Vous êtes sur la page 1sur 20

1

REFERAT
AMBLIOPIA

Pembimbing :
dr.Indah Puspajaya, SpM

Disusun oleh:
Meidalena Anggresia Bahen
11-2013-231

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
BANDAR LAMPUNG 2014
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala cinta kasih
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaika referat amblipia dengan baik. Referat ini
disusun selama menjalani kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata di Rumah Sakit Imanuel
Bandar Lampung, sebagai salah tugas dalam menjalankan kepaniteraan.
Terima kasih sebesar-besarnya kepada dr.Indah Puspajaya, SpM atas bimbingan,
bantuan, dan perhatiannya selama penulis menjalankan kepaniteran klinik di Rumah Sakit
Imanuel Bandar Lampung. Dan tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepda semua
teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu-persatu atas bantuan yang telah diberikan kepada
penulis sehingga penulis dapat menjalankan dan menyelesaikan referat ini dengan baik.
Dengan segala keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, penulis
menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi kelengkapan dan kesempurnaan
referat di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga referat ini dapat berguna bagi siapa saja yang telah membacanya.
Terima kasih dan semoga Tuhan memberkati.

Bandar Lampung, Agustus 2014

Penulis




3

BAB I
LATAR BELAKANG

I.1 Pendahuluan
Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi koreksi yang
terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan langsung
dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan posterior.
Ambliopia dikenal juga dengan istilah mata malas (lazy eye) , adalah masalah dalam
penglihatan yang memang hanya mengenai 2-3% populasi, tapi bila dibiarkan akan sangat
merugikan nantinya bagi kehidupan si penderita. Ambliopia tidak dapat sembuh dengan
sendirinya, dam ambliopia yang tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan penglihatan
permanen. Jika nantinya pada mata yang baik itu timbul suatu penyakit ataupun trauma,
maka penderita akan bergantung pada penglihatan buruk pada mata yang ambliopia. Oleh
karena itu, ambliopia harus ditatalaksana secepat mungkin.
Hampir seluruh ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan deteksi dini
dan intervensi yang tepat. Anak dengan ambliopia atau yang berisiko ambliopia hendaknya
dapt diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan terapi akan lebih baik.

I.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinik, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, pencegahan dari ambliopia. Serta
untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di Ilmu Penyakit Mata RS Imanuel.



4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI MATA
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan
(kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2
kelengkungan yang berbeda.
Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu:
1. Sklera, merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut
kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
Kelengkungan kornea lebih besar dibandingkan sklera.
2. Jaringan uvea, merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang
yan potensial yang mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang
disebut perdarahan suprakhoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan
khoroid. Pada iris didapatkan pupil, dan oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang
terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar
yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuor humor) yang
dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris yang dibatasi kornea dan
sklera.
3. Retina, terletak paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak 10 lapisan yang
merupakan membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada
saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan
khoroid sehingga retina dapat terlepas dari khoroid yang disebut ablasi retina. Badan kaca
mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel pada papil
saraf optik, makula dan pars plana. Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca
disertai dengan tarikan pada retina, maka retina akan robek dan akan terjadi ablasi retina.
Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah akuatornya pada badan siliar
melalui zonula zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat
sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola
5

mata, dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak di daerah temporal atas di dalam
rongga orbita. Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola
mata. Sistem ekskresi dimulai pada punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior.
1



Gambar 1.
Anatomi mata

B. DEFINISI
Istilah ambliopia berasal dari bahassa Yunani yaitu amblys (tumpul) dan ops (mata).
Ambliopia adalah keadaan turunnya visus unilateral atau bilateral walaupun dengan koreksi
terbaik , tanpa kelainan struktur yang tampak pada mata atau lintasan visus bagian belakang.
Kelainan ini dianggap sebagai akibat gangguan perangsangan terhadap perkembangan
fungsi visual pada tahap awal-awal kehidupan . Dengan kata lain ambliopia adalah buruknya
penglihatan akibat kelainan perkembangan visual yang disebabkan oleh perangsangan visual
abnormal. Dengan demikian, gangguan utamanya pada visus sentral, sedangkan penglihatan
perifer normal.
2
6

C. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi ambliopia di Amerika Serikat sulit untuk ditaksir dan berbeda pada tiap
literatur, berkisar antara 1 3,5 % pada anak yang sehat sampai 4 5,3% pada anak dengan
problema mata. Hampir seluruh data mengatakan sekitar 2 % dari keseluruhan populasi
menderita ambliopia.
3
Gangguan ini menyebabkan kehilangan penglihatan pada kebanyakan
populasi di bawah umur 45 tahun dari semua bentuk penyakit mata termasuk trauma pada
mata. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh National Eye Institute menyatakan bahwa
ambliopia merupakan penyebab nomor satu kehilangan penglihatan pada populasi berusia
kurang dari 70 tahun.
4
Jenis kelamin dan ras tampaknya tidak ada perbedaan. Usia terjadinya ambliopia yaitu
pada periode kritis dari perkembangan mata. Resiko meningkat pada anak yang
perkembangannya terlambat, prematur dan/atau dijumpai adanya riwayat keluarga
ambliopia.
4

D. ETIOLOGI
- Strabismus/ Ocular Misallignment karena masing-masing mata tidak memiliki
gambaran yang sama pada fovea.
- Anisometropia karena satu gambaran pada fovea lebih kabur dibandingkan gambaran
pada fovea mata sebelahnya.
- Deprivasi yang merupakan obstruksi fisik dari suatu gambaran (misalnya karena
adanya katarak, ptosis, atau ametropia). Ambliopia merupakan defisit visual residual
setelah obstruksi dihilangkan dan koreksi optikal yang sesuai diberikan.
5


E. KLASIFIKASI
Ambliopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan gangguan/kelainan yang
menjadi penyebabnya.
6

a. Ambliopia Strabismik
Ambliopia yang paling sering ditemui ini terjadi pada mata yang berdeviasi konstan.
Ambliopia strabismik ditemukan pada penderita esotropia dan jarang pada mata yang
eksotropia. Ambliopia umumnya tidak terjadi bila terdapat fiksasi yang bergantian, sehingga
masing-masing mata mendapat jalan/ akses yang sama ke pusat penglihatan yang lebih tinggi,
7

atau bila deviasi strabismus berlangsung intermiten maka akan ada suatu periode interaksi
binokular yang normal sehingga kesatuan sistem penglihatan tetap terjaga baik.
4,6

Ambliopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau terhambatnya interaksi
antara neuron yang membawa input yang tidak menyatu (fusi) dari kedua mata, yang
akhirnya menyebabkan dominasi pusat penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan
lama kelamaan terjadi penurunan respon terhadap input dari mata yang tidak berfiksasi.
4,6,7

Penolakan kronis dari mata yang berdeviasi oleh pusat penglihatan binokular ini
tampaknya merupakan faktor utama terjadinya ambliopia strabismik, namun pengaburan
bayangan foveal oleh karena akomodasi yang tidak sesuai, dapat juga menjadi faktor
tambahan.
6

Hal tersebut di atas terjadi sebagai usaha inhibisi atau supresi untuk menghilangkan
diplopia dan konfusi (konfusi adalah melihat 2 objek visual yang berlainan tapi berhimpitan,
satu di atas yang lain). Ketika kita menyebut ambliopia strabismik, kita langsung mengacu
pada esotropia, bukan eksotropia. Perlu diingat, tanpa ada gangguan lain, esotropia primer-
lah, bukan eksotropia, yang sering dihubungkan dengan ambliopia. Hal ini disebabkan karena
eksotropia sering berlangsung intermiten dan atau deviasi alternat dibanding deviasi
unilateral konstan, yang merupakan prasyarat untuk terjadinya ambliopia.
6


b. Ambliopia Anisometropik
Terbanyak kedua setelah ambliopia strabismik adalah ambliopia anisometropik, terjadi
ketika adanya perbedaan refraksi antara kedua mata yang menyebabkan lama kelamaan
bayangan pada satu retina tidak fokus. Jika bayangan di fovea pada kedua mata berlainan
bentuk dan ukuran yang disebabkan karena kelainan refraksi yang tidak sama antara kiri dan
kanan, maka terjadi rintangan untuk fusi. Lebih lebih fovea mata yang lebih ametropik akan
menghalangi pembentukan bayangan (form vision).
4,6

Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari bayangan kabur pada
perkembangan tajam penglihatan pada mata yang terlibat, dan sebagian lagi akibat kompetisi
interokular atau inhibisi yang serupa (tapi tidak harus identik) dengan yang terjadi pada
ambliopia strabismik.
6

Derajat ringan anisometropia hyperopia atau astigmatisma (1-2 D) dapat menyebabkan
ambliopia ringan. Miopia anisometropia ringan (<-3D) biasanya tidak menyebabkan
8

ambliopia, tapi miopia tinggi unilateral (-6 D) sering menyebabkan ambliopia berat.
6

Begitu juga dengan hyperopia tinggi unilateral (+6 D). Tapi pada beberapa pasien
(kemungkinan onset-nya terjadi pada umur lanjut), gangguan penglihatannya adalah ringan.
Bila gangguan penglihatan sangat besar, sering didapat bukti adanya malformasi atau
perubahan degeneratif pada mata ametropia yang menyebabkan kerusakan fungsional atau
menambah faktor ambliopiogenik.
6


c. Ambliopia Ametropia
Pada ambliopia ametropia, visus turun bilateral walaupun sudah dikoreksi maksimal. Hal
ini disebabkan oleh kelainan refraksi bilateral yang tinggi pada anak yang tidak dikoreksi,
yaitu hiperopia lebih dari 5D atau miopia lebih dari 10D. Jika hiperopianya hanya 1-2D maka
masih bisa dikompensasi dengan akomodasi, jadi tidak sampai menyebabkan ambliopia.
Ambliopia isometropik sering jugadisebut ambliopia ametropik atau ambliopia hiperopik
bilateral.
2

d. Ambliopia Deprivasi
Istilah lama ambliopia ex anopsia atau disuse ambliopia masih sering digunakan
untuk ambliopia deprivasi, dimana sering disebabkan oleh kekeruhan media kongenital atau
dini, akan menyebabkan terjadinya penurunan pembentukan bayangan yang akhirnya
menimbulkan ambliopia. Bentuk ambliopia ini sedikit kita jumpai namun merupakan yang
paling parah dan sulit diperbaiki. Ambliopia bentuk ini lebih parah pada kasus unilateral
dibandingkan bilateral dengan kekeruhan identik.
4,6

Anak kurang dari 6 tahun, dengan katarak kongenital padat/total yang menempati daerah
sentral dengan ukuran 3 mm atau lebih, harus dianggap dapat menyebabkan ambliopia
berat.Kekeruhan lensa yang sama yang terjadi pada usia > 6 thn lebih tidak berbahaya.
6

Ambliopia oklusi adalah bentuk ambliopia deprivasi disebabkan karena penggunaan
patch (penutup mata) yang berlebihan. Ambliopia berat dilaporkan dapat terjadi satu
minggu setelah penggunaan patching unilateral pada anak usia < 2 tahun sesudah
menjalani operasi ringan pada kelopak mata.
4,6



9

F. GEJALA KLINIK
Anak-anak biasanya tidak memberikan keluhan terhadap penglihatan unilateral.Anak yang
masih sangat kecil tidak sadar atau belum mampu mengekspresikan bahwa penglihatan
mereka berbeda antara satu mata dengan mata yang lainnya.

G. PATOFISIOLOGI
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa terdapat suatu periode kritis penglihatan.
Dalam studi eksperimental pada binatang serta studi klinis pada bayi dan balita, mendukung
konsep adanya suatu periode tersebut yang peka dalam berkembangnya keadaan ambliopia.
Periode kritis ini sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan anak yang peka terhadap
masukan abnormal yang diakibatkan rangsangan deprivasi, strabismus, atau kelainan
refraksi yang signifikan.

Periode kritis tersebut adalah :
3

1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 (6/6), yaitu pada
saat lahir sampai usia 3-5 tahun.
2. Periode yang berisiko (sangat) tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi, yaitu di
usia beberapa bulan hingga usia 7-8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak terjadinya
deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.
Ambliopia seharusnya tidak dilihat hanya dari masalah di mata saja, tetapi juga kelainan
di otak akibat rangsangan visual abnormal selama periode kritis perkembangan penglihatan.
Penelitian pada hewan, bila ada pola distorsi pada retina dan strabismus pada perkembangan
penglihatan awal, bisa mengakibatkan kerusakan struktural dan fungsional nukleus
genikulatum lateral dan korteks striata. Ambang sistem penglihatan pada bayi baru lahir
adalah di bawah orang dewasa meskipun sistem optik mata memiliki kejernihan 20/20.
Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan khususnya interaksi kompetisi
antara kedua jalur lintasan mata kanan dan kiri di korteks penglihatan untuk berkembang
menjadi penglihatan seperti orang dewasa, yaitu visus menjadi 20/20. Pada Ambliopia
terdapat defek pada visus sentral, sedangkan medan penglihatan perifer tetap normal.
8



10

H. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Ambliopia didiagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat
dijelaskan, dimana hal tersebut ada kaitan dengan riwayat atau kondisi yang dapat
menyebabkan ambliopia.
9


ANAMNESIS
Bila menemui pasien Ambliopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus kita tanyakan dan
harus dijawab dengan lengkap, yaitu :
10
1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan amblyogenik ? (seperti strabismus, anisometropia)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan ?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu ?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?

Jawaban dari keempat pertanyaan tersebut akan membantu kita dalam membuat prognosisnya
tabel berikut.
10

FAKTOR PRIMER YANG BERHUBUNGAN DENGAN PROGNOSIS AMBLIOPIA
JELEK SEDANG SEDANG BAIK BAIK SEMPURNA
Onset anomaly
Ambliogenik
Lahir usia 2 tahun 2 4 tahun 4 7 tahun
Onset Terapi
Minus Onset
Anomali
> 3 tahun 1 3 tahun 1 tahun
Bentuk dan
Keberhasilan
dari Terapi
Awal
Koreksi optikal,
kemajuan VA minimal
Koreksi optikal dan
Patching, kemajuan
VA sedang
Koreksi optikal penuh dan
Patching, kemajuan VA
signifikan.
Latihan akomodasi,
koordinasi mata, tangan, dan
fiksasi
Adanya streosepsis dan
11

alternasi.
Kepatuhan Tidak s/d kurang Lumayan s/d cukup Cukup s/d sangat patut

Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang menderita
strabismus atau kelainan mata lainnya, karena hal tersebut merupakan predisposisi seorang anak
menderita ambliopia. Strabismus dijumpai sekitar 4% dari keseluruhan populasi. Frekuensi
strabismus yang diwariskan berkisar antara 22% - 66%. Frekuensi esotropia diantara saudara
sekandung, dimana pada orang tua tidak dijumpai kelainan tersebut, adalah 15%. Jika salah satu
orang tuanya esotropia, frekuensi meningkat hingga 40%. (Informasi ini tidak mempengaruhi
prognosis, tapi penting untuk keturunannya).
10
Pemeriksaan serta mengetahui perkembangan tajam penglihatan sejak bayi sampai usia 9
tahun adalah perlu untuk mencegah keadaan terlambat untuk memberikan perawatan.
1

PEMERIKSAAN LAIN
1. Uji Crowding Phenomena
Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang rapat dan
mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam penglihatan
yang dinilai dengan cara konvensional, yang berdasar kepada kedua fungsi tadi, selalu
subnormal.
11
Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi huruf yang
tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita
lakukan dengan penderita di minta membaca kartu snellen sampai huruf terkecil yang
dibuka satu persatu atau yang diisolasi, kemudian isolasi huruf dibuka dan pasien di
suruh melihat sebaris huruf yang sama. Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari
huruf isolasi ke huruf dalam baris maka ini disebut adanya fenomena crowding pada mata
12

tersebut. Mata ini menderita ambliopia.
1
Hal ini disebut Crowding Phenomenon.
Terkadang mata Ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada huruf isolasi
dapat turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (countour interaction).
11





Gambar 1. Balok Interaktif yang mengelilingi huruf Snellen.


2. Uji Density Filter Netral
Dasar uji adalah diketahui pada mata yang ambliopia secara fisiologik berada dalam
keadaan beradaptasi gelap, sehingga bila pada mata ambliopia dilakukan uji penglihatan
dengan intensitas sinar yang direndahkan (memakai filter density) tidak akan terjadi
penurunan tajam penglihatan.
1
Dilakukan dengan mmemakai filter yang perlahan-lahan di gelakan sehingga penglihatan
pada mata normal turun 50% pada mata ambliopia fungsional tidak akan atau hanya
sedikit menurunkan tajam penglihatan pada pemeriksaan sebelumnya.
1
Dibuat terlebih dahulu gabungan filter sehingga tajam penglihatan pada mata yang
normal turun dari 20/20 menjadi 20/40 atau turun 2 baris pada kartu pemeriksaan
gabungan filter tersebut di taruh pada mata di duga ambliopia.
1
Bila ambliopia adalah fungsional maka paling banyak tajam penglihatan berkurang satu
baris atau tidak terganggu sama sekali. Bila mata tersebut ambliopia organic maka tajam
penglihatan akan sangat menurun dengan peakaian filter tersebut.
1




13










Gambar 2. Tes Filter Densitas Netral
1
Keterangan :

A. Pada saat mata yang sehat ditutup, filter ditempatkan di depan mata yang ambliopik selama 1
menit sebelum diperiksa visusnya.
B. Tanpa filter pasien bisa membaca 20/40.
C. Dengan filter, visus tetap 20/40 (atau membaik 1 atau 2 baris) pada Ambliopia fungsional.
D. Filter bisa menurunkan visus 3 baris atau lebih pada kasus-kasus Ambliopia organik.

3. Uji Worths Four Dot
Uji untuk melihat penglihatan binokular, adanya fusi, korespondensi retina abnormal,
supresi pada satu mata dan juling.
1

Penderita memakai kaca mata dengan filter merah pada mata kanan dan filter biru mata
kiri dan melihat pada objek 4 titik dimana 1 berwarna merah, 2 hijau 1 putih. Lampu atau
pada titik putih akan terlihat merah oleh mata kanan dan hijau oleh mata kiri. Lampu merah
hanya dapat dilihat oleh mata kanan dan lampu hijau hanya dapat dilihat oleh mata kiri. Bila
fusi baik maka akan terlihat 4 titik dan sedang lampu putih terlihat sebagai warna campuran
hijau dan merah. 4 titik juga akan dilihat oleh mata juling akan tetapi telah terjadi
korespondensi retina yang tidak normal. Bila terlihat 5 titik 3 merah dan 2 hijau yang
bersilangan berarti maka berkedudukan esotropia.
1


14

4. Pemeriksaan Visuskopi
Visuskopi adalah alat untuk menentukan letak fiksasi. Dengan melakukan visuskopi
dapat ditentukan bentuk fiksasi monocular pada ambliopia.
1
Visuskop adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi yang memproyeksikan target fiksasi
ke fundus (Gambar 3) Mata yang tidak diuji ditutup. Pemeriksa memproyeksikan target
fiksasi ke dekat makula, dan pasien mengarahkan pandagannya ke tanda bintik hitam
(asterisk).
1









Gambar 3 . Visuskop

Posisi tanda asterisk di fundus pasien dicatat. Pengujian ini diulang beberapa kali untuk
menentukan ukuran daerah fiksasi eksentrik. Pada fiksasi sentral, tanda asterisk terletak di fovea.
Pada fiksasi eksentrik, mata akan bergeser sehingga asterisk bergerak ke daerah ekstrafoveal dari
fiksasi retina.
1

I. PENATALAKSANAAN
Ambliopia, pada kebanyakan kasus, dapat ditatalaksana dengan efektif selama satu
dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin besar pula
peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil, hal ini tidak menjamin
penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka para klinisi harus tetap waspada dan bersiap
untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan matang (sekitar umur 10 tahun).
12
Penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah langkah berikut :
9

1. Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti katarak.
2. Koreksi kelainan refraksi.
15

3. Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata
yang lebih baik.

1. Pengangkatan Katarak
Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi, tidak perlu ditunda
tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama kehidupan, sangat
penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan optimal. Pada kasus katarak
bilateral, interval operasi pada mata yang pertama dan kedua sebaiknya tidak lebih dari 1- 2
minggu. Terbentuknya katarak traumatika berat dan akut pada anak dibawah umur 6 tahun
harus diangkat dalam beberapa minggu setelah kejadian trauma, bila memungkinkan.
Katarak traumatika itu sangat bersifat amblyopiogenik.
12
Kegagalan dalam menjernihkan media, memperbaiki optikal, dan penggunaan reguler
mata yang terluka, akan mengakibatkan ambliopia berat dalam beberapa bulan, selambat
lambatnya pada usia 6 hingga 8 tahun.
12

2. Koreksi Refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat diterapi
dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk mata ambliopia diberi dengan
koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia.
9
Bila dijumpai myopia tinggi unilateral,
lensa kontak merupakan pilihan, karena bila memakai kacamata akan terasa berat dan
penampilannya (estetika) buruk.
12
Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung menurun,
maka ia tidak dapat mengkompensasi hyperopia yang tidak dikoreksi seperti pada mata anak
normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera mungkin untuk menghindarkan
terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya lensa menjadi defisit optikal berat.
Ambliopia anisometropik dan ambliopia isometropik akan sangat membaik walau hanya
dengan koreksi kacamata selama beberapa bulan.
9




16

3. Oklusi dan Degradasi Optikal
A. Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan, yang
keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time) atau
paruh waktu (part-time).
13
A.1 Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk semua
atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga (occlusion for all or all but one waking
hour). Arti ini sangat penting dalam penatalaksanaan ambliopia dengan cara
penggunaan mata yang rusak. Biasanya penutup mata yang digunakan adalah
penutup adesif (adhesive patches) yang tersedia secara komersial.
9
Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka sewaktu
tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa kontak opak, atau
Annisas Fun Patches dapat juga menjadi alternatif full-time patching bila terjadi iritasi
kulit atau perekat patch-nya kurang lengket. Full-time patching baru dilaksanakan
hanya bila strabismus konstan menghambat penglihatan binokular, karena full-time
patching mempunyai sedikit resiko, yaitu bingung dalam hal penglihatan binokular.
9
Ada suatu aturan / standar mengatakan full-time patching diberi selama 1 minggu
untuk setiap tahun usia misalnya penderita ambliopia pada mata kanan berusia 3 tahun
harus memakai full-time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi kembali. Hal ini untuk
menghindarkan terjadinya ambliopia pada mata yang baik.

A.2. Oklusi Part-time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan memberi hasil sama
dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung dari
derajat ambliopia.
9
Ambliopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam penjelasan peranan
full-time patching dibanding part-time. Studi tersebut menunjukkan, pasien usia 3- 7
tahun dengan ambliopia berat (tajam penglihatan antara 20/100 = 6/30 dan 20/400 =
6/120 ), full-time patching memberi efek sama dengan penutupan selama 6 jam per hari.
Dalam studi lain, patching 2 jam/hari menunjukkan kemajuan tajam penglihatan hampir
17

sama dengan patching 6 jam/hari pada ambliopia sedang / moderate (tajam penglihatan
lebih baik dari 20/100) pasien usia 3 7 tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi
dengan aktivitas melihat dekat selama 1 jam/ hari.

Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam
penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing masing mata. Hasil ini
tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan, maka
penatalaksanaan harus tetap diteruskan.
11

B. Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan kualitas
bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih buruk
dari mata yang ambliopia, sering juga disebut penalisasi (penalization). Sikloplegik
(biasanya atropine tetes 1% atau homatropine tetes 5%) diberi satu kali dalam sehari
pada mata yang lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur bila melihat
dekat dekat. Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi,
yaitu tidak mengiritasi kulit dan lebih baik dilihat dari segi kosmetis. Dengan
atropinisasi, anak sulit untuk menggagalkan metode ini. Evaluasinya juga tidak perlu
sesering oklusi.
9
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa
positif dengan ukuran tinggi (fogging )atau filter. Metode ini mencegah terjadinya efek
samping farmakologik atropine.
9
Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non-oklusi pada pasien
dengan mata yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama, jadi
memungkinkan penglihatan binokular.
12

J. KOMPLIKASI
Komplikasi terutama jika ambliopia tidak segera diterapi ialah hilangnya penglihatan yang
ireversibel. Kebanyakan kasus ambliopia reversibel jika dideteksi dan ditangani dengan dini,
sehingga kebutaan pun dapat dicegah.
14


18


K. PROGNOSIS
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi oklusi
pertama. Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia adalah sebagai berikut:
14

- Jenis Ambliopia, pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan kelainan
organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia strabismik prognosisnya
paling baik.
- Usia dimana penatalaksanaan dimulai, semakin muda pasien maka prognosis semakin
baik.
- Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai, semakin bagus tajam penglihatan awal
pada mata ambliopia, maka prognosisnya juga semakin baik.

L. PENCEGAHAN
Ambliopia dapat dicegah dan diobati terutama apabila penyakit ini dapat dideteksi secara
dini. Pertama, orang tua harus peka apabila melihat anaknya ada masalah dalam penglihatan.
Kemudian dilakukan skrining untuk mencari penyebab ambliopia yang harus dilakukan oleh
dokter pada bayi pada 4-6 minggu setelah lahir, dan anak-anak yang mempunyai risiko
untuk ambliopia harus di skrining setiap tahun selama periode perkembangan sistem
penglihatan anak yaitu mulai lahir sampai umur 6-8 tahun.
15
Skrining untuk kelainan refraksi dan strabismus juga harus dimulai selama tahun pertama
kehidupan. Pada anak-anak yang berisiko perlu dilakukan monitoring setiap tahun karena
sejak lahir sampai usia 4 tahun memungkinkan untuk terjadinya anomali refraksi, terutama
astigmatisma dan anisometropia. Skrining ini juga ditujukan untuk anak-anak yang
mempunyai riwayat keluarga yang menderita strabismus atau ambliopia. Adanya program
skrining untuk mendeteksi dan mengobati ambliopia pada usia 4 tahun telah sukses
dilakukan diberbagai negara.
15





19

BAB III
KESIMPULAN

Ambilopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai optimal
sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya. Pada
ambliopia terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral atau bilateral disebabkan karena
kehilangan pengenalan bentuk, interaksi binokular abnormal, atau keduanya, dimana tidak
ditemukan kausa organik pada pemeriksaan fisik mata dan pada kasus yang keadaan baik, dapat
dikembalikan fungsinya dengan pengobatan.
Klasifikasi ambliopia dibagi ke dalam beberapa kategori dengan nama yang sesuai
dengan penyebabnya yaitu ambliopia strabismik, ambliopia anisometropik, ambilopia ametropia,
dan ambilopia deprivasi.

Ambliopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya, dan ambliopia yang tidak diterapi
dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Jika nantinya pada mata yag baik itu
timbul suatu penyakit ataupun trauma, maka penderita akan bergantung pada penglihatan buruk
mata yang ambliopia.

Hampir seluruh ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan
deteksi dini dan intervensi yang tepat. Anak dengan ambliopia atau yang berisiko ambliopia
hendaknya dapat diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan terapi akan lebih
baik.








DAFTAR PUSTAKA
20

1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Jakarta : FKUI; 2010.h.3, 245-54
2. Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Yogyakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 2012.h.219-21
3. Yen KG. Ambliopia. Cullen Eye Institute, Baylor College of Medicine. 2011. Diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/1214603-overview#showall. Tanggal 29
Agustus 2014.
4. Mittelman, D. Ambliopia. The Pediatric Clinics of North America. 2003. Diunduh dari :
http://dc281.4shared.com/doc/I0xKpEIJ/preview.html. Tanggal 29 Agustus 2014.
5. Singh I, Sachdev N, Brar GS, Kaushik S. Part-time occlusion theraphy for amblyopia in
older children. Indian J Ophthalmol: 2008; 56: p. 249-63.
6. American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and Strabismus.
Chapter 5: Ambliopia. Section 6. Basic and Clinical Science Course. 2008 2009.h.67
75.
7. Vaughan D. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. 2000; h.243-4.
8. Wasisdi G. Gangguan Penglihatan Pada Anak karena Ambliopia dan Penanganannya.
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universtas Gajah Mada; 2007.
9. American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology. Chapter 5 :
Amblyopia. Section 6. Basic and Clinical Science Course; 2004 2005.p.63 70.
10. Ciufrfreda KJ. Levi DM, Selenow A .Amblyopia Basic and Clinical Aspects, Butterworth
Heinemann; 1991.
11. Greenwald MJ, Parks. in Duanes Clinical Ophthalmology. Volume 1. Revised Edition;
Lippincott Williams & Wilkins. 2004; Chapter 10 p.1-19; Chapter 11 p1-8.
12. Noorden GKV. Atlas Strabismus. Edisi 4. EGC; Jakarta; 1988; p78-93.
13. Amblyopia. Available at : http://www.allaboutvision.com/conditions/amblyopia.htm. 30
Agustus 2014
14. Holmes JM, Clarke MP. Amblyopia. The Lancet; 2006. p.1343.
15. Rouse, M. W, et all. Optometric Clinical Practice Guideline : Care of the Patient with
Ambliopia. 2004. Diunduh dari: http://www.aoa.org/documents/CPG-4.pdf. Diakses
tanggal 30 Agustus 2014.

Vous aimerez peut-être aussi