Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
LAPORAN PENDAHULUAN
VERTIGO
A.
1.
Konsep Dasar
Definisi
Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk gangguan keseimbangan atau gangguan orientasi
di ruangan. Banyak system atau organ tubuh yang ikut terlibat dalam mengatur dan mempertahankan
keseimbangan tubuh kita. Keseimbangan diatur oleh integrasi berbagai sistem diantaranya sistem
vestibular, system visual dan system somato sensorik (propioseptik). Untuk memperetahankan
keseimbangan diruangan, maka sedikitnya 2 dari 3 sistem system tersebut diatas harus difungsikan
dengan baik. Pada vertigo, penderita merasa atau melihat lingkunganya bergerak atau dirinya bergerak
terhadap lingkungannya. Gerakan yang dialami biasanya berputar namun kadang berbentuk linier
seperti mau jatuh atau rasa ditarik menjauhi bidang vertikal. Pada penderita vertigo kadang-kadang
dapat kita saksikan adanya nistagmus. Nistagmus yaitu gerak ritmik yang involunter dari pada bolamata.
(Lumban Tobing. S.M, 2003).
Vertigo adalah sensasi berputar atau pusing yang merupakan suatu gejala, penderita merasakan bendabenda disekitarnya bergerak gerak memutar atau bergerak naik turun karena gangguan pada sistem
keseimbangan. (Arsyad Soepardi efiaty dan Nurbaiti, 2002).
2.
a.
Etiologi
Otologi 24-61% kasus
Meniere Desease
Otitis Media
b.
Gangguan visus
Gangguan serebelum
Multiple sklerosis
Vertigo servikal
c.
Aritmia kordis
Penyakit koroner
Infeksi
glikemia
d.
Depresi
Fobia
Anxietas
Psikosomatis
e.
Fisiologik
3.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis pada klien dengan vertigo yaitu Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala
sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah,
lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan
kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.
Pasien Vertigo akan mengeluh jika posisi kepala berubah pada suatu keadaan tertentu. Pasien akan
merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke
sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau jika kepala
digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10 detik. Kadang-kadang disertai rasa
mual dan seringkali pasien merasa cemas.Penderita biasanya dapat mengenali keadaan ini dan berusaha
menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat menimbulkan vertigo. Vertigo tidak akan
terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara aksial tanpa ekstensi, pada hampir sebagian besar
pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam beberapa hari atau
beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga sampai beberapa tahun.
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan kepala terasa pusing berputar pada perubahan posisi kepala
dengan posisi tertentu. Secara klinis vertigo terjadi pada perubahan posisi kepala dan akan berkurang
serta akhirnya berhenti secara spontan setelah beberapa waktu. Pada pemeriksaan THT secara umum
tidak didapatkan kelainan berarti, dan pada uji kalori tidak ada paresis kanal.
Uji posisi dapat membantu mendiagnosa vertigo, yang paling baik adalah dengan melakukan manuver
Hallpike : penderita duduk tegak, kepalanya dipegang pada kedua sisi oleh pemeriksa, lalu kepala
dijatuhkan mendadak sambil menengok ke satu sisi. Pada tes ini akan didapatkan nistagmus posisi
dengan gejala :
1.
Penderita vertigo akan merasakan sensasi gerakan seperti berputar, baik dirinya sendiri atau
lingkungan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
4.
Patofisiologi
Vertigo disebabkan dari berbagai hal antara lain dari otologi seperti meniere, parese N VIII, otitis media.
Dari berbagai jenis penyakit yang terjadi pada telinga tersebut menimbulkan gangguan keseimbangan
pada saraf ke VIII, dapat terjadi karena penyebaran bakteri maupun virus (otitis media).
Selain dari segi otologi, vertigo juga disebabkan karena neurologik. Seperti gangguan visus, multiple
sklerosis, gangguan serebelum, dan penyakit neurologik lainnya. Selain saraf ke VIII yang terganggu,
vertigo juga diakibatkan oleh terganggunya saraf III, IV, dan VI yang menyebabkan terganggunya
penglihatan sehingga mata menjadi kabur dan menyebabkan sempoyongan jika berjalan dan merespon
saraf ke VIII dalam mempertahankan keseimbangan.
Hipertensi dan tekanan darah yang tidak stabil (tekanan darah naik turun). Tekanan yang tinggi
diteruskan hingga ke pembuluh darah di telinga, akibatnya fungsi telinga akan keseimbangan
terganggudan menimbulkan vertigo. Begitupula dengan tekanan darah yang rendah dapat mengurangi
pasokan darah ke pembuluh darah di telinga sehingga dapat menyebabkan parese N VIII.
Psikiatrik meliputi depresi, fobia, ansietas, psikosomatis yang dapat mempengaruhi tekanan darah pada
seseorang. Sehingga menimbulkan tekanan darah naik turun dan dapat menimbulkan vertigo dengan
perjalanannya seperti diatas. Selain itu faktor fisiologi juga dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan. Karena persepsi seseorang berbeda-beda.
5.
Klasipikasi
Yang disertai keluhan telinga : Termasuk kelompok ini adalah : Morbus Meniere, Arakhnoiditis
pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa cranii posterior, kelainan gigi/
odontogen.
Yang tanpa disertai keluhan telinga : Termasuk di sini adalah : Serangan iskemi sepintas
arteriavertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigode Lenfance), Labirin
picu (trigger labyrinth).
Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi :Termasuk di sini adalah : Vertigo posisional
paroksismal laten, Vertigo posisional paroksismal benigna.
2. Vertigo kronis Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa (Cermin DuniaKedokteran
No. 144, 2004: 47) serangan akut, dibedakan menjadi:
Yang disertai keluhan telinga : Otitis media kronika, meningitis Tb,labirintitis kronis, Lues serebri,
lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor serebelopontin.
Tanpa keluhan telinga : Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pascakomosio, pelagra,
siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainanokuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan
kardiovaskuler, kelainanendokrin.
Disertai keluhan telinga : Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitisakuta, perdarahan labirin,
neuritis n.VIII, cedera pada auditivainterna/arteria vestibulokoklearis.
6.
Pemeriksaan Penunjang
Meliputi uji tes keberadaan bakteri melalui laboratorium, sedangkan untuk pemeriksaan diagnostik yang
penting untuk dilakukan pada klien dengan kasus vertigo antara lain:
1.
Pemeriksaan fisik
a.
Pemeriksaan mata
b.
c.
Pemeriksaan neurologik
d.
Pemeriksaan otologik
e.
2.
Pemeriksaan khusus
a.
ENG
b.
c.
Psikiatrik
3.
Pemeriksaan tambahan
a.
b.
EEG, EM
7.
Penatalaksanaan
a.
Penatalaksanaan Medis
Beberapa terapi yang dapat diberikan adalah terapi dengan obat-obatan seperti :
1.
Anti kolinergik
Simpatomimetika
Golongan antihistamin
Golongan ini, yang menghambat aktivitas nukleus vestibularis adalah:
a.
b.
Jika terapi di atas tidak dapat mengatasi kelainan yang diderita dianjurkan untuk terapi bedah. Terapi
menurut (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 48) Terdiri dari :
Terapi kausal
sebagian besar kausa vertigo tidak diketahui penyebabnya, sehingga terapi biasanya bersifat
simtomatik. Terapi kausal disesuaikan dengan faktor penyebabnya.
Terapi simtomatik
ditujukan kepada 2 gejala utama yaitu rasa berputar dan gejala otonomnya. Pemilihan obat-obat anti
vertigo tergantung pada efek obat bersangkutan, berat ringan vertigo dan fasenya. Misalnya pada fase
akut dapat diberikan obat penenang untuk menghilangkan rasa cemas, disamping anti vertigo lainnya.
Terapi Rehabilitasi
Bertujuan untuk membangkitkan dan meningkatkan kompensasi sentral dan habituasi pada pasien
dengan gangguan vestibuler. Beberapa bentuk latihan yang dapat dilakukan adalah latihan vestibuler,
latihan visual vestibuler atau latihan berjalan.
b.
Penatalaksanaan Keperawatan
a.
Karena gerakan kepala memperhebat vertigo, pasien harus dibiarkan berbaring diam dalam
kamar gelap selama 1-2 hari pertama.
b.
Fiksasi visual cenderung menghambat nistagmus dan mengurangi perasaan subyektif vertigo pada
pasien dengan gangguan vestibular perifer, misalnya neuronitis vestibularis. Pasien dapat merasakan
bahwa dengan memfiksir pandangan mata pada suatu obyek yang dekat, misalnya sebuah gambar atau
jari yang direntangkan ke depan, temyata lebih enak daripada berbaring dengan kedua mata ditutup.
c.
Karena aktivitas intelektual atau konsentrasi mental dapat memudahkan terjadinya ver-tigo,
maka rasa tidak enak dapat diperkecil dengan relaksasi mental disertai fiksasi visual yang kuat.
d.
Bila mual dan muntah berat, cairan intravena harus diberikan untuk mencegah dehidrasi.
e.
Bila vertigo tidak hilang. Banyak pasien dengan gangguan vestibular perifer akut yang belum
dapat memperoleh perbaikan dramatis pada hari pertama atau kedua. Pasien merasa sakit berat dan
sangat takut mendapat serangan berikutnya. Sisi penting dari terapi pada kondisi ini adalah pernyataan
yang meyakinkan pasien bahwa neuronitis vestibularis dan sebagian besar gangguan vestibular akut
lainnya adalah jinak dan dapat sembuh. Dokter harus menjelaskan bahwa kemampuan otak untuk
beradaptasi akan membuat vertigo menghilang setelah beberapa hari.
f.
Latihan vestibular dapat dimulai beberapa hari setelah gejala akut mereda. Latihan ini untuk
rnemperkuat mekanisme kompensasi sistem saraf pusat untuk gangguan vestibu-lar akut
8.
1.
Komplikasi
Cidera fisik
Pasien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan akibat terganggunya saraf VIII
(Vestibularis), sehingga pasien tidak mampu mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan berjalan.
2.
Kelemahan otot
Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan aktivitas. Mereka lebih sering untuk berbaring
atau tiduran, sehingga berbaring yang terlalu lama dan gerak yang terbatas dapat menyebabkan
kelemahan otot.
B.
konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a.
Pengumpulan Data
1.
Anamnesa
a.
Identitas Klien
Identitas biasanya berisi tentang nama, umur, alamat, pendidikan, agama, pekerjaan, dll
b.
Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan pasien pada saat dilakukan pengkajian. Biasanya pada pasien vertigo keluhan
utama yang dirasakan yaitu nyeri kepala hebat serta pusing.
c.
Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit. Pada pasien vertigo tanyakan adakah
pengaruh sikap atau perubahan sikap terhadap munculnya vertigo, posisi mana yang dapat memicu
vertigo.
d.
Adakah riwayat trauma kepala, penyakit infeksi dan inflamasi dan penyakit tumor otak. Riwayat
penggunaan obat vestibulotoksik missal antibiotik, aminoglikosid, antikonvulsan dan salisilat
e.
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga lain atau riwayat penyakit lain baik
bersifat genetic maupun tidak.
f.
Riwayat Psikososial
Di kaji emosi klien, body image klien, harga diri, interaksi klien terhadap keluarga dan data spiritual klien.
g.
Biasanya pada pasien vertigo aktivitasnya kurang, klien sering mengalami Letih, lemah, Keterbatasan
gerak, Ketegangan mata, kesulitan membaca, Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri
kepala, Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau karena perubahan
cuaca.
Pola hubungan peran
Meliputi hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat sekitar
Pola presepsi dan konsep diri
Bagaimana klien menggambarkan dirinya terkait dengan penyakitnya.
Pola sensori dan kognitif
Bagaimana klien menghadapi rasa sakit ? apakah mengalami penurunan panca indra?
Pola reproduksi seksual
Dikaji bagaimana hubungan seksual klien dengan pasangannya, apakah ada gangguan atau tidak
Pola penanggulangan stress
Meliputi penyebab stress, koping terhadap stress.
Pola tata nilai dan keyainan
Di kaji tentang agama yang di anut klien
b.
Pemeriksaan Fisik
1.
Gambaran Umum
Kesadaran
Penampilan
Tidak tampak sakit, sakit ringan, sakit sedang atau sakit berat
TPRS
Sistem integument
Kepala
Leher
Palpasi : ada pembesaran kelenjar getah beting dan kelenjar tyroid atau tidak
Muka
Mata
Inspeksi : Biasanya pada pasien vertigo Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak
Telinga
Inspeksi : Bentuk telinga simetris atau tidak, ada kotoran atau tidak
Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak
Hidung
Thorax
Paru
Jantung
Abdomen
Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan
obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.
d. Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan bawah.
-
Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal
dan masseter.
e. Test nervus VII (Facialis)
Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup
mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena
akan merangsang pula sisi yang sehat.
Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk : tersenyum, mengerutkan
dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha membukanya
f. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau
menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau
tidak.
g. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian
pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior.
N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx,
tonsil dan palatum lunak.
Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan ah) apakah simetris dan tertarik keatas.
Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong spatel, akan terlihat
klien seperti menelan.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Pemeriksaan Radiologi
X-foto kepala posisi Stenver dan Towne, foto mastoid, foto vertebra servikal, CT scan, MRI dsb (atas
indikasi).
b.
c.
Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan audiologi: tes garpu tala, audiometrik nada murni, audiometrik nada tutur, SISI tes,
Tone Deccay tes, timpanometri, reflek stapedius, dan apabila ada fasilitas dapat dilakukan BERA (atas
indikasi).
2. Diagnosa Keperawatan
a.
b.
c.
d.
e.
3.
Intervensi Keperawatan
No
Diagnose keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Resiko jatuh b.d Kerusakan keseimbangan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah risiko jatuh dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
Klien dapat mempertahankan keseimbangan tubuhnya
Klien dapat mengantisipasi resiko terjadinya jatuh
1. Kaji tingkat energi yang dimiliki klien
2. Berikan terapi ringan untuk mempertahankan kesimbangan
3. Ajarkan penggunaan alat-alat alternatif dan atau alat-alat bantu untuk aktivitas klien.
4. Berikan pengobatan nyeri (pusing) sebelum aktivitas
1. Energi yang besar dapat memberikan keseimbangan pada tubuh saat istirahat
2. Salah satu terapi ringan adalah menggerakan bola mata, jika sudah terbiasa dilakukan, pusing akan
berkurang.
3. Mengantisipasi dan meminimalkan resiko jatuh
4. Nyeri yang berkurang dapat meminimalisasi terjadinya jatuh.
2
Intoleransi aktivitas b.d tirah baring
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah intoleransi aktivitas dapat teratasi
Meyadari keterbatasan energi
Klien dapat termotivasi dalam melakukan aktivitas
Respon emosi, sosial, dan spiritual mempengaruhi kehendak klien dalam melakukan aktivitas
2.
3. Energi yang tidak stabil dapat menghambat dalam melakukan aktivitas, sehingga perlu dilakukan
manajemen waktu
4.
3
Risiko kurang nutrisi b.d tidak adekuatnya input makanan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maslah kurang nutrisi dapat sedikit teratasi
Klien tidak merasa mual muntah
Nafsu makan meningkat
BB stabil atau bertahan
1.
2.
3.
4.
Mempertahankan status nutisi pada klien agar dapat meningkat atau stabil.
4. Ahli gizi dapat menentukan makanan yang tepat untuk meningkatkan kebutuhan nutrisi pada klien.
4
Gangguan persepsi pendengaran b.d tinitus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maslah gangguan perepsi sensori
pendengaran dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
Klien dapat memfokuskan pendengaran
Tidak terjadi tinitus yang berkelanjutan
Pendengaran adekuat
1.
2. Lakukan tes rinne, weber, atau swabah untuk mengetahui keseimbangan pendengaran saat terjadi
tinitus
3.
4.
1.
Mengetahui tingkat kemaksimalan pendengaran pada klien untuk menentukan terapi yang tepat.
2.
3.
4.
5
Koping individu tidak efektif b.d metode koping tidak adekuat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah koping individu tidak efektif dapat
teratsi.
Kriteria Hasil :
Klien dapat menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan pendengaran
Klien dapat mengatasi dengan tindakan mandiri
1. Kaji kemampuan klien dalam mempertahankan keadekuatan pendengaran
2. Berikan motivasi dalam menerima keadaan fisiknya
3. Ajarkan cara mengatasi masalah pendengaran akibat pusing yang diderita
4. Kolaborasi pemberian antidepresan sedatif, neurotonik, atau transquilizer serta vitamin dan
mineral.
1.
2.
3.
4.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad soepardi, efiaty dan Nurbaiti.2002. Buku ajar ilmu kesehatan telingahidung tenggorok kepala
leher edisi ke lima. Jakarta : Gaya Baru
Lumbantobing, SM. Vertigo Tujuh Keliling. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2003
Santosa, Budi.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.Alih bahasa.Jakarta : Prima
Medika
Wilkinson, Judith M.2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC.Jakarta : EGC
Pitriono Zinbe.2013. Asuhan Keperawatan Vertigo
http://fitrotzinbe.blogspot.com/2013/05/asuhan-keperawatan-vertigo.html. diakses tanggal 13
november 2013, pukul 21.30 WIB
http://lisnawati19.blogspot.com/2013/12/laporan-pendahuluan-vertigo.html