Vous êtes sur la page 1sur 24

MAKALAH KEPERAWATAN ENDOKRIN II

ASUHAN KEPERAWATAN HIPOPITUITARISME



Oleh :
Kelompok 3

Nama Kelompok :
1. Binta Nurzahrotin (01214006)
2. Dadyo Mulya P. (01214007)
3. Hidayatus Safitri (01214019)
4. M. Rofiul Huda (01214024)
5. Nur Indah Maulida (01214027)
6. Nurul Lailatul B. (01214028)

Dosen Pembimbing :
Ns. Maslichah, S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA HUSADA
BOJONEGORO
2014-2015
ii

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami haturkan kepada Allah SWT, karena rahmatNya kami
dapat menulis asuhan keperawatan yang berjudul Hipopituitarisme dengan baik.
Asuhan keperawatan ini dapat terselesaikan atas bantuan dari beberapa pihak, oleh
karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ns. Maslichah, S.Kep sebagai dosen mata kuliah Keperawatan Sistem Endokrin II
yang telah membimbing dalam proses menulis asuhan keperawatan ini.
2. Teman-teman kelompok 3 yang telah bekerja sama untuk menulis asuhan
keperawatan ini.
Kami menyadari bahwa dalam asuhan keperawatan ini, banyak kekurangan yang
terdapat didalamnya. Sehubung dengan itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan penulisan asuhan keperawatan yang akan datang dan
semoga ini bermafaat bagi pembaca.



Bojonegoro, 16 Oktober 2014

Penulis

iii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ......................................................................................................... i
Kata pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar isi ................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................................ 1
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 1
1.4 Manfaat ........................................................................................................ 2
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1 Definisi ........................................................................................................ 3
2.2 Fungsi .......................................................................................................... 3
BAB III KAJIAN TEORI
3.1 Definisi ........................................................................................................ 5
3.2 Klasifikasi .................................................................................................... 5
3.3 Etiologi ........................................................................................................ 6
3.4 Patofisiologi................................................................................................. 6
3.5 Pathway ....................................................................................................... 8
3.6 Manifestasi Klinis........................................................................................ 9
3.7 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 10
3.8 Penatalaksanaan........................................................................................... 11
3.9 Komplikasi .................................................................................................. 12
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN HIPOPITUITARISME
4.1 Pengkajian ................................................................................................... 13
4.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................................ 15
4.3 Intervensi ..................................................................................................... 15
4.4 Evaluasi ....................................................................................................... 19
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 20
5.2 Saran ............................................................................................................ 20
Daftar Pustaka ......................................................................................................... 21
Lampiran Handout PowerPoint ............................................................................. 22
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kelenjar hipofisis kadang disebut kelenjar penguasa karena hipofisis
mengkoordinasikan berbagai fungsi dari kelenjar endokrin lainnya. Beberapa
hormone hipofisis memiliki efek langsung, beberapa lainnya secara sederhana
mengendalikan kecepatan pelepasan hormonnya sendiri melalui mekanisme umpan
balik, oleh organ lainnya, dimana kadar hormone endokrin lainnya dalam darah
memberikan sinyal kepada hipofisis untuk memperlambat atau mempercepat
pelepasan hormonnya. Jenisnya ada kelenjar hipofisis anterior dan posterior.
Hipofungsi kelenjar hipofisis (Hipopituitarisme) dapat terjadi akibat
penyakit pada kelenjar hipofisis sendiri atau pada hipotalamus; namun demikian,
akibat kedua keadaan ini pada hakikatnya sama. Hipopituitarisme dapat terjadi akibat
kerusakan lobus anterior kelenjar hipofisis. Panhipopituitarisme (penyakit simmond)
merupakan keadaan tidak adanya seleruh sekresi hipofisis dan penyakit ini jarang
dijumpai. Microsisi hipofisis pasca partus (syndrome Sheehan) merupakan penyebab
lain kegagalan hipofisis anterior yang jarang. Keadaan ini lebih cenderung terjadi
pada wanita yang mengalami kehilangan darah, hipovolemia dan hipotensi pada saat
melahirkan.

1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana konsep hipopituitarisme?
1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang menderita
hipopituitarisme?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan konsep dan asuhan
keperawatan pada penderita hipopituitarisme.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasikan definisi dari hipopituitarisme
2. Mengidentifikasikan etiologi, patofisiologi dan manifestasi
hipopituitarisme serta segala hal yang berkaitan dengan penyakit tersebut.
2

3. Mengidentifikasikan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien penderita
hipopituitarisme.

1.4 MANFAAT
1.4.1 Manfaat bagi institusi
Makalah ini dapat bermanfaat atau berguna sebagai pembaharuan buku-buku
diperpustakaan STIKES Insan Cendekia Husada Bojonegoro.
1.4.2 Manfaat bagi penulis
Untuk menambah ilmu pengetahuan atau wawasan tentang asuhan
keperawatan dengan hipopituitarisme.
1.4.3 Manfaat bagi pembaca
Untuk memberikan tambahan pengetahuan seputar masalah hipopituitarisme.

3

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1 DEFINISI
Kelenjar hipofisis terletak dalam rongga dinding tulang, sella tursika tulang
sphenoid, yang terletak berdekatan dengan kiasma optikum dan sinus kavernosus.
Kelenjar hipofisis memiliki dua komponen yaitu adhenohipofisis (lobus anterior)
berasal dari kantong Rathke dan neurohipofisis (lobus posterior) yahng merupakan
perluasan bagian ventral hipotalamus.
Berbagai jenis sel hipofisis anterior memproduksi tujuh jenis hormone yang
berbeda yaitu adenocorticotropic hormone (ACTH), melanocyte stimulating
hormone (MSH), thyrotropin (TSH), growth hormone (GH), follicle stimulating
hormone (FSH), luteinizing hormone (LH) dan prolaktin (PRL).

2.2 HORMON-HORMON KELENJAR HIPOFISIS
Berikut fungsi dari hormone-hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior:
1. Growth Hormon meningaktkan pertumbuhan binatang
dengan mempengaruhibanyak fungsi metabolisme di seluruh tubuh.
2. MSH merupakan unsure pokok dari proopiomelanokortin. Hormone ini
meningkatkan pigmentasi kulit dengan merangsang disperse granula-granula
melanin dalam melanosit.
3. Adrenokortikotropin mengatur sekresi beberapa hormon korteks adrenal yang
selanjutnya mempengaruhi metabolisme glukosa, protein dan lemak. ACTH
(Adrenocorticotropic Hormon) merangsang biosintesis dan pelepasan kortisol
oleh korteks adrenal.
4. TSH merangsang pertumbuhan dan fungsi kelenjar tiroid. TSh menyebabkan
pelepasan tiroksin (T4) dan triyodotironin (T3). TSH (Thyroid Stimulating
Hormon : tirotropin) merangsang uptake yodida dan sintesis serta pelepasan
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.
5. Prolaktin meningkatkan perkembangan kelenjar mammae dan pembentukan
susu.
6. Gonadotropin
a. Hormon perangsang folikel / FSH (Follicte Stimulating Hormon)
merangsang perkembangan folikel de graaf dan sekresi hormoneesterogen
dan ovarium serta spermatogenesis pada testis.
4

b. Hormon Luteinisasi (LH) mendorong ovulasi dan luteinasi folikel yang sudah
masak di dalam ovarium. Pada laki laki hormon ini, yang dahulunya disebut
hormon perangsang sel interstisialis (ICSH=Interfisial Cell Stimulating
Hormon), merangsang produksi dan pelepasan testosteron oleh sel sel
leydig di testis.

Hipofisis posterior menghasilkan dua jenis hormone yaitu antidiuretik
hormone (ADH) dan oksitosin. Berikut fungsi hormone hipofisis posterior:
1. Antidiuretik hormone (ADH):
a. Mengatur osmolaritas dan volume air dalam tubuh
b. Meningkatkan permeabilitas tubula ginjal terhadap air sehingga lebih banyak
air yang di reabsorbsi.
c. Menstimulasi rasa haus.
2. Oksitosin:
a. Mengkonsentrasikan alveolus payudara, sehingga mambantu mengalirkan
susu dari kelenjar mammae ke puting susu salama penghisapan.
b. Meningkatkan kontraksi uterus bila sudah ada his
Insufisiensi hipofisis biasanya mempengaruhi semua hormone yang
normalnya disekresi oleh hipofisi anterior yang disebut sebagai pan
hipopituitarisme. Gangguan pada hipofisis juga dapat mengakibatkan
hipersekresi dari hormone yang dihasilkan seperti GH yang menyebabkan
gigantisme dan akromegali.
5

BAB III
KAJIAN TEORI
3.1 DEFINISI
Hipopituitarisme adalah keadaan yang timbul sebagai akibat hipofungsi
hipofisis. Hipopituitarisme merupakan defisiensi hormon tiroid, adrenal, gonadal dan
hormon pertumbuhan akibat penyakit hipofisis. Pada setiap pasien dengan defisiensi
hormonal ini, kemungkinan adanya defisiensi lain harus dicari. Kadang-kadang
timbul akut berupa apopleksi hipofisis dimana terdapat infark hemoragik pad atumor
hipofisis, biasanya disertai nyeri disertai kepala berat mendadak dan seringkali
bersama dengan defek lapanng pandang. Hipopituitarisme memilki prevalensi
30/100.000. (Gledle Jonathan, 2005:143)
Hipopituitarisme adalah suatu gambaran penyakit akibat insufisiensi
kelenjar hipofisis, terutama bagian anterior. Gangguan ini menyebabkan munculnya
masalah dan manifestasi klinis yang berkaitan dengan defisiensi hormon-hormon
yang dihasilkannya.

3.2 KLASIFIKASI
1. Hypophyseal Cachexia (Penyakit Simmonds) :
a. Dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa.
b. Lebih sering pada wanita dengan perbandingan 2 : 1
c. Penderita dapat hidup bertahun-tahun dengan penyakitnya, kadang-kadang
sampai 30-40 tahun.
Gejala-gejala klinik biasanya disebabkan oleh insufiensi adrenal, thyroid atau
gonad, yang terjadi sekunder akibat hipopituitarisme. Kombinasi kelenjar yang
mengalami insufiensi itu bisa berbagai macam ; yang paling sering ialah
kombinasi hipothyroidisme dan hipoadrenalisme.
2. Hypophyseal Dwarfism ( Jenis Lorain-Levi ):
a. Pada anak yang sedang tumbuh
b. Terjadi dwarfisme yang simetrik.
Penyebab yang paling sering ialah ; craniopharyngioma. Kadang-kadang juga
disebabkan juga oleh : nekrosis iskhemik, kista, atau radang.
3. Sindrom Froehlich ( Dystrophia Adiposogenitalis ):
a. Obesitas jenis eunuchoid.
b. Pertumbuhan yang tidak sempurna daripada gonad dan genital.
6

c. Ciri-ciri sex sekunder tidak ada, disfungsi seksual, dan kulit yang halus.
d. Terjadi pada usia muda.
e. Dapat menyerang baik laki-laki maupu wanita dengan perbandingan yang
sama. (dr. Sutisna Himawan, 1994)

3.3 ETIOLOGI
1. Penyakit pada kelenjar hipofisis atau pada hipotalamus
2. Kraniokaringoma (tumor pada hipofisis serebri) dan tumor hipofisis non
secreting
3. Perubahan iskemik karena perdarahan pascapartum (sindrom sheena) atau akibat
syok septik, menimbulkan infrak pada hipofisis
4. Infeksi : ensefalitis viral dan bakteremia
5. Kerusakan pada hipofisis akibat terapi radiasi
6. Trauma termasuk pembedahan atau benturan

3.4 PATOFISIOLOGI
Infusiensi hipofisis pada umumnya memengaruhi semua kelenjar hormon
yang secara normal disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Oleh karena itu,
manifestasi klinis dari panhipopituitarisme merupakan gabungan pengaruh
metabolic akibat kekurangan sekresi masing-masing hormon hipofisis.
Beberapa proses patologik dapat mengakibatkan infusiensi hipofisis dengan
cara merusak sel-sel hipofisis normal: (1) tumor hipofisis, (2) thrombosis vascular
yang mengakibatkan nekrosis kelenjar hipofisis normal, (3) penyakit granulomaltosa
infiltrative, dan (4) idiopatik atau mungkin penyakit yang bersifat autoimun.
Sindrom klinis yang diakibatkan oleh panhipopituitarisme pada anak-anak
dan orang dewasa berbeda. Pada anak-anak, terjadi gangguan pertumbuhan somatic
akibat defisiensi pelepasan GH. Dwarfisme hipofisis (kerdil) merupakan
kosenkuensi dari defisiensi tersebut. Ketika anak-anak tersebut mencapai pubertas,
maka tanda-tanda seksual sekunder dan genetalia eksterna gagal berkembang. Selain
itu sering pula ditemukan berbagai derajat infusiensi adrenal dan hipotiroidisme;
mereka mungkin akan mengalami kesulitan di sekolah dan memperlihatkan
perkembangan intelektual yang lamban; kulit biasanya pucat karena tidak adanya
MSH.
7

Kalau hipopituitarisme terjadi pada orang dewasa, kehilangan fungsi
hipofisis sering mengikuti kronologi sebagai berikut: defisiensi GH, hipogonadisme,
hipotiroidisme dan insufisiensi adrenal. Karena orang dewasa telah menyelesaikan
pertumbuhan somatisnya, maka tinggi tubuh pasien dewasa dengan hipopituitarisme
adalah normal. Manifestasi defisiensi GH mungkin dinyatakan dengan timbulnya
kepekaan yang luar biasa terhadap insulin dan terhadap hipoglikemia puasa.
Bersamaan dengan terjadinya hipogonadisme, pria menunjukkan penurunan libido,
impotensi dan pengurangan progresif pertumbuhan rambut dan bulu di tubuh,
jenggot dan berkurangnya perkembangan otot. Pada wanita, berhentinya siklus
menstruasi atau amenorea, merupakan tanda awal dari kegagalan hipofisis.
Kemudian diikuti oleh atrofi payudara dan genetalia eksterna. Baik laki-laki maupun
perempuan menunjukkan berbagai tingkatan hipotiroidisme dan infusiensi adrenal.
Kurangnya MSH akan mengakibatkan kulit pasin ini kelihatan pucat. Kadang kala
pasien memperlihatkan kegagalan hormon hipofisis saja. Dalam keadaan ini,
penyebab defisiensi agaknya terletak pada hipotalamus dan mengenai hormon
pelepasan yang bersangkutan. Pada pasien dengan panhipopituitarisme, tingkat dasar
hormon tropic ini rendah, sama dengan tingkat produksi hormon kelenjar target yang
dikontrol oleh hormon-hormon tropik ini.
Pasien dengan hipopituitarisme, selain memiliki tingkat hormon basal yang
rendah, juga tidak merespons terhadap pemberian hormon perangsang sekresi. Uji
fungsi hipofisis kombinasi dapat dilakukan pada pasien ini dengan menyuntikkan
(1)insulin untuk menghasilkan hipoglikemia, (2) CRH, (3) TRH, dan (4) GnRH.
Hipoglikemia dengan kadar serum glukosa yang kurang dari 40 mg/dl, normalnya
menyebabkan pelepasan GH, ACTH, dan kortisol; CRH merangsang pelepasan
ACTH dan kortisol; TRH merangsang pelepasan TSH dan prolaktin; sedangkan
GnRH merangsang pelepasan FSH dan LH. Pasien dengan panhipopitutarisme gagal
untuk merespon empat perangsang sekresi tersebut. Selain studi biokimia, juga
disarankan pemeriksaan radiografi kelenjar hipofisis pada pasien yang diperkirakan
menderita hipofisis, karena tumor-tumor hipofisis seringkali menyebabkan
gangguan-gangguan ini.


8

3.5 PATHWAY








Trauma, tumor, radiasi pada kepala dan leher
Terjadi gangguan pada jaringan dan kelenjar di sekitar
Produksi hormon terganggu
Mal fungsi kelenjar hipofisis anterior
HIPOPITUITARISME
Defisiensi
kortiokotropin
Perubahan status kesehatan
Perubahan struktur tubuh
dan fungsi tubuh
Menurunnya kelemahan
otot
INTOLERANSI
AKTIVITAS
Kurangnya informasi
Koping individu tidak
efektif
ANSIETAS
Perubahan penampilan
GANGGUAN CITRA
TUBUH
Defisit hormon
gonadotropin
GANGGUAN POLA
SEKSUAL

Produksi LH dan FSH
DEFISIT
PERAWATAN DIRI

9

3.6 MANIFESTASI KLINIS
Hipopituitarisme mempengaruhi fungsi kelenjar endokrin yang dirangsang
oleh hormon-hormon hipofisa anterior, karena itu gejala bervariasi tergantung
kepada jenis hormon apa yang kurang. Gejala-gejalanya biasanya timbul secara
bertahap dan tidak disadari selama beberapa waktu, tetapi kadang terjadi secara
mendadak dan dramatis.
Bisa terjadi kekurangan satu, beberapa atau semua hormon hipofisa
anterior.
a. Kekurangan gonadotropin (LH dan FSH) pada wanita pre-menopause bisa
menyebabkan:
1) Terhentinya siklus menstruasi (amenore)
2) Kemandulan
3) Vagina yang kering
4) Hilangnya beberapa ciri seksual wanita.
b. Pada pria, kekurangan gonadotropin menyebabkan:
1) Impotensi
2) Pengkisutan buah zakar
3) Berkurangnya produksi sperma sehingga terjadi kemandulan
4) Hilangnya beberapa ciri seksual pria (misalnya pertumbuhan badan dan
rambut wajah).
c. Kekurangan gonadotropin juga terjadi pada sindroma Kallmann, yang juga
menderita:
1) Celah bibir atau celah langit langit mulut
2) Buta warna
3) Tidak mampu membaui sesuatu.
d. Kekurangan hormon pertumbuhan pada dewasa biasanya menyebabkan sedikit
gejala atau tidak menyebabkan gejala; tetapi pada anak-anak bisa menyebabkan
lambatnya pertumbuhan, kadang-kadang menjadi cebol (dwarfisme).
e. Kekurangan TSH menyebabkan hipotiroidisme, yang menimbulkan gejala
berupa :
1) Kebingungan
2) Tidak tahan terhadap cuaca dingin
3) Penambahan berat badan
4) Sembelit
10

5) Kulit kering.
f. Kekurangan kortikotropin saja jarang terjadi, bisa menyebabkan kurang
aktifnya kelenjar adrenal, yang akan menimbulkan gejala berupa:
1) Lelah
2) Tekanan darah rendah
3) Kadar gula darah rendah
4) Rendahnya toleransi terhadap stres (misalnya trauma utama, pembedahan
atau infeksi).
g. Kekurangan prolaktin yang terisolasi merupakan keadaan yang jarang terjadi,
tetapi bisa menjelaskan mengapa beberapa wanita tidak dapat menghasilkan air
susu setelah melahirkan.
h. Sindroma Sheehan merupakan suatu komplikasi yang jarang terjadi, dimana
terjadi kerusakan sebagian kelenjar hipofisa. Gejalanya berupa lelah, rontoknya
rambut kemaluan dan rambut ketiak serta ketidakmampuan menghasilkan air
susu.

3.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorik ditemukan Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi
kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.
2. Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis ditemukan Sella Tursika.
a. Foto polos kepala.
b. Poliomografi berbagai arah (multi direksional).
c. Pneumoensefalografi.
d. CTScan.
e. Angiografi serebral.
3. Pemeriksaan Lapang Pandang.
a. Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan.
b. Adanya tumor hipofisis yang menekankiasma optik.
4. Pemeriksaan Diagnostik.
a. Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen atau testosteron.
b. Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH.
c. Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormon, dan
dengan melakukan pengukuran efeknya terhadap kadar hormon serum.
d. Tes provokatif.
11

3.8 P ENATALAKSANAAN
Pengobatan hipopituitarisme mencakup penggantian hormon-hormon yang
kurang. GH manusia, hormon yang hanya efektif pada manusia, dihasilkan dari
tehnik rekombinasi asam deoksiribonukleat (DNA), dapat digunakan untuk
mengobati pasien dengan defesiensi GH dan hanya dapat dikerjakan oleh dokter
spesialis.
GH manusia jika diberikan pada anak-anak yang menderita dwarfisme
hipofisis, dapat menyebabkan peningkatan tinggi badan yang berlebihan. GH
manusia rekombinan juga dapat digunakan sebagai hormon pengganti pada pasien
dewasa dengan panhipopituitarisme. Hormon hipofisis hanya dapat diberikan dengan
cara disuntikan. Sehingga, terapi harian pengganti hormon kelenjar target akibat
defesiensi hipofisis untuk jangka waktu yang lama, hanya diberikan sebagai
alternatif.
1. Kausal Bila disebabkan oleh tumor, umumnya dilakukan radiasi, bila gejala-
gejala tekanan oleh tumor progresif dilakukan operasi.
2. Terapi substitusi
a. Hidrokortison Antara 20-30 mg selama 5 hari, diberikan per-Or, umumnya
dengan siklus harian sekresi steroid, yaitu 10-15mg waktu pagi
dan 10mg waktu malam. Cairan perinfus NaCl, glukosa, steroid dan
vasoreses.
b. Puluis tiroid / tiroksin diberikan setelah terapi dengan hidrokortison.
c. Testosteron pada penderita laki laki berikan suntikan testosteron enantot
atau testosteron siprionat 200 mg intramuskuler tiap 2 minggu. Dapat juga
diberikan fluoxymestron 10 mg per-os tiap hari.
d. Esterogen diberikan pada wanita secara siklik untuk mempertahankan siklus
haid. Berikan juga androgen dosis setengah dosis pada laki laki hentikan
bila ada gejala virilisasi growth hormone bila terdapat dwarfisme.
3. Tumor hipofisis, diobati dengan pembedahan radioterapi atau obat (misal :
akromegali dan hiperprolaktinemia dengan hymocriptine).
4. Defisiensi hormon hos diobati sebagai berikut : penggantian GH untuk defisiensi
GH pada anak anak, tiroksin dan kortison untuk defisiensi TSH dan ACTH,
penggantian androgen atau esterogen untuk defisiensi gonadotropin sendiri
(isolated) dapat diobati dengan penyuntikan FSH atau HCG.
5. Desmopressin dengan insuflasi masal dalam dosis terukur
12

3.9 KOMPLIKASI
1. Kardiovaskuler: hipertensi, tromboflebitis, tromboembolisme, percepatan
aterosklerosis
2. Imunologi: peningkatan risiko infeksi dan penyamaran tanda-tanda infeksi
3. Perubahan mata: glaucoma, lesi kornea
4. Musculoskeletal: pelisutan otot, kesembuhan luka yang jelek, osteoporosis
dengan fraktur kompresi vertebra, fraktur patologik tulang panjang, nekrosis
aseptic kaput femoris.
5. Metabolic: perubahan pada metabolism glukosa sindrom penghentian steroid
6. Perubahan penampilan: muka seperti bulan (moonface), pertambagan berat
badan, jerawat.

13

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN HIPOPITUITARISME

4.1. Pengkajian
Ruangan :
Tanggal Pengkajian :

1. IDENTITAS DIRI KLIEN
N a m a : Tgl. Masuk RS :
Tempat/Tgl.Lahir : Sumber Informasi :
Umur : Keluarga yg didapat dihub. :
Jenis Kelamin : Pendidikan :
Alamat : Pekerjaan :
Sts. Perkawinan : Alamat :
Agama : Lain-lain :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Lama kerja :

2. RIWAYAT PENYAKIT
a. Keluhan utama
Nyeri, Pertumbuhan lambat, Ukuran otot dan tulang kecil, Tanda tanda seks
sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis dan rambut axila, payudara
dan penis tidak berkembang, tidak mengalami haid, Interfilitas, Impotensi,
Libido menurun, Nyeri senggama pada wanita.
b. Riwayat penyakit masa lalu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien,
serta riwayat radiasi pada kepala.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit
hipopituitarisme.

3. POLA FUNGSI KESEHATAN
a. Aktivitas/istirahat
14

1) Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan melakukan
aktivitas
2) Tanda : kelelahan otot, peningkatan kebutuhan tidur
b. Eliminasi
1) Gejala : penurunan pengeluaran urin dan feses
c. Integritas ego
1) Gejala : perasaan tak berdaya
2) Tanda : ansietas, takut
d. Makanan/cairan
1) Gejala : muntah, mual, penurunan berat badan
e. Neurosensori
1) Gejala : pusing, sakit kepala
f. Nyeri/kenyamanan
1) Gejala : sakit kepala
2) Tanda : gelisah, perilaku berhati-hati
g. Keamanan
1) Gejala : riwayat jatuh
h. Seksualitas
1) Gejala : perubahan libido, perubahan aliran menstruasi

4. PEMERIKSAAN FISIK
a. B1 : vesikuler, tidak terjadi sesak napas. RR : 20-24x/menit
b. B2 : hipotensi
c. B3 : normal
d. B4 : poliuri
e. B5 : konstipasi
f. B6 : lemah, cepat lelah
g. Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran
buah dada, pertumbuhan rambut axila dan pubis pada klien pria amati pula
pertumbuhan rambut wajah (jenggot dan kumis).
h. Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar. Tergantung pada
penyebab hipopituitary,perlu juga dikaji data lain sebagai data penyerta seperti
bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap
fungsi serebrum danfungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
15

i. Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemampuan klien dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya.
j. Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti :
a) Foto kranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika.
b) Pemeriksaan serta serum darah : LH dan FSH GH, androgen, prolaktin,
testosteron, kartisol, aldosteron, test stimulating yang mencakup uji toleransi
insulin dan stimulasi tiroid releasing hormone.

4.2. Diagnosa
1. Gangguan pola seksual berhubungan dengan defisit hormon gonadotropin.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kelemahan otot.
3. Ansietas berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi
tubuh.

4.3. Intervensi
No. Diagnosa
Tujuan dan
KH
Intervensi Rasional
1. Gangguan
pola seksual
berhubungan
dengan
defisit
hormon
gonadotropin.
Tujuan :
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
1x24 jam
diharapkan
pola seksual
kembali
normal

Kriteria Hasil :
Mengungkapk
an dan
1. Pertahankan privasi
dan kerahasiaan.

2. Observasi pasien
mengenai pola
seksualitas yang
biasa dilakukan dan
bagaimana diagnosis
saat ini dapat
mempengaruhi pola
tersebut.
3. Dorong pasien untuk
berbagi pikiran atau
masalah dengan
1. Menjaga privasi sangat
penting agar klien tidak
malu
2. Agar perawat dapat
mengetahui
perkembangan pola
seksualitas terhadap
jalannya penyakit



3. Komunikasi terbuka
dapat mengidentifikasi
area penyesuaian /
16

No. Diagnosa
Tujuan dan
KH
Intervensi Rasional
mendiskusikan
perasaan
terkait
seksualitas
bersama
pasangan.
keluarga.


4. Membangun
kepercayaan dengan
pasien.
masalah dan
meningkatkan diskusi
dan resolusi
4. Untuk membuat klien
nyaman dengan perawat
saat pengkajian
2. Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
menurunnya
kelemahan
otot.

Tujuan :
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
1x24 jam
diharapkan
mengalami
peningkatan
aktivitas.

Kriteria Hasil :
Klien
beraktifitas
secara mandiri,
klien tidak
lemah
1. Observasi tingkat
toleransi aktivitas
klien
2. Berikan lingkungan
tenang dan perlu
istirahat

3. Anjurkan klien
untuk beristirahat
bila pasien merasa
lelah dan nyeri
4. Observasi
kemampuan untuk
berpartisipasi pada
aktifitas yang
diinginkan atau
dibutuhkan
5. Batasi aktivitas
dengan
penghematan energi
1. Untuk melakukan
intervensi selanjutnya

2. Menghemat energi untuk
aktivitas dan regenerasi
seluler atau
penyambungan jaringan
3. Mengurangi rasa nyeri
yang di rasakan klien


4. Mengidentifikasi
kebutuhan individual




5. Untuk memaksimalkan
energi
3. Ansietas
berhubungan
dengan
koping
individu tidak
Tujuan :
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
1. Observasi sejauh
mana klien
mengetahui tentang
penyakitnya
2. Beri kesempatan
1. Untuk menentukan
intervensi selanjutnya


2. Di harapkan dapat
17

No. Diagnosa
Tujuan dan
KH
Intervensi Rasional
efektif.

1x24 jam
diharapkan
ansietas
teratasi.

Kriteria Hasil :
Klien tidak
cemas lagi.
klien untuk
mengekspresikan
perasaanya

3. Jelaskan pada klien
tentang penyakitnya
dan prosedur
pengobatanya
4. Kolaborasikan
dengan tim medis
dengan pemberian
obat anti ansietas,
misal diazepam
memberikan gambaran
sejauh mana klien
mengetahui tentang
penyakitnya
3. Agar klien mengetahui
penyakitnya dan
prosedur pengobatanya

4. Meningkatkan relaksasi
dan menurunkan
kecemasan
4. Defisit
perawatan
diri
berhubungan
dengan
menurunnya
kekuatan
otot.
Tujuan :
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
1x24 jam
diharapkan
klien dapat
aktif dalam
aktivitas
perawatan diri.

Kriteria Hasil :
1. Mengidenti
fikasi
kemampua
n aktifitas
perawatan.
1. Tingkatkan
partisipasi optimal.

2. Evaluasi
kemampuan untuk
berpartisipasi dalam
setiap aktivitas
perawatan.
3. Beri dorongan untuk
mengekspresikan
perasaan tentang
kurang perawatan
diri.


1. Partisipasi optimal dapat
memaksimalkan
perawatan diri.
2. Dapat menumbuhkan
rasa percaya diri klien.



3. Dapat memberikan
kesempatan pada klien
untuk melakukan
perawatan diri.

18

No. Diagnosa
Tujuan dan
KH
Intervensi Rasional
2. Melakukan
kebersihan
optimal
setelah
bantuan
dalam
perawatan
diberikan
5. Gangguan
citra tubuh
berhubungan
dengan
perubahan
struktur
tubuh dan
fungsi tubuh.

Tujuan :
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
1x24 jam
diharapkan
klien memiliki
kembali citra
tubuh yang
positif.

Kriteria Hasil :
Klien dapat
menerima
perubahan.
1. Observasi perasaan
klien tentang
gambaran dan harga
diri


2. Motivasi individu
untuk bertanya
mengenai masalah,
penanganan,
perkembangan dan
prognosa kesehatan
3. Tingkatkan
komunikasi terbuka,
hindari
kritik/penilaian
terhadap perilaku
klien
4. Berikan dukungan
klien untuk
mengungkapkan
kekhawatirannya
1. Mengkaji sejauh mana
tingkat penolakan
terhadap kenyataan akan
kondisi fisik tubuh untuk
mempercepat teknik
penyembuhan
2. pengetahuan tentang
proses perjalanan
penyakit memudahkan
klien secara bertahap
menerima keadaannya

3. membantu tiap individu
untuk memahami area
dalam program sehingga
salah pemahaman tidak
terjadi.

4. Mengidentifikasi
kekhawatirannya
merupakan satu tahapan
penting dalam
mengatasinya

19

4.4. Evaluasi
1. Klien dapat mengungkapkan pengertian tentang efek dari diagnosis terhadap pola
seksual
2. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
3. Kecemasan klien dapat teratasi.
4. Klien dapat aktif dalam aktivitas perawatan diri.
5. Klien dapat menerima perubahannya.


20

BAB V
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Hipopituitarisme adalah insupisiensi hipofisis akibat kerusakan lobus
anterior kelenjar hipofise. Panhipopituitarisme (penyakit simmond) adalah tidak
terdapatnya sekresi semua hipofisis secara total dan merupakan kondisi yang jarang
terjadi. Nekrosis hipofisis post partum (sindrom Sheehan) adalah penyebab tidak
umum dari gagal hipofisis anterior.
Kondisi lebih sering terjadi pada wanita dengan kelainan darah hebat,
hipovolemia, dan hipotennsi saat melahirkan. Hipopituitarisme merupakan
komplikasi radiasi pada kepala dan leher. Kerusakan kelenjar hipofise total oleh
trauma, tumor atau lesi vaskuler menghilangkan semua stimuli yang normmalnya
diterima oleh tiroid, kelenjar gonad, dan kelenjar adrenal

4.2. Saran
Kami yakin makalah ini banyak kekurangannya maka dari itu kami sangat
mengharapkan saran dari teman-teman dalam penambahan untuk kelengkapan
makalah ini,karna dari saran yang kami terima dapat mengkoreksi makalah yang
kami buat ini.atas saran dari teman-teman kami ucapkan terima kasih.


21

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary. 2009. Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.
Ganong, W.F. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 14. Jakarta: EGC.
Michael, T. McDermott. 2005. Secret Series Endocrinology. Colorado: Mosby-Year Book.
Noer, Sjaifoelah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi ketiga.Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta
: EGC.
Rumoharbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Endokrin. Jakarta: EGC.
Scanlon, Valerie C. 2006. Essentials of Anatomy and Physiology Fifth edition. New York:
F.A. Davis Company.
Smeltzer, Suzane. 2001. Buku Ajar Keperawatan Brunner & Suddarth Edisi ke 8. Jakarta:
EGC
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.
Brunner and Suddarth, (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, volume 2.
Jakarta : EGC
Doenges Marilynn E, Moorhouse Mary Frances.Geissler Alice C. 1999.Rencana Asuhan
Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien), Edisi 3,.Jakarta .EGC

Vous aimerez peut-être aussi