Vous êtes sur la page 1sur 24

1

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERAT


FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2013
UNIVERSITAS HASANUDDIN

ASTROCYTOMA


OLEH :
KARINA GOYSAL C11109794
MARHAMA FITRIANI C11109814
RAMADHANI WIDYASTUTI C11110819

PEMBIMBING :
dr. Wijoyo Halim

SUPERVISOR :
dr. Abdul Muis, Sp.S(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
2

ASTROSITOMA

I. PENDAHULUAN

Tumor adalah pertumbuhan abnormal jaringan tubuh. Tumor bisa menjadi
kanker ( Malignant) dan bisa juga tidak menjadi kanker ( Benign ).
(1)
Tumor bisa
bertumbuh di jaringan tubuh manapun, misalnya tumor yang berada di saraf pusat.
Tumor di saraf pusat banyak macamnya, menurut WHO tumor yang berada di
sistem saraf terbagi menjadi 6 yaitu, tumor jaringan saraf epitel, tumor kranial
dan saraf paraspinal, tumor menings, limfoma dan hematohoietic, tumor sel germ,
tumor reio sellar, dan tumor metastasis. Astrosit tumor adalah salah satu bagian
dari tumor jaringan saraf epitel.
(2)
Astrositoma berasal dari kata astrosit, yaitu merupakan sel glia yang paling
besar) dan oma, yang berarti keganasan. Sehingga Astrositoma berarti keganasan
dari sel astrosit. Astrositoma merupakan tumor otak yang paling sering dan
mencakup 60% dari neoplasma glial.
(3)
Menurut penelitian di Amerika Serikat diperkirakan 600.000 kematian akibat
kanker di Amerika Serikat, dari jumlah tersebut, jumlah pasien yang meninggal
akibat tumor primer otak tampaknya relatif kecil ( sekitar 20.000, setengahnya
merupakan glioma ganas).
(3)
Tumor Intrakranial adalah urutan ke enam yang
paling sering pada orang dewasa dan yang paling serng pada anak anak. Insiden
dari semua tumor primer otak adalah 14-21/100.000/tahun.
(4)

II. DEFINISI
Astrocytic gliomas merupakan tumor otak primer yang paling sering dan
mencakup 60% dari neoplasma glial. Klasifikasi menurut WHO dibagi menjadi
dua kategori mayor: 1. Kelompok yang paling sering yaitu astrositoma difusi
infiltrasi (astrositoma difusi, astrositoma anaplastik, dan glioblastoma) dan 2.
Kelompok yang jarang dari neoplasma astrositik dengan pertumbuhan yang
berbatas tegas (astrositoma pilositik dan pleomorphik xanthoastrocytoma).
(5)


3

III. EPIDEMIOLOGI
Astrositoma malignant, glioblastoma mulitforme (WHO grade IV), dan
anaplastik astrositoma (AA) (WHO grade III), adalah neoplasma primer serebral
terbanyak pada orang dewasa. Tumor yang menginvasif secara cepat ini
mempunyai tempat predileksi terbanyak di bagian hemisfer serebral, tetapi
walaupun lokasi predominasi dari tumor ini terletak di otak, tumor ini dapat juga
mengenai batang otak, otak kecil, ataupun medulla spinalis. Glioblastoma
multiform (GBM) mencakup 80% dari jumlah keganasan glioma. Sedangkan
astrositoma malignant hanya mencakup 2% dari tumor dewasa ditinjau dari 5
kasus per 100000 orang dewasa tiap tahun, sifat keganasannya membuat tumor ini
menjadi penyebab keempat kematian akibat kanker.
(3,5)

Astrositoma malignant diasosiasikan hanya berbeda sedikit angka kejadian
antara lelaki dengan perempuan (1,6:1). Onset umur pada GBM rata-rata berada
pada dekade keenam atau ketujuh, dan pada kasus anaplastik astrositoma biasanya
terdapat pada dekade keempat atau dekade kelima. GBM (0,2/100,000 tiap tahun)
dan AA (0,5/100,000 tiap tahun), kasus ini jarang sekali dijumpai pada anak-anak
yang berusia dibawah 14 tahun. Keganasan astrocytoma kurang umum terjadi di
afrika-amerika. Tidak ada perbedaan negara pada insiden yang ditunjukkan dari
pengaruh ras dan usia. Beberapa bukti ditemukan insiden dari GBM dan AA
terjadi dua kali lipat pada dekade terakhir. Meskipun perkembangan signifikan
dari observasi ini masih kurang, tapi banyak pihak yang percaya masih akan
berkembang dengan banyaknya penggunaan MRI dan CT Scan.
(5)





4

IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sel neuroglia, atau biasa disebut sel glia, jumlahnya melebihi saraf di dalam
otak dan saraf tulang belakang 10 : 1. Sel ini mempunyai peranan penting ,
termasuk membentuk sel myelin, pengembangan saraf, memelihara level
ekstraseluler K
+
dan penyerapan kembali transmisi setelah activitas sinapsis. Sel
glia dibagi menjadi dua kelas besar yaitu makroglial dan mikroglial. Makroglial
terbagi menjadi dua tipe sel yaitu oligodendrosit yang berfungsi untuk membentuk
myelin di saraf pusat dan astrosit yang berfungsi mengatur ion, penyerapan
kembali neurotransmitter, dan membantu perkembangan saraf. Mikroglia tipe
selnya adalah sel mikroglial yang berfungsi untuk mempertahankan imun di
CNS.
(6)
Astrosit penting untuk beberapa proses fisiologi : membantu dan menutrisi
saraf, melindungi dari eksotoksik neurotransmitter, membantu aliran darah otak
dan mempertahankan homeostasis dalam kompartemen ekstraseluler. Astrosit
bentuknya seperti bintang. Dalam pewarnaan HE hanya nucleus yang terlihat,
bentuknya medium, bulat atau oval, dengan chromatin sedang dan satu atau dua
nukleoli.
(7)
Astrosit dibagi menjadi dua kelas besar protoplasmik dan fibrous.
Protoplasmik berada di cortex dan subkortikal struktur gray matter,
memperlihatkan proses yang pendek dengan mengandung sedikit fibril sedangkan
Fibrous Astrosit di white matter dengan mengandung fibril yang banyak.
(7)







Gambar 1. Astrosit. A. Protoplasmic astrosit. Serebral korteks memperlihatkan gambaran
oval dan bulat dengan kromatin sedang dan prominent nukleoli ( kresyl ungu) B. Astrosit
fibril menunjukkan numerous short, fine processes dan satu proses yang panjang di dinding
kapiler dengan sebuah foot plate (Cajal gold stain). Dikutip dari kepustakaan no. 6


5

V. ETIOPATOGENESIS
Efek regional astrositoma berupa kompresi, invasi, dan destruksi parenkim
otak. Hipoksia arteri dan vena, kompetisi nutrien, pelepasan produk metabolisme
akhir (misalnya, radikal bebas, perubahan elektrolit, neurotransmitter), dan
pelepasan dan perekrutan sel-sel mediator (misalnya, sitokin) mengganggu fungsi
parenkim normal. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) disebabkan langsung
oleh efek massa, peningkatan volume darah, atau peningkatan volume cairan
serebrospinal (CSF) dapat memediasi gejala sisa klinis sekunder. Tanda dan gejala
neurologis yang timbul pada astrositoma akibat dari gangguan fungsi sistem saraf
pusat (SSP). Defisit neurologis fokal (misalnya, kelemahan, kelumpuhan, defisit
sensorik, kelumpuhan saraf kranial) dan kejang merupakan bermacam-macam
karakteristik lokasi dari lesi.
(8)
Infiltrasi low-grade astrocytoma tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan
malignant yang lain. Waktu penggandaan untuk low-grade astrocytoma
diperkirakan 4 kali dari astrositoma anaplastik. Pada beberapa tahun sering terjadi
intervensi antara gejala awal dan pembentukan diagnosis low-grade astrocytoma.
Salah satu seri terbaru memperkirakan interval menjadi sekitar 3,5 tahun. Klinis
ditandai dengan penurunan bertahap dalam setengah dari kasus, penurunan
bertahap dalam sepertiga kasus, dan penurunan mendadak dalam 15% kasus.
Kejang pada umumnya adalah gejala awal pada sekitar setengah dari pasien
dengan low-grade astrocytoma.
(8)

Transformasi maligna dari sel epitel saraf adalah proses yang bertahap
yang didorong oleh perubahan genetic akusisi yang berurutan. Satu karena
diharapkan semuan neoplasma astrositik, glioblastoma harus berisi perubahan
genetik yang besar, dan hal ini memang terjadi. Pada dasarnya kombinasi yang
berbeda dari mutasi TP53, hilangnya heterozigositas (LOH) pada kromosom 10
dan 17p dan amplifikasi EGFR, adanya kumpulan glioblastoma dengan
perubahan genetik yang berbeda, telah menjadi korelasi dengan jalur klinis untuk
glioblastoma (glioblastoma primer dan sekunder).
(2)
6

Gambar 2.Timing dan frekuensi perubahan genetik dalam evolusi glioblastoma. Perhatikan bahwa
LOH 10q sering terjadi di kedua glioblastomas primer dan sekunder, dan mutasi TP53 adalah awal
dan perubahan genetik sering di jalur yang mengarah ke glioblastoma sekunder. Dimodifikasi dari
Ohgaki et al. Dikutip dari kepustakaan no. 2

VI. KLASIFIKASI

Tabel 1. Klasifikasi tumor astrocytic menurut WHO. Dikutip dari kepustakaan no. 2
A. WHO grade I
1. Astrocytoma pilocytic
Astrositoma pilositik relatif dibatasi, tumbuh perlahan-lahan, lebih sering
berbentuk kistik dan terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, penemuan
histologis ditandai oleh pola biphasic dengan proporsi yang bervariasi dari sel
7

bipolar padat dengan serat Rosenthal dan sel multipolar longgar terkait dengan
microcysts dan badan granular eosinophilic/hialin droplet.
(2)

Gambaran klinis tanda dan gejala: Astrositoma pilositik memberi gejala
berupa defisit neurologis fokal atau tanda-tanda non-lokalisasi, misalnya
makrosefal, sakit kepala, endokrinopati (gejala endokrin), atau peningkatan
tekanan intrakranial akibat efek massa atau obstruksi ventrikel. Kejang jarang
terjadi karena lesi jarang melibatkan korteks serebral. Mengingat pertumbuhannya
lambat, presentasi klinis tumor pilositik umumnya berkembang perlahan-lahan.
Astrocytomas pilocytic pada jalur optikus sering mengakibatkan hilangnya
penglihatan. Proptosis dapat dilihat dengan contoh-contoh intraorbital. Pada
awalnya, lesi radiologis yang terdeteksi mungkin tidak sesuai dengan gejala visual
atau defisit oftalmologis yang muncul.
(2)

Pada gangguan hipotalamus yang luas, disfungsi hipotalamus / hipofisis,
termasuk obesitas dan diabetes insipidus, sering terjadi tapi tidak selalu jelas.
Beberapa lesi hipotalamus-chiasmatik pada anak-anak telah dihubungkan dengan
kejadian leptomeningeal dengan prognosis yang buruk. Tidak jelas apakah tumor
tersebut merupakan dentitas yang berbeda.
(2)

Astrositoma pilositik pada thalamus umumnya memberi tanda-tanda
obstruksi CSF atau defisit neurologis, seperti hemiparesis, karena kompresi
kapsula interna.
(2)

Astrositoma pilositik serebelar biasanya menyerang pada awal usia dekade
kedua dengan gejala kecanggungan, sakit kepala yang progresif, mual dan
muntah. Contoh gejala pada batang otak biasanya menyebabkan hidrosefalus atau
tanda-tanda disfungsi batang otak. Berbeda dengan penyebaran astrositoma pada
pons, yang menghasilkan "hipertrofi pontine" yang simetris, tumor pilositik pada
batang otak biasanya bagian dorsal dan exophytic atau hanya ke sudut
cerebellopontine.
(2)

8

2. Subependymal astrocytoma sel raksasa
Tumor jinak, perlahan-lahan tumbuh dan biasanya muncul pada dinding
ventrikel lateral dan terdiri dari astrosit ganglioid besar.
(2)
Gambaran klinis: Kebanyakan pasien menunjukkan gejala berupa epilepsi
atau gejala peningkatan tekanan intrakranial. Diseminasi leptomeningeal dengan
penurunan metastasis telah dijelaskan. Kalsifikasi dan tanda-tanda perdarahan
massif dapat memberi gambaran.
(2)

A. WHO grade II
1. Xanthoastrocytoma pleomorfik
Neoplasma astrocytic dengan prognosis relatif baik, biasanya ditemui pada
anak-anak dan dewasa muda, dengan lokasi pada superficial hemisfer cerebri dan
menings, gambaran karakteristik histologis berupa sel pleomorfik dan lipid, dan
sering dikelilingi oleh jaringan reticulin serta badan granular eosinofilik.
(2)

Gambaran klinis: Karena lokasi lesi pada superfisial, banyak pasien
dengan kejang yang sudah lama.
(2)

2. Diffuse astrocytoma
Astrositoma difus infiltrasi biasanya mengenai orang dewasa muda dan
ditandai oleh diferensiasi selular tingkat tinggi dengan pertumbuhan yang lambat,
tumor terjadi di seluruh SSP tetapi khususnya terletak pada supratentori dan
memiliki kecenderungan intrinsik untuk menjadi ganas seperti astrositoma
anaplastik dan glioblastoma.
(2)

Kejang adalah gejala yang umum yang terjadi. Gejala lain berupa kesulitan
berbicara, gangguan sensoris (perubahan sensasi) atau beberapa perubahan
motorik mungkin muncul sebelumnya. Tumor pada lobus frontal mungkin terjadi
perubahan dalam perilaku atau kepribadian. Setiap perubahan tersebut mungkin
telah muncul selama berbulan-bulan sebelum diagnosis.
(2)

9

B. WHO kelas III
1. Astrocytoma anaplastik
Umumnya menyerang orang dewasa dan lokasinya pada hemisfer cerebri.
Gambaran histologis berupa atypia nuklir, peningkatan cellularity dan proliferasi
yang signifikan. Tumor mungkin timbul dari astrocytoma difus (WHO grade II)
dan memiliki kecenderungan inheren untuk berkembang menjadi glioblastoma.
(2)

Gejala mirip pada pasien dengan astrocytoma diffuse WHO grade II
misalnya ada defisit neurologis, kejang dan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
(2)

C. WHO grade IV
1. Glioblastoma
Tumor otak primer yang paling sering dan neoplasma paling ganas dengan
diferensiasi astrocytic dominan. Gambaran histopatologi berupa atypia nuklir ,
pleomorfisme selular, mitosis sel, trombosis pembuluh darah, proliferasi
mikrovaskuler dan nekrosis. Umumnya menyerang orang dewasa dan lokasinya
pada hemisfer cerebri. Glioblastoma sekunder berkembang secara perlahan dari
astrocytoma difus (WHO grade II) atau astrocytoma anaplastik ( WHO kelas III ).
Karena sifat invasif mereka, glioblastoma tidak dapat sepenuhnya direseksi, dan
meskipun ada kemajuan dalam radioterapi atau kemoterapi, namun kurang dari
setengah dari pasien dapat bertahan hidup lebih dari satu tahun, dengan usia yang
lebih tua sebagai faktor prognostik samping yang paling signifikan.
(2)

Sejarah klinis dari penyakit ini biasanya pendek (kurang dari 3 bulan pada
lebih dari 50 % kasus), kecuali neoplasma merupakan perkembangan dari
astrocytoma kelas yang lebih rendah (glioblastoma sekunder). Gejala dan tanda-
tanda berupa peningkatan tekanan intrakranial yang umum, misalnya sakit kepala,
mual / muntah, dan papilledema. Sepertiga dari pasien akan mengalami serangan
10

epilepsi. Gejala neurologis non-spesifik seperti sakit kepala dan kepribadian
perubahan juga dapat terjadi.
(2)

2. Gliomatosis cerebri
Glioma difus (biasanya astrocytic) memiliki pola pertumbuhan dan
menginfiltrasi sampai daerah yang luas dari sistem saraf pusat , dengan setidaknya
pada tiga lobus serebral, bilateral pada hemisfer cerebri dan gray matter, dan
sering meluas ke batang otak, cerebellum, dan sumsum tulang belakang.
Gliomatosis cerebri paling sering menampilkan fenotipe astrocytic , meskipun
oligodendroglioma dan oligoastrocytoma campuran juga dapat muncul bersama
dengan gliomatosis cerebri.
(2)

Tanda-tanda dan gejala bervariasi, tergantung pada daerah otak yang
terkena dan termasuk perubahan dalam status jiwa seperti demensia dan lesu,
kejang (umum dan kompleks parsial), sakit kepala, gejala piramidal (gangguan
gait), disfungsi saraf kranial, tanda dan gejala peningkatan tekanan intrakranial,
defisit spinocerebellar, defisit sensorik dan parestesia, dan gangguan visual.
(2)

VII. GEJALA KLINIS
Gejala tumor intrakranial dapat dibagi dalam :
(1) Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi
Tekanan intrakranial yang meningkat secara progresif menimbulkan
gangguan kesadaran dan manifestasi disfungsi batang otak yang dinamakan
sindrom unkus atau sindrom kompresi diensefalon ke lateral, sindrom
kompresi sentral rostrokaudal terhadap batang otak dan herniasi serebelum di
foramen magnum. Sebelum tahap stupor atau koma tercapai, tekanan
intrakranial yang meninggi sudah menimbulkan gejala umum.
(9)
(2) Gejala-gejala umum tekanan intrakranial yang meninggi
Gejala ini terdiri dari :
a. Sakit kepala, merupakan gejala umum yang bisa dirasakan pada setiap
tahap tumor intrakranial. Sifat sakit kepala itu nyeri berdenyut-denyut atau
rasa penuh di kepala seolah-olah kepala mau meledak. Nyerinya paling
11

hebat terjadi di pagi hari. Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor
intrakranial pada kira-kira 20% dari penderita. Lokalisasi nyeri yang
unilateral dapat sesuai dengan lokasi tumornya sendiri. Tumor di fossa
kranii posterior hampir semuanya menimbulkan sakit kepala pada tahap
dini, yang berlokasi di kuduk sampai daerah suboksipital. Sebaliknya
tumor supratentorial jarang menimbulkan sakit kepala di oksiput, kecuali
biamana tumor supratentorial sudah berherniasi di tentorium.
(9)

b. Muntah, gejala muntah sering timbul pada pagi hari dengan sifat muntah
pada penderita dengan tekanan intrakranial yang meninggi adalah khas,
yaitu proyektil atau muncrat dan tidak didahului oleh mual.
(9)

c. Kejang fokal, dapat merupakan manifestasi pertama tumor intrakranial
pada 15% penderita. Kejang umum dapat timbul sebagai manifestasi
tekanan intrakranial yang melonjak secara cepat, terutama sebagai
manifestasi glioblastoma multiforme. Kejang tonik yang sesuai dengan
serangan rigiditas deserebrasi biasanya timbul pada tumor di fossa kranii
posterior dan secara tidak tepat dinamakan oleh para ahli neurologi dahulu
cerebellar fits.
(9)

d. Gangguan mental, tumor serebri dapat mengakibatkan demensia, apatia,
gangguan watak dan inteligensi, bahkan psikosis, tidak peduli pada
lokasinya.
(9)

e. Perasaan abnormal di kepala, banyak penderita dengan tumor intrakranial
merasakan berbagai macam perasaan yang samar, seperti enteng di
kepala,pusing, atau tujuh keliing.
(9)


(3) Tanda-tanda lokalisatorik yang menyesatkan
Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai
dengan fungsi tempat yang didudukinya. Tanda-tanda itu ialah :
a. Kelumpuhan saraf otak, karena desakan tumor saraf otak dapat tertarik
atau tertekan. Suatu tumor dapat mendesak batang otak sehingga
mengalami gangguan. Saraf otak yang sering terkena secara tidak
langsung pada tumor intrakranial ialah saraf otak ke 3,4, dan ke 6.
(9)

12

b. Refleks patologik yag positif pada kedua sisi, dapat ditemukan pada
penderita dengan tumor di dalam salah satu hemisferium saja. Fenomena
ini dapat dijelaskan oleh adanya penggeseran mesensefalon ke sisi
kontralateral, sehingga pedunkulus serebri pada sisi kontralateral itu
mengalami kompresi dan refleks patologik pada sisi tumor menjadi positif.

(9)

c. Gangguan mental, dapat timbul pada setiap penderita dengan tumor
intrakranial yang berlokasi dimanapun.
(9)

d. Gangguan endokrin, dapat timbul karenan proses desak ruang di daerah
hipofisis.
(9)

e. Ensefalomalasia, terjadi akibat kompresi arteri serebral oleh suatu tumor
dapat terjadi di daerah yang agak jauh dari tempat tumor sendiri, sehingga
gejala defisit yang timbul, misalnya hemianopsia atau afasia, tidak dapat
dianggap sebagai gejala lokalisatorik.
(9)


(4) Tanda-tanda lokalisatorik yang benar atau simptom fokal.
a. Simptom fokal dari tumor di lobus frontalis, sakit kepala merupakan
manifestasi dini, sedangkan papiledema dan muntah timbul pada tahap
lanjut,bahkan mungkin tidak akan muncul sama sekali. Gangguan mental
dapat timbul sehubung dengan tumor intrakranial di daerah manapun,
sedangkan gejala kompensatorik terhadap kemunculan inteligensi biasanya
berupa Witselsucht. Kejang tonik fokal yang dinamakan kejang adversif
merupakan simptom fokal lobus frontalis.
(9)

b. Simptom fokal tumor di daerah presentral, tumor yang menduduki girus
presentralis seringkali bertindak sebagai perangsang terhadap daerah
motorik, sehingga menimbulkan kejang lokal pada sisi kontralateral
sebelum munculnya manifestasi tekanan intrakranial yang meninggi.
Bilamana tumor di daerah presentral sudah menimbulkan destruksi
struktural, maka manifestasinya berupa hemiparesis kontralateral. Jika
tumor tumbuh di falks serebri setinggi daerah presentralis, maka
paraparesis akan dijumpai. Juga gangguan miksi lebih sering dan erat
13

berlokasi dengan tumor di fissura sagitalis daripada di bagian lain dari
otak.
(9)

c. Simptom fokal dari tumor di lobus temporalis, biasanya kurang menonjol
terutama lobus temporalis kanan yang diduduki. Kecuali bagian terdepan
lobus temporalis yaitu unkus yang terkena, muncullah serangan yang
dinamakan uncinate fit. Hemianopsia kuadran atas kontralateral harus
dinilai sebagai tanda lokalisatorik yang khas bagi lesi di lobus temporalis
apabila ditemukan juga gejala-gejala peserta yang menunjuk kepada tumor
di daerah lobus temporalis,yaitu yang berupa tinitus, halusinasi auditorik
dan afasia sensorik, berupa apraksia.
(9)

d. Simptom fokal dari tumor di lobus parietalis, tumor yang menduduki
daerah korteks lobus parietalis dapat merangsang korteks sensorik,
sebelum manifestasi lain dijumpai.
(9)

e. Simptom fokal dari tumor di lobus oksipitalis, tumor yang menempati
sangat jarang. Bila ada maka gejala yang muncul adala sakit kepala di
oksiput. Bisa juga menyebabkan gangguan medan penglihatan dan agnosia
visual.
(9)

f. Simptom fokal dari tumor di korpus kalosum, gejala yang khas terdiri dari
gangguan mental terutama cepat lupa. Demensia yang timbul sering
disertai kejang umum atau fokal tergantung pada luas dan lokasi tumor.
(9)


(5) Tanda-tanda fisik diagnostik pada tumor intrakranial.
a. Papiledema, timbul pada tekanan intrakranial yang meninggi atau akibat
penekanan pada nervus optikus oleh tumor secara langsung.
(9)

b. Pada anak-anak, tekanan intrakranial yang meningkat dapat memperbesar
ukuran kepala dengan terenggangnya sutura. Pada perkusi terdengar bunyi
kendi yang rengat. Dan pada tumor jaringan vaskular atau malformasi
vaskular, auskultasi kepala dapat menghasilkan terdengarnya bising.
(9)

c. Hipertensi intrakranialmengakibatkan iskemia dan gangguan-gangguan
kepada pusat vasomotorik serebral, sehingga menimbulkan bradikardia
dan tekanan darah yang meningkat secara progresif.
(9)

14

d. Irama dan frekuensi pernapasan berubah akibat melonjaknya tekanan
intrakranial. Kompresi batang otak dari luar mempercepat pernapasan
yang diselingi oleh pernapasan jenis Cheyne-strokes.
(9)

VIII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Jenis gejala neurologis yang dihasilkan dari pengembangan astrositoma
tergantung terutama pada lokasi dan tingkat pertumbuhan tumor pada sitem saraf
pusat (SSP). Laporan status perubahan mental, gangguan kognitif, sakit kepala,
gangguan penglihatan, gangguan motorik, kejang, kelainan sensorik, atau ataksia
dalam riwayat penyakit pasien perlu diperhatikan dokter untuk adanya gangguan
neurologis dan harus mengindikasikan untuk diperiksa lebih lanjut. Dalam hal ini,
pencitraan radiografi, seperti CT scan dan MRI (dengan dan tanpa kontras),
diindikasikan. Astrocytomas pada sumsum tulang belakang atau batang otak
jarang dan datang dengan deficit motorik / sensorik atau defisit saraf kranial
menunjukkan ke lokasi tumor.
(8)
2. Pemeriksaan fisik
Sebuah pemeriksaan neurologis rinci diperlukan untuk evaluasi yang tepat
dari setiap pasien dengan astrocytoma. Karena tumor ini dapat mempengaruhi
setiap bagian dari SSP, termasuk sumsum tulang belakang, dan dapat menyebar
ke daerah yang jauh dari SSP, pemeriksaan fisik secara menyeluruh referable ke
seluruh neuraxis diperlukan untuk menentukan lokasi dan luasnya penyakit.
Perhatian khusus harus diberikan pada tanda-tanda peningkatan tekanan intra
kranial, seperti sakit kepala, mual dan muntah, penurunan kewaspadaan, gangguan
kognitif, papilledema, atau ataksia, untuk menentukan kemungkinan efek massa,
hidrosefalus, dan risiko herniasi. Lokalisasi dan lateralisasi tanda-tanda, termasuk
kelumpuhan saraf kranial, hemiparesis, tingkat sensorik, perubahan refleks tendon
dalam (DTR), dan adanya refleks patologis (misalnya, Hoffman dan Babinski),
harus dicatat. Setelah kelainan neurologis diidentifikasi, pencitraan harus dicari
untuk evaluasi lebih lanjut.
(8)
15

3. Pemeriksaan penunjang
a. Astrositoma Pilositik
- Radiologi
Baik oleh CT atau MRI, astrositomas pilositik berbatas tegas dan
contrastenhancing. Hanya minoritas yang kalsifikasi. Tumor dari saraf optik, agak
menahan ekspansi keluar oleh selubung optik, tumbuh di sepanjang perjalanan
saraf untuk menghasilkan massa fusiform. Lesi jalur optik hanya memiliki
kapasitas terbatas untuk menyebar posterior, misalnya dari saraf optik ke kiasma
atau dari chiasm ke saluran optik. Meskipun neuroimaging yang sensitif mungkin
infiltrasi yang luas, kontribusi relatif dari jaringan tumor, edema dan degenerasi
Wallerian pada hiperintens T2 tidak jelas.
(2)















Gambar 3. Neuroimaging pada astrositoma pilositic. Solid, lesi hemisfer hiperintens dalam gambaran T2. B
Astrositoma pilositic dari lobus frontal member gambaran pada MRI T1 sebagai nodul hiperintens mural
dengan kista besar. C Discrete pilocytic astrocytoma di medula (T1 MRI). D Lesi cerebellar cystic dengan
contrastenhancing nodul mural. Dikutip dari kepustakaan no. 2




16

- Histopatologi
Tumor astrositik dari seluler rendah sampai sedang yang sering
memberikan gambaran pola biphasic dengan proporsi yang bervariasi dari sel
bipolar dipadatkan dengan serat rosenthal dan sel multipolar bertekstur longgar
dengan microcysts dan badan granular/tetesan hialin. Mitosis jarang ,
hiperkromatik dan inti pleomorfik , glomeruloid proliferasi vaskular, nekrosis
seperti infark dan infiltrasi leptomeninges yang kompatibel dengan diagnosis
astrositoma pilositic dan bukan tanda-tanda keganasan. Karena heterogenitas fitur
histologis, sediaan apus dari astrositomas pilositik menunjukkan sitologi yang
cukup bervariasi. Bagian yang padat dari hasil tumor sel piloid bipolar, panjang,
proses seperti rambut yang sering di lapangan mikroskopi, dan Serat Rosenthal .
Intinya biasanya memanjang dan sitologi yang sedikit. disebabkan oleh konten
yang tinggi refractile, fibril eosinofil, sel-sel ini sangat glial fibrillary protein
asam ( GFAP ) immunopositive.
(2)


Gambar 4. Astrocytoma pilocytic menunjukkan (A) panjang, sel-sel tumor dan bipolar (B) serat Rosenthal.
Dikutip dari kepustakaan no.2

b. Astrositoma difus
- Radiologi
Pada CT scan, astrositoma difus yang paling sering muncul sebagai gambaran
yang tidak jelas, homogen massa kepadatan rendah tanpa penyerapan kontras.
Namun, kalsifikasi, perubahan kistik dan penyerapan kontras yang lebih rendah
mungkin hadir lebih awal. Pada MRI biasanya menunjukkan hipodens pada
17

gambaran T1 dan hiperintens pada gamabaran T2, dengan pembesaran area yang
terlibat di awal perubahan tumor. Penyerapan gadolinium jarang di low-grade
astrositoma difus, tetapi cenderung muncul selama pengembangan menjadi
astrositoma anaplastik (WHO kelas III).
(2)

Gambar 5. Diffuse astrocytoma WHO grade II, member gambaran sebagai (A) lesi hipodens frontal pada
penyerapan kontras CT, (B) hypointense fokus pada penyerapan gadolinium MRI dan (C) serta-digambarkan
hyperintens lesi pada T2 MRI. Dikutip ndari kepustakaan no. 2


- Histopatologi
Astrocytoma difus terdiri dari diferensiasi fibrilar atau neoplastik
gemistositik astrosit pada dasar dari struktur yang longgar, sering matriks tumor
mikrosistik. Dibandingkan dengan yang otak normal, seluler yang cukup
meningkat dan nukleus atypia sesekali adalah fitur yang khas. Aktivitas mitosis
umumnya tidak ada, dan mitosis tunggal belum memungkinkan diagnosis
astrositoma anaplastik. Adanya nekrosis atau proliferasi mikrovaskuler tidak
kompatibel dengan diagnosis astrositoma difus. Fenotip, astrosit neoplastik
mungkin bervariasi sehubungan dengan ukurannya, banyaknya dan disposisi
proses sel, dan kelimpahan filament glial sitoplasma. Pola mungkin sangat
bervariasi di berbagai daerah neoplasma.. Astrosit manusia normal tidak
menunjukkan pewarnaan sitoplasma H&E yang berbeda dari dasar neuropil .
Astrosit reaktif didefinisikan dari inti membesar dan adanya pewarnaan,
didefinisikan sitoplasma, yang berpuncak di gemistosit, yang memiliki massa
18

sitoplasma eosinofil, sering nucleus eksentrik, dan sitoplasma yang meluas ke
dalam .
(2)
Gambar 6. Fibril astrositoma. Formasi mikrokistik yang luas. Dikutip dari kepustakaan no. 2

c. Astrositoma anaplastik
- Radiologi
Astrositoma anaplastik berada di tengah antara low-grade astrositoma dan
glioblastoma. Sebagian besar, Astrositoma anaplastik adalah tumor dengan kista,
perdarahan, dan infiltrasi jaringan otak yang yang di perifer. Densitas heterogen
pada CT dan intensitas MRI pada T1 dan Pencitraan T2 khas untuk astrositoma
anaplastik. Edema peritumoural yang jelas lebih khas untuk jenis tumor. Area
sinyal MR hiperintens pada pencitraan 1dan sinyal MR hipointens pada 2 dapat
menunjukkan komponen hemoragik.
(10)












Gambar 7. Astrositoma anaplastik pada hemisfer cerebellum. Terdapat area sinyal MR abnormal yang besar,
yang melibatkan sebagian pons kanan pada gambaran T2. dikutip dari kepustakaan no. 10
19

- Histopatologi
Astrositoma anaplastik menunjukkan peningkatan anaplasi,
didemonstrasikan oleh peningkatan kompleks nuclear, adanya mitosis,
peningkatan variasi sitoplasma, dan peningkatan proliferasi sel endotel.
(8)







Gambar 8. Astrositoma anaplastik dengan sel yang banyak dengan marker nuclear atypia. Dikutip dari
kepustakaan no. 8

d. Glioblastoma
- Radiologi
Glioblastoma merupakan tumor infratentorial langka. Lebih sering,
glioblastoma terletak di belahan cerebellum atau vermis, jarang di batang otak. CT
dan MRI fitur glioblastoma tidak spesifik . Diagnosis banding dari metastasis
sulit. Namun demikian, densitas yang heterogen pada CT dan pendarahan
intratumoural terlihat pada MRI.
(10)









Gambar 9. Glioblastoma . Pada C, terdapat tumor dengan struktur heterogen pada hemisfer
cerebblum kiri dan ventrikel empat. Dikutip dari kepustakaan no. 10
20

- Histopatologi
Glioblastoma merupakan anaplastik, seluler glioma terdiri dari diferensiasi
yang buruk, sel tumor astrocytic sering pleomorfik ditandai dengan atypia nuklir
dan aktivitas mitosis yang cepat. Proliferasi mikrovaskuler yang menonjol
dan/atau nekrosis sangat penting untuk fitur diagnostik. Sementara beberapa lesi
menunjukkan seluler yang banyak dan polimorfisme nuklir dengan berbagai sel
raksasa berinti, yang lain banyak seluler, tapi agak monoton.
(2)











Gambar 10. Glioblastoma dengan anaplasi yang banyak.dikutip dari kepustakaan no. 2

IX. DIAGNOSIS BANDING
(11)

Astrositoma Cerebritis Oligodendroglioma
Lesi WM pada hemisfer,
biasanya tidak terdapat
penyerapan kontras
Terdapat massa fokal
atau difus
Sulit dibedakan tanpa
biopsi
Terdapat edema dengan
karakteristik penyerapan
patch
Biasanya terlihat difusi
restriktif
Biasanya onsetnya akut
Massa kortikal dengan
terdapatnya penyerapan
variabel
Biasanya tampak seperti
Ca
++
Kemungkinanan tak
terbedakan dari
pemeriksaan radiologis
21


X. PENATALAKSANAAN
Yang perlu dipertimbangkan manajemen tumor :
- butuh diagnosis jaringan
- lokasi lesi dan kemungkinan deficit sesudah operasi
- kemungkinan untuk hidup
- Saan terapi untuk specific tumor tipe ( radiation, chemoterapi)
- Umur patien dan kormobiditas kesehatan
- Kualitas hidup
(4)


Manajemen sebelum operasi
- Kortikosteroid untuk menurunkan vasogenik edema (simptomatik)
- Anticonvulsant tidak boleh diberikan setiap hari pada pasien bebas kejang
- Rajin neurogical check
- Menggunakan serum Na di range normal
- Hindari cairan IV hipotonic
- Menaikkan kepala lebih dari 30
o (4)


Prosedur bedah neuro
- Streotactic biopsy
- Ommaya reservoir
- Neuronavigation
- Craniotomy
(4)


Penatalaksanaan astrositoma sesuai grade
- Grade1 (pilocytic astrositma) : operasi, prognosis bagus
- Grade II (low-grade astrositoma) : kemungkinan hidup 5 tahun, terapi
dengan radioterapi dan agresif reseksi kemungkinan progres ke
glioblastoma
- Grade III ( anaplastic astrositoma) : kemungkinan hidup 2-3 tahun,
pengobatan sama dengan glioblastoma
- Grade IV ( Gliobalstoma) : kemungkinan hidup 12 bulan, di treatment
dengan radioterapi fraksinasi dan bersamaan dengan temozolomide, dan
kemoterapi reseksi agresif dapat memberikan keuntungan hidup lebih
lama.
(4)

22

XI. PROGNOSIS
Prognosis untuk bertahan hidup setelah intervensi operasi dan terapi radiasi
dapat menguntungkan bagi low-grade astrocytoma. Bagi pasien yang menjalani
reseksi bedah, prognosis tergantung pada apakah neoplasma berkembang menjadi
lesi high-grade. Untuk lesi low-grade, waktu kelangsungan hidup rata-rata
setelah intervensi bedah telah dilaporkan sebagai 6-8 tahun. Dalam kasus
astrositoma anaplastik, perbaikan gejala atau stabilisasi adalah aturan setelah
reseksi bedah dan iradiasi. Kualitas hidup yang tinggi diamati pada 60-80 % dari
pasien tersebut. Faktor-faktor seperti usia muda, status fungsional, tingkat reseksi,
dan iradiasi yang memadai mempengaruhi durasi hidup pasca operasi.
(6)

Laporan terakhir menunjukkan bahwa iradiasi tumor dari tumor yang tidak
direseksi sempurna meningkat ketahanan hidup 5 tahun pasca operasi dari 0-25 %
untuk low-grade astrocytoma dan dari 2-16 % untuk astrositomas anaplastik .
Selain itu , tingkat kelangsungan hidup rata-rata pasien dengan astrocytoma
anaplastik yang menjalani baik reseksi dan iradiasi telah dilaporkan dua kali lipat
dari pasien yang menerima terapi hanya operasi (5 y vs 2,2 y).
(6)
Kebanyakan giant sel glioblastomas memberikan prognosis yang buruk, tetapi
beberapa laporan menunjukkan bahwa hasil klinis agak lebih baik daripada
glioblastoma yang biasa, kemungkinan karena kurangnya infiltasi.
(2)








23

DAFTAR PUSTAKA
1. Turner C, Neurology, London: Mosby ;2006. P 169 173
2. Louis DN, Ohgaki H, Wiestler OD, Cavenee WK editors, WHO
Classification of tumours of the central nervous system. Lyon:
International Agency for Research on Cancer; 2007.p 8-11, 13-50
3. Ropper AH, Samuels MA editors, Adams and victors principles of
neurology 9th edition, United States: The McGraw-Hill Companies;
2009. P.622
4. Gilman Sid, Hadi Manji With, Connoly Sean, Dorward Neil, Kitchen
Neil, Mehta Amrish, Wills Adrian, Oxford American Handbook OF
Neurology: 2010 P 328 - 332
5. Tonn JC, Wetsphal M, Rutka JT, Grossman SA editors, Neuro-Oncology
of CNS Tumors. Germany: Springer Verlag-Berlin Heldelberg; 2006.
P.11, 128
6. Waxman GS, Mc graw hill lange, 26
th
Clinical neuroanatomy: 2010,
USA, P 12-14
7. Haberland C editor, Clinical neuropathology text and color atlas
Newyork:Demos; 2007.p.13-17
8. Kennedy B. Astrocytoma. . Emedicine: [online]. 2013 [cited 25
November2013]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/283453-overview
9. Mardjono M, Sidharta P editors, Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian
Rakyat; 2008. p. 396-401
10. Kornienko VN, Pronin IN editors, Diagnostic neuroradiology. Germany:
Springer Verlag-Berlin Heldelberg; 2009 p. 631-632
11. Osborn AG, Blaser SI,Salzman KL,Kaltzman GL, Provenzale J,Castillo
M, Hedlund GL, Illner A,et all, Diagnostic imagining Brain. Canada :
Amirsys; 2004. pI-6-8.

24

Vous aimerez peut-être aussi