Vous êtes sur la page 1sur 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Dalam beberapa saat terakhir, kita banyak dikejutkan oleh terjadinya bencana massal yang
menyebabkan kematian banyak orang, seperti jatuhnya pesawat Garuda di Sibolangit,
tabrakan massal yang menyebabkan kematian banyak orang, dsb. Selain itu kasus kejahatan
yang memakan banyak korban jiwa juga cenderung tidak berkurang dari waktu ke waktu.
Pada kasus-kasus semacam ini, tidak jarang kita jumpai banyak korban tidak dikenal dan
karenanya perlu diidentifikasi.
Identifikasi korban pada kasus-kasus ini diperlukan karena status kematian korban memiliki
dampak yang cukup besar pada berbagai aspek kehidupan keluarga yang ditinggalkan. Jika
diketahui bahwa korban adalah A, maka didapatkan kepastian bahwa si A telah meninggal
dan karenanya, maka :
Si A dapat diserahkan kepada keluarganya dan dapat dikuburkan dengan baik (aspek
budaya).
Terjadinya perubahan status pada setiap anggota keluarganya (istri/suami serta anak-
anaknya) dengan dampak hukum dan sosialnya (aspek sosial dan hukum).
Warisan dapat dibagikan kepada ahli warisnya (aspek hukum).
Asuransi, jika ada, dapat diklaim oleh ahli warisnya (aspek hukum dan ekonomi).
Ahli warisnya mendapatkan hak atas pensiun (aspek ekonomi).
Pada kasus kriminal, identifikasi korban dapat dijadikan sebagai titik awal untuk
pengungkapan kasus (aspek hukum).
Odontologi forensik adalah salah satu metode penentuan identitas individu yang telah dikenal
sejak era Sebelum Masehi. Kehandalan tehnik identifikasi ini bukan saja disebabkan karena
ketepatannya yang tinggi sehingga nyaris menyamai ketepatan teknik sidik jari, akan tetapi
juga karena kenyataan bahwa gigi (dan tulang) adalah material biologis yang paling tahan
terhadap perubahan lingkungan dan terlindung. Dalam kasus sehari-hari, kita kerapkali
mendapatkan bahwa hanya gigi saja yang tersisa dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi
individu.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa peranan dokter gigi dalam kedokteran forensik ?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui peranan dokter gigi dalam kedokteran forensik.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ilmu Kedokteran Forensik
Ilmu Kedokteran forensik adalah suatu cabang ilmu kedokteran yang mempergunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan.
Sasarannya adalah Korban luka, keracunan atau mati karena tindak pidana (Pasal 133
KUHAP).
Peran profesi kedokteran forensik berkaitan dengan kepentingan peradilan dengan melibatkan
pengetahuan patologi forensik dan patologi klinik. Profesi kedokteran forensik bisa juga
mencakup ruang lingkup bukan peradilan yaitu berperan dalam identifikasi, keterangan
medis, uji kelayakan, dan pemeriksaan barang bukti lainnya.
Pendekatan kedokteran forensik selain menjadi ahli klinik medikalisasi dan terapi, ilmu
forensik juga berperan dalam hal non-terapi , yaitu pembuktian. Ilmu forensik sangat
komprehensif mencakup psikososial, yuridis. Akan tetapi forensik juga tidak bisa dikatakan
hukum karena forensik tidak menentukan suata peristiwa disebut pembunuhan, perkosaan
atau mengatakan siapa pelaku. Forensik hanya memberi petunjuk cara kematian atau pidana
atau petunjuk siapa pelaku.
Ilmu kedokteran forensik mengutamakan prinsip dasar etika kedokteran meliputi: prinsip
tidak merugikan (non maleficence), prinsip berbuat baik (beneficence), prinsip menghormati
otonomi pasien (autonomy), dan prinsip keadilan (justice). Prinsip tidak merugikan (non
maleficence), merupakan prinsip dasar menurut tradisi Hipocrates, primum non nocere. Jika
kita tidak bisa berbuat baik kepada seseorang, paling tidak kita tidak merugikan orang itu.
Dalam bidang medis, seringkali kita menghadapi situasi dimana tindakan medis yang
dilakukan, baik untuk diagnosis atau terapi, menimbulkan efek yang tidak menyenangkan.
Prinsip berbuat baik (beneficence), merupakan segi positif dari prinsip non maleficence.
Prinsip menghormati otonomi pasien (autonomy), merupakan suatu kebebasan bertindak
dimana seseorang mengambil keputusan sesuai dengan rencana yang ditentukannya sendiri.
Di sini terdapat 2 unsur yaitu: kemampuan untuk mengambil keputusan tentang suatu rencana
tertentu dan kemampuan mewujudkan rencananya menjadi kenyataan. Dalam hubungan
dokter-pasien ada otonomi klinik atau kebebasan professional dari dokter dan kebebasan
terapetik yang merupakan hak pasien untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya, setelah
mendapatkan informasi selengkap-lengkapnya. Prinsip keadilan (justice), berupa perlakuan
yang sama untuk orang-orang dalam situasi yang sama, artinya menekankan persamaan dan
kebutuhan, bukannya kekayaan dan kedudukan sosial.
Peranan dari kedokteran forensik dalam penyelesaian perkara pidana di Pengadilan adalah
membantu hakim dalam menemukan dan membuktikan unsur-unsur yang di dakwakan dalam
pasal yang diajukan oleh penuntut. Serta memberikan gambaran bagi hakim mengenai
hubungan kausalitas antara korban dan pelaku kejahatan dengan mengetahui laporan dalam
visum et repertum.

2.2 Odontologi Forensik
Definisi
Ilmu kedokteran gigi forensik memiliki nama lain yaitu forensic dentistry dan odontology
forensic. Menurut Pederson, Forensik odontologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi
yang mempelajari cara penanganan dan pemeriksaan benda bukti gigi serta cara evaluasi dan
presentasi temuan gigi tersebut untuk kepentingan peradilan.
Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memiliki keunggulan sbb:
1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan pengaruh
lingkungan yang ekstrim.
2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan restorasi gigi
menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang tinggi.
3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan medis gigi
(dental record) dan data radiologis.
4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan morfologis, yang
mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi, sehingga apabila terjadi
trauma akan mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu.
5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan penelitian bahwa gigi
manusia kemungkinan sama satu banding dua miliar.
6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400C.
7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras.
Batasan dari forensik odontologi terdiri dari:
1. Identifikasi dari mayat yang tidak dikenal melalui gigi, rahang dan kraniofasial.
2. Penentuan umur dari gigi.
3. Pemeriksaan jejas gigit (bite-mark).
4. Penentuan ras dari gigi.
5. Analisis dari trauma oro-fasial yang berhubungan dengan tindakan kekerasan.
6. Dental jurisprudence berupa keterangan saksi ahli.
7. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal.

2.3 Sejarah Forensik Odontologi
Forensik odontologi telah ada sejak jaman prasejarah, akan tetapi baru mulai mendapatkan
perhatian pada akhir abad 19 ketika banyak artikel tentang forensik odontologi ditulis dalam
jurnal kedokteran gigi pada saat itu.
Sejarah forensik odontologi sudah ada sejak sebelum masehi (SM) yaitu pada masa
pemerintahan Kaisar Roma Claudius pada tahun 49 SM, Agrippina ( yang kelak akan
menjadi ibu Kaisar Nero) membuat rencana untuk mengamankan posisinya. Janda kaya
Lollia Paulina merupakan saingannya dalam menarik perhatian Kaisar, maka ia membujuk
Kaisar untuk mengusir wanita tersebut dari Roma. Akan tetapi hal itu rupanya masih
dianggapnya kurang dan ia menginginkan kematian wanita tersebut. Tanpa setahu Kaisar, ia
mengirim seorang serdadu untuk membunuh wanita tersebut. Sebagai bukti telah
melaksanakan perintahnya, kepala Lollia dibawa dan ditunjukkan kepada Agrippina. Karena
kepala tersebut telah rusak parah mukanya, maka Agrippina tidak dapat mengenalinya lagi
dari bentuk mukanya. Untuk mengenalinya Agrippina menyingkap bibir mayat tersebut dan
memeriksa giginya yang mempunyai ciri khas, yaitu gigi depan yang berwarna kehitaman.
Adanya ciri tersebut pada gigi mayat membuat Agrippina yakin bahwa kepala tersebut adalah
benar kepala Lollia.
Pada tahun 1776, dalam suatu perang Bukker Hill terdapat korban Jenderal Yoseph Warren,
oleh drg. Paul Revere dapat dibuktikan bahwa melalui gigi palsu yang dibuatnya yaitu
berupa Bridge Work gigi depan dari taring kiri ke taring kanan yang ia buat sehingga drg.
Paul Revere dapat dikatakan dokter gigi pertama yang menggunakan ilmu kedokteran gigi
forensik dalam pembuktian.
Pada tahun 1887 Godon dari Paris merekomendasikan penggunaan gigi untuk identifikasi
orang yang hilang. Untuk itu ia menganjurkan agar para dokter gigi menyimpan data gigi
para pasiennya, untuk berjaga-jaga kalau-kalau kelak data tersebut diperlukan sebagai data
pembanding.
Kasus identifikasi personal yang terkenal adalah kasus pembunuhan Dr. George Parkman,
seorang dokter dari Aberdeen, oleh Professor JW Webster. Pada kasus ini korban dibunuh,
lalu tubuhnya dipotong-potong lalu dibakar di perapian. Polisi mendapatkan satu blok gigi
palsu dari porselin yang melekat pada potongan tulang. Dr. Nathan Cooley Keep, seorang
dokter bedah mulut memberikan kesaksian bahwa gigi palsu itu adalah bagian dari gigi palsu
buatannya pada tahun 1846 untuk Dr. Parkman yang rahang bawahnya amat protrusi.
Pada tanggal 4 Mei 1897, sejumlah 126 orang Farisi dibakar sampai meninggal di Bazaar de
la Charite. Para korban sulit diidentifikasi secara visual karena umumnya dalam keadaan
terbakar luas dan termutilasi. Berdasarkan pemeriksaan Dr. Oscar Amoedo (dokter gigi Kuba
yang berpraktek di Paris) dan dua orang dokter gigi Perancis, Dr. Davenport dan Dr. Braul
untuk melakukan pemeriksaan gigi-geligi para korban kemudian ternyata mereka berhasil
mengidentifikasi korban-korban ini.
Pada tahun 1917 di dermaga Brooklyn ditemukan mayat yang kemudian dipastikan sebagai
seorang wanita yang telah menghilang 8 bulan sebelumnya. Identifikasi pada kasus ini
ditegakkan berdasarkan temuan bridge pada gigi geliginya.
Sekitar tahun 1960 ketika program instruksional formal kedokteran gigi forensik pertama
dibuat oleh Armed Force Institute of Pathology, sejak saat itu banyak kasus penerapan
forensik odontologi dilaporkan dalam literatur sehingga forensik odontologi mulai banyak
dikenal bukan saja di kalangan dokter gigi, tetapi juga di kalangan penegak hukum dan ahli-
ahli forensik.





BAB III
PEMBAHASAN

3.1 ODONTOLOGI FORENSIK
Menurut Pederson, odontologi forensik adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi
yang mempelajari cara penanganan dan pemeriksaan benda bukti gigi serta cara evaluasi dan
presentasi temuan gigi tersebut untuk kepentingan peradilan. Sebagai suatu metode
identifikasi pemeriksaan gigi memiliki keunggulan sbb :
a. Gigi dan restorasinya merupakan jaringan keras yang resisten terhadap
pembusukan dan pengaruh lingkungan yang ekstrem.
b. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan restorasi
gigi menyebabkan dimungkinkannya identifikasi dengan ketepatan yang tinggi
(1:1050).
c. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan medis
gigi (dental record) dan data radiologis.

3.2 PERANAN DOKTER GIGI FORENSIK
Sebagaimana telah diterangkan diatas, benda bukti gigi sudah sejak lama disadari
mempunyai peran yang besar dalam identifikasi personal dan pengungkapan kasus kejahatan.
Bagi para aparat penegak hukum dan pengadilan, pembuktian melalui gigi merupakan
metode yang valid dan terpercaya (reliable), sebanding dengan nilai pembuktian sidikjari dan
penentuan golongan darah.
Seorang dokter gigi forensik harus memiliki beberapa kualifikasi sbb :
a. Kualifikasi sebagai dokter gigi umum. Kualifikasi terpenting yang harus
dimiliki oleh seorang dokter gigi forensik adalah latar belakang kedokteran
gigi umum yang luas, meliputi semua spesialisasi kedokteran gigi. Sebagai
seorang dokter gigi umum, kadang-kadang ia perlu memanggil dokter gigi
spesialis untuk membantunya memecahkan kasus.
b. Pengetahuan tentang bidang forensik terkait. Seorang dokter gigi forensik
harus mengerti sedikit banyak tentang kualifikasi dan bidang keahlian forensik
lainnya yang berkaitan dengan tugasnya, seperti penguasaan akan konsep
peran dokter spesialis forensik, cara otopsi, dsb.
c. Pengetahuan tentang hukum.Seorang dokter gigi forensik harus memiliki
pengetahuan tentang aspek legal dari odontologi forensik, karena ia akan
banyak berhubungan dengan para petugas penegak hukum, dokter forensik
dan juga pengadilan. Dalam hal kasus kriminal ia juga harus paham mengenai
tata cara penanganan benda bukti yang merupakan hal yang amat menentukan
untuk dapat diterima atau tidaknya suatu bukti di pengadilan

3.3 RUANG LINGKUP ODONTOLOGI FORENSIK
Ruang lingkup odontologi forensik sangat luas meliputi semua bidang keahlian
kedokteran gigi. Secara garis besar odontologi forensik membahas beberapa topik sbb:
a. Identifikasi Forensik Odontologi
Ketika tidak ada yang dapat diidentifikasi, gigi dapat membantu untuk
membedakan usia seseorang, jenis kelamin,dan ras. Hal ini dapat membantu untuk
membatasi korban yang sedang dicari atau untuk membenarkan/memperkuat identitas
korban.

b. Penentuan Usia
Perkembangan gigi secara regular terjadi sampai usia 15 tahun. Identifikasi
melalui pertumbuhan gigi ini memberikan hasil yang yang lebih baik daripada
pemeriksaan antropologi lainnya pada masa pertumbuhan. Pertumbuhan gigi desidua
diawali pada minggu ke 6 intra uteri. Mineralisasi gigi dimulai saat 12 16 minggu
dan berlanjut setelah bayi lahir. Trauma pada bayi dapat merangsang stress metabolik
yang mempengaruhi pembentukan sel gigi. Kelainan sel ini akan mengakibatkan garis
tipis yang memisahkan enamel dan dentin di sebut sebagai neonatal line. Neonatal
line ini akan tetap ada walaupun seluruh enamel dan dentin telah dibentuk. Ketika
ditemukan mayat bayi, dan ditemukan garis ini menunjukkan bahwa mayat sudah
pernah dilahirkan sebelumnya. Pembentukan enamel dan dentin ini umumnya secara
kasar berdasarkan teori dapat digunakan dengan melihat ketebalan dari struktur di atas
neonatal line. Pertumbuhan gigi permanen diikuti dengan penyerapan kalsium,
dimulai dari gigi molar pertama dan dilanjutkan sampai akar dan gigi molar kedua
yang menjadi lengkap pada usia 14 16 tahun. Ini bukan referensi standar yang dapat
digunakan untuk menentukan umur, penentuan secara klinis dan radiografi juga dapat
digunakan untuk penentuan perkembangan gigi.


Gambar 1
Gambar 1 memperlihatkan gambaran panoramic X ray pada anak-anak (a) gambaran
yang menunjukkan suatu pola pertumbuhan gigi dan perkembangan pada usia 9 tahun
(pada usia 6 tahun terjadi erupsi dari akar gigi molar atau gigi 6 tapi belum tumbuh
secara utuh). Dibandingkan dengan diagram yang diambil dari Schour dan Massler (b)
menunjukkan pertumbuhan gigi pada anak usia 9 tahun.

Penentuan usia antara 15 dan 22 tahun tergantung dari perkembangan gigi
molar tiga yang pertumbuhannya bervariasi. Setelah melebihi usia 22 tahun, terjadi
degenerasi dan perubahan pada gigi melalui terjadinya proses patologis yang lambat
dan hal seperti ini dapat digunakan untuk aplikasi forensic
c. Penentuan Jenis Kelamin
Ukuran dan bentuk gigi juga digunakan untuk penentuan jenis kelamin. Gigi
geligi menunjukkan jenis kelamin berdasarkan kaninus mandibulanya. Anderson
mencatat bahwa pada 75% kasus, mesio distal pada wanita berdiameter kurang dari
6,7 mm, sedangkan pada pria lebih dari 7 mm. Saat ini sering dilakukan pemeriksaan
DNA dari gigi untuk membedakan jenis kelamin.
d. Penentuan Ras
Gambaran gigi untuk ras mongoloid adalah sebagai berikut
a) Insisivus berbentuk sekop. Insisivus pada maksila menunjukkan nyata
berbentuk sekop pada 85-99% ras mongoloid. 2 sampai 9 % ras kaukasoid dan
12 % ras negroid memperlihatkan adanya bentuk seperti sekop walaupun tidak
terlalu jelas.
b) Dens evaginatus. Aksesoris berbentuk tuberkel pada permukaan oklusal
premolar bawah pada 1-4% ras mongoloid.
c) Akar distal tambahan pada molar 1 mandibula ditemukan pada 20%
mongoloid.
d) Lengkungan palatum berbentuk elips.
e) Batas bagian bawah mandibula berbentuk lurus.

Gambar 2


Gambaran gigi untuk Ras kaukasoid adalah sebagai berikut
1. Cusp carabelli, yakni berupa tonjolan pada molar 1.
2. Pendataran daerah sisi bucco-lingual pada gigi premolar kedua dari
mandibula.
3. Maloklusi pada gigi anterior.
4. Palatum sempit, mengalami elongasi, berbentuk lengkungan parabola.
5. Dagu menonjol.

Gambar 3
Gambaran gigi untuk ras negroid adalah sebagai berikut:
1. Pada gigi premolar 1 dari mandibula terdapat dua sampai tiga tonjolan.
2. Sering terdapat open bite.
3. Palatum berbentuk lebar.
4. Protrusi bimaksila.
Di bawah ini merupakan contoh gambar open bite:


Gambar 4

















DAFTAR PUSTAKA
1. Standish SM, Stimson PG. The scope of Forensic Dentistry. The Dental Clinics of North
Amerika 1997; 21(1) : 3-5.
2. Luntz LL. History of Forensic Dentistry. The Dental Clinics of North America 1997;
21(1): 7-18.
3. Harvey W. Dental Identification and Forensic Odontology. First ed. London: Henry
Kimpton Pub 1976: 1-6.
4. Brown KA. Dental Identification of Unknown Bodies. Proceedings of the First Asian
Pacific Congress on Legal Medicine and Forensic Sciences. Singapore 1983: 136-40

Vous aimerez peut-être aussi