Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
G DENGAN
PENYAKIT GUILLAIN - BARRE SYNDROME
DI RUANG B1 RUMAH SAKIT PERMATA
Disusun oleh :
1. Ade
(G2B007002)
2. Asri Indriyani
(G2B007009)
(G2B007017)
(G2B007024)
(G2B007031)
6. Kristina
(G2B007038)
7. Miftahur Rohman
(G2B007045)
(G2B007054)
(G2B007062)
(G2B007069)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Guillain Barre Syndrome adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan
difus yang biasanya timbul setelah suatu infeksi atau diakibatkan oleh autoimun,
di mana proses imunologis tersebut langsung mengenai radiks spinalis dan saraf
perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis. Saraf yang diserang bukan hanya
yang mempersarafi otot, tetapi bisa juga indera peraba sehingga penderita
mengalami baal atau mati rasa. (1, 2).
Fase awal dimulai dengan munculnya tanda tanda kelemahan dan
biasanya tampak secara lengkap dalam 2 3 minggu. Ketika tidak terlihat
penurunan lanjut, kondisi ini tenang. Fase kedua berakhir beberapa hari sampai 2
minggu. Fase penyembuhan ungkin berakhir 4 6 bulan dan mungkin bisa
sampai 2 tahun. Penyembuhan adalah spontan dan komplit pada kebanyakan
pasien, meskipun ada beberapa gejala neurologis, sisa dapat menetap.
Angka kejadian Guillain Barre Syndrome, di seluruh dunia berkisar
antara 1-1,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Di Indonesia, kasus GBS
masih belum begitu banyak. Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi
terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II, III (di bawah usia 35 tahun) dengan
jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Insidensi lebih tinggi pada
perempuan dari pada laki-laki dengan perbandingan 2 : 1. Sedangkan penelitian
di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan
usia rata-rata 23,5 tahun. Penyakit ini menyerang semua umur, dan lebih banyak
terjadi pada usia dewasa muda yaitu antara 15 sampai dengan 35 tahun. Namun
tidak jarang juga menyerang pada usia 50 sampai dengan 74 tahun. Jarang sekali
GBS menyerang pada usia di bawah 2 tahun. Umur termuda yang dilaporkan
adalah 3 bulan dan tertua adalah 95 tahun, dan tidak ada hubungan antara
frekuensi penyakit ini dengan suatu musim tertentu. Insiden tertinggi pada bulan
April s/d Mei di mana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau. (1, 2, 3).
Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk Guillain Barre Syndrome.
Sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Namun demikian Guillain
Barre Syndrome memerlukan perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan
(gejala sisa) cukup tinggi terutama pada keadaan akut yang dapat menimbulkan
gagal napas akibat kelemahan otot pernapasan dan bisa berlanjut pada kematian
(1, 2). Oleh karena itu, penderita Guillain Barre Syndrome memerlukan
pengawasan dan perawatan yang baik untuk mempercepat pernyembuhan dan
mencegah komplikasi. Pengetahuan dan keterampilan perawat khususnya asuhan
keperawatan pada penderita Guillain Barre Syndrome sangat penting untuk
meningkatkan asuhan keperawatan yang profesional.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran
lebih jelas tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
persarafan khususnya pada Tn. G dengan masalah utama Guillain Barre
Syndrome di ruang B1 RS Permata.
B TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mampu memahami konsep klinis Guillain Barre Syndrome dan pemberian
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem persarafan dengan
masalah utama Guillain Barre Syndrome.
b. Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan konsep dasar Guillain Barre Syndrome meliputi
definisi,
penyebab,
patofisiologi,
manifestasi
klinis,
pemeriksaan
BAB II
TINJAUAN TEORI
Nama lain dari Guillain Barre Syndrome adalah:
Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis (polineuritis febril),
Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis (polineuritis akut pasca infeksi),
Acute
Inflammatory
Demyelinating
(polineuritis
akut
toksik),
process. Periode laten antara infeksi dan gejala polineuritis memberi dugaan
bahwa kemungkinan kelainan yang terdapat disebabkan oleh suatu respons
terhadap reaksi alergi saraf perifer. Pada banyak kasus, infeksi sebelumnya tidak
ditemukan, kadang-kadang kecuali saraf perifer dan serabut spinal ventral dan
dorsal, terdapat juga gangguan di medula spinalis dan medula oblongata. (2)
Beberapa keadaan/ penyakit yang mendahului dan mungkin ada
hubungannya dengan terjadinya GBS, antara lain: (2, 3)
1. Infeksi virus atau bakteri
GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi
kasus GBS yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu
1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran
pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. Infeksi akut yang berhubungan
dengan GBS :
a. Virus: CMV, EBV, HIV, Varicella-zoster, Vaccinia/smallpox, Influenza,
Measles, Mumps, Rubella, hepatitis, Coxsackie, Echo.
b. Bakteri: Campylobacter, Jejeni, Mycoplasma, Pneumonia, Typhoid,
Borrelia B, Paratyphoid, Brucellosis, Chlamydia, Legionella, Listeria.
2. Vaksinasi
3. Pembedahan, anestesi
4. Penyakit sistematik, seperti keganasan, Systemic Lupus Erythematosus,
tiroiditis, dan penyakit Addison
5. Kehamilan atau dalam masa nifas
6. Gangguan endokrin
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Masa laten
Waktu antara terjadi infeksi atau keadaan prodromal yang mendahuluinya dan
saat timbulnya gejala neurologis. Lamanya masa laten ini berkisar antara satu
sampai 28 hari, rata-rata 9 hari. Pada masa laten ini belum ada gejala klinis
yang timbul. (2)
a. Kelumpuhan
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe
lower motor neurone dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang
juga muka. Pada sebagian besar penderita, kelumpuhan dimulai dari
kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenderen ke badan,
anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat
anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan
saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh
hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot
bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tetapi dapat juga sama
beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal.
b. Gangguan sensibilitas
Parestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, muka juga
bisa dikenai dengan distribusi sirkumoral. Defisit sensoris objektif
biasanya minimal dan sering dengan distribusi seperti pola kaus kaki dan
sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif lebih sering dikenal dari pada
sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot sering ditemui seperti rasa nyeri
setelah suatu aktifitas fisik.
c. Saraf Kranialis
Saraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan
otot-otot muka sering dimulai pada satu sisi tapi kemudian segera menjadi
bilateral, sehingga bisa ditemukan berat antara kedua sisi. Semua saraf
kranialis bisa dikenai kecuali N.I dan N.VIII. Diplopia bisa terjadi akibat
terkenanya N.IV atau N.III. Bila N.IX dan N.X terkena akan
menyebabkan gangguan berupa sukar menelan, disfonia dan pada kasus
yang berat menyebabkan kegagalan pernafasan karena paralisis n.
laringeus.
d. Gangguan fungsi otonom
Gangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita GBS. Gangguan
tersebut berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka
jadi merah (facial flushing), hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi,
hilangnya keringat atau episodic profuse diaphoresis. Retensi urin atau
oleh
paralisis
diafragma
dan
kelumpuhan
otot-otot
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi (proses respon
antibodi terhadap virus atau bakteri) yang menimbulkan kerusakan pada syaraf
tepi hingga terjadi kelumpuhan(2)
Bukti-bukti
bahwa
imunopatogenesa
merupakan
mekanisme
yang
saraf perifer. Predileksi pada radiks spinalis diduga karena kurang efektifnya
permeabilitas antara darah dan saraf pada daerah tersebut. (2, 8)
Perjalanan penyakit
Perjalanan alamiah GBS, skala waktu dan beratnya kelumpuhan bervariasi
antara berbagai penderita GBS. Perjalan penyakit ini terdiri dari 3 fase, yaitu : (2)
1. Fase progresif
Dimulai dari onset penyakit, dimana selama fase ini kelumpuhan bertambah
berat sampai mencapai maksimal. Fase ini berlangsung beberapa dari sampai
4 minggu, jarang yang melebihi 8 minggu.
2. Fase plateau
Kelumpuhan telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini bisa pendek
selama 2 hari, aling sering selama 3 minggu, tapi jarang yang melebihi 7
minggu.
3. Fase rekonvalesen
Ditandai oleh timbulnya perbaikan kelumpuhan ektremitas yang berlangsung
selama beberapa bulan.Seluruh perjalanan penyakit GBS ini berlangsung
dalam waktu yang kurang dari 6 bulan.
Peran imunitas seluler
Dalam sistem kekebalan seluler, sel limfosit T memegang peranan penting
disamping peran makrofag. Prekursor sel limfosit berasal dari sumsum tulang
(bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan
kedalam jaringan limfoid dan peredaran. Sebelum respon imunitas seluler ini
terjadi pada saraf tepi antigen harus dikenalkan pada limfosit T (CD4) melalui
makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen/ terangsang oleh
virus, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh
penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan
dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif
karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma
interferon serta alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang
dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar
pemeriksaan
makroskopis
tidak
tampak
jelas
gambaran
pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf
tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke
empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada
hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan makrofag pada
hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke tiga belas. Perubahan pada
myelin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari
ke enampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. (2)
Asbury, dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah
infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo dan
epineural.
Keadaan
ini
segera
diikuti
demyelinisasi
segmental.
Bila
Disfungsi
otonom.
Takikardi
dan
aritmia,
hipotensi
10
11
12
karena
Plasma
pasien
harus
diganti
kemungkinan
efek
steroid
dosis
tinggi
intravenous
13
lovenox
dapat
mengurangi
insidens
terjadinya
peneliti
pada
tahun
1988
melaporkan
pemberian
dapat
mempercepat
penyembuhannya
seperti
halnya
dibandingkan
plasmaparesis
karena
efek
14
K. KOMPLIKASI
Paralysis yang persisten, kegagalan pernafasan, ventilasi mekanik, hipotensi
atau hipertensi, tromboembolisme, pneumonia, kulit yang pecah, aritmia kardial,
ieus, aspirasi, retensi urinae, problem psikiatrik (seperti : depresi dan ansietas).
L. PATHWAY
Terlampir
M. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
1) Gejala : adanya kelemahan dan paralysis secara simetris yang
biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan selanjutnya berkembang
dengan cepat ke arah atas, hilangnya kontrol motorik halus tangan.
2) Tanda : kelemahan otot, paralysis plaksid (simetris), cara berjalan
tidak mantap.
b.
Sirkulasi
Tanda : perubahan tekanan darah (hipertensi/hipotensi), disritmia,
takikardia/brakikardia, wajah kemerahan, diaforesis.
c.
Integritas Ego
1) Gejala : perasaan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada masalah yang
dihadapi.
2) Tanda : tampak takut dan bingung.
d.
Eliminasi
1) Gejala : adanya perubahan pola eliminasi.
2) Tanda : kelemahan pada otot-otot abdomen, hilangnya sensasi anal
(anus) atau berkemih dan refleks sfingter.
e.
Makanan/cairan
1) Gejala : kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
2) Tanda : gangguan pada refleks menelan atau refleks gag.
f.
Neurosensori
15
1) Gejala: kebas, kesemutan dimulai dari kaki atau jari-jari kaki dan
terus naik, perubahan rasa terhadap posisi tubuh, vibrasi, sensasi
nyeri, sensasi suhu, perubahan dalam ketajaman penglihatan.
2) Tanda : hilangnya/menurunnya refleks tendon dalam, hilangnya tonus
otot, adanya masalah dengan keseimbangan, adanya kelemahan pada
otot-otot wajah, terjadi ptoris kelopak mata, kehilangan kemampuan
untuk berbicara.
g.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri tekan otot, seperti terbakar, mengganggu, sakit, nyeri
(terutama pada bahu, pelvis, pinggang, punggung dan bokong).
Hiposensitif terhadap sentuhan.
h.
Pernafasan
1) Gejala : kesulitan dalam bernafas.
2) Tanda : pernafasan perut, menggunakan otot bantu nafas, apnea,
penurunan
bunyi
nafas,
menurunnya
kapasitas
vital
paru,
i.
Keamanan
1) Gejala : infeksi virus nonspesifik (seperti infeksi saluran pernafasan
atas) kira-kira dua minggu sebelum munculnya tanda serangan,
adanya riwayat terkena herpes zoster, sitomegalovirus.
2) Tanda : suhu tubuh yang berfluktuasi (sangat tergantung pada suhu
lingkungan), penurunan kekuatan/tonus otot, paralysis/parestesia.
j.
Interaksi Sosial
Tanda: kehilangan kemampuan untuk berbicara/berkomunikasi.
k.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:
Penyakit
sebelumnya
(infeksi
saluran
pernafasan
atas,
16
Pemeriksaan diagnosis
1)
2)
3)
4)
5)
17
2. Diagnosa Keperawatan
NO
1.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Resiko tinggi terhadap
pola nafas/ bersihan
jalan nafas tak efektif
berhubungan dengan
kelemahan/ paralisis
otot pernafasan,
kerusakan refleks
menelan.
INTERVENSI
TTD
Mandiri :
R
1.
Pantau frekuensi, kedalaman, dan kesimetrisan
pernafasan. Catat peningkatan kerja nafas dan observasi
warna kulit dan membran mukosa.
R : Peningkatan distress pernafasan menandakan
adanya kelelahan pada otot pernafasan.
2.
Kaji adanya perubahan sensasi terutama
penurunan respons pada T8 atau daerah lengan
atas/bahu.
R : Penurunan sensasi seringkali mengarah kepada
kelemahan motorik: seperti kehilangan pada tingkat
T8 dapat mempengaruhi otot interkostal. Oleh
karenanya tangan/lengan yang terkena seringkali
mengarah pada masalah gagal nafas.
3.
Catat adanya kelemahan pernafasan selama
berbicara
R : Indikator yang baik terhadap gangguan fungsi
pernafasan/ menurunnya kapasitas vital paru.
4.
Auskultasi bunyi nafas, catat tidak adanya
bunyi/suara tambahan seperti ronki, mengi.
R : Peningkatan resistensi jalan nafas dan atau
akumulasi sekret akan mengganggu proses difusi gas
dan mengarah pada komplikasi pernafasan
(pneumonia).
5.
Tinggikan kepala tempat tidur atau letakkan
20
2.
Kerusakan mobilitas
fisik berhubungan
dengan kerusakan
neuromuskuler
21
diinginkan.
4.
5.
6.
7.
Kolaborasi :
22
3.
Mandiri :
1. Kaji kemampuan untuk mengunyah, menelan, batuk,
pada keadaan yang teratur.
R : Kelemahan otot dan refleks yang
hipoaktif/hiperaktif dapat mengindikasikan
kebutuhan akan metode makasi alternatif, seperti
melalui selang NG dan sebagainya.
2. Auskultasi bising usus, evaluasi adanya distensi
abdomen.
R : Perubahan fungsi lambung sering terjadi akibat dari
paralisis/ imobilisasi.
3. Catat masukan kalori setiap hari.
R : Mengidentifikasi kekurangan makanan dan
kebutuhannya.
4. Catat makanan yang disukai atau tidak disukai oleh
pasien dan termasuk dalam pilihan diet yang
dikehendaki.
23
5.
6.
7.
8.
Kolaborasi :
1. Berikan diet tinggi kalori atau protein nabati.
R : Makanan suplementasi dapat meningkatkan
pemasukan nutrisi.
2. Pasang/pertahankan selang NG. berikan makanan
enteral/parenteral.
R : Dapat diberikan jika pasien tidak mampu untuk
menelan, untuk pemasukan makanan kalori,
elektrolit dan mineral.
24
4.
Resiko tinggi
konstipasi/ diare
berhubungan dengan
kerusakan
neuromuskuler
(kehilangan sensasi dan
refleks anal), imobilitas,
perubahan pada
masukan diet/ cairan.
25
kebutuhan.
R : Membantu dalam mengatur konsistensi fekal dan
menurunkan konstipasi.
3. Pasang/pertahankan selang NGT jika ada kebutuhan.
R : Menurunkan mual dan muntah dan melakukan
dekompresi pada distensi abdomen yang
berhubungan dengan hilangnya peristaltik,
munculnya ileus paralitik
5.
Ansietas/ ketakutan
berhubungan dengan
krisis situasional,
ancaman kematian/
perubahan dalam status
kesehatan.
Mandiri:
1. Tempatkan pasien dekat dengan ruang perawat, periksa
pasien secara teratur.
R : Memberikan keyakinan bahwa bantuan segera dapat
diberikan.
2. Berikan bentuk komunikasi alternatif jika diperlukan.
R : Menurunkan perasaan tidak berdaya dan perasaan
terisolasi.
3. Diskusikan adanya perubahan citra diri, ketakutan akan
hilangnya kemampuan yang menetap, kehilangan
fungsi, kematian masalah mengenai kebutuhan
penyembuhan.
R : Membawa perasaan takut secara terbuka,
memberikan kesempatan untuk mengkaji
persepsi/informasi yang salah dari pasien dan
memberikan pemecahan masalah.
4. Berikan penjelasan singkat mengenai perawatan,
rencana perawatan dengan orang terdekat.
R : pemahaman yang baik dapat meningkatkan kerja
sama pasien dalam kebutuhan akan melakukan
aktivitas. Pelibatan pasien dan orang terdekat dapat
26
27
6.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan diharapkan tidak ada
laporan cidera, dengan kriteria hasil
klien mampu:
1. Menyatakan pemahaman faktor
yang terlibat dalam kemungkinan
cedera.
2. Menunjukkan perubahan perilaku,
pola hidup untuk menurunkan
faktor risiko dan untuk
melindungi diri dari cedera.
3. Mengubah lingkungan sesuai
indikasi untuk meningkatkan
keamanan.
28
29
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Ruang
1.
: B1 Syaraf
Identitas Klien
Nama
: Tn. G
Jenis klamin
: Laki laki
Usia
: 45 tahun
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Swasta
Status perkawinan
: Kawin
Suku bangsa
: Jawa
Agama
: Islam
Alamat
2.
No Register
: 8882949773
Diagnosa Medis
: Ny. B
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
No. Telp/Hp
:-
Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama:
Tangan kesemutan dan kaki tidak dapat digerakan
29
Keterangan:
Laki-laki
Hubungan
perkawinan
Perempuan
Tinggal serumah
Klien
Meninggal
30
Klien anak ketiga dari empat beraudara. Tidak ada keluarga yang
memiliki penyakit yang sama seperti klien. Klien tinggal serumah
bersama istri dan kedua anaknya.
4.
Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
Dikaji tanggal 24 Maret 2009, pukul 08.30 WIB
TD
: 130/90 mmHg
HR
: 86 x/menit
RR
: 20 x/menit
Suhu
: 36,7 C
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Keterangan
Mesosefal
Simetris, mengerut dahi +
Hitam, sedikit beruban, penyebaran merata
Tidak terdapat lesi, sklera tidak ikterus, konjungtiva tidak anemis,
pupil: reflek cahaya +, bentuk bulat ukuran 3 mm, tidak ada
nistagmus dan melihat kembar, nyeri tekan tidak ada, fungsi
penglihatan dbn (> 4/60), berkedip +
Simetri ka = ki, tidak ada discharge, tidak ada lesi, tidak ada nyeri
tekan fungsi pendengaran dbn dengan arloji dan suara berbisik +/+
Simetri lubang ka = ki, tidak ada discharge, tidak ada nafas cuping
hidung.
Mukosa bibir lembab, gigi tidak ada caries cukup bersih, tidak ada
pendarahan gusi, tidak tampak sianosis.
Menelan +, membuka mulut + , mengunyah +, mengigit +
Tidak terdapat pembesaran tiroid, trachea simetri di tengah, tidak
ada deviasi, tidak terdapat kaku kuduk.
Keterangan : + : ada
31
c. Jantung
Tanggal
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
d. Paru-paru
Tanggal
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Fresmitus ka = ki
Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi
e. Abdomen
Tanggal
Inspeksi
Auskultasi
BU 7x/ menit
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan Hepar, lien tak teraba, teraba masa feses
daerah kolon desendens
Timpani, pekak sisi ada, pekak alih tidak ada
Perkusi
f. Ekstremitas
Ektremitas atas
Tanggal
/Jam
Kanan
Kiri
32
24/03/09
08.30
Pergerakan menurun
Pergerakan menurun
Kebas/kesemutan ada
Kebas/kesemutan ada
Rasa baal ada
Rasa baal ada
Kekuatan otot 3
Kekuatan otot 3
Capillary refill < 2 detik
Capillary refill < 2 detik
Edema tidak ada
Edema tidak ada
Tonus menurun
Tonus menurun
Atrofi tidak ada
Atrofi tidak ada
Nyeri ada (ketika pertama kali Nyeri ada (ketika pertama kali
sendi digerakkan)
sendi digerakkan)
Ektremitas bawah
Tanggal
/Jam
24/03/09
08.30
Kanan
Kiri
Pergerakan menurun
Pergerakan menurun
Kebas/kesemutan ada
Kebas/kesemutan ada
Rasa baal ada
Rasa baal ada
Kekuatan otot 1
Kekuatan otot 1
Capillary refill < 2 detik
Capillary refill < 2 detik
Edema tidak ada
Edema tidak ada
Tonus menurun
Tonus menurun
Atrofi tidak ada
Atrofi tidak ada
Nyeri ada (ketika pertama kali Nyeri ada (ketika pertama kali
sendi digerakkan)
sendi digerakkan)
g. Sistem Persarafan
1. Fungsi cerebral
a.
b.
c.
d.
-
Tanggal/Jam
Status mental
Tingkat kesadaran
GCS
Gaya bicara
Fungsi intelektual
Orientasi waktu
Orientasi tempat
Orientasi orang
Daya pikir
Spontan, alamiah,
masuk akal
Kesulitan berfikir
Halusinasi
Status emosional
Alamiah dan datar
Pemarah
Cemas
33
- Apatis
Tidak
2. Pemeriksaan Saraf Cranial
Nervus I (Olfactorius)
Tanggal
24/03/09 jam 08.30
Tanggal
Ketajaman
penglihatan
Lapang
Pandang
Mata
kanan
Melihat
warna
Fundus
oculi
Ketajaman
penglihatan
Lapang
Pandang
Mata
kiri
Melihat
warna
Fundus
oculi
Sensasi hidung
kiri
Tidak dikaji
Sensasi hidung
kanan
Tidak dikaji
Nervus II
(Optikus
+
Tak dinilai
>4/60
Sulit dinilai
+
Tak dinilai
Tanggal
Sela mata
Pergerakan bulbus
Bentuk pupil
Besar pupil
Reflek cahaya
Melihat kembar
Reflek terhadap
konfergensi
Nistagmus
Enoptalmus
16-12-2008
1,5 cm
Bebas
Bulat
3 mm
+/Pupil mengecil
Tidak
+
Tidak
Tidak
34
Mata kiri
Exoptalmus
Strabismus
Sela mata
Pergerakan bulbus
Bentuk pupil
Besar pupil
Reflek cahaya
Reflek terhadap
konfergensi
Melihat kembar
Nistagmus
Enoptalmus
Exoptalmus
Strabismus
Tidak
Tidak
1,5 cm
Bebas
Bulat
3 mm
+/Pupil mengecil
+
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Nervus IV (Trochlearis)
Mata
kanan
Tanggal
Pergerakan mata ke
bawah - ke dalam.
Mata
kiri
Pergerakan mata ke
bawah - ke dalam.
24/03/09
+
+
Nervus V ( Trigeminus)
Tanggal
Membuka mulut
Mengunyah
Menggigit
Reflek kornea
Sensasi pd
Dahi
wajah dgn
Dagu
benda kasar,
Pipi kanan
halus tumpul,
Pipi kiri
runcing
24/03/09
+
+
+
+
+
+
+
+
Nervus VI (Abducen)
Mata
Kanan
Mata
kiri
Tanggal
Pergerakan mata
lateral
Melihat kembar
Pergerakan mata
lateral
Melihat kembar
24/03/09
+
Tidak ada
+
Tidak ada
35
24/03/09
+
+
+
+
Tidak dikaji
24/03/09
Telinga
kanan
Telinga
kiri
Suara bisikan
Detik arloji
Rinne
Weber
Suara bisikan
Detik arloji
Rinne
Weber
+
Tidak dikaji
Tidak dikaji
+
+
Tidak dikaji
Tidak dikaji
Nervus IX (Glossopharyngeus)
Tanggal
Rasa kecap 1/3
anterior lidah
(pahit)
24/03/09
Tidak dikaji
Nervus X (Vagus)
Tanggal
Menelan
Bicara
24/03/09
+
+
Nervus XI (Accesorius)
Tanggal
Mengangkat bahu
Mengangkat kepala
24/03/09
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
+
+
+
+
NervusXII (Hypoglasus)
Tanggal
24/03/09
36
Menjulurkan lidah
Menggerak- Ke kanan
kan lidah
Ke kiri
Tremor lidah
Artikulasi
+
+
+
Tidak ada
Baik
24/03/09
menurun/menurun
menurun/menurun
3/3
1/1
menurun/menurun
menurun/menurun
Tidak terkaji
Tidak terkaji
4. Pemeriksaan refleks
Tanggal
Reflek kulit perut
Refleks biseps
Refleks triseps
Refleks patella
Refleks achiles
Refleks hofman tromer
Refleks babinski
Refleks chadok
24/03/09
Sup +/+
Inf +/+
Menurun/menurun
Menurun/menurun
Menurun/menurun
Menurun/menurun
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
5. Pemeriksaan Sensorik
Tanggal
Sensasi taktil
Sensasi suhu
Perasaan nyeri
24/03/09
Sup +/+
Inf +/+
Tidak dinilai
Sup +/+
Inf +/+
Menurun
Vibrasi dan
propriosepsi
Integrasi sensasi Tidak dinilai
Keterangan : + : ada ; - : tidak ada
h. Sistem cardio-respiratory
Nyeri dada
: tidak ada
Riwayat merokok
: tidak
37
Bernafas melalui
: hidung
: -
liter.
Batuk
: tidak
Batuk darah
: tidak ada
i. Sistem Integumen
Tanggal/Jam
Warna kulit
Turgor
Mukosa
bibir
Capilar refill
Edema
Kelainan
5.
Status nutrisi
a. Antropometri
Sebelum masuk rumah sakit
BB : 63 kg
TB : 171 cm
TB : 171 cm
Nilai
<20
20-25
25-30
>30
Kategori
Underweight
BB normal
Overweight
Obesitas
b.Biokimia
Hb
: 13,9 gr %
Albumin : -
c. Penampilan fisik
Lemah, mata tidak cekung, konjingtiva tidak anemis, tidak ada
penonjolan tulang dada, turgor kulit cukup.
d.Diet
Adekuat, 1 porsi habis, tidak ada mual-muntah.
6.
Status cairan
Tabel cairan dalam 2 jam pertama masuk rumah sakit
Tanggal
/jam
Intake
Output
Balance
cairan
38
24/03/09 Parenteral
Minum
Makan
= 50 cc
= 150 cc
=
- cc
Total input
= 200 cc
Urine
= 125 cc
IWL
= - cc
Feses
= - cc
Muntah
= Drainase
= Total output = 125 cc
+ 75 cc
Status higienis
Tanggal
Mandi
Ganti pakaian
Menggosok gigi
Memotong kuku
Keramas
Penampilan
8.
ADL
Tanggal
Bathi
ng
T
24/03/09
24/03/09
Tergantung
Tergantung
Tergantung
Tergantung
Tergantung
Rapi, bersih
Dressi
ng
T
Toiletin
g
T
Transferin
g
T
Continance
M
Feedin
g
T
Indeks
KATZ
E
Status Eliminasi
Sebelum dirawat:
-
BAB
Frekuensi
Warna
Konsistensi
Nyeri
Darah
Lendir
BAK
Frekuensi
Warna
4 5 x/hari
Kuning jernih
Jumlah
39
Nyeri
Darah
Selama dirawat
-
10.
BAB
Tanggal
Frekuensi
Warna
24/03/09
-
Konsistensi
Nyeri
Darah
Lendir
BAK
Tanggal
Frekuensi
Warna
24/03/09
1 x/2 jam
Kuning
Jumlah
Nyeri
Darah
Lendir
Tak terkaji
-
Status Mobilisasi
Tanggal
24/03/09
11.
Miring
Dibantu
Duduk
Dibantu
Berdiri
-
Jalan
Kamar
mandi
-
Nyeri/Kenyamanan
Klien mengeluh nyeri ringan saat sendi akan digerakkan lama-lama nyeri
hilang.
12.
Aktivitas/Istirahat
Sebelum masuk rumah sakit: klien tidur 7 jam/hari, tidak pernah tidur siang
13.
Intregitas ego
40
Klien tampak tenang dan mengaku pasrah serta tetap bersemangat untuk
sembuh.
14.
Kepercayaan
Klien beragam islam, rajin mengerjakan sholat, taat beribadah.
Klien percaya bahwa penyakit merupakan cara Tuhan untuk menghapus
dosanya dan dengan berdoa serta bersabar akan diberi kesembuhan
15.
Seksualitas
Tak terkaji
16.
: rumah pribadi
Sikap
: kooperatif
: sangat baik
17.
18.
Pengetahuan
Klien dan keluarga mengatakn penyakitnya kambuh berulang dari akut
memburuk kemudian membaik, klien dan keluarga mengetahui gejala yaitu
berupa kelemahan pada anggota gerak. Gejala awal yang dikendali adalah
bila klien sudah tidak bisa mengkancingkan baju sehingga istri langsung
membawa ke RSDK selama dirumah rutin melakukan fisiotrerapi.
19.
20.
41
Nilai
Normal
13 16
40 54
45 65
4 11
150 400
80 126
%
%
jt/mmk
ribu/mmk
ribu/mmk
mgr/dL
80 140
mgr/dL
15 39
0,6 1,3
136 145
98 107
3,5 5,1
50 200
30 150
62 130
35 60
15 37
30 65
50 136
0 232
0,92 2,33
60 120
0,25 5
mgr/dL
mgr/dL
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mgr/dL
mgr/dL
mgr/dL
mgr/dL
U/I
U/I
U/I
U/I
mmol/L
mmol/L
Uiu/mL
Pemeriksaan
Hb
Ht
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Gula darah puasa
Gula darah 2 jam
PP
Ureum
Kreatinin
Natrium
Chlorida
Kalium
Kolesterol
Trigliserida
LDL
HDL
SGOT
SGPT
Alkali fosfatase
CPK
T3
T4
TSH
Satuan
24/03/09 j 14.00
Nilai
13,9
49
51,8
5,5
202
115 mgr/dL
(sedang)
157 mgr/dL
(sedang)
21
0,87
140
107
4,6
155
77
89
44
102
H
112
H
54
82
1,73
110,01
1,7
b.Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan EMG
Hasil :
Hantaran saraf motorik :
n. medianus S, tibialis D/S, n. peroneus S tidak ada, n. medianus D,
ulnaris D/S, n. peroneus D, distal latency memanjang, amplitudo dan
SEV menurun.
Sensorik
Reflek fisiologis
H reflek
Kesimpulan :
42
21.
Terapi Medis
Car
a
Nama
pem
obat
beri
an
Nerfeco PO/
(Mecob IV
alamin) pela
n
Dexam
etason
IV/
IM
Dosis
Indikasi
3x500m
g/
2x 1
amp
(oplos
dg 20cc
NaCl)
Neuropati
perifer
3X1amp
0,5 9
mg/hari
max
80mg/hr
Alergi dan
peradanga
n yang
berespon
baik
terhadap
terapi
kortikoste
roid
Kontra
indikasi
Hentikan terapi
jika tidak ada
respon ps
dengan
penyakit KV,
paru, HT
Dosis tinggi
dan
penggunaan
jangka panjang
tidak
dianjurkan
pada ps yang
terpapar dg
merkuri atau
subsitusi yang
mengandung
merkuri.
Ulkus peptic,
osteoporosis,
infeksi akut,
vaksin hidup,
laktasi,
P:GHF,
HT,DM,GGK,
Uremia, usia
lanjut, anakanak, penyakit
infeksi
Interaksi
obat
Efek samping
Metformin, Anoreksia,
antagonis
mual, muntah
reseptor
diare.
H2,aminog
likosida,
kolkisin,
asam
aminosalisi
lat,
antikonvuls
an, alcohol,
kloramfeni
kol.
Barbiturate
,
fenotiazin,
rifampisin.
retensi cairan
& elektrolit,
meningkatkan
kemungkinan
infeksi.
Gangguan
pertumbuhan,
sindrom
chusing,
amenore,
hipertiroidis
me, gg
mental, HT
intracranial,
pancreatitis
akut,
osteonekrosis
aseptik.
43
Raniti
din
IV
Hepam
ax
PO
Sesu
dah
mak
an
Imuran
PO
Sesu
dah
mak
an
(unt
uk
men
gura
ngi
rasa
tidak
nya
man
pada
GI)
2x30 mg
Ulkus
duodenu
m
2x150
mg
1x300
mg
(mlm)
Pencega
han
kekamb
u han
150 mg
(sblm
tdr)
2x1
Awal:
1kapsul
3-4x/hr
Pemelih
araan:
1-2x/hr
Ulkus
duodenum
, ulkus
gaster
non
maligna,
kondisi
hipersekre
si
patologis.
Disfungsi
ginjal dan hati,
hamil, laktasi,
anak,
keganasan
lambung.
Suplemen
untuk
memelihar
a&mempe
rbaiki
fungus
hati,
mencegah
&
mengoba
ti penyakit
hati.
Epilepsy, HT
kronik, TIK
tinggi, hamil,
laktasi.
asetaminof
en
3x1
Kondisi
auto
imun:
1-3
mg/kg/h
r
(sesuai
respon
ps)
Supresi
penolak
an
transpla
ntasi:
Awal:
s/d 5
mg/kg
1-4
Pengobata
n pada ps
yang
menerima
transplant
asi organ,
hepatitis
aktif
kronik,
SLE,
dermatomi
asitis,
polioarteri
tis nodosa,
anemia
hemolitik
didapat,
ITP,
pioderma
Hipersensitif
trhdp
azatriopin,
merkaptopurin,
hamil,
P:
Monitor trhdp
kerusakan
hati&ginjal
yang berat,
Hamil&usila :
monitor thdp
hitung jenis
leukosit.
Alopurinol
menghamb
at
metabolism
,
Menurunka
n blockade
neuromusk
uler dari
kurare&tub
okurarin,
Menimbulk
an efek
potensial
trhdp
suksinilkoli
n,
Menghamb
at
Depresi
sumsum
tulang,
haematopoises
, makrisitosis,
mual, muntah,
anoreksia,
alergi, ikterus,
kolestatin.
44
Mersibi
on
Tab:
B1:100
mg
B6:200
mg
B12:
200mg
Inj:
B1:100
mg
B6:100
mg
B12:
5000mg
Kaps:
B1:100
mg
B6:100
mg
B12:
5000mg
Gliserol
(obat
katsan)
IM
PO
mg/kg/h
r
(sesuai
respon
ps)
gangrenos
a
1 tab/hr
Sakit
berat:
1 amp
IM kmd
1 amp 23x/mg
Bersma
makan
jika
timbul
rasa
tidak
nyaman
pada GI.
Terapi
defisiensi
vit. B1,
B6, B12.
Menurunka
n efek
levodopa.
Konstipasi
untuk
melunakk
an fese,
menimbul
kan reflek
defekasi
di poros
rectum.
Nyeri perut
mendadak
karena ileus,
radang
usus&usus
buntu, kejang
kolik, mual,
muntah.
Kerja
tampak
setelah 1530 menit.
Kadar yang
tinggi
menimbulkan
iritasi lokal.
supo 10 cc
sitori Dws:
a
3 gr dlm
supos,
70%
dlm
gelatin,
atau
klisma
4-5 gr.
antikoagula
n thdp
warfarin,
Tidak bileh
diberikan
bersama
penicilamin
,
kotrimokza
sol,
captopril.
45
TGL
24/03/09
25/03/09
26/03/09
22.
Nama Obat
Nerfeco
Bio ATP
Bd. Guard
Dexamethason
Ranitidin
Inf. RL+Mersibion
Nerfeco
Bio ATP
Bd. Guard
Dexamethason
Ranitidin
Inf. RL+Mersibion
Nerfeco
Bio ATP
Dosis
Cara Pemberian
Waktu pemberian
( Jam)
3x500mg
3x1
3x1tab
3x1amp
2x30mg
PO
PO
PO
IV
IV
08
08
08
10
10
12
12
12
18
3x500mg
3x1
3x1tab
3x1amp
2x30mg
PO
PO
PO
IV
IV
08
08
08
10
10
12
12
12
18
3x500mg
3x1
PO
PO
08
08
12
12
18
18
PO
IV
IV
08
10
10
12
18
18
Bd. Guard
3x1tab
Dexamethason
3x1amp
Ranitidin
2x30mg
Inf. RL+Mersibion
Monitor Harian Pemberian Obat
18
18
18
02
22
18
18
18
02
22
02
22
46
B. ANALISA DATA
No
Data Fokus
1 24/03/09 jam 06.30
DS : Klien mengatakan tidak dapat
BAB selama 4 hari
DO:
- Klien mengalami tetraparesis
(lemah 4 ekstrimitas) dan tidak bisa
bergerak
- BU + 7x/mnt
- Teraba masa feses pada KW IV
daerah ileum (perut teraba keras)
- Hasil EMG sesuai dengan SGB
(poliradikulo neuropati)
- Kekuatan otot sup: 2/2
Inf : 2/2
Problem
Etilogi
Konstipasi Imobilitas,
kerusakan
neuromuskuler
TTD
R
2.
Kerusakan Kerusakan
mobilitas
neuromuskuler
fisik
C. PRIORITAS MASALAH
1.
2.
47
: Tn. G
NO. CM
: 8882949773
UMUR
: 45 tahun
P.N
: Dora
NO.
1.
DIAGNOSA
INTERVENSI
KEPERAWATAN
Konstipasi b.d
imobilitas, kerusakan
neuromuskuler.
TTD
R
NO
DIAGNOSA
INTERVENSI
TTD
48
2.
KEPERAWATAN
Kerusakan mobilitas
neuromuskuler
49
50
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN
Pada pengkajian yang dilakukan kepada Tn. G 45 tahun didapatkan keluhan
utama tangan kesemutan. Selain klien merasakan kesemutan pada anggota gerak
terutama tangan, klien juga mengeluh kaki tidak bisa digerakkan dan sudah 4 hari
tidak BAB serta perut terasa mulas.
Tn. G belum pernah mengalami serangan ini sebelumnya, ini adalah kali
pertama Tn. G masuk rumah sakit karena keluhan seperti ini. Tn. G dirawat di
ruang B1 saraf RS Permata, pada tanggal 24 Maret 2009. Dari hasil pemeriksaan
diperoleh RR 20 kali/menit, TTV : TD 130/90 mmHg, Nadi 86 kali/menit, suhu
36,7 C, hasil lumbal phungsi menunjukkan peningkatan konsentrasi protein dan
jumlah sel normal.
Selama 1 hari perawatan klien diobservasi dan dilakukan pemeriksaan pada
anggota geraknya. Klien sudah 4 hari tidak bisa BAB. Bising usus 7 kali/ menit,
perut teraba keras, teraba masa feses di kolon desendens tapi tidak ada nyeri
tekan. Pada pemeriksaan neurologi ditemukan kesadaran klien composmentis,
GCS E4V6M5 = 15, terdapat tetraparesis flaksid dengan kekuatan otot : inf 3/3,
sup 1/1, tonus menurun, refleks tendo menurun dan refleks patologi negatif.
Gangguan sensorik ditemukan rasa baal pada empat ekstrimitas dan nyeri saat
sendi digerakkan. Hasil pemeriksaan penunjang ditemukan pada lumbal phungsi
menunjukkan peningkatan konsentrasi protein dan jumlah sel masih normal. Atas
dasar penemuan itu ditegakkan diagnosis Guillain Barre Syndrome (GBS) di
mana GBS terjadi kelemahan flasid dan terjadi secara akut berhubungan dengan
proses autoimun di mana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus
kranialis. Namun penyebab pada GBS Tn. G tidak diketahui.
Manifestasi klinis GBS terjadi kelumpuhan otot-otot ekstremitas, sebagian
besar dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenden
ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa ke
empat anggota gerak dikenai secara serentak. Namun pada Tn. G baru menyerang
kesemutan pada tangan dan kesulitan bergerak pada kaki. Selain itu penderita
51
juga mengalami gangguan sensibilitas dan fungsi otonom (2). Hal ini ditunjukkan
dengan adanya kesulitan defekasi pada Tn. G. Tidak ditemukan sinus takikardi
atau sinus bradikardi. Gangguan saraf cranial juga tidak ditemukan. Tidak ada
kelumpuhan otot-otot muka (N.VII), diplopia (N.IV atau N.III), sukar menelan,
disfonia (N.IX dan N.X). Komplikasi gagal nafas juga tidak terjadi.
B. ANALISA DATA
Dari data pengkajian yang diperoleh ditemukan 2 diagnosa keperawatan
aktual yaitu konstipasi berhubungan dengan imobilitas, yang didukung dengan
data fokus klien mengatakan tidak dapat BAB selama 4 hari, kaki tidak bisa
bergerak, BU 7. Diagnosa keperawatan kedua yang muncul pada Tn.G adalah
kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, dengan
data fokus klien mengatakan tangan kesemutan dan kakinya tidak bisa
digerakkan. Aktifitas bathing, dressing, toileting, transfering harus dibantu,
namun pada continance pasien mampu melaksanakan sendiri. Data fokus yang
dituliskan sudah mendukung diagnosa keperawatan.
C. PRIORITAS MASALAH
Dari masalah keperawatan yang ditemukan, masalah konstipasi menjadi
prioritas utama yang harus segera diatasi karena bila tidak segera diatasi
konstipasi akan menggaggu kenyamanan klien dan semakin berat bisa
menimbulkan komplikasi sepertri ileus paralitik dan kanker kolon. Kerusakan
mobilitas fisik menjadi prioritas kedua karena penatalaksanaan immobilitas
memerlukan waktu yang sangat lama sehingga tidak mungkin mengatasi
mobilitas dahulu baru mengatasi konstipasi yang membutuhkan penanganan
segera.
D. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa pertama, rencana keperawatan bertujuan untuk mempertahankan
pola eliminasi tanpa komplikasi yang ditunjukkan dengan tidak ada distensi
abdomen karena penumpukan feses, tidak ada laporan nyeri saat BAB, klien
52
BAB minimal 3 hari sekali dengan alami atau bantuan. Intervensi yang diberikan,
antara lain :
1. Auskultasi bising usus, catat ada atau tidaknya perubahan bising usus.
2. Catat adanya distensi abdomen, nyeri tekan (otot abdomen yang lemas) untuk
menunjukkan ada tidaknya masa feses.
3. Berikan perubahan posisi secara teratur sesuai batas toleransi klien untuk
meningkatkan motilitas usus.
4. Tingkatkan diet makanan berserat, minum minimal 2000 cc/hari.
5. Beri obat supositoria/pelembek feses/ huknah glycerin 10 cc.
Diagnosa
kedua,
tujuan
yang
diharapkan
adalah
klien
dapat
53
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
54
55
PATHWAY
Infeksi virus/ bakteri
Vaksinasi
Penyakit sistemik
Merangsang reaksi
kekebalan sekunder pada saraf tepi
Pembedahan/anestesi
(aktivasi limfosit T dan makrofag)
Infiltrasi sel limfosit dari pembuluh darah kecil pada endo & epineural
Makrofag mensekresi protease
Penimbunan komplek antigen, antibody pada pembuluh darah saraf tepi
Demyelinisasi akut saraf perifer
transimisi impuls saraf
Fungsi motorik
N. kranial
N III, IV &
N VI
N VII, IX, X
& N XII
Diplopia
gangguan reflek
gag/ menelan
gg.
penglihatan
Risti
jatuh/
cidera
Intake
nutrisi
kurang
Perubahan
nutrisi
(kurang dari
kebutuhan
tubuh )
Lampiran
Panalisis
diafragma &
otot nafas
Penurunan
pengembangan
paru
Takipnea/
dispnea
Paralisis otot
Penurunan
kekuatan otot
Fungsi
sensorik
Fungsi
otonom
Penekanan
saraf pada
gesekan
kerusakan saraf
simpatis &
parasimpatis
nyeri
Kerusakan
mobilitas
fisik
Hipotensi/
hipertensi
Takikardi/
bradikardi
diaphoresis
Resti cidera
Pola nafas
tidak efektif
Defisit
perawatan
diri
Kerusakan
rangsang
defeksi
Kerusakan
rangsang
berkemih
Retensi
urin
Gangguan
eliminasi
fekal
(Kontipasi/
diare)
Hipoksemia
Acidosis
respiratorik
Gagal nafas
Kematian
56
DAFTAR PUSTAKA
57
1. http://medlinux.blogspot.com/2007/10/sindroma-guillain-barre.html. 22
November 08. (25 Maret 2009).
2. Japardi, Iskandar. Sindrom Guillain Barre.
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi46.pdf. FK
USU. (25 Maret 2009).
3. Haflan, Yulius. Lumpuh akibat Sindrom Guillain Barre.
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=4111.23 Februari 08.
(25 Maret 2009).
4. Yumizone. Penatalaksanaan GBS.
http://guillainbarresyndrom.blogspot.com.12 Agustus 2008. (25 Maret 2009).
5. Hudak, Carolyn M dan Barbara M Gallo. Keperawatan Kritis: Pendekatan
Holistik. Jakarta: EGC. 1999.
6. Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Ed. 8. Jakarta: EGC. 2001.
7. Doengoes, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed. 3. Jakarta: EGC.
1999.
8. Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: EGC. 2000.
9. Nugroho, Dito. Jurus Ampuh Mengenali SGB.
www.kabarindonesia.com. Maret, 2009.
58