Vous êtes sur la page 1sur 18

laporan pendahuluan vertigo

LAPORAN PENDAHULUAN
VERTIGO
A.
1.

Konsep Dasar
Definisi

Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk gangguan keseimbangan atau gangguan orientasi
di ruangan. Banyak system atau organ tubuh yang ikut terlibat dalam mengatur dan mempertahankan
keseimbangan tubuh kita. Keseimbangan diatur oleh integrasi berbagai sistem diantaranya sistem
vestibular, system visual dan system somato sensorik (propioseptik). Untuk memperetahankan
keseimbangan diruangan, maka sedikitnya 2 dari 3 sistem system tersebut diatas harus difungsikan
dengan baik. Pada vertigo, penderita merasa atau melihat lingkunganya bergerak atau dirinya bergerak
terhadap lingkungannya. Gerakan yang dialami biasanya berputar namun kadang berbentuk linier
seperti mau jatuh atau rasa ditarik menjauhi bidang vertikal. Pada penderita vertigo kadang-kadang
dapat kita saksikan adanya nistagmus. Nistagmus yaitu gerak ritmik yang involunter dari pada bolamata.
(Lumban Tobing. S.M, 2003).
Vertigo adalah sensasi berputar atau pusing yang merupakan suatu gejala, penderita merasakan bendabenda disekitarnya bergerak gerak memutar atau bergerak naik turun karena gangguan pada sistem
keseimbangan. (Arsyad Soepardi efiaty dan Nurbaiti, 2002).

2.
a.

Etiologi
Otologi 24-61% kasus

Benigna Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

Meniere Desease

Parese N VIII Uni/bilateral

Otitis Media

b.

Neurologik 23-30% kasus

Gangguan serebrovaskuler batang otak/ serebelum

Ataksia karena neuropati

Gangguan visus

Gangguan serebelum

Gangguan sirkulasi LCS

Multiple sklerosis

Vertigo servikal

c.

Interna kurang lebih 33% karena gangguan kardiovaskuler

Tekanan darah naik turun

Aritmia kordis

Penyakit koroner

Infeksi

glikemia

Intoksikasi Obat: Nifedipin, Benzodiazepin, Xanax,

d.

Psikiatrik > 50% kasus

Depresi

Fobia

Anxietas

Psikosomatis

e.

Fisiologik

3.

Melihat turun dari ketinggian.

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis pada klien dengan vertigo yaitu Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala
sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah,
lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan
kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.

Pasien Vertigo akan mengeluh jika posisi kepala berubah pada suatu keadaan tertentu. Pasien akan
merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke
sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau jika kepala
digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10 detik. Kadang-kadang disertai rasa
mual dan seringkali pasien merasa cemas.Penderita biasanya dapat mengenali keadaan ini dan berusaha
menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat menimbulkan vertigo. Vertigo tidak akan
terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara aksial tanpa ekstensi, pada hampir sebagian besar
pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam beberapa hari atau
beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga sampai beberapa tahun.
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan kepala terasa pusing berputar pada perubahan posisi kepala
dengan posisi tertentu. Secara klinis vertigo terjadi pada perubahan posisi kepala dan akan berkurang
serta akhirnya berhenti secara spontan setelah beberapa waktu. Pada pemeriksaan THT secara umum
tidak didapatkan kelainan berarti, dan pada uji kalori tidak ada paresis kanal.
Uji posisi dapat membantu mendiagnosa vertigo, yang paling baik adalah dengan melakukan manuver
Hallpike : penderita duduk tegak, kepalanya dipegang pada kedua sisi oleh pemeriksa, lalu kepala
dijatuhkan mendadak sambil menengok ke satu sisi. Pada tes ini akan didapatkan nistagmus posisi
dengan gejala :
1.
Penderita vertigo akan merasakan sensasi gerakan seperti berputar, baik dirinya sendiri atau
lingkungan
2.

Merasakan mual yang luar biasa

3.

Sering muntah sebagai akibat dari rasa mual

4.

Gerakan mata yang abnormal

5.

Tiba - tiba muncul keringat dingin

6.

Telinga sering terasa berdenging

7.

Mengalami kesulitan bicara

8.

Mengalami kesulitan berjalan karena merasakan sensasi gerakan berputar

9.

Pada keadaan tertentu, penderita juga bisa mengalami ganguuan penglihatan

4.

Patofisiologi

Vertigo disebabkan dari berbagai hal antara lain dari otologi seperti meniere, parese N VIII, otitis media.
Dari berbagai jenis penyakit yang terjadi pada telinga tersebut menimbulkan gangguan keseimbangan
pada saraf ke VIII, dapat terjadi karena penyebaran bakteri maupun virus (otitis media).

Selain dari segi otologi, vertigo juga disebabkan karena neurologik. Seperti gangguan visus, multiple
sklerosis, gangguan serebelum, dan penyakit neurologik lainnya. Selain saraf ke VIII yang terganggu,
vertigo juga diakibatkan oleh terganggunya saraf III, IV, dan VI yang menyebabkan terganggunya
penglihatan sehingga mata menjadi kabur dan menyebabkan sempoyongan jika berjalan dan merespon
saraf ke VIII dalam mempertahankan keseimbangan.
Hipertensi dan tekanan darah yang tidak stabil (tekanan darah naik turun). Tekanan yang tinggi
diteruskan hingga ke pembuluh darah di telinga, akibatnya fungsi telinga akan keseimbangan
terganggudan menimbulkan vertigo. Begitupula dengan tekanan darah yang rendah dapat mengurangi
pasokan darah ke pembuluh darah di telinga sehingga dapat menyebabkan parese N VIII.
Psikiatrik meliputi depresi, fobia, ansietas, psikosomatis yang dapat mempengaruhi tekanan darah pada
seseorang. Sehingga menimbulkan tekanan darah naik turun dan dapat menimbulkan vertigo dengan
perjalanannya seperti diatas. Selain itu faktor fisiologi juga dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan. Karena persepsi seseorang berbeda-beda.

5.

Klasipikasi

Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok


1. Vertigo paroksismal Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, berlangsung beberapa
menitatau hari, kemudian menghilang sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebutdapat muncul
lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali bebas keluhan.Vertigo jenis ini dibedakan menjadi :

Yang disertai keluhan telinga : Termasuk kelompok ini adalah : Morbus Meniere, Arakhnoiditis
pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa cranii posterior, kelainan gigi/
odontogen.

Yang tanpa disertai keluhan telinga : Termasuk di sini adalah : Serangan iskemi sepintas
arteriavertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigode Lenfance), Labirin
picu (trigger labyrinth).

Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi :Termasuk di sini adalah : Vertigo posisional
paroksismal laten, Vertigo posisional paroksismal benigna.
2. Vertigo kronis Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa (Cermin DuniaKedokteran
No. 144, 2004: 47) serangan akut, dibedakan menjadi:

Yang disertai keluhan telinga : Otitis media kronika, meningitis Tb,labirintitis kronis, Lues serebri,
lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor serebelopontin.

Tanpa keluhan telinga : Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pascakomosio, pelagra,
siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainanokuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan
kardiovaskuler, kelainanendokrin.

Vertigo yang dipengaruhi posisi : Hipotensi ortostatik, Vertigo servikalis.

3. Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian berangsur-angsur mengurang, dibedakan


menjadi :

Disertai keluhan telinga : Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitisakuta, perdarahan labirin,
neuritis n.VIII, cedera pada auditivainterna/arteria vestibulokoklearis.

Tanpa keluhan telinga : Neuronitis vestibularis, sindrom arteriavestibularis anterior, ensefalitis


vestibularis, vertigo epidemika, sklerosismultipleks, hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior
posterior.

6.

Pemeriksaan Penunjang

Meliputi uji tes keberadaan bakteri melalui laboratorium, sedangkan untuk pemeriksaan diagnostik yang
penting untuk dilakukan pada klien dengan kasus vertigo antara lain:
1.

Pemeriksaan fisik

a.

Pemeriksaan mata

b.

Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh

c.

Pemeriksaan neurologik

d.

Pemeriksaan otologik

e.

Pemeriksaan fisik umum

2.

Pemeriksaan khusus

a.

ENG

b.

Audiometri dan BAEP

c.

Psikiatrik

3.

Pemeriksaan tambahan

a.

Radiologik dan Imaging

b.

EEG, EM

7.

Penatalaksanaan

a.

Penatalaksanaan Medis

Beberapa terapi yang dapat diberikan adalah terapi dengan obat-obatan seperti :
1.

Anti kolinergik

Sulfas Atropin : 0,4 mg/im


Scopolamin : 0,6 mg IV bisa diulang tiap 3 jam
2.

Simpatomimetika

Epidame 1,5 mg IV bisa diulang tiap 30 menit


3.

Menghambat aktivitas nukleus vestibuler

Golongan antihistamin
Golongan ini, yang menghambat aktivitas nukleus vestibularis adalah:
a.

Diphenhidramin: 1,5 mg/im/oral bisa diulang tiap 2 jam

b.

Dimenhidrinat: 50-100 mg/ 6 jam.

Jika terapi di atas tidak dapat mengatasi kelainan yang diderita dianjurkan untuk terapi bedah. Terapi
menurut (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 48) Terdiri dari :

Terapi kausal

sebagian besar kausa vertigo tidak diketahui penyebabnya, sehingga terapi biasanya bersifat
simtomatik. Terapi kausal disesuaikan dengan faktor penyebabnya.

Terapi simtomatik

ditujukan kepada 2 gejala utama yaitu rasa berputar dan gejala otonomnya. Pemilihan obat-obat anti
vertigo tergantung pada efek obat bersangkutan, berat ringan vertigo dan fasenya. Misalnya pada fase
akut dapat diberikan obat penenang untuk menghilangkan rasa cemas, disamping anti vertigo lainnya.

Terapi Rehabilitasi

Bertujuan untuk membangkitkan dan meningkatkan kompensasi sentral dan habituasi pada pasien
dengan gangguan vestibuler. Beberapa bentuk latihan yang dapat dilakukan adalah latihan vestibuler,
latihan visual vestibuler atau latihan berjalan.

b.

Penatalaksanaan Keperawatan

a.
Karena gerakan kepala memperhebat vertigo, pasien harus dibiarkan berbaring diam dalam
kamar gelap selama 1-2 hari pertama.
b.
Fiksasi visual cenderung menghambat nistagmus dan mengurangi perasaan subyektif vertigo pada
pasien dengan gangguan vestibular perifer, misalnya neuronitis vestibularis. Pasien dapat merasakan
bahwa dengan memfiksir pandangan mata pada suatu obyek yang dekat, misalnya sebuah gambar atau
jari yang direntangkan ke depan, temyata lebih enak daripada berbaring dengan kedua mata ditutup.
c.
Karena aktivitas intelektual atau konsentrasi mental dapat memudahkan terjadinya ver-tigo,
maka rasa tidak enak dapat diperkecil dengan relaksasi mental disertai fiksasi visual yang kuat.
d.

Bila mual dan muntah berat, cairan intravena harus diberikan untuk mencegah dehidrasi.

e.
Bila vertigo tidak hilang. Banyak pasien dengan gangguan vestibular perifer akut yang belum
dapat memperoleh perbaikan dramatis pada hari pertama atau kedua. Pasien merasa sakit berat dan
sangat takut mendapat serangan berikutnya. Sisi penting dari terapi pada kondisi ini adalah pernyataan
yang meyakinkan pasien bahwa neuronitis vestibularis dan sebagian besar gangguan vestibular akut
lainnya adalah jinak dan dapat sembuh. Dokter harus menjelaskan bahwa kemampuan otak untuk
beradaptasi akan membuat vertigo menghilang setelah beberapa hari.
f.
Latihan vestibular dapat dimulai beberapa hari setelah gejala akut mereda. Latihan ini untuk
rnemperkuat mekanisme kompensasi sistem saraf pusat untuk gangguan vestibu-lar akut
8.
1.

Komplikasi
Cidera fisik

Pasien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan akibat terganggunya saraf VIII
(Vestibularis), sehingga pasien tidak mampu mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan berjalan.
2.

Kelemahan otot

Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan aktivitas. Mereka lebih sering untuk berbaring
atau tiduran, sehingga berbaring yang terlalu lama dan gerak yang terbatas dapat menyebabkan
kelemahan otot.
B.

konsep Keperawatan

1. Pengkajian
a.

Pengumpulan Data

1.

Anamnesa

a.

Identitas Klien

Identitas biasanya berisi tentang nama, umur, alamat, pendidikan, agama, pekerjaan, dll
b.

Keluhan Utama

Keluhan yang dirasakan pasien pada saat dilakukan pengkajian. Biasanya pada pasien vertigo keluhan
utama yang dirasakan yaitu nyeri kepala hebat serta pusing.
c.

Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit. Pada pasien vertigo tanyakan adakah
pengaruh sikap atau perubahan sikap terhadap munculnya vertigo, posisi mana yang dapat memicu
vertigo.
d.

Riwayat Penyakit Dahulu

Adakah riwayat trauma kepala, penyakit infeksi dan inflamasi dan penyakit tumor otak. Riwayat
penggunaan obat vestibulotoksik missal antibiotik, aminoglikosid, antikonvulsan dan salisilat
e.

Riwayat Penyakit keluarga

Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga lain atau riwayat penyakit lain baik
bersifat genetic maupun tidak.
f.

Riwayat Psikososial

Di kaji emosi klien, body image klien, harga diri, interaksi klien terhadap keluarga dan data spiritual klien.
g.

Pola-Pola fungsi Kesehatan

Pola Fungsi dan tata laksana kesehatan


Adakah kecemasan yang dia lihatkan oleh kurangnya pemahaman pasien dan keluarga mengenai
penyakit, pengobatan dan prognosa.
Pola nutrisi dan metabolism
Adakah nausea dan muntah
Pola eliminasi
Bagaimana BAK dan BABnya, lancar atau tidak
Pola tidur dan istirahat
Dikaji bagaimana tidur klien nyenyak atau tidak, berapa lama tidur klien, pada pasien vertigo biasanya
pasien mengalami gangguan tidur.
Aktivitas

Biasanya pada pasien vertigo aktivitasnya kurang, klien sering mengalami Letih, lemah, Keterbatasan
gerak, Ketegangan mata, kesulitan membaca, Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri
kepala, Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau karena perubahan
cuaca.
Pola hubungan peran
Meliputi hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat sekitar
Pola presepsi dan konsep diri
Bagaimana klien menggambarkan dirinya terkait dengan penyakitnya.
Pola sensori dan kognitif
Bagaimana klien menghadapi rasa sakit ? apakah mengalami penurunan panca indra?
Pola reproduksi seksual
Dikaji bagaimana hubungan seksual klien dengan pasangannya, apakah ada gangguan atau tidak
Pola penanggulangan stress
Meliputi penyebab stress, koping terhadap stress.
Pola tata nilai dan keyainan
Di kaji tentang agama yang di anut klien
b.

Pemeriksaan Fisik

1.

Gambaran Umum

Kesadaran

Compos mentis, apatis, somnolen, stupor atau koma

Penampilan

Tidak tampak sakit, sakit ringan, sakit sedang atau sakit berat

TPRS

Meliputi BB, TB, Tekanan darah, suhu, nadi RR


2.

Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

Sistem integument

Inspeksi : Di lihat warna kulit.

Palpasi : kelembaban kulit, turgor kulit (normalnya kembali dalam 2detik)

Kepala

Inspeksi : Bentuk kepala, warna rambut,


Palpasi : kekuatan rambut (rontok/tidak), ada nyeri tekan

Leher

Palpasi : ada pembesaran kelenjar getah beting dan kelenjar tyroid atau tidak

Muka

Inspeksi :Bentuk muka, ekspresi muka

Mata

Inspeksi : Biasanya pada pasien vertigo Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak

Telinga

Inspeksi : Bentuk telinga simetris atau tidak, ada kotoran atau tidak
Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak

Hidung

Inspeksi: Bentuk hidung, adanya secret atau tidak


Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak

Mulut dan Faring

Inspeksi : mulut simetris atau tidak, kebersihannya


Palpasi : ada nyeri tekan tidak, ada benjolan tidak

Thorax

Inspeksi : ada retraksi dinding dada atau tidak


Palpasi : pergerakan dinding dada simetris atau tidak
Perkusi : bagaimana suara ketukannya

Paru

Inspeksi : simetris atau tidak


Palpasi : ada benjolan atau tidak
Auskultasi : biasanya pada pasien vertigo Tidak ada weezing, rhonki

Jantung

Auskultasi : Pada pasien vertigo S1 dan S2 tunggal

Abdomen

Inspeksi : Dilihat bentuk abdomen,


Palpasi : pembesaran hati dan limpanya di kaji
Auskultasi : bising usus
3. Sistem neurologi
a. Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman
Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang baunya mudah dikenal
seperti sabun, tembakau, kopi
Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
b. Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk
satunya.
Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung pemeriksa
yang memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung
memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
c. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari
dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena
sinar.

Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan
obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.
d. Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan bawah.
-

Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.

Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.

Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal
dan masseter.
e. Test nervus VII (Facialis)
Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup
mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena
akan merangsang pula sisi yang sehat.
Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk : tersenyum, mengerutkan
dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha membukanya
f. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau
menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau
tidak.
g. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian
pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior.
N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx,
tonsil dan palatum lunak.
Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan ah) apakah simetris dan tertarik keatas.
Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong spatel, akan terlihat
klien seperti menelan.

h. Test nervus XI (Accessorius)


Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah Sternocledomastodeus dapat terlihat ?
apakah atropi ? kemudian palpasi kekuatannya.
Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan -test otot trapezius.
i.

Nervus XII (Hypoglosus)

Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan


Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk menggerakkan
ke kiri dan ke kanan.
c.

Pemeriksaan Diagnostik

a.

Pemeriksaan Radiologi

X-foto kepala posisi Stenver dan Towne, foto mastoid, foto vertebra servikal, CT scan, MRI dsb (atas
indikasi).
b.

Pemeriksaan Laboratorium dan EKG

c.

Pemeriksaan lain-lain

Pemeriksaan audiologi: tes garpu tala, audiometrik nada murni, audiometrik nada tutur, SISI tes,
Tone Deccay tes, timpanometri, reflek stapedius, dan apabila ada fasilitas dapat dilakukan BERA (atas
indikasi).

Tes kalori, elektronistagmografi, posturografi (atas indikasi).

2. Diagnosa Keperawatan
a.

Resiko jatuh b.d kerusakan keseimbangan (N. VIII)

b.

Intoleransi aktivitas b.d tirah baring

c.

Resiko kurang nutrisi b.d tidak adekuatnya input makanan

d.

Gangguan persepsi pendengaran b.d tinitus

e.

Koping individu tidak efektif b.d metode koping tidak adekuat

3.

Intervensi Keperawatan

No
Diagnose keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Resiko jatuh b.d Kerusakan keseimbangan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah risiko jatuh dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
Klien dapat mempertahankan keseimbangan tubuhnya
Klien dapat mengantisipasi resiko terjadinya jatuh
1. Kaji tingkat energi yang dimiliki klien
2. Berikan terapi ringan untuk mempertahankan kesimbangan
3. Ajarkan penggunaan alat-alat alternatif dan atau alat-alat bantu untuk aktivitas klien.
4. Berikan pengobatan nyeri (pusing) sebelum aktivitas
1. Energi yang besar dapat memberikan keseimbangan pada tubuh saat istirahat

2. Salah satu terapi ringan adalah menggerakan bola mata, jika sudah terbiasa dilakukan, pusing akan
berkurang.
3. Mengantisipasi dan meminimalkan resiko jatuh
4. Nyeri yang berkurang dapat meminimalisasi terjadinya jatuh.
2
Intoleransi aktivitas b.d tirah baring
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah intoleransi aktivitas dapat teratasi
Meyadari keterbatasan energi
Klien dapat termotivasi dalam melakukan aktivitas

1. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas


2. Berikan motivasi pada klien untuk melakukan aktivitas
3. Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah kelelahan.
4. Kolaborasi dengan ahli terapi okupasi
1.

Respon emosi, sosial, dan spiritual mempengaruhi kehendak klien dalam melakukan aktivitas

2.

Klien dapat bersemangat untuk melakukan aktivitas

3. Energi yang tidak stabil dapat menghambat dalam melakukan aktivitas, sehingga perlu dilakukan
manajemen waktu
4.

Terapi okupasi dapat menentukan tindakan alternatif dalam melakukan aktivitas.

3
Risiko kurang nutrisi b.d tidak adekuatnya input makanan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maslah kurang nutrisi dapat sedikit teratasi
Klien tidak merasa mual muntah
Nafsu makan meningkat
BB stabil atau bertahan

1.

Kaji kebiasaan makan yang disukai klien

2.

Pantau input dan output pada klien

3.

Ajarkan untuk makan sedikit tapi sering

4.

Kolaborasi dengan ahli gizi

1. Kebiasaan makan yang disukai dapat meningkatkan nafsu makan


2. Untuk memantau status nutrisi pada klien
3.

Mempertahankan status nutisi pada klien agar dapat meningkat atau stabil.

4. Ahli gizi dapat menentukan makanan yang tepat untuk meningkatkan kebutuhan nutrisi pada klien.
4
Gangguan persepsi pendengaran b.d tinitus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maslah gangguan perepsi sensori
pendengaran dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
Klien dapat memfokuskan pendengaran
Tidak terjadi tinitus yang berkelanjutan
Pendengaran adekuat
1.

Kaji tingkat pendengaran pada klien

2. Lakukan tes rinne, weber, atau swabah untuk mengetahui keseimbangan pendengaran saat terjadi
tinitus
3.

Ajarkan untuk memfokuskan pendengaran saat terjadi tinitus

4.

Kolaborasi penggunaan alat bantu pendengaran

1.

Mengetahui tingkat kemaksimalan pendengaran pada klien untuk menentukan terapi yang tepat.

2.

Mengetahui keabnormalan yang terjadi akibat tinitus

3.

Mempertahankan keadekuatan pendengara

4.

Memaksimalkan pendengaran pada klien

5
Koping individu tidak efektif b.d metode koping tidak adekuat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah koping individu tidak efektif dapat
teratsi.
Kriteria Hasil :
Klien dapat menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan pendengaran
Klien dapat mengatasi dengan tindakan mandiri
1. Kaji kemampuan klien dalam mempertahankan keadekuatan pendengaran
2. Berikan motivasi dalam menerima keadaan fisiknya
3. Ajarkan cara mengatasi masalah pendengaran akibat pusing yang diderita
4. Kolaborasi pemberian antidepresan sedatif, neurotonik, atau transquilizer serta vitamin dan
mineral.
1.

Mengetahui batas maksimal kemampuan pendengaran klien

2.

Klien tidak mengalami depresi akibat keadaan fisiknya

3.

Pusing yang terjadi dapat memunculkan tinitus

4.

Obat untuk mengatasi tinitus.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad soepardi, efiaty dan Nurbaiti.2002. Buku ajar ilmu kesehatan telingahidung tenggorok kepala
leher edisi ke lima. Jakarta : Gaya Baru
Lumbantobing, SM. Vertigo Tujuh Keliling. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2003
Santosa, Budi.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.Alih bahasa.Jakarta : Prima
Medika
Wilkinson, Judith M.2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC.Jakarta : EGC
Pitriono Zinbe.2013. Asuhan Keperawatan Vertigo
http://fitrotzinbe.blogspot.com/2013/05/asuhan-keperawatan-vertigo.html. diakses tanggal 13
november 2013, pukul 21.30 WIB
http://lisnawati19.blogspot.com/2013/12/laporan-pendahuluan-vertigo.html

Vous aimerez peut-être aussi