Vous êtes sur la page 1sur 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ilmu Keperawatan adalah suatu ilmu yang mempelajari pemenuhan kebutuhan dasar
manusia mulai dari biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pemenuhan dasar tersebut
diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan dalam praktik keperawatan profesional.
Untuk tercapainya suatu keperawatan professional diperlukan suatu pendekatan, yang disebut
Proses Keperawatan dan Dokumentasi keperawatan sebagai data tertulis yang
menjelaskan tentang penyampaian informasi (komunikasi), penerapan sesuai standart praktik,
dan pelaksanaan proses keperawatan.
Untuk menjalankan tugas keperawatan, banyak teori keperawatan yang digunakan,
salah satunya adalah Hildegard E. Peplau. Model konsep dan teori keperawatan yang
dijelaskan oleh Peplau menjelaskan tentang kemampuan dalam memahami diri sendiri dan
orang lain yang menggunakan dasar hubungan antar manusia yang mencakup 4 komponen
sentral yaitu klien, perawat, masalah kecemasan yang terjadi akibat sakit (sumberkesulitan)
dan proses interpersonal.
Peplau melihat antara perawat dan pasien berpartisipasi & berkontribusi ke dalam
hubungan, dimana hubungan itu sendiri menjadi terapeutik. Pandangan tersebut yang dibuat
formula Psychodynamic nursing pada tahun 1952 dan selanjutnya disebut a theory of
interpersonal relations pada tahun 1952.

1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup Hildegard E.Peplau ?
2. Bagaimana konsep teori model Peplau ?
3. Apa tujuan dari teori Peplau ?
4. Apa saja kekurangan dan kelebihan teori peplau ?


1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui riwayat hidup Hildegard E.Peplau.
2. Mahasiswa dapat memahami teori model Peplau.
3. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan dari teori Peplau.
4. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja kekurangan dan kelebihan dari teori Peplau.
5. Mahasiswa dapat menerapkan teori Peplau pada kasus

1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman perawat
tentang International relations in nursing sehingga dapat diterapkan pada praktek
keperawatan dalam mangaplikasikan asuhan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI


2.1 Sumber Teori Hildegard E Peplau
Peplau memasukkan pengetahuan ke dalam kerangka konseptualnya yang pada
akhirnya berkembang menjadi model keperawatan berbasis teori. Peplau menggunakan
pengetahuan yang dikutip dari ilmu perilaku dan model psikologikal untuk mengembangkan
teori hubungan interpersonal. Kutipan dari model psikologikal menyatakan bahwa
memungkinkan bagi perawat untuk saatnya berpindah dari orientasi terhadap penyakit ke
salah satu bagian dari psikologi, perasaan, serta perilaku yang dapat di eksplore dan
dimasukkan ke dalam intervensi keperawatan. Hal ini memberikan kesempatan kepada
perawat untuk mengajari pasien bagaimana cara mengungkapkan perasaan serta bagaimana
cara menunjukkan perasaan tersebut. Hary Stack Sullivan, Percival Symonds, Abraham
Maslow, Bella Mittleman dan Neal Elgar Miller adalah merupakan tokoh tokoh sumber
utama Peplau didalam mengembangkan kerangka konseptualnya. Bahkan beberapa konsep
terapeutik ia dapatkan secara langsung dari tokohnya sendiri yakni Freud dan Fromm (Tomey
& Alligood, 1998).

2.2 Teori Keperawatan Hildegard E. Peplau
Peplau mendefinisikan konsep utama teorinya sebagai psychodynamic nursing
karena bertujuan memahami suatu perilaku untuk membantu orang lain mengidentifikasi
kesulitan yang dimilikinya dan untuk mengaplikasikan prinsip prinsip human relation
dalam menyelesaikan masalah yang dibangun dari semua tingkat pengalaman (Tomey &
Alligood, 1998).
Menurut Peplau, keperawatan adalah terapeutik karena hal ini mengandung suatu
seni menyembuhkan, menolong individu yang sakit atau membutuhkan pelayanan kesehatan.
Keperawatan dapat dipandang sebagai satu proses interpersonal karena melibatkan interaksi
antara dua atau lebih individu dengan tujuan yang sama. Dalam keperawatan tujuan bersama
ini akan mendorong kearah proses terapeutik dimana perawat dan pasien saling menghormati
satu dengan yang lain sebagai individu, kedua-duanya mereka belajar dan berkembang
sebagai hasil dari interaksi. Belajar menempatkan diri saat individu mendapat stimulus dalam
lingkungan dan berkembang penuh sebagai reaksi kepada stimulus tersebut (George, 1995).
Untuk mencapai tujuan ini atau tujuan-tujuan yang lain di capai melalui penggunaan
serangkaian langkah-langkah dan pola yang pasti. Saat hubungan perawat dan pasien
berkembang pada pola terapeutik ini, ada cara yang fleksibel dimana fungsi perawat dalam
berpraktek dengan membuat penilaian dengan keahlian yang didapatkan melalui ilmu
pengetahuan, serta dengan menggunakan kemampuan teknis dan berbagai asumsi (George,
1995).
Ketika perawat dan pasien mengidentifikasi satu masalah pertama kalinya, mereka
mulai menyusun tindakan yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Masing masing
pendekatan yang gunakan sebagai tindakan nantinya, tergantung dari perbedaan latar-
belakang dan keunikan individu. Setiap individu dapat pandang sebagai satu struktur yang
unik biologis-psikologis-spritual-sosial, dimana reaksi antara individu satu dengan yang lain
tidak sama (George,1995).
Perawat dan pasien mempelajari persepsi yang unik tersebut dari perbedaan
lingkungan, adat-istiadat, kebiasaan, dan kepercayaan yang membentuk budaya individu
tersebut. Setiap orang mempunyai pemikiran yang berbeda sehingga mempengaruhi persepsi
dan perbedaan persepsi inilah sangat penting dalam proses interpersonal. Sebagai tambahan
lagi, perawat harus memiliki pengetahuan keperawatan seperti managemen stress-krisis dan
pengembangan teori, yang akan memberikan arahan pada pemahaman yang lebi tentang
peran perawat professional pada proses terapeutik. Sebagai perawat dan pasien yang
berhubungan terus harus mengerti peran masing-masing dan faktor faktor yang
mempengaruhi masalah. Dari pemahaman tersebut, perawat dan pasien berkolaborasi serta
sharing sesuai tujuan yang ingin dicapai hingga masalah dapat teratasi (George, 1995).
Selama perawat dan klien bekerja sama, mereka akan memiliki banyak pengetahuan
dan kematangan berfikir selama proses. Peplau (1952/1988) memandang keperawatan
sebagai maturing force and an educative instrument. Dia percaya bahwa keperawatan
adalah hasil pengalaman belajar mengenai diri sendiri sebaik individu lainnya yang terlibat
dalam hubungan interpersonal. Konsep ini didukung oleh Genevieve Burton penulis lain
tentang keperawatan (1950) mengatakan bahwa tingkah laku orang lain harus dimengerti
agar dapat mengerti diri sendiri secara jelas. Seseorang yang sadar dengan perasaannya
sendiri, persepsinya sendiri serta tindakannya sendiri, akan lebih sadar terhadap reaksi orang
lain (George,1995).
Masing masing terapeutik memberikan pengaruh pada pengembangan personal dan
professional antara perawat dan pasien. Selama perawat bekerja sama dengan pasien untuk
menyelesaikan masalah disetiap kehidupan, maka praktek perawat tersebut akan menjadi
bertambah efektif. Masing masing individu perawat mempunyai pengaruh secara langsung
terhadap dirinya serta kemampuannya dalam terapeutik dan hubungan interpersonal
(George,1995).
Peplau mengidentifikasi empat tahapan hubungan interpersonal yang saling berkaitan
yaitu: (1) orientasi, (2) identifikasi, (3) eksploitasi, (4) resolusi. Setiap tahap saling
melengkapi dan berhubungan sebagai satu proses untuk penyelesaian masalah (George,1995)

2.3 Fase - fase dalam Keperawatan menurut Peplau
Hubungan perawat-pasien menurut Peplau dideskripsikan sebagai empat fase,
meskipun terpisah, fase fase tersebut overlap/tumpang tindih dan terjadi terus menerus
selama hubungan itu terjalin.
1. Orientasi
Pada tahap awal orientasi, perawat dan pasien bertemu sebagai dua orang asing. Pasien
dengan keluarga memiliki "felt need (kebutuhan yang dirasakan), oleh karena itu bantuan
profesional akan dicari. Namun, kebutuhan ini tidak dapat dengan mudah diidentifikasi atau
dipahami oleh individu-individu yang terlibat.Ini sangat penting bahwa perawat bekerja sama
dengan pasien dan keluarga dalam menganalisis situasi, sehingga mereka bersama-sama
dapat mengenali, memperjelas, dan mendefinisikan masalah yang ada. Contoh: Perawat
dalam peran konselor membantu gadis remaja yang merasa "sangat down". Untuk menyadari
bahwa perasaan ini adalah hasil dari sebuah pertengkaran dengan ibunya kemarin malam.
Sebagai seorang perawat terus mendengarkan, ada faktor yang membuat gadis itu berdebat
dengan ibunya dan perasaan tertekan. Karena perasaan ini dibahas, gadis itu mengakui
berdebat sebagai faktor pencetus yang menyebabkan depresi.
Dengan demikian perawat dan pasien telah menetapkan masalah. Anak dan orang tua
kemudian setuju untuk mendiskusikan masalah tersebut dengan perawat. Jadi dengan saling
menjelaskan dan mendefinisikan masalah dalam fase orientasi, pasien dapat mengarahkan
energi yang terakumulasi dari kecemasan kebutuhan yang tak terpenuhi untuk lebih
konstruktif berhadapan dengan masalah yang diajukan. Hubungan didirikan dan terus
diperkuat sementara kekhawatiran sedang diidentifikasi.
Saat pasien dan keluarga berbicara dengan perawat, keputusan bersama perlu dibuat
tentang jenis layanan professional apa yang harus digunakakan. Perawat sebagai narasumber,
dapat bekerja dengan pasien dan keluarga. Sebagai alternatif perawat membuat kesepakatan
bersama dari semua pihak yang terlibat, lihat keluarga untuk sumber lain seperti psikolog,
psikiater, atau pekerja sosial. Pada tahap orientasi, perawat, pasien dan merencanakan
keluarga apa jenis layanan yang dibutuhkan.
Tahap orientasi secara langsung dipengaruhi oleh sikap pasien dan perawat tentang
memberi atau menerima bantuan. Oleh karena itu, dalam tahap awal perawat perlu menyadari
reaksi diri kepada pasien. Perawatan adalah proses interpersonal, baik pasien dan perawat
memiliki bagian yang sama penting dalam interaksi terapeutik.
Perawat, pasien, dan keluarga bekerja sama untuk mengenali, memperjelas, dan
mendefinisikan masalah yang ada. Hal ini dapat mengurangi ketegangan dan kecemasan
terkait dengan kebutuhan yang dirasakan dan rasa takut yang tidak diketahui. Penurunan
ketegangan dan kecemasan mencegah masalah lain yang timbul sebagai akibat dari represi.
Situasi stres diidentifikasi melalui interaksi terapeutik. Sangat penting bahwa pasien
mengenali dan mulai bekerja melalui apa yang dirasakan terkait dengan penyebab
penyakitnya.
Dengan demikian, pada awal fase orientasi, perawat dan pasien bertemu sebagai orang
asing. Pada akhir fase orientasi, mereka secara bersamaan berusaha untuk mengidentifikasi
masalah dan menjadi lebih nyaman satu sama lain. Para perawat dan pasien sekarang siap
untuk maju ke tahap berikutnya (George, 1995).
Gambar 1.1 Faktor yang mempengaruhi hubungan perawat pasien

2. Identifikasi
Tahap berikutnya identifikasi, adalah dimana pasien merespon selektif terhadap orang-
orang yang dapat memenuhi kebutuhannya. Perawat membiarkan pasien mengeksplorasi
perasaannya untuk membantu kondisinya yang sedang sakit sebagai pengalaman yang me-
reorientasi perasaan dan kekuatan positif pada individu tersebut (Tomey & Alligood,1998).
Setiap pasien mempunyai respon berbeda dalam fase ini.. Tanggapan pasien terhadap perawat
ada tiga macam: (1) berpartisipasi dan saling bergantung dengan perawat, (2) otonomi dan
independen dari perawat, atau (3) menjadi pasif dan bergantung pada perawat. Contoh:
Seorang pria berusia tujuh puluh tahun yang ingin merencanakan diet diabetes baru 1600
kalori. Jika hubungan adalah saling bergantung, perawat dan pasien berkolaborasi pada
perencanaan makan. Jika hubungan menjadi independen, pasien akan berencana diet sendiri
dengan masukan minimal dari perawat. Dalam hubungan tergantung, perawat melakukan
perencanaan makan untuk pasien.
Sepanjang fase identifikasi, baik pasien dan perawat harus menjelaskan persepsi
masing-masing dan harapan. Bagian pengalaman dari pasien dan perawat akan memiliki titik
tengah, apa harapan mereka selama proses interpersonal. Seperti disebutkan dalam fase
orientasi, sikap awal dari pasien dan perawat sangat penting dalam membangun hubungan
kerja untuk mengidentifikasi masalah dan memutuskan bantuan yang tepat. Persepsi dan
harapan pasien dan perawat dalam fase identifikasi lebih kompleks dari pada fase
sebelumnya. Pasien sekarang menanggapi seorang yang membantu secara selektif. Hal ini
memerlukan hubungan terapeutik lebih intensif.
Untuk menggambarkan hal tersebut, seorang pasien yang telah dilakukan mastektomi
mungkin menceritakan kepada perawat ketidakmampuannya untuk memahami latihan lengan,
yang sebelumnya telah dijelaskan kepadanya sebagai regimen penting setelah operasi. Perawat
mengamati pengaruh lengan menjadi edema (bengkak). Sementara perawat sedang menjajaki
kemungkinan alasan untuk edema, pasien mengaku tidak melakukan latihan lengannya. Dalam
rangka untuk memfasilitasi pemahaman pasien dan kembalinya latihan berikutnya, perawat
dapat mengidentifikasi orang-orang profesional, seperti terapis fisik, perawat dan dokter, yang
akan mengklarifikasi kesalahpahaman pasien. Umumnya, hal ini menjadi yang terbaik jika
perawat obyektif membahas peran setiap orang serta keuntungan dan kerugian dari konsultasi
dengan masing-masing orang tersebut. Namun, dalam kasus ini, pasien mungkin menyatakan
bahwa dia tidak peduli untuk mendiskusikan latihan dengan perawat atau ahli terapi fisik
karena dia merasakan hanya dokter memiliki informasi yang diperlukan.
Sementara bekerja melalui fase identifikasi, pasien mulai memiliki rasa dan
kemampuan menghadapi masalah, yang menurunkan perasaan tidak berdaya. Hal ini pada
gilirannya menciptakan sikap optimistis dari mana kekuatan batin terjadi kemudian.

3. Eksploitasi
Setelah identifikasi, pasien bergerak ke tahap eksploitasi, di mana pasien dapat menilai
keuntungan - keuntungan dari semua layanan kesehatan yang tersedia. Tingkat dimana layanan
ini digunakan berdasarkan pada kepentingan dan kebutuhan pasien (George,1995). Sedangkan
pada buku yang ditulis oleh Tomey & Alligood (1998) disebutkan bahwa selama tahap
eksploitasi, pasien berusaha untuk memperoleh nilai penuh dari apa saja yang ditawarkan saat
melakukan relasi (relationship). Individu mulai merasakan sebagai bagian integral dari
lingkungan yang membantunya dan mengontrol situasi dengan cara memilah bantuan dari
layanan yang ditawarkan. Contoh: Wanita dengan lengan yang bengkak. Selama fase ini
pasien mulai memahami informasi yang diberikan kepadanya untuk latihan lengan. Dia
membaca pamflet dan sebuah film yang menggambarkan bentuk latihan lenganny; ia berdiskusi
dengan perawat tentang masalah yang terkait, dan ia mungkin menanyakan tentang cara
bergabung dengan kelompok latihan melalui bagian terapi fisik.
Selama tahap ini, beberapa pasien kemungkinan menuntut lebih dibandingkan dengan
ketika saat mereka sakit parah. Mereka mungkin mengajukan sedikit permintaan atau
perhatian lain untuk mendapatkan teknik tergantung dari kebutuhan individu tersebut.
Prinsip-prinsip teknik wawancara harus digunakan dalam rangka untuk menggali,
memahami, memecahkan masalah yang mendasari. Penting bahwa perawat mengeksplorasi
penyebab yang mungkin untuk perilaku pasien. Hubungan terapeutik harus dijaga yang
ditunjukkan melalui sikap penerimaan, perhatian, dan kepercayaan. Perawat harus
mendorong pasien untuk mengenali dan mengeksplore perasaan, pikiran, emosi, dan perilaku
dengan memberikan suasana yang tidak menghakimi dan iklim emosional terapeutik.
Tujuannya bagi perawat dan pasien adalah mencoba mencapai tujuan yang telah
dirumuskan sebelumnya. Sehingga memungkinkan suatu situasi dimana pasien dapat
merasakan nilai hubungan sesuai pandangan/persepsinya terhadap situasi. Fase ini merupakan
inti hubungan dalam proses interpersonal. Dalam fase ini perawat membantu klien dalam
memberikan gambaran kondisi klien dan seluruh aspek yang terlibat didalamnya.

4. Resolusi
Tahap terakhir dari proses antarpribadi Peplau adalah resolusi. Kebutuhan pasien
telah dipenuhi oleh upaya kolaboratif dari perawat dan pasien. Pasien dan perawat sekarang
perlu untuk mengakhiri hubungan terapi mereka dan membubarkan hubungan antara mereka.
Secara bertahap klien melepaskan diri dari perawat. Resolusi ini memungkinkan penguatan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan menyalurkan energi ke arah realisasi
potensi.
Seringkali ini sangat sulit bagi kedua pasien dan perawat. Ketergantungan kebutuhan
dalam hubungan terapeutik sering melanjutkan psikologis setelah kebutuhan fisiologis
terpenuhi. Pasien mungkin merasa bahwa belum waktunya untuk mengakhiri hubungan.
Contoh: Seorang ibu yang telah melahirkan sudah diperbolehkan pulang. Namun, setelah satu
minggu, perawat menelfon untuk menanyakan mengenai perawatan bayi. Resolusi akhir juga
mungkin sulit bagi perawat. Dalam contoh di atas, ibu mungkin bersedia untuk mengakhiri
hubungan itu, tapi perawat dapat terus mengunjungi rumah untuk melihat bagaimana bayi
berkembang. Perawat mungkin tidak dapat menjadi bebas dari ikatan ini dalam hubungan
mereka. Kecemasan akan meningkat pada pasien dan perawat jika ada penyelesaian yang
gagal.
Selama fase resolusi berhasil dilakukan, maka pasien terlepas dari proses identifikasi
untuk membantu seseorang (identifying with the helping person). Pasien akan menjadi
independen dari perawat,seperti halnya perawat yang independen dari pasien. Sebagai hasil
dari proses ini, pasien dan perawat menjadi individu yang kuat dan matur. Kebutuhan pasien
dapat terpenuhi, dan dapat melangkah ke tujuan baru. Resolusi terjadi hanya bila semua
fase/tahap dapat terlewati secara baik. Indikasi fokus dari masing masing fase ada pada
tabel di bawah ini :
Tabel 1.1 Fase Hubungan Perawat-Pasien
Fase Fokus
Orientasi
Identifikasi
Eksploitasi

Resolusi
Fase untuk mendefinisikan masalah
Pemilihan bantuan profesional yang tepat
Penggunaan bantuan profesional sebagai alternatif pemecahan
masalah
Pemutusan hubungan profesional

Pandangan lain yang dianggap relevan dengan Hubungan Interpersonal perawat
pasien adalah peran perawat. Peplau secara terperinci menguraikan beberapa peran perawat,
jika dilakukan dengan baik, maka hubungan interpersonal pun akan akan menjadi baik
sehingga berdampak pada kepuasan pasien. Peran-peran tersebut antara lain : 1) Stranger ;
Peplau menyatakan bahwa, karena perawat dan pasien adalah orang asing diantara keduanya,
maka perawat tidak boleh mendakwa pasien tetapi harus menerimanya seperti menerima
dirinya sendiri, 2), Resource Person ; pada peran resource person, perawat menyediakan
jawaban spesifik, khususnya informasi tentang kesehatan, dan menginterpretasikan ke pasien
tentang penanganan atau rencana perawatan medis 3) Teaching role; Teaching role
merupakan kombinasi dari semua peran. Peplau mengembangkan bentuk mengajarnya ke
dalam dua kategori, yakni instructional yang berisi pemberian informasi dan format yang
dijelaskan dalam literatur pendidikan, serta experiental yang digunakan oleh learner sebagai
dasar dari produk pembelajaran. Konsep learning ini digunakan di dalam teaching role secara
tumpang tindih dengan peran perawat sebagai konselor,karena konsep learning menggunakan
tehnik psikoterapeutik 4) Leadership role ; leadership role meliputi proses demokratik.
Perawat membantu pasien menemukan tugasnya/kewajibannya melalui hubungan yang
kooperatif dan partisipasi aktif. 5) Surrogate role; pasien melimpahkan ke perawat dalam
surrogate role ini. Fungsi perawat adalah membantu pasien mengenali persamaan antara
dirinya dengan perawat tersebut. Pada fase ini, antara pasien dan perawat mengenali area
dependen, independen dan terakhir interdependen, 6) Counseling role ; fungsi konseling
pada hubungan perawat-pasien adalah sebagai jalan bagi perawat untuk merespon kebutuhan
pasien. (Tomey & Alligood, 1998).

2.4 Teori Peplau dan Metaparadigma Keperawatan
Teori keperawatan biasanya berkembang menjadi empat konsep individu, kesehatan,
masyarakat, dan keperawatan. Peplau menyebut manusia dengan istilah men, yakni suatu
organisme yang hidup dalam equilibrium tidak stabil (Tomey & Alligood, 1998). Sedangkan
George (1995) menjelaskan pengertian manusia menurut Peplau sebagai suatu organisme
yang bekerja keras dengan caranya sendiri untuk mengurangi tekanan yang berupa
kebutuhan. Kesehatan, didefinisikan sebagai "simbol kata yang mengimplikasikan
pergerakan ke depan kepribadian dan proses-proses manusia lainnya ke arah yang produktif,
kreatif, konstruktif, dan lingkungan komunitas" (Tomey & Alligood, 1998). Secara
implicit,Peplau mendefinisikan lingkungan dengan istilah segala sesuatu yang berada di luar
organism dan dalam konteks budaya/culture (Tomey & Alligood, 1998). Saat ini ketika
seorang perawat mempertimbangkan lingkungan pasien, dia belajar banyak faktor, seperti
latar belakang budaya, rumah dan lingkungan kerja, bukan hanya mempertimbangkan
penyesuaian pasien terhadap rutinitas rumah sakit. Persepsi yang sempit Peplau tentang
masyarakat / lingkungan adalah keterbatasan utama dari teorinya. Teori ini tidak meneliti
pengaruh-pengaruh lingkungan yang luas pada orang, tetapi lebih memfokuskan pada tugas-
tugas psikologis (George, 1995). Keperawatan dideskripsikan sebagai tindakan terapeutik
yang signifikan pada proses interpersonal. Fungsi hal ini adalah kooperatif dengan proses
manusia lainnya yang membuat kemungkinan sehat seorang individu dalam suatu komunitas
(Tomey & Alligood,1998). Sedangkan dalam buku George (1995), Peplau mendefinisikan
keperawatan sebagai hubungan manusia antara individu yang sakit atau yang membutuhkan
layanan kesehatan dan perawat mengenali atau merespon kebutuhan untuk dibantu

2.5 Hubungan Antara Tahapan Peplau dan Proses Keperawatan
Kontinum Peplau pada empat fase orientasi, identifikasi, eksploitasi, dan resolusi dapat
dibandingkan dengan proses keperawatan seperti yang dibahas dalam (Tabel 1.1). Proses
keperawatan didefinisikan sebagai "aktivitas intelektual yang disengaja dimana praktek
keperawatan didekati secara tertib, sistematis.
Ada banyak kesamaan antara proses keperawatan dan fase interpersonal Peplau. Fase
Peplau dan proses keperawatan berurutan dan fokus pada interaksi terapeutik. Keduanya bila
menemui stress harus menggunakan tehnik problem solving secara kolaboratif, dengan
tujuan akhir adalah menemukan kebutuhan pasien.. Keduanya menggunakan observasi,
komunikasi, dan recording sebagai alat dasar untuk praktek perawat.
Ada perbedaan juga antara fase Peplau dan proses keperawatan. Keperawatan
profesional saat ini memiliki pengertian tujuan yang lebih jelas dan memiliki area praktek
yang spesifik. Keperawatan beranjak dari peran physicians helper ke arah consumer
advocay.


Tabel 1.2. Perbandingan Proses Keperawatan dan Fase Peplau
Proses Keperawatan Fase Peplau
(1) Pengkajian
Pengumpulan data dan analisis
Tidak perlu selalu berarti "kebutuhan
yang dirasakan" mungkin diinisiasi
oleh perawat.






(2) Diagnosa keperawatan
Ringkasan pernyataan berdasarkan
analisis perawat.

(3)Perencanaan
Saling menetapkan tujuan.





(1) Orientasi
Perawat dan pasien datang bersama-sama
sebagai orang asing, pertemuan yang
diinisiasi oleh pasien yang
mengungkapkan "kebutuhan yang
dirasakan", bekerja sama untuk
mengenali, memperjelas, dan
mendefinisikan fakta terkait dengan
kebutuhan.
(Catatan: pengumpulan data kontinu).

Pasien memperjelas "kebutuhan yang
dirasakan."


(2) Identifikasi
Penetapan tujuannya adalah Saling
bergantung/interdependen. Pasien
mempunyai perasaan memiliki dan
respon selektif terhadap siapa yang
memenuhi kebutuhannya.

(4) Pelaksanaan
Rencana diinisiasi ke arah pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan.
Mungkin dipenuhi oleh pasien, health
care professional atau keluarga
pasien.


(5) Evaluasi
Berdasarkan penetapan perilaku
akhir yang diharapkan.
Dapat menyebabkan
penghentian/terminasi hubungan atau
inisiasi rencana baru.
(3) Eksploitasi
Pasien secara aktif mencari dan
menggambar yang dituangkan pada
pengetahuan dan keahlian dari mereka
yang dapat membantu.



(4) Resolusi
Terjadi setelah fase lain yang berhasil
diselesaikan secara lengkap.
Menyebabkan penghentian/terminasi
hubungan.

Peplau mengidentifikasi kebutuhan, frustasi, konflik, dan kecemasan sebagai konsep
utama pada situasi keperawatan. Tahap orientasi Peplau yang sejajar dengan awal fase
pengkajian bahwa baik perawat dan pasien datang bersama-sama sebagai orang asing.
Pertemuan ini diprakarsai oleh pasien yang menyatakan kebutuhan, meskipun kebutuhan
tidak selalu bisa dipahami. Secara bersama, perawat dan pasien mulai bekerja melalui
mengenali, memperjelas dan mendefinisikan fakta terkait kebutuhan ini. Langkah ini disebut
sebagai pengumpulan data dalam tahap penilaian dari proses keperawatan.
Pada proses keperawatan, diagnosa keperawatan mengatasi satu masalah atau defisit
kesehatan yang teridentifikasi. Diagnosis keperawatan adalah ringkasan pernyataan dari data
yang dikumpulkan. Peplau menyatakan bahwa "selama periode orientasi pasien menjelaskan
kesan keseluruhan masalahnya", sedangkan dalam proses keperawatan, perawat
menyimpulkan diagnosis dari data yang dikumpulkan.
Tahap berikutnya pada proses keperawatan adalah perencanaan. Dalam tahap
perencanaan proses keperawatan, perawat secara khusus merumuskan bagaimana pasien akan
mencapai tujuan yang ditetapkan. Pada Peplau menekankan bahwa perawat ingin
mengembangkan hubungan terapeutik sehingga kecemasan pasien akan disalurkan secara
konstruktif untuk mencari sumber daya, sehingga menurunkan perasaan putus asa. Langkah
dalam perencanaan masih dapat dipertimbangkan dalam fase identifikasi Peplau.
Pada tahap implementasi, seperti dalam fase eksploitasi Peplau, pasien akhirnya
menuai manfaat dari hubungan terapeutik dengan menggambarkan pada pengetahuan dan
keahlian perawat. Dalam kedua fase (implementasi dan eksploitasi), rencana individual telah
terbentuk, berdasarkan kepentingan dan kebutuhan pasien. Oleh karena itu, dalam kedua
tahap rencana yang diprakarsai menuju penyelesaian tujuan yang diinginkan. Ada perbedaan
implementasi dan eksploitasi., pada fase eksploitasi, pasien adalah orang yang aktif mencari
berbagai jenis layanan untuk memperoleh manfaat maksimal yang tersedia sedangkan
implementasi ditentukan oleh rencana atau melaksanakan prosedur. Eksploitasi berorientasi
pada pasiean, sedangkan pelaksanaannya dapat dilakukan oleh pasien atau oleh orang lain
termasuk para profesional kesehatan dan keluarga pasien.
Pada fase resolusi Peplau, fase-fase lainnya telah berhasil dipenuhi, kebutuhan telah
dipenuhi serta resolusi dan pemberhentian adalah hasil akhir. Dalam proses keperawatan,
evaluasi merupakan langkah terpisah, dan penetapan perilaku akhir yang diharapkan
digunakan sebagai alat untuk evaluasi. Dalam evaluasi, jika situasinya jelas, masalah
bergerak ke arah penghentian. Jika masalah tidak terselesaikan, bagaimanapun tujuan dan
sasaran tidak tercapai, dan jika perawatan tidak efektif, penilaian ulang harus dilakukan.
Tujuan-tujuan baru, perencanaan, implementasi dan evaluasi kemudian disusun.

2.6 Penerimaan Teori oleh Komunitas Keperawatan
1. Praktek Keperawatan
Grace Sills menyatakan bahwa, Peplau memberikan perspektif baru, arahan baru, teori
teori yang dijadikan dasar praktek keperawatan untuk tindakan terapeutik dengan pasien.
Ide Peplau menjelaskan desain untuk praktek keperawatan jiwa dengan lengkap (Tomey &
Alligood, 1998).
2. Pendidikan Keperawatan
Buku Peplau yang berjudul Interpersonal Relation in Nursing ditulis khusus untuk
membantu lulusan perawat dan mahasiswa keperawatan. Tulisan tulisan Peplau berampak
pada tokoh tokoh keperawatan lain yang juga menulis buku. Mereka menyatakan bahwa ide
Teori Peplau, terutama definisi terhadap keperawatan dan proses keperawatan,
pengembangan dari teori kecemasan dan pembelajaran, serta metode psikoterapeutik,
menjadi bagian dari seleksi alam dari disiplin ilmu keperawatan (Tomey & Alligood, 1998)



3. Penelitian Keperawatan
Statement Sills mengenai hasil kerja Peplau dipengaruhi oleh pekerjaannya di klinik
dan hasil studi, dimana hasil tersebut digunakan dalam penlitian sebagai alat untuk
meningkatkan batang tubuh pengetahuan keperawatan. Pada penelitian penelitian awal
mengikuti asumsi bahwa masalah pasien terjadi pada fenomena individu dan dieksplorasi
dalam hubungan perawat pasien. Thomas, Baker dan Estes menggunakan konsep
kecemasan Peplau sebagai suatu makna untuk memecahkan perasaan marah secara
konstruktif melalui proses pembelajaran pada hubungan perawat pasien (Tomey &
Alligood, 1998).

2.7 Keterbatasan Teori Peplau
Beberapa keterbatasan teori peplau meliputi kurangnya penekanan pada health
promotion dan pemeliharaan kesehatan ; bahwa dinamika intra keluarga, pertimbangan ruang
individu, serta layanan sumberdaya sosial komunitas/masyarakat juga kurang diperhatikan.
Teori Peplau juga tidak dapat digunakan untuk pasien yang tidak bisa mengekspresikan
kebutuhannya.














BAB III
PROSES KEPERAWATAN
Di rumah sakit 45 Kuningan kelompok kami mengkaji kasus di ruang Bedah kelas 3.
Setelah mengkaji dari beberapa kasus kelompok kami menganamnese bahwa pasien yang
bernama Tn. E dengan diagnosa Apendicitis Acute post operasi mengalami gangguan dalam
pemenuhan pola istirahat dan tidur. Oleh karena itu kelompok kami melakukan proses
keperawatan lebih lanjut pada Tn. Endi Suhendi.
Tanggal 14, 15, 17 dan 18 Juni 2013
A. PENGKAJIAN
Adapun Ringkasan riwayat pasien :
Nama Pasien : Tn. E
Umur : 44 Tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jagara - Darma
Status Perkawinan : Kawin
Jenis Kelamin : Laki-laki
Cara Penerimaan Melalui : IGD
Cara Masuk : Datang sendiri
Nama Penanggung Jawab : Ny.A
Alamat Penanggung Jawab : Jagara - Darma
Pekerjaan : IRT

Bag /
Spes
Ruang
Rawat
Kelas Tanggal Jam
(Bedah
3)
1 / U 3 14-06-2013 10.30
Anamnese : Orang sakit datang ke IGD tanggal 14 juni 2013 keluhan nyeri perut sebelah
kanan, badan panas, mual, platus dan BAB tidak lancar.
Pertanyaan :
1. Bagaimana keadaan Bapak hari ini?
Jawaban : Masih sakit didaerah post operasi.
2. Bagaimana tidurnya semalam? Nyenyak tidak?
Tidak nyenyak sus kebangun aja.
3. Apa yang membuat tidur bapak tidak nyenyak?
Masih terasa nyeri, Panas lingkungannya, dan berisik neng.
Pemeriksaan Fisik :
a. Kesadaran Umum
- Kesadaran : Composmentis
- Bicara : Jelas
- Nilai GCS : 15
b. Kepala
- Rambut : Warna hitam agak kotor
- Nyeri kepala : Tidak ada
c. Mata
- Penglihatan : Normal
- Sclera : Putih
- Konjungtiva : Merah muda
- Pupil : Isokor
Reaksi terhadap cahaya : Negatif
- Rasa Nyeri : Tidak ada
d. Hidung
- Fungsi Penciuman : Baik
- Kelainan : Tidak ada
e. Telinga
- Fungsi telinga : Baik
- Bisikan : Normal dgn Jarak 5 m
- Webber : Seimbang
- Rinne : Normal AC:BC 2:1

f. Mulut
- Bibir : Normal
- Gigi : Tidak Lengkap
- Lidah : Kotor
- Fungsi pengecapan : Baik
- Lesi/Luka : Tidak ada
- Gangguan menelan : Ada dikarenakan jarang minum
- Bicara : Jelas
- Kelainan : Tidak ada
g. Leher
- Kaku kuduk : Tidak ada
- Pembesaran Kelenjar : Tidak ada
- JVP meninggi : Tidak ada
- Tenggorokan : Mengeluh gatal
h. Dada
- Bentuk :
- Pernafasan : Frekuensi 20x/menit
- Bunyi nafas : Normal
- Batuk : Tidak ada
- Sputum : Tidak ada
- Palpitasi : Tidak ada
i. Abdomen
- Bentuk : Plat
- Nyeri tekanan : Ada dibag inguinalis kanan
j. Reproduksi
- Organ seksual : Normal
- Alat kontrasepsi : Tidak ada

k. Ekstremitas
- Atas : Bentuk : Simetris
Tonus otot : Normal (4)
Kelainan : Tidak ada
- Bawah : Bentuk : Simetris
Tonus otot : Normal(4)
Kelainan : Tidak ada
l. Kulit
- Warna : Normal (Sawo matang)
- Turgor kulit : Baik
- Kelembaban : Kering
- Integritas : Baik
Hasil Lab :
Hb : 14,5 g/dl
Leukosit : 10.100 /mm3
Trombosit : 178.000 mm/jam
Hematokrit : 44,0 %

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Subjektif : pasien mengeluh sakit perut bagian kanan, mual-
mual, dan panas badan.
Diagnosa Objektif : Pasien terlihat kesakitan, gelisah dan agak pucat.

DIAGNOSA KERJA / DIAGNOSA BANDING
Apendicitis Acute

C. INTERVENSI (RENCANA) KEPERAWATAN
1. TPRS
2. Kolaborasi dengan dokter
3. Kolaborasi dengan ahli gizi
4. Atur posisi nyaman
5. Anjurkan relaksasi

D. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. TPRS tanggal 14 Juni 2013
TD : 100/70 mmHg Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 24x/menit Suhu : 38,5
0
C
Klasifikasi : Darurat Tidak Gawat
Kesadaran : Compos mentis
Tingkat Nyeri : 9
TPRS tanggal 15 Juni 2013
TD :110/50 Nadi : 84x/menit
Pernafasan :19x/menit Suhu :36,4
Kesadaran :Compos metis
Tingkat Nyeri : 5
TPRS tanggal 17 Juni 2013
TD :110/90 Nadi : 64x/menit
Pernafasan :23x/menit Suhu :36,2
Kesadaran :Compos metis
Tingkat Nyeri : 8
TPRS tanggal 18 Juni 2013
TD :110/70 Nadi : 90x/menit
Pernafasan :19x/menit Suhu :37,2
Kesadaran : 3

2. Kolaborasi dengan dokter yaitu dengan memberikan obat kepada pasien sesuai
dengan dosis yang telah ditentukan:
Tanggal 14 Juni 2013
RL 8 jam/kolf
Cefotaxime 2x1 gr IV
Ranitidin 2x50 mg IV


Terapi Dosis 14
Cefotaxime 2x1 09 21
Ranitidine 2x1 09 21

Tanggal 15, 17, dan 18
- Fosmicyn 2x1gr IV
- Ketorolac 3x1amp IV
- Kalnex 3x1 amp IV
- Panso 1x1 amp

Terapi Dosis 15 17
18
Fusmycyn 2x1 06 18 06 18
06 18
Ketorolac 3x1 06 12 18 06 12 18
06 12 18
Kalnex 3x1 06 12 18 06 12 18
06 12 18
Pansu 1x1 12 12
12

3. Kolaborasi dengan ahli gizi yaitu memberi makan ke pasien
Memberikan makan peroral
4. Mengatur posisi yang nyaman bagi pasien yaitu dengan mengganti posisi tidur pasien
dari posisi terlentang menjadi posisi semi fowler.
5. Menganjurkan untuk relaksasi dengan mengajarkan mobilisasi pada pasien dan
keluarganya agar sendi-sendi tidak kaku dan tonus otot tetap dalam keadaan normal.
E. EVALUASI
1. Subjectif
- Pasien mengatakan merasa lebih diperhatikan oleh perwat karena perawat
melaksanakan pemeriksaan TTV secara rutin setiap 6 jam sekali.
- Pasien mengatakan nyerinya berkurang ketika sudah diberikan obat, khususnya
analgetik anti nyeri contohnya obat ketorolac. Karena obat tersebut dapat
mengurangi nyeri sehingga pasien dapat tidur dengan nyenyak.
- Pasien mengatakan dengan menu makanan yang seimbang dan bergizi membuat
pasien terpenuhi gizinya dan membuat bisa beristirhat dengan nyaman.
- Pasien mengatakan dengan posisi yang semi fowler itu lebih nyaman ketimbang
terlentang karena ketika terlentang membuat daerah abdomen terasa nyeri
sehingga tidur pun tidak nyenyak.
- Setelah mobilisasi yang didampingi perawat pasien mengatakan merasa lebih
rileks dan rasa nyerinya berkurang.
2. Objectif
- Pasien terlihat koperatif mengikuti tindakan keperawatan khususnya pemeriksaan
TTV.
- Pasien terlihat lebih tenang dan rileks setelah diberi obat.
- Pasien terlihat lahap dan berenergi ketika sudah makan.
- Pasien terlihat tidurnya lebih nyaman dengan posisi semi fowler.
- Pasien terlihat lebih segar setelah dilakukan mobilisasi karena rasa nyerinya
teralihkan.


























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulam
Menurut Peplau, keperawatan adalah terapeutik karena hal ini mengandung suatu
seni menyembuhkan, menolong individu yang sakit atau membutuhkan pelayanan kesehatan.
Keperawatan dapat dipandang sebagai satu proses interpersonal karena melibatkan interaksi
antara dua atau lebih individu dengan tujuan yang sama. Peplau mengidentifikasi empat
tahapan hubungan interpersonal yang saling berkaitan yaitu: (1) orientasi, (2) identifikasi, (3)
eksploitasi, (4) resolusi. Setiap tahap saling melengkapi dan berhubungan sebagai satu proses
untuk penyelesaian masalah.

3.2 Saran
Semoga Makalah ini dapa

Vous aimerez peut-être aussi