Vous êtes sur la page 1sur 13

LAPORAN REFERAT

MENOMETRORAGIA
Disusun Untuk Memenuhi Salah SatuTugas Kepanitraan Klinik
Stase Obstetri dan Ginekologi di Rumah Sakit Tugurejo Semarang

Pembimbing :
dr. Jenny Yusuf, SpOG

Disusun Oleh :
Dewi Purnamasari
H2A009013

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2013

BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini gangguan haid merupakan keluhan tersering bagi wanita yang
datang ke poliklinik ginekologis dan menoragia merupakan salah satu diantaranya
yang tersering. Hampir semua wanita pernah mengalami gangguan haid selama
hidupnya bahkan banyak diantaranya harus mengalami gangguan ini setiap
bulannya. Gangguan ini dapat terjadi dalam kurun waktu antara menarche dan
menopause. Gangguan haid atau perdarahan abnormal menjadi masalah menarik
sehubungan dengan makin meningkatnya usia harapan hidup perempuan.
Penelitian ginekologis terbaru melaporkan bahwa sekitar 30% wanita
premenopause mengeluhkan menstruasi

yang berlebihan. World

Health

Organizations (WHO) baru-baru ini melaporkan bahwa 18 juta wanita golongan


usia 30-55 tahun merasa bahwa perdarahan dalam menstruasinya berlebihan.
Menorrhagia harus dapat dibedakan dari diagnosis ginekologis lainnya, termasuk
metroragia, menometroragia, polimenorea dan perdarahan karena disfungsi uterus
(dysfunctional uterine bleeding). Menoragia sendiri merupakan suatu keadaan
dimana siklus menstruasi dalam interval yang normal tapi memiliki durasi yang
memanjang dan perdarahan yang berlebihan.
Perdarahan yang berlebihan pada menstruasi merupakan keluhan yang
subjektif, sehingga menyulitkan penegakan diagnosis menoragia. Regimen terapi
sebaiknya mengacu pada siklus menstruasi yang dianggap tidak normal oleh
pasien, yaitu lamanya menstruasi dan jumlah perdarahan. Keberhasilan terapi pun
lagi-lagi berdasarkan penilaian subjektif pasien sehingga pengukuran keberhasilan
pun menjadi lebih sulit

BAB II
MENOMETRORAGIA
A. Definisi
1. Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan
siklus haid. Perdarahan terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu
spotting dan dapat lebih di yakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh.
Penyebabnya adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma
endometrium, karsinoma serviks), kelainan fungsional dan penggunaan
estrogen eksogen 1,2
2. Menoragia adalah perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari
dengan jumlah darah kadang-kdang cukup banyak.3
3. Menometroragia adalah perdarahan saat menstruasi yang berlangsung terus /
panjang dan dengan jumlah darah yang lebih banyak 2

B. Etiologi
Etiologi dari menometroragia antara lain:3,4,5
1. Sebab sebab Organik
2. Sebab sebab disfungsional
disebabkan oleh kelainan pada :
a. Servik uteri : Karsinoma partiom, perlukaan serviks, polip servik,
erosi pada portio, ulkus portio uteri.
b. Vagina : Varices pecah, metostase kario, karsinoma keganasan
vagina, karsinoma vagina.
c. Rahim : polip endometrium, karsinoma korpus uteri, submukosa
mioma uteri.
d. Ovarium : radang ovarium, tumor ovarium, kista ovarium
e. Tuba fallopii, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba,
tumor tuba.
3. Sebab sebab disfungsional
Perdarahan uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik.

Perdarahan disfungsional terbagi menjadi 3 bentuk :


a. Perdarahan disfungsional dengan ovulasi (ovulatoir disfunction
bleeding). Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari
endometrium tanpa ada sebab - sebab organik, maka harus
diperhatikan sebagai etiologi. Korpus lutheum persistens dalam hal
ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium
yang membesar korpus lutheum ini menyebabkan pelepasan
endometrium

tidak

teratur

(irreguler

shedding)

sehingga

menimbulkan perdarahan. Insufisiensi korpus lutheum menyebabkan


premenstrual spotting, menorhagia dan polimenorrea, dasarnya
adalah kurangnya produksi progesterone disebabkan oleh gangguan
LH releasing factor. Apapleksia uteri pada wanita dengan hipertensi
dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus. Kelainan darah
seperti anemia, gangguan pembekuan darah purpura trombosit
openik.
b. Perdarahan disfungsional tanpa ovulasi (anovulatoir disfunctiond
bleeding). Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya
endometrium dengan menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat
tertentu. Timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklis,
kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
c. Stres psikologis dan komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi
C. Patologi
Menurut Schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik
pada uterus dan ovario pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa
gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia hemorrgica terjadi
karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi
dan pembentukan corpus luteum. Akibatnya terjadilah hiperplasia
endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus menerus.
Penelitian menunjukan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat
ditemukan

bersamaan

dengan

berbagai

jenis

endometrium

yaitu

endometrium atropik, hiperplastik, ploriferatif, dan sekretoris, dengan

endometrium jenis non sekresi merupakan bagian terbesar. Endometrium


jenis nonsekresi dan jenis sekresi penting artinya karena dengan demikian
dapat dibedakan perdarahan anovulatori dari perdarahan ovulatoar. 5,6
Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdarahan
disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan
penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoir
gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskular, vasomotorik,
atau hematologik, yang mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedang
perdarahan anovulatoir biasanya dianggap bersumber pada gangguan
endokrin. 4,5

D. Gambaran klinik
1. Perdarahan ovulatoar 6,7
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan
disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang
(oligomenorea). Untuk mendiagnosis perdarahan ovulatoar perlu
dilakukan kerokan pada masa mendekati haid jika sudah di pastikan
bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya
sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya:
a. Korpus luteum persistens ; dalam hal ini dijumpai perdarahan
kadang kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini
harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit
dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukan banyak
persamaan antara keduanya. Korpus luteum persisten dapat pula
menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irregular
shedding). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan
yang tepat pada waktunya, yakni menurut Prawirohardjo (2007)
pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai
adanya endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe non sekresi.
b. Insufusiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual
spotting, menoragia atau polimenorea. Dasarnya adalah kurang

produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH (Luteiniozing


hormon) releasing factor. Diagnosis dibuat apabila hasil biopsi
endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran
endometrium yang seharusnya didapat dari hari siklus yang
bersangkutan.
c. Appoleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi
pecahnya pembuluh darah dalam uterus
d. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik dan
gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.
2. Perdarahan anavulator 6,7
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium.
Dengan kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul perdarahan yang
kadang-kadang tidak teratur sama sekali. Fluktuasi kadar estrogen pada
sangkut pautnya dengan jumlah yang pada suatu waktu fungsional aktif.
Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan
kemudian diganti dengan folikel-folikel baru. Endometrium dibawah
pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula
proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika
gambaran itu dijumpai pada sedian yang diperoleh dengan kerokan, dapat
diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anavulatoar. Walaupun
perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam kehidupan
menstrual seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat pada masa
pubertas dan masa pramenopause. Pada masa pubertas sesudah menarche ,
perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya
proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan
realising factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita
dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu
berjalan lancar. Bila masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali
ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid
menjadi avulatoar, pada seorang wanita dewasa dan terutama dalam masa

pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan


untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.perdarahan disfungsioanl
dapat dijumpai pada penderit-penderita dengan penyakit metabolik,
penyakit endokrin, penyakit darah penyakit umum yang menahun, tumor
tumor ovarium, dan sebagainya.6,7,8
Akan tetapi disamping itu, terdapat banyak wanita dengan
perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut diatas.
Dalam hal ini sters yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, baik
didalam maupun diluar pekerjaan, kejadian-kejadian yang mengganggu
keseimbangan emosional seperti kecelakaan, kematian dalam keluarga,
pemberian obat penenang terlalu lama, dan lain-lain dapat menyebabkan
perdrahan anavulatoar.6,7,8
E. Diagnosis
Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis.perlu
ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus
yang pendek atau oleh oligomenorea/amenore, sifat perdarahan (banyak
atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan dan sebagainya.
Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk
ke arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin,penyakit
menahun dan lain-lain.kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut
hendaknya menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan dengan teliti
ke arah penyakit yang bersangkutan. Pada pemeriksaan ginekologi perlu
dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik, yang menyebabkan
perdarahan abnormal (seperti: polip,ulkus,tumor). Pada wanita pubertas
umumnya tidak perlu dilakukan kerokan guna pembuatan diagnosis. Pada
wanita berumur antara 20 dan 40 tahun kemungkinan besar adalah
kehamilan terganggu, polip, mioma, submukosum dan sebagainya. Disini
kerokan diadakan setelah dapat diketahui benar bahwa tindakan tersebut
tidak mengganggu kehamilan yang masih memberi harapan untuk
diselamatkan.5,7,Pada wanita dalam pramenopause dorongan untuk
dilakukan kerokan adalah untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas.

F. Pemeriksaan Penunjang1,3,8
1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG,
FSH, LH, Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau
skrining gangguan perdarahan jika ada tampilan yang mengarah
kesana.
2.

Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan


(b) histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita
muda dengan perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun )
yang gagal berespon terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah
pemeriksaan

endometrium.

Penyakit

organik

traktus

genitalia

mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk


melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada
seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada
wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif
dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas
endometrium.
3.

Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak


berhasil dalam uji coba terapeutik

G. Penatalaksanaan
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai
kemungkinan kelainan organ, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya,
maka langkah selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan
sebagai berikut:2,4,6
1. Menghentikan perdarahan
2. Mengatur menstruasi agar kembali normal.
3. Transfusi jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.

Menghentikan perdarahan
Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut:

Kuret (curettage). Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan
tidak bagi wanita menikah tapi belum sempat berhubungan intim.4,7,8
Obat medikamentosa :
1. Golongan estrogen.3,5-8
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat
(nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani
kinerja liver dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis
lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan
fungsi liver. Dosis dan cara pemberian: Estrogen konyugasi (estradiol
valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari.Benzoas estradiol: 20 mg
disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong) Jika perdarahannya banyak,
dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan Estrogen konyugasi
(estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang infus)
perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh
lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25
mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut
melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung
terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi
trombosit.

Terapi

estrogen

bermanfaat

menghentikan

perdarahan

khususnya pada kasus endometerium atrofik . Estrogen juga diindikasikan


pada kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ).
Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan,perdarahan
timbul lagi.
2. Obat Kombinasi2-5,8
Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling
efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang
banyak atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara
terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan
setelah 3 6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telah
timbul pola menstruasi yang normal. Banyak pasien yang mengalami
anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan diperlukan. Paparan

estrogen kronik dapat menimbulkan endometrium yang berdarahbanyak


selama penarikan progestin . Speroff menganjurkan pengobatan dengan
menggunakan kombinasi kontrasepsi oral dengan regimen menurun secara
bertahap. Dua hingga empat pil diberikan setiap hari setiap enam hingga
duabelas jam , selama 5 sampai 7 hari untuk mengontrol perdarahan akut.
Formula ini biasanya mengontrol perdarahan akut dalam 24 hingga 48 jam
penghentian obat akan menimbulkan perdarahan berat. Pada hari ke 5
perdarahan ini, mulai diberikan kontrasepsi oral siklik dosis rendah dan
diulangi selama 3 siklus agar terjadi regresi teratur endometrium yang
berproliferasi berlebihan. Cara lain, dosis pil kombinasi dapat diturunkan
bertahap ( 4 kali sehari, kemudian 3 kali sehari, kemudian 2 kali sehari )
selama 3 hingga 6 hari, dan kemudian dilanjutkan sekali setiap hari.
Kombinasi kontrasepsi oral menginduksi atrofi endometrium, karena
paparan estrogen progestin kronik akan menekan gonadotropin pituitari
dan menghambat steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna untuk
tatalaksana DUB jangka panjang pada pasien tanpa kontraindikasi dengan
manfaat tambahan yaitu mencegah kehamilan. Khususnya untuk pasien
perimenarche, perdarahan berat yang lama dapat mengelupaskan
endometrium basal, sehingga tidak responsif terhadap progestin. Kuretase
untuk mengontrol perdarahan dikontraindikasikan karena tingginya resiko
terjadinya sinekia intrauterin ( sindroma Asherman ) jika endometrium
basal dikuret. OC aman pada wanita hingga usia 40 dan diatasnya yang
tidak obes, tidak merokok dan tidak hipertensi.
3. Golongan progesterone
Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional
bersifat

anovulatoar,

sehingga

pemberian

obat

progesterone

mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium. Obat untuk jenis


ini, antara lain: Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari,
diminum selama 7 10 hari. Norethisteron: 31 tablet, diminum selama 710 hari. Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuscular1,5,7
4. OAINS

Menorragia dapat dikurangi dengan obat anti inflamasi non steroid.


Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika
diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang
diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada
onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan
berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama menstruasi (
mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB
ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi.2Mengatur
menstruasi agar kembali normal Setelah perdarahan berhenti, langkah
selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi misal
dengan pemberian golongan progesteron 2x1 tablet diminum selama 10
hari. Minum obat di mulai hari ke 14-15 menstruasi. Tranfusi jika kadar
hemoglobin kurang dari 8 gr% Terapi yang ini diharuskan pasiennya
untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong darah (250 cc)
diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini
berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira
perlu sekitar 4 kantong darah1,4,7,8
H. Prognosis
Hasil pengobatan bergantung kepada proses perjalanan penyakit,
penegakan diagnosis yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat
memberikan angka kesembuhan hingga 90% pada wanita muda yang
sebagian besar terjadi dalam siklus anovulasi dapat di obati dengan hasil
bailk.8

BAB III
KESIMPULAN
Menometroragia adalah perdarahan saat menstruasi yang berlangsung terus /
panjang dan dengan jumlah darah yang lebih banyak. Penyebab dari menometroragia
bisa disebabkan karena sebab sebab organik dimana perdarahan berasal dari uterus,
tuba dan ovarium; dan sebab sebab disfungsional yang berasal dari perdarahan
uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik. Gambaran klinik
menometroragia adalah perdarahan ovulatoar ( Perdarahan kurang lebih 10% dari
perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang
(oligomenorea) dan perdarahan anavulator (stimulasi dengan estrogen menyebabkan
tumbuhnya endometrium dengan kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul
perdarahan yang kadang-kadang tidak teratur sama sekali. Diagnosis menometroragia
ditegakkan dengan anamnesis ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah
didahului oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenorea/amenore, sifat perdarahan
(banyak atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan dan sebagainya. Pada
pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke arah
kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin,penyakit menahun dan lain-lain.
Pada pemeriksaan ginekologi perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik,
yang menyebabkan perdarahan abnormal (seperti: polip,ulkus,tumor). Untuk
mendukung diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah,
deteksi patologi endometrium dan laparoskopi. Setelah menegakkan diagnosa dan
setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan kelainan organ, teryata tidak ditemukan
penyakit lainnya, maka langkah selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip
pengobatan sebagai berikut:
1. Menghentikan perdarahan
2. Mengatur menstruasi agar kembali normal.
3. Transfusi jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.

DAFTAR PUSTAKA
1. Manuaba bagus ida.2005.Reproduksi wanita. Jakarta: Arcan
2. Prawirohardjo sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan, Jakarta: PT BPSSP.
3. Benson

C,

Ralph.

2009. Buku

Saku

Obstetri

dan

Ginekologi.

Jakarta: EGC
4. FKUP. 1983. Obstetri

Fisiologi. Jakarta : FK Universitas Pajajaran

Bandung
5. Ben Zion Taber, M.D. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta: EGC
6. Mochtar, R. 2008.Sinopsis Obstetri jilid 1 edisi 2. Jakarta : EGC
7. B, Achmad. Ilmu Kesehatan Reproduksi Ginekologi.Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran
8. http:/www.emedicine. com.fastsplash.obgyn

Vous aimerez peut-être aussi