Vous êtes sur la page 1sur 38

REFERAT PENATALAKSANAAN

INFEKSI HEPATITIS B
Riodian Saputra

HEPATITIS B

Penyakit infeksi yang menyebabkan peradangan hati yang


disebabkan oleh Virus Hepatitis B.
Infeksi HBV mempunyai 2 fase akut dan kronis

EPIDEMIOLOGI

Struktur Virus Hepatitis B

Hepadnavirus

Ukuran 40- to 42-nm

Lipoprotein terdiri dari tiga


polipeptida yang berhubungan
(HBsAg)

Nucleocapsid core structural


polypeptide

Circular DNA genome 3.2 kb of


relaxed-circular, partially doublestranded DNA

Multi-functional polymerase

Struktur Virus HB
mengandung DNA, DNA
polymerase, dan protein yang
berkapsul.

Hampir semua protein virus


HB dapat memicu respon
imun, oleh karena itu
dianggap sebagai antigen:

Protein inti: HBcAg

Protein permukaan: HBsAg

Protein lain dari inti: HBeAg

Transmisi Virus Hepatitis B


Transmisi horizontal
Penjamu

Penerima

Transmisi vertikal
Ibu
Perinatal

Jarum terkontaminasi
Seksual
Pekerja pelayan kesehatan
Transfusi

Infant
90% infant yang terinfeksi
menjadi infeksi kronis

PATOFISIOLOGI

Virus Hepatitis B (VHB) reseptor spesifik di membran


sel hepar penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar
VHB melepaskan mantelnya melepaskan nukleokapsid
menembus dinding sel hati VHB akan keluar dari
nukleokapsid menempel pada DNA hospes dan
berintegrasi memerintahkan sel hati untuk membentuk
protein bagi virus baru dan kemudian terjadi
pembentukan virus baru Virus ini dilepaskan ke
peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati
yang kronik disebabkan karena respon imunologik
penderita terhadap infeksi.

VHB TIDAK BERSIFAT SITOPATIK

Sistem kekebalan
Tubuh mendeteksi
Keberadaan virus

Virus masuk
ke sel hati

Membunuh virus dengan


menyerang sel hati yang
terinfeksi

Berkembang biak

Sel Hati/hepatosit

VHB TIDAK BERSIFAT SITOPATIK

Membunuh virus dengan


menyerang sel hati yang
terinfeksi

Sel hati hancur

SGPT/ALT
meningkat

Sel Hati/hepatosit

PERJALANAN PENYAKIT

fase imunotoleransi
fase imunoaktif atau fase immune clearance
fase nonreplikatif atau fase residual.

Infeksi Hepatitis B Kronis meningkatkan Risiko Sirosis dan Karsinoma Hati,


Kebutuhan Transplantasi Hati, dan Kematian Prematur

Infeksi Hepatitis B Akut

Infeksi Hepatitis B Kronis

Risiko 30-40%

Sembuh
Imunitas Protektif

Karsinoma Hati

Sirosis

>90% Populasi Anak


<5% Populasi
Dewasa

Transplantasi atau
Meninggal

GEJALA KLINIS
Fase akut
Biasanya Gejala berkembang dan muncul antara 30-180
hari setelah terpapar virus. Awalnya gejala seperti gejala
prodromal biasa. Gejala-gejala yang muncul antara lain:
Kehilangan nafsu makan
Cepat lelah
Mual dan muntah
Nyeri abdomen kanan atas

GEJALA KLINIS

Pada pasien dengan hepatitis B kronik aktif terutama pada


fase replikasi, gejala-gejalanya antara lain:
Anoreksia
Nausea
Nyeri di kuadran kanan atas
Dari pemeriksaan fisik pasien dengan hepatitis B kronik
menunjukkan stigmata hepar kronis seperti hepatomegali,
palmar eritem, dan spider angioma

PEMERIKSAAN

HBsAg
Anti HBS
HbeAg
HBcAg
Anti HBe

Anti HBc
Viral load HBV DNA
ALT
Liver biopsy
Fibroscan

Hepatitis Akut

Petanda Histologi

Biopsi hati

Lebih sensitif dan akurat dari pada ALT sebagai indikasi


penyakit hati
Penentu baseline penyakit sebelum terapi dimulai
(hepatitis activity and fibrosis stage)
Memperkirakan respon pengobatan terhadap anti virus
dan mengevaluasi dampak terapi

PENATALAKSANAAN

TUJUAN PENGOBATAN

Tujuan jangka pendek adalah mengurangi inflamasi hati,


mencegah terjadinya dekompensasi hati, menghilangkan
HBV-DNA dan normalisasi ALT pada akhir atau 6-12
bulan setelah akhir pengobatan.
Tujuan jangka panjang adalah mencegah terjadinya
perkembangan ke arah sirosis dan/atau HCC dan pada
akhirnya memperpanjang usia.

PENATALAKSANAAN
Terapi Hepatitis B dikenal dengan 2 kelompok yaitu :

1. Terapi Antivirus
Lamivudin
Adenovir
Entekavir
2. Terapi Imunomodulator
Interferon
PEG Interferon

LAMIVUDIN

Lamivudin merupakan L enantiomer analog deoksisitidin. Lamivudine


dimetabolisme di hepatosit menjadi bentuk trifosfat yang aktif. Mekanisme
kerja dengan cara menghentikan sintesis DNA, secara kompetitif
mengambat polymerase virus ( reverse transcriptase, RT ). Lamivudin tidak
hanya aktifterhadap HBV wild type saja, namun juga terhadap varian
precore / core promoter. Selain itu, ada bukti bahwa lamivudin dapat
mengatasi hiperesponsivitas sel T sititoksik pada pasien yanga terinfeksi
kronik.
Resistensi terhadap lamivudin disebabkan oleh mutasi pada DNA
polymerase virus. Indikasi : Infeksi HBV.

Farmakokinetik : Bioavailabilitas oral lamivudin adalah 80%. C max


tercapai dalam 0.5 1.5 jam setelah pemberian dosis. Lamivudin
didistribusikan secara luas dengan Vd setara dengan volume cairan tubuh,
Waktu paruh plasmanya sekitar 9 jam dan sekitar 70% dosis diekskresikan
dalam bentuk utuh di urin. Sekitar 5% lamivudin dimetabolisme menjadi
bentuk tidak aktif. Dibutuhkan penurunan dosis untuk insufisiensi ginjal
sedang. Trimetropin menurunkan klirens renal lamivudin.
Dosis : Per oral 100mg per hari ( dewasa ) ; anak 1mg/kg yang bila perlu
ditingkatkan hingga 100mg/hari. Lama terapi yang dianjurkan adalah 1 tahun
pada pasien HBeAg negative ; dan lebih dari 1 tahun pada pasien yang HBe
positif.
Efek Samping : fatigue, sakit kepala dan mual.

ADENOVIR

Mekanisme Kerja : merupakan analog nukleotida asiklik. Adenovir telah memiliki


satu gugus fosfat dan hanya membutuhkan satu langkah fosforilasi saja sebelum obat
menjadi aktif. Adenovir merupakan penghambat replikasi HBV sangat kuat yang
bekerja tidak hanya sebagai DNA chain terminator, namun diduga juga
meningkatkan aktivitas sel NK dan menginduksi produksi interferon endogen.
Terapi dengan adenovir memberikan penurunan HBV-DNA kurang dari 2 minggu.
Obat ini aktif terhadap mutan yang resisten terhadap lamivudin dan tidak
ditemukan resistensi setelah terapi selama 48-60 minggu.

Spektrum aktivitas : HBV, HIV dan retrovirus lain. Adenovir juga aktif terhadap
virus herpes.

Farmakokinetik : Adenovir sulit diabsorpsi, namun bentuk dipivoxil prodrug-nya


diabsorpsi secara cepat dan metabolism oleh esterase di mukosa usus menjadi
adenovir dengan bioavailabilitas sebesar 50%. Ikatan protein plasma dapat diabaikan,
Vd setara dengan cairan tubuh total. Waktu paruh eliminasi setelah pemberian oral
adenovir dipivoxil sekitar 5-7 jam. Adenovir dieleminasi dalam keadaan tidak
berubah oleh ginjal melalui sekresi tubulus aktif.

Indikasi : Infeksi HBV. Adenovir terbukti efektif dalam terapi


infeksi HBV yang resisten terhadap lamivudin.
Dosis : per oral dosis tinggal 10mg per hari.
Efek samping : Peningkatan kreatinin serum > 0.5 mg/dL
diatas baseline setelah pemakaian 48 minggu

ENTEKAVIR

Mekanisme Kerja dan resistensi : merupakan analog


deoksiguanosin yang memiliki aktivitas anti hepadnavirus yang kuat.
Entekavir mengalami fosforilasi menjadi bentuk trifosfat yang aktif,
yang berperan sebagai competitor substrat natural ( deoksiguanosin
trifiosfat ) serta menghambat HBV polymerase. Pada pasien yang
mengalami gagal terapi dengan lamivudin, ditemukan juga resistensi
silang dengan entekavir, sehingga dibutuhkan dosis yang lebih tinggi.
Spektrum aktivitas : entekavir aktif terhadap CMV, HSV1 dan 2
serta HBV.
Famakokinetik : Entekavir diabsorbsi baik per oral. C max tercapai
antara 0.5 1.5 jam setelah pemberian, tergantung dosis. Entekavir
dimetabolisme dalam jumlah kecil dan bukan merupakan substrat
sistem sitokrom P450. T nya pada pasien dengan fungsi ginjal
normal adalah 77-149 jam. Entekavir dieleminasi terutama lewat
filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus.

Indikasi : Infeksi HBV


Dosis : Per oral 0.5mg/hari dalam keadaan perut kosong,
Pada pasien yang gagal terapi dengan lamivudin, pemberian
entekavir ditingkatkan hingga 1mg/hari.
Efek Samping : sakit kepala, infeksi saluran nafas atas,
batuk, nasofaringitis, fatigue, pusing, nyeri abdomen atas
dan mual.

INTERFERON

Merupakan sitokin yang memiliki efek antivirus, imunomodulator dan anti


proliferative, yang diproduksi oleh tubuh sebagai respon dari berbagai
stimulus. Ada tiga tipe utama interferon : Alfa, Beta, dan Gama. Sediaan
natural dan rekombinan yang paling banyak digunakan dalam klinis adalah
interferon alfa.
Mekanisme Kerja : Setelah berikatan dengan reseptor selular yang
spesifik, interferon mengaktivasi jalur transduksi sinyal JAK-STAT,
menyebabkan translokasi inti kompleks protein selular yang berikatan
dengan interferon-specific response element. Ekspresi aktivasi transduksi
sinyal ini adalah sintesis lebih dari dua lusin protein yang berefek antivirus.
Efek antivirus interferon dilangsungkan melalui hambatan penetrasi virus,
sintesis mRNA virus, translasi protein virus dan/ atau assembly dan
penglepasan virus.Virus dapat dihambat oleh interferon pada beberapa
tahap, dan tahapan hambatannya berbeda pada tiap virus. Namun, beberapa
virus juga dapat melawan efek interferon dengan cara menghambat kerja
protein tertentu yang diinduksi oleh interferon. Salah satunya adalah
resistensi hepatitis C virus terhadap interferon yang disebabkan oleh
hambatan aktivitas protein kinase oleh HCV.

Farmakokinetik : Setelah injeksi intramuscular atau subkutan, absorbsi


interferon mencapai 80%. Kadar plasma bergantung pada dosis. Kadar
plasma puncak dicapai setelah 4-8jam dan kembali ke awal setelah 18-36jam.
Karena interferon menginduksi efek biologis yg cukup panjang durasinya,
aktivitas interferon tidak selalu dapat diperkirakan dari karakteristik
farmakokinetiknya. Setelah pemberian intravena, konsentrasi plasma puncak
dicapai dalam 30 menit. Setelah 4 hingga 8 jam setelah infuse, interferon
tidak lagi terdeteksi dalam plasma karena mengalami klirens renal yg cepat.
Setelah terapi interferon dihentikan, interferon akan dieliminasi oleh tubuh
dalam waktu 18-36jam. Saat ini, efikasi interferon telah diperbaiki dengan
mengganti interferon standar dengan interferon yg terkonjugasi polietilen
glikol (PEG-IFN, Pegylated-interferon). Bentuk sediaan interferon yang baru
ini memperlambat eliminasi interferon lewat ginjal sehingga meningkatkan
waktu paruh dan menyebabkan konsentrasi plasma interferon yg lebih stabil.
Keuntungan lainnya adalah penurunan frekuensi injeksi dari 3 kali menjadi 1
kali seminggu. Saat ni terdapat 2 macam PEG-IFN yg berbeda pada kualitas
dan kuantitas interferon terkonjugasi. 12 kDa PEG linear untuk interferon
2b dan 40kDa rantai cabang PEG untuk IFN 2a. Kedua jenis PEG-IFN
menunjukkan efektifitas 2x lebih baik dari non PEG-IFN pada therapy
hepatitis C kronik. Saat ini, efikasi PEG-IFN sedang dievaluasi untuk therapy
hepatitis B Kronik.

Indikasi : Infeksi Kronik HBV, infeksi kronik HCV, sarcoma


Kaposi pada pasien HIV, beberapa tipe malignansi, dan multiple
sclerosis.
Dosis Infeksi HBV. Pada dewasa : 5MU/hari atau 10MU/hari;
Pada anak-anak 6MU/m2 tiga kali per minggu selama 4-6bulan.
Efek samping : Efek samping yg paling umum timbul dengan
terapi interferon-alpha adalah flu-like symptoms, fatigue,
leucopenia, dan depresi. Terdapat juga laporan anoreksia,
rambut rontok, gangguan mood, iritabilitas. Terapi interferon
juga dilaporkan dapat memperburuk pengobatan penyakit
autoimunseperti tiroiditis. Pasien yang diterapi dengan
interferon-alpha harus terus dimonitor dan dievaluasi setiap
bulannya. Kira-kira 30% pasien yang diterapi dengan interferonalpha membutuhkan penurunan dosis dan 5% menghentikan
obat premature karena efek samping.

VAKSINASI

Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan


Imunoprofilaksis pasca paparan dengan( vaksin hepatitis B
dan imunoglobulin hepatitis B (HBIG).)

KESIMPULAN

Hepatitis B adalah penyakit infeksi yang menyebabkan


peradangan hati yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B.
Perjalanan penyakitnya dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
imunotoleransi, fase imunoaktif atau fase immune clearance
dan fase nonreplikatif atau fase residual
Pengobatan yang tersedia saat ini yaitu imunomodulator
(Interferon (IFN-) konvensional, Pegylated interferon -2a
dan Thymosin -1) dan Analog nukleosida: Lamivudin, Adefovir
dipivoxil, Entecavir, Tenofovir disopoxil fumarate

TERIMA KASIH

Vous aimerez peut-être aussi