Teknologi Sediaan Non
Steril : Solution/Syrup. Bogor.
Volgt,R.,1995.Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, terjemahan Soendani Noerono
Soewandhi.Edisi V, Gadjah Mada university Press, Yogyakarta.

Vous aimerez peut-être aussi