Vous êtes sur la page 1sur 24

ASKEP EFUSI PLEURA

EFUSI PLEURA

A. PENGERTIAN
Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson 2005).Pleura
merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang melapisi rongga
dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis). Diantara pleura parietalis dan
pleura visceralis terdapat suatu rongga yang berisi cairan pleura yang berfungsi untuk
memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernafasan. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura
mungkin mengalami peradangan atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura
menyebabkan paru tertekan atau kolaps.

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam rongga
pleura (Somantri, 2008).

Efusi pleura adalah penumpukan cairan didalam rongga pleura yang terelatak diantara
permukaan viseral dan parietal (Smeltzer, Suzanne 2001).

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau
cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111)

Cairan dalam keadaan normal dalam rongga pleura bergerak dari kapiler didalam pleura
parietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui pleura visceralis. Selisih
perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis lebih besar daripada selisih perbedaan
pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura visceralis lebih besar daripada
pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal hanya terdapat beberapa
mililiter cairan.




B. ETIOLOGI
Berbagai penyebab timbulnya effusi pleura adalah :
1. Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik.
2. Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonary dan perikarditis.
3. Penyakit pada abdomen, seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom Meigs.
4. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, mikobakterial dan parasit.
5. Trauma
6. Penyebab lain seperti lupus eritematosus sistemik, rematoid arthritis, sindroms nefrotik
dan uremia.

C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat
sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan
osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke
dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupa transudat
maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada
gagal jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan
dari pmbuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada penyakit
hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks. Cairan pleura
cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi.
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat
peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.Jika efusi pleura
mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh prluasan infeksi
dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru atau
perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa cairan hemoragis disebut
hemotoraks dan biasanya disebabkan karena trauma maupun keganasan.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi engembangannya. Derajat
gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit.
Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan
terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal nafas.
Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)
60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) 50 mmHg melalui pemeriksaan
analisa gas darah.

D. TANDA DAN GEJALA
1. Batuk
2. Dispnea bervariasi
3. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
4. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
6. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
7. Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi.
8. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
9. Fremitus fokal dan raba berkurang.
10. Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik, bronkiektasis,
abses dan TB paru.






E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen Toraks
Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat permukaan yang
melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
2. CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama
bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat
kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.
3. Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering digunakan dalam
menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.
4. Torakosentesis

F. PENATALAKSANAAN
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui
selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multiokuler,
perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam
fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi
terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis
yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin,
Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
1. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
2. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
3. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
4. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),
menghilangkan dispnea.
5. Water seal drainage (WSD) : Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi
menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1
1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru,
jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru
dapat dilakukan 1 jam kemudian.
6. Antibiotika jika terdapat empiema.
7. Operatif.

G. KOMPLIKASI
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi
perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan
fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada
jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan
akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah
yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses
penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian /
semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.













Asuhan Keperawatan Efusi Pleura

A. Pengkajian
1. Anamnesis:
Pada umumnya tidak bergejala . Makin banyak cairan yang tertimbun makin cepat dan jelas
timbulnya keluhan karena menyebabkan sesak, disertai demam sub febril pada kondisi
tuberkulosis.
2. Kebutuhan istrahat dan aktifitas
Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-kuatnya, kesulitan tidur, demam
pada sore atau malam hari disertai keringat banyak.
Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha bernapas sekuat-kuatnya,
perubahan kesadaran (pada tahap lanjut), kelemahan otot, nyeri dan stiffness (kekakuan).
3. Kebutuhan integritas pribadi
Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan kebutuhan akan pertolongan dan
harapan
Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan kecemasan
4. Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri
Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk
Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi, dan kurang
istrahat/kelelahan
5. Kebutuhan Respirasi
Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif, napas pendek, nyeri dada
Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit lanjut dan fibrosis paru
(parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada yang asimetris, fremitus vokal menurun, pekak pada
perkusi suara nafas menurun atau tidak terdengan pada sisi yang mengalami efusi pleura. Bunyi
nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat ditemukan pada bagian paru yang terjadi
lesi. Crackles dapat ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk.
Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak darah
Dapat pula ditemukan deviasi trakea
6. Kebutuhan Keamanan
Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker, AIDS , demam sub febris
Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris
7. Kebutuhan Interaksi sosial
Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang diderita, perubahan pola peran.


Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi pekak, fremitus vokal menurun atau asimetris bahkan
menghilang, bising napas juga menurun atau hilang. Gerakan pernapasan menurun atau
asimetris, lenih rendah terjadi pada sisi paru yang mengalami efusi pleura. Pemeriksaan fisik
sangat terbantu oleh pemeriksaan radiologi yang memperlihatkan jelas frenikus kostalis yang
menghilang dan gambaran batas cairan melengkung.


Pemeriksaan Diagnostik
Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam
Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48 72 jam setelah
injeksi.
Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru, deposit kalsium
pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang menghilang, serta gambaran batas
cairan yang melengkung.
Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis
Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)
Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia disebabkan oleh retensi air yang
abnormal pada tuberkulosis lanjut yang kronis
ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru
Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio residual udara
ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.

B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul :
1. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya
batuk buruk
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan
paru dan atalektasis
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan
anoreksia



C. Intervensi
1. Ketidak efektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya batuk
buruk.
NOC :
Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif dan dibuktikan dengan status
pernafasan, pertukaran gas dan ventilasi yang tidak berbahaya :
- Mempunyai jalan nafas yang paten
- Mengeluarkan sekresi secara efektif.
- Mempunyai irama dan frekuansi pernafasan dalam rentang yang normal.
- Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
Menunjukkan pertukaran gas yang adekuatditandai dengan :
- Mudah bernafas
- Tidak ada kegelisahan, sianosis dan dispnea.
- Saturasi O2 dalam batas normal
- Rontgen toraks dalam rentang yang diharapkan.
NIC :
Kaji dan dokumentasikan
- Keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain.
- Keefektifan pengobatan.
- Kecenderungan pada gas darah arteri.
Auskultasi dada anterior dan posterior untukmengetahui adanya penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan adanya bunyi hambatan.
Penghisapan jalan nafas
- Tentukan kebutuhan penghisapan oral/trakeal.
- Pantau status oksigen dan status hemodinamik serta irama jantung sebelum, selama dan setelah
penghisapan.
Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk menurunan viskositas sekresi.
Jelaskan penggunaan peralatan pendukung denganbenar, misalnya oksigen, alat
penghisap lender.
Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang
dilarang di dalam ruang perawatan.
Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk memudahkan
keluarnya sekresi.
Rundingkan dengan ahliterapi oernafasan sesuai dengan kebutuhan.
Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi.
Beritahu dokter tentang hasil analisa gas darah yang abnormal.
Bantu dalam pemberian aerosol. Nebulizer dan perawatan paru lain sesuai dengan
kebijakan dan protocol institusi.
Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan sekresi.
Jika pasien tidak mampu untuk melakukan ambulasi, letak posisi tidur pasien diubah tiap
2 jam.
Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur untuk menurunkan kecemasan
dan peningkatan kontrol diri.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru dan
atalektasis.
NOC :
Gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang dibuktikan dengan status pernafasan yang
tidak bermasalah.
Pertukaran gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan indicator :
- Status neurologist dalam rentang yang diharapkan.
- Tidak ada dispnea saat istirahat dan aktifitas.
- Tidak ada gelisah, siamosis dan keletihan
- Pa O2, Pa CO2, pH arteri dan saturasi O2 dalam batas normal.
NIC :
Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman, usaha bernafas, produksi sputum.
Pantau saturasi O2 dengan oksimeter.
Pantau hasil analisa gas darah.
Pantau status mental ( tingkat kesadaran, gelisah, confuse)
Peningkata frekuanse pemantauan pada saatpasien tampak somnolen.
Observasi terhadap sianosis, terutama membrab mukosa mulut.
Jelaskan penggunaan alat bantu yang digunakan.
Ajarkan teknik bernafas dan relaksasi.
Ajarkan batuk yang efektif.
Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan pemeriksaan AGD dan alat Bantu yang
dianjurkan sesuai dengan perubahan kondisi pasien.
Laporkan perubahan kondisi pasien: bunyi nafas, pola nafas, hasil AGD dan efek dari
pengobatan.
Berikan obat-obat yang diresepkan.
Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur, untuk menurunkan
ansietas.
Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen.
Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea.

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
NOC :
Mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan,
penghematan energi dan aktifitas kehidupan sehari-hari.
Menunjukkan penghematan energi ditandai dengan indicator :
> Menyadari keterbatasan energi.
> Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat.
> Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas.
NIC :
Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.
Tentukan penyebab keletihan.
Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas.
Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energi.
Pantau pola istirahat pasien dan lamanya istirahat.
Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan
meminimalkan konsumsi oksigen.
Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah
kelelahan.
Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat.
Bantu pasien untuk mengubah posisi tidur secara berkala dan ambulasi yang dapat
ditolerir.
Rencanakan aktifitas dengan pasien / keluarga yang meningkatkan kemandirian dan daya
tahan.
Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktifitas.
Rencanakan aktivitas pada periode pasien mempunyai energi paling banyak.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan
anoreksia.
NOC :
Menunjukkan status gizi yang baik dengan indicator adekuatnya makanan oral,
pemberian makanan lewat NGT atau nutrisi parenteral.
Mempertahankan berat badan dalam batas normal.
Nilai laboratorium albumin, transferin dan elektrolit dalam batas normal.
NIC :
Tentukan motivasi pasien untk mengubah kebiasaan makan.
Pantau nilai laboratorium khususnya transferin, albumin dan elektrolit.
Ketahui makanan kesukaan pasien.
Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
Timbang pasien pada interval yang tepat.
Ajarkan keluarga dan pasien tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
Diskusikan dengan ahli gizi dalam memberikan asupan diet.
Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi.
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.
Bantu makan sesuai kebutuhan.
Identifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya nafsu makan.











DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A, 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 3 Jilid I, Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Price, A & Wilson, M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6, Terjemahan,
Jakarta : EGC.
NANDA, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Alih Bahasa : Budi Santosa,
Prima Medika, Jakarta
Smeltzer, S & Bare, B 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.
http://nurullchoiriah.blogspot.com/2012/12/askep-efusi-pleura.html

askep efusi pleura
LAPORAN PENDAHULUAN
EFUSI PLEURAL
feri juliansyah (akper harum jakarta )

A. Pengertian

Efusi pleural adalah Pengumpulan cairan dalam dalam ruang pleura (selaput yang menutupi
permukaan paru-paru) yang terletak di antara permukaan visceral (selaput)dan parietal (dinding).
(Brunner and Suddarth edisi 8 volume 1,2001)

Efusi pleura adalah adalah Cairan yang terkumpuk dalam rongga pleura .
(Sylvia A.Price , 2006)
Efusi pleural adalah Terkumpulnya cairan abnormal dalam kavum pleura
(Arief mansjoer 1999)

Efusi pleural adalah Cairan yang tertumpuk dalam rongga pleura.
(Dr. HendraLaksman, 2003)

Kesimpulan :
Efus pleura adalah penumpukan cairan dalam rongga pleura yang disebakan oleh banyak faktor
seperti penyakit dan tekanan abnormal dalamparu-paru.



Patofisiologi
1. Etiologi
Bisa terjadi 2 jenis efusi yang berbeda:
1. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di
dalam paru-paru.
Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan adalah gagal jantung kongestif.
2. Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali disebabkan oleh
penyakit paru-paru.
Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan
beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa.
Penyebab lain dari efusi pleura adalah:
Kadar protein darah yang rendah
Sirosis
Pneumonia
Abses dibawah diafragma
Artritis rematoid
Pankreatitis
Emboli paru
Tumor
Lupus eritematosus sistemik
Pembedahan jantung
Cedera di dada
Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin,klorpromazin, nitrofurantoin,
bromokriptin, dantrolen, prokarbazin)
Pemasanan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.
Efusi pleura dapat terjadi karena terjadinya inflamasi oleh bakteri atau tumor yang mengenai
permukaann pleural juga dapat terjadi karena ketidak seimbangan tekanan hidrostatik dan
osmotic.


2. Manifestasi klinis
Biasanya manifestasi klinisnya disebabkan oleh penyakit dasar (Peneumonia).
a.Demam
b. Mengigil
c. Nyeri dada pleuritis
d. Dispnea
e. Batuk
f. Sesak nafas
g. Bunyi nafas minimal
h. Egofoni akan terdengar diatas area efusi
i. Deviasi Trakea menjauhi tempat sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural
yang signifikan .

3. Proses penyakit
TEKANAN HIDROSTATIK


Cairan masuk


Cairan tertimbun dalalm jaringan / Ruangan



Kongesti jantung (transudat) Abses paru/ kangker paru/TB paru
/Penumonia dll (elsudat)


Efusi pleura






4. Komplikasi
a. fibrosis paru :
1) Pleural Parietal
2) Pleura Viseral

5. Penatalaksanaan Medis
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya penurunan suara
pernafasan.

Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut:
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi
pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.

2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor


3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit,
sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan lokal).

5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana
contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari
efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

6. Analisa cairan pleura

7. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.

8.Pemerikasaan Laboratorium seperti:
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri,Pewarnaan Gram,basil tahan asam(utuk
tuberkolusis), hitung sel darah meram dan putih, Pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat
dehidrogenase [LDH], Protein), Analisis sitologi utuk sel Malignan dan pH.

2. Terapi
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan
kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidak nyamanan serta dispena, Terapi yang di
berikan adalah :

Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.
Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran
nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang
selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar
dari pleura (dekortikasi).

Pengaliran cairan dan pemberian obat antitumor kadang mencegah terjadinya pengumpulan
cairan lebih lanjut.

Jika pengumpulan cairan terus berlanjut, bisa dilakukan penutupan rongga pleura. Seluruh cairan
dibuang melalui sebuah selang, lalu dimasukkan bahan iritan (misalnya larutan atau serbuk
doxicycline) ke dalam rongga pleura. Bahan iritan ini akan menyatukan kedua lapisan pleura
sehingga tidak lagi terdapat ruang tempat pengumpulan cairan tambahan.

Jika darah memasuki rongga pleura biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang.
Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah
(misalnya streptokinase dan streptodornase).
sJika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka
perlu dilakukan tindakan pembedahan.

Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran getah bening.
Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran
getah bening.


D. Pengkajian

Adapun pengkajian yang di lakukan pada klien dengan efusi pleura adalah :
1.Aktifitas / istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktifitas ataupun istirahat

2. Sirkulasi
Tanda :
a. Takikardia
a. Frekuensi tak teratur/disritmia
b. Irama jantung gallop(gagal jantung sekunder terhadap efusi plura)
c. Nadi apical (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal (dengan tegangan
penumotorak
d. Tanda Homman (bunyi renyah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukan udara
dalam mediastinum)
e. Tekanan darah :Hipertensi/Hipotensi
f. Denyut Vena Jugularis

3. Integeritas ego
Tanda : Ketakutan, Gelisah

4. Makanan / Cairan
Tanda :Adanya pemasangan IV vena sentral/ Infus tekanan
5. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala (Tergantung
pada ukuran /
area yang
terlibat ) : a. Nyeri dada unilateral, meningkat karma pernafasan, batuk.
Timbul tiba- tiba gejala sementara batuk atau regangan (Peneumotorak spontan )
b. Tajam dan nyeri, menusuk yang di perberat oleh nafas dalam , kemungkinan ke leher,bahu,
abdomen (efusi pleural)

Tanda :a. Berhati- hati pada area yang sakit
b.Prilaku distraksi
c. Mengkerutkan wajah

6. Pernafasan
Gejala :Kesulitan bernafas, Lapar nafas
a. Batuk (mungkin gejala yang ada)
b. Riwayat bedah dada/ Trauma; Penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi),
penyakit interstisial menyebar (sarkoidosi); Keganasan ( mis.obstruksi tumor) Peneumotoraks
spontan sebelumnya; Ruptur empisematous bula spontan, bleb sub pleural (PPOM).

Tanda :Pernafasan :Peningkatan frekwensi/ takipnea
a. Peningkatan kerja nafas, penggunaan otot aksesori pernafasan pada dada, leher; rektraksi
interkostal, ekspirasi abdominal kuat .
b. Bunyi nafas menurun atau tak ada ( sisi yang terlibat)
c. Premitus menurun (sisi yang terlibat )
d. ferkusi dada :Hiperresonan di atas area terisi udara (penumotoraks , bunyi pekak diatas area
yang terisi cairan (hemotoraks)
e. Observasi dan palpasi dada: Gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kempes,
penurunan pengembangan toraks ?(Area yang sakit).
f. Kulit:Pucat, sianosis, berkerigat ,resipitasi subkutan(udara pada jaringan dengan palpasi )
g. Mental :Ansietas ,gelisah, binggung,pingsan.
h. Pengunaan ventilasi mekanik tekanan positif / terapi PEEP

7. Keamanan
Gejala :a. Adanya trauma dada
b. Radiasi / kemoterapiuntuk keganasan

8. Penyuluhan pembelajaran
Gejala :a. Riwayat factor resiko :Tuberkolusis, kangker .
b. Adanya bedah intratorakal / biobsi paru
c. Bukti kegagalan membaik

E. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru (Akumulasi udara / cairan
Hasil yang diharapkan : Menunjukan pola pernafasan normal / efektif dengan GDA dalam
rentang normal .Bebas sianosis, dan dispnea
Intervensi:
Mandiri :
1. Mengidentifikasi etiologi / factor pencetus, contoh kolaps spontan, trauma, keganasan, infeksi,
komplikasi ventilasi mekanik.
2. Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan / pernapasan serak, dispnea, keluhan lapar
udara terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.
3. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik. Catat perubahan
tekanan udara.
4. Auskultasi bunyi nafas
5. Kaji pasien adanya nyeri tekan bila batuk,nafas dalam
6. Pertahan kan posisi nyaman ,biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik kesisi
yang sakit.
7. Pertahankan perilaku tenang, Bantu pasien untuk control diri dengan menggunakan
pernafasan lebih lambat / dalam
8. Bila terpasang selang dada: Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar
(batas air, pengatur dinding, / meja disusun dengan tepat ).
9. Periksa batas cairan pada botol penghisap ;pertahankan pada batas yang ditentukan.

Kolaborasi :
1. Kaji seri foto torak
2. Awasi / gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri .Kaji kapasitas vital/ pengukuran volume
tidal.
3. Berikan oksigen tambahan melalui kanula/ masker sesui indikasi.

Rasional :
Mandiri :
1. Pemahaman penyebab kolaps perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat dan memilih
tindakan terpeutik yang lain.
2. Disteres pernafasan dan perubahan pada tanda- tanda vital dapat terjadi karena stress
foisiologis dan nyeri qatau dapat menunjukan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia/
perdarahan .
3. Kesulitan bernafas dengan ventilator dan atau peningkatan tekanan jalan nafas diduga
memburuknya kondisi / terjadinyan komplikasi .
4. Bunyi nafas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru atau seluruh area paru (
unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi nafas, dan sebagian area kolaps menurun bunyinya.
Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya dan memberikan data evaluasi
perbaikan pleura.
5. Sokongan terhadap dada dan otot abnormal membuat batuk efektif/ mengurangi trauma.
6. Meningkatkan inspirasi maksimal ,meningkatkan ekspirasi paru dan ventilasi pada sisiyang
tak sakit.
7. Membantu pasien mengalami efek fisiologi hipoksia yang dapat dimanifestasikan sabagai
ansietas/ketakutan .
8. Mempertahankan tekanan negative intrapleural sesuai yang diberikan , yang meningkatkan
ekspansi optimum dan drainase cairan.
9. Air botol penampung bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke
area pleural,jika sumber penghisap diputuskan dan membantu dalam evaluasi apakah system
drainase dada berfungsi dengan tepat.

Kolaborasi :
1. Mengawasi kemajuan perbaikan ekspirasi paru ,mengidentifikasi kesalahan posisi selang
endotrakeal mempegaruhi inflasi paru .
2. Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi , perlu untuk kelanjutan atau gangguan dalam
terapi
3. Alat dalam menurunkan kerja nafas; meningkatkan penghilangan distres respirasi dan sianosis
sehubungan dengan hipoksemia.

2. Resiko terhadap Trauma/ penghentian nafas b.d pemasangan alat dari luar(system drainase
dada)
Hasil yang diharapkan :Mengenal kebutuhan / mencari bantuan untuk mencegah komplikasi.
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji dengan pasien tujuan / fungsi unit drainase dada catat gambaran keamanan .
2. Pasangkan kateter toraks kedinding dada dan berikan panjang selang ekstra sebelum
memindahkan atau mengubah posisi pasien :
Amankan sisi sambungan selang
Berbantalan pada sisi dengan kasa/ plester
3. Amankan unit drainase pada tempat tidur pasien atau pada sangkutan / tempat tertentu pada
area dengan lalulintas rendah.
4. Awaasi sisi lubang pemasangan selang , cataat kondisi kulit, ,adanya /karaktristik drainase dari
sekitar kateter. Ganti / pasang ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan .
5. Anjurkan klien untuk menghindari berbaring / menarik selang
6. Identifikasi perubahan / situasi yang harus dilaporkan pada perawat , contoh perubahan bunyi
gelembung, lapar udara tiba- tiba nyeri dada , lepaskan alat.
7. Observasi tanda distress pernafasan bila kateter torak tercabut/ terlepas

Rasional :
1. Infoermasi tentang bagaimana system bekerja memberikan keyakinan , menurunkan ansietas
npasien .
2. Mencegakh terlepasnya kateter dada atau selang terlipat dan menurunkan nyeri/ ketidak
nyamanan sehubungan dengan penarikan atau pergerakan selang .

Mencegah terlep[asnya selang
Melindungi kulit dari iritasi/ tekanan
3. Mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunkan resiko kecelakaan jatuh/ unit pecah.
4. Memberikan pengenalan dini dan mengobati adanya erosi / infeksi kulit.
5. menurunkan resiko obstruksi drainase/ terlepasnya selang
6. intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius.
7. Efusi pleura dapat terulang / memburuk , karena mempengaruhi fungsi pernafasan dan
memerlukan intervensi darurat.

3. Resti terhadap kerusakan ,pertukaran gas b.d Penurunan permukaan efektif paru
Hasil yang diharapkan :
o Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jarigan adekuat denga GDA dalam rentang
normal.
o Bebas dasri gejala distres pernafasan
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji dispnea ,takipnea tak normal / menurunya bunyi nafas, peningkatan ,terbatasnya ekspansi
dinding dada dan kelemahan .
2. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran . Catat sianosis dan / atau perubahan waran kulit ,
termasuk membrane mukosa dan kuku.
3. Tunjukan / dorong bernafas dengan bibir selama ekhalasi, khususnya untuk pasien dengan
fibrosis atau kerusakan parenkim.
4. Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan Bantu aktifitas perawatan diri sesuai keperluan .

Kolaborasi
1. Awasi seri GDA/ nadi osimetri
2. Berikan oksigen tambahan yang sesuai

Rasional
Mandiri :
1. Efusi pleura dapat menyebabkan efek luas pada paru, sehingga efek pernafasan dapat ringan
sampai dispnea berat sampai disters pernafasan .
2. Pengaruh jalan nafas dapat menggangu oksigenasi organ vital dan jaringan
3. Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps/ penyempitan jalan nafas,
sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan / menurunkan nafas
pendek.
4. Menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat
menurunkan beratnya gejala.

Kolaborasi :
1. Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan / atau saturasi atau peningkatan PacO2
menunjukan untuk intervensi / perubahan program terapi .
2. Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi
/ menurunya permukaan alveolar paru.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan Tidak kuat pertahanan utama (Trauma jaringan paru,
Penurunan kerja silia, Stasis cairan tubuh..,Prosedur invasive,Penyakit kronis,Tidak kuat
pertahanan sekunder(imun)
Hasil yang diharapkan :
Menunjukan Pemahaman faktor resiko individu
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/ menurunkan resiko infeksi
Menunjukan teknik untuk meningkatkan lingkungan aman
Intervensi
Mandiri :
1. Catat Faktor resiko terjadinya infeksi Pastikan
2. Observasi warna /bau /Bau/Karakteristik cairan ,Catat drainase sekitar selang .
3. Turunkan faktor resiko nosolomial melalui cuci tangan yang tepat pada semua perawat,
mempertahankan tehnik pengisapan steril
4. Dorong nafas dalam
5. Auskultasi bunyi nafas
6. Awasi / batasi pengunjung.Hindari kontak dengan infeksi saluran nafas atas
7. Anjurkan menyediakan wadah sekali pakai untuk mennampung sputum jika klien batuk
berdahak
8. Pertahankan hidrasi adekuat dan nutrisi.
9. Doerong perawatan diri / Aktifitas sampai batasan toleransi,Bantu dengan latihan bertahap
Kolaborasi :
1. Ambil kultur sputum sesuai indikasi
2. Berikan antimicrobial sesuai indikasi
Rasional
Mandiri :
1. Intubasi , ventilasi mekanik lama , ketidak mampuan umum , malnutrisi, usia ,dan prosedur
invasive adalah factor dimana pasien potensial mengalami infeksi dan lama sembuh. Kesadaran
akan factor resiko memberikan kesempatan untuk membatasi efeknya.
2. Kuning /hijau, sputum berbau purulen menunjukan infeksi; sputumkental, lengket diduga
dehidrasi.
3. Faktor ini paling sederhanan tapi paling penting untuk mencegah infeksi di rumah sakit.
4. Memaksimalkan ekspansi paru
5. Adanya ronkhi/mengi diduga ada tahanan sekretyang perlu pengeluaran / pengisapan.
6. Individual telah dipengaruhi dan berada pada resiko tinggi mengalami infeksi
7. Menurunkan transmisi organisme melalui cairan
8. Membantu memperbaiki tahanan umum untuk memperbaiki tahanan umum untuk penyakit
dan menurunkan resiko infeksi dan stasis sekret.
9. Memperbaiki kesehatan umum dan reganggan otot dan dapat merangsang perbaikan sistem
imun.
Kolaborasi
1. Diperlukan untuk mengidentifikasi patogen dan antimikrobital yang tepat.
2. Satu atau lebih agen dapat digunakan tergantung pada identifikasi patogen bila infeksi terjadi.

5. Kurang pengetahuan b.d mengenai kondisi, aturan pengobatan
Hasil yang diharapkan :
Menyatakan pemahaman penyebab masalah
Mengidentifikasi tanda/ gejala yang memerlukan evaluasi medik
Mengikuti program pengobatan dan menunjukan perubahan pola hidup yang perlu untuk
mencegah terulangnya masalah



Intervensi
Mandiri :
1. Kaji kempuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah kelemahan , tingkat
partisipasi, lingkungan terbaik dimana pasien dapat belajar, seberapa banyak isi, media terbaik,
siapa yang terlibat.
2. Identifikasi kemungkinan kambuh/ komplikasi jangka panjang.
3. Kaji ulang tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat contoh nyeri dada tiba-
tiba, dispnea, distres pernafasan lanjut.
4. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, contoh nutrisi baik, istirahat, latihan.
5. Tekankan untuk tidak merokok dan minum alcohol

Rasional :
Mandiri :
1. Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk
pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik
2. Penyakit paru seperti PPOM berat dan keganasan dapat meningkatkan insidenkambuh
3. Berulangnya penumotoraks/ efusi pleura /TB paru memerlukan intervensi medik untuk
mencegah/ menurunkan potensial komplikasi.
4. Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah
kekambuhan
5. meskipun merokok tidak merangsang berulangnya efusi pleura tetapi meningkatkan disfungsi
pernapasan/bronchitis.


F. Implementasi
Pelaksanaan bertujuan untuk mengatasi diagnosa dan masalah keperawatan, kolaborasi dan
membantu dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan dan mempasilitas koping, tahapan tindakan
keperawatan ada 3 antara lain :


1. Persiapan : Perawat menyiapkan segala sesuatu yang perlu dalam tindakan
keperawatan, yaitu mengulang tindakan keperawatan yang diidentifikasikan pada tahap
intervensi,menganalisa pengetahuan dan ketermpilan yang diperlukan dalam mengetahui
komplikasi dari tindakan yang mungkin muncul, menentukan kelengkapan dan menentukan
lingkungan yang kondusif. Mengidentifikasi aspek hukum dan kode etik terhadap resiko dari
kesalahan tindakan.
2. Intervensi : Pelaksanaan tindakan keperawatan yang bertjuan untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan emosional, adapun sifat tindakan keperawatan yaitu independen,
interindependen,dan dependen.
3. Dokumentasi: Mendokumentasikan suatu proses keperawatan secara lengkap
dan akurat.

G. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan melihat sejauh mana
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan dan mengevaluasi kesalahan yang terjadi selama
pengkajian, analisa, intervensi, mengimplementasi keperawatan.
a. Formatif
Evaluasi setelah rencana keperawata dilakukan untuk membantu keefektifan tindakan yang
dilakukan secara berkelanjutan hingga tujuan tercapai.
b.Sumatif
Evaluasi yang diperlukan pada akhir tindakan keperawatan secara obyektif,
fleksibel dan efisien.














DAFTAR PUSTAKA

Arif , Mansjoer .2001.KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Edisi 3.Jakarta ; EGC

Dongoes, E.Marlyn ,dkk.1999.RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN,PEDOMANUTUK
PERAWATAN DAN PENDOKUMENTASIAN PERAWATAN PASIEN.Jakarta :EGC

Suddarth and Brunner.2001.KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH. Edisi 8.Jakarta ; EGC

Price A, Slivia ,dkk .2006.PATOFISIOLOGI .Edisi 6.Jakatra ; EGC
http://materikeperawatan-feri.blogspot.com/p/askep-efusi-pleura.html

Vous aimerez peut-être aussi