Vous êtes sur la page 1sur 14

POST OP KATARAK

A.

Pengertian

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jerih dan lensa yang berkabut
atau opak.( Suzanne C. Smeltzer. 2001)
Katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah gambaran yang
diproyeksikan pada retina.
( Indriyana N. Istiqomah. 2005)
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa dan denaturasi protein.
( Sidarta Ilyas. 2003)
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh.
( Sidarta Ilyas. 2004)

B.

Etiologi

Sebagian besar katarak terjadi karena proses degenerati stsu bertambahnya usia
seseorang. Usia rata-rata faktor terjadinya katarak diatas usia 60 tahun, akan tetapi katarak
juga dapat terjadi pada usia bayi/ neonatus karena terinveksi virus saat kehamilan usia muda.
Ada beberapa penyebab yaitu lensa katarak yang keruh terjadi karena kelainan bawaan,
proses ketuaan, penyakit umum seperti diabetes, penggunaan obat khususnya steroid, mata
tanpa pelindung yang terkena sinar matahari yang lama, rokok atau alkohol, operasi mata
sebelumnya, trauma (kecelakaan) pada mata dan faktor lain yang belum diketahui.

C.

Patofisiologi

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan yang berbentuk
seperti kancing baju yang memepunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung
tiga komponen anatomis, pada zona sentral terdapat nukleus, korteks pada perifer sedangkan
kapsul adalah bagian yang menegelilingi korteks dan nukleus.

Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat


kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nukleus, opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna
tampak seperti kristal salju pada jendela.

Perubahan fisik dn kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.


Perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang dari badan siliar kesekitar
daerah luar lensa yang meneyebabkan penglihatan distorsi. Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya keretina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal
terjadi disertai influks air kedalam lesa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tengang
dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peran dalam melindungi lesa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.

Manifestasi dari katarak biasany ditandai dengan adanya laporan dari klien terjadi
penurunan penglihatan, silau dan gangguan fungsional sampai derajat yang diakibatkan
kehilangan penglihatan, pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina
tidak tamak dengan oftalmoskop, pandangan kabur atau redup, distorsi hingga susah melihat
dimalam hari. Komplikasi pada katarak, penyulit yang terjadi berupa visus tidak akan mampu
mencapai 5/5, ampliopia dan kehilangan penglihatan.

D.

Penatalaksanaan Medis

1.

Konserfatif

a.

Farmakoterapi

1) Asetalozamid/ metazolamid yaitu bekerja menurunkan TIO misalnya midriasil.


2) Obat obat simtomatik berupa fenilefrin untuk vasokontriksi dan midriasis.
3) Parasimpatolitik untuk menyebabkan paralisis dan menyebabkan otot siliaris tidak dapat
menggerakan lensa.
b.

Non Farmakoterapi

1) Pengguna kacamata untuk membantu penglihatan yang kurang


2) Diit Lunak

2.

Operatif

a.

Ekstracapsular Cataract Extrractie (ECCE)


Korteks dan nukleus diangkat , kapsul posterior ditinggalkan untuk menegah prolaps
vitrus, untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet dan memberikan sokongan untuk
implantasi lensa intraokuler.

b.

Intracapsular Cataract Extrractie (ICCE)


Pada pembedahan jenis ini lensa diangkat seluruhnya. Keuntungan dari prosedur adalah
kemudahan prosedur ini dilakukan. Sedangkan kerugiannya , mata beresiko tinggi
mengalami retinal detachment dan mengangkat struktur penyongkong dan penanaman
lensa intraokuler.

E.

Asuhan Keperawatan Post Operasi

1.

Pengkajian

a.

Aktivitas / Istirahat
Gejala : perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan

b.

Makanan / Cairan
Gejala : Mual / Muntah (glaukoma akut)

c.

Neurosensori
Gejala : Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan
dekat/merasa di ruang gelap (katarak). penglihatan berawan, kabur, tampak lingkaran
cahaya/pelangi di sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma
akut).

d.

Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Ketidaknyamanan ringan / maya berair (glaukoma kronis). Nyeri tiba-tiba berat
menetap / tekanan pada air mata , sakit kepala (glaukoma akut).

e.

Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Riwayat glaukoma diabetes, gangguan sistem voskuler, riwayat stress. Alergi :
Gangguan vasomotor (contoh peningkatan tekanan vera), keseimbangan endokrin,
diabetes (glaukoma).

f.

Kolesterol serum dan pemeriksa lipid : untuk memastikan adanya arteriasklerosis

g. Tes toleransi glukosa : mungkin meningkat adanya diabetes.


h. Pemeriksaan diagnostik :

1) Kartu mata snellen / mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan


kornea, lensa, aqoeus /vitreus humor, kerusakan refraksi, penyakit sistem
syaraf,penglihatan retina.
2) Lapang penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3) Pengukuran tonografi : TIO (12-25 mmHg)
4) Pengukuran ginioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5) Tes provokatif : menentukan adanya tipe glukoma.
6) Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema
perdarahan.
7) Darah lengkap LED : menentukan anemi sistemik / infeksi.
8) EKG, Kolesterol, Lipid, Serum
9) Tes toleransi glukoma : kontrol DM

F.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa post op katarak


1.

Resiko tinggi cidera berhubungan dengan peningkatan TIO.

2.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah pengangkatan


katarak).

3. Gangguan

sensori

perseptual

penglihatan

berhubungan

dengan

gangguan

penerimaan sensori/ status organ indra.


4.

Kurang pengetahuan kebutuhan belajar tentang kondisi, prognosis pengobatan


berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.

G.

Perencanaan

1.

Perubahan sensori perseptual (visual) yang berhubungan dengan kekeruhan pada


lensa mata.
Tujuan
Kriteria hasil

: tidak terjadi perubahan visual


: dapat mendemonstrasikan peningkatan kemampuan untuk

memproses rangsangan visual dan mengkomunikasikan pembatasan pandangan.


PerencanaaN
a.

Kaji dan dokumentasikan ketajaman penglihatan (visus) dasar.

b. Dapatkan deskriptif fungsi tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilihat oleh
klien.
c.

Adaptasikan lingkungan klien dengan kebutuhan lingkungan.

d.

Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang disukai klien.

e.

Beritahu klien bentuk-bentuk

rangsangan alternatif (radio,

TV dan

percakapan).

2.

f.

Berikan sumber rangsangan sesuai permintaan.

g.

Rujuk klien ke pelayanan yang memberikan bantuan seperti buku percakapan

h.

Kolaborasi untuk pembedahan.

Takut yang berhubungan dengan kehilangan pandangan komplet, jadwal


pembedahan, atau ketidakmampuan mendapatkan pandangan.
Tujuan
Kriteria hasil

: rasa takut berkurang dan tidak ditemukan.


: tidak terjadi perdarahan intra okuler dan tidak ada peningkatan

tekanan intra okuler.


Perencanaan
a.

Ajarkan tanda dan gejala komplikasiyang harus dilaporkan pada dokter dengan
segera, meliputi meningkatnya nyeri mata, keluarnya diskar purulen,
penurunan visus, demam, meningkatnya nyeri dahi.

b.

Instruksikan untuk tidak mengejan saat defekasi

c.

Kaji derajat dan durasi gangguan visual, dorong percakapan untk mengetahui
keprihatinan pasien, perasaan dan tingkat pemahaman.

d.

Orientasikan pasien pada ligkungan baru.

e.

Jelaskan rutinitas perioperatif.

f.

Dorong untuk menjalankan kebiasaan atau orang yang berarti dalam perawatan
pasien.

3.

Resiko cidera berhubungan dengan penurunan visus, umur atau berada pada
lingkungan yang tidak dikenal.
Tujuan
Kriteria hasil

: tidak terjadi cidera atau gangguan visual akibat jatuh


: klien mampu mengidentifikasi hal yang dapat meningkatkan

risiko cidera. Klien mampu menyingkirkan benda yang berbahaya dari lingkungan.
Dapat melaporkan tidak mengalami cidera.

a.

Beritahu klien bahwa penutupan mata dengan bebat dan/ atau shield
menyebabka pandangan monokulera atau mempersempit lapang pandang.

4.

b.

Kurangi resiko bahaya dari lingkungan pasien.

c.

Beritahu klien untuk mengubah posisi secara perlahan.

d.

Beritahu klien agar tidak meraih benda untuk stabilitas saat ambulasi.

e.

Dorong klien untuk menggunakan peralatan adaptif mis., tongkat.

Resiko infeksi berhubungan Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan


pertahanan primer
Tujuan

: Pertahanan primer yang adekuat

Kriteria hasil

: Pencapaian pemulihan luka tepat waktu

Perencanaan

5.

a.

Pantau tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu

b.

Observasi pernyataan adanya inflamasi.

c.

Pantau pernafasan dan bunyi nafas.

d.

Observasi terhadap tanda dan gejala peningkatan nyeri.

e.

Pertahankan perawatan aseptik.

f.

Berikan obat sesuai indikasi.

Isolasi sosial yang berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan, takut,


cedera, penurunan kemampuan mengendalikan komunitas atau takut malu.
Tujuan

: tumbuhnya rasa percaya diri pasien dan pandangan mata tetap

kontak.
Kriteria hasil : keluarga memberikan bantuan dalam penatalaksanaan pengobatan
dan perawatan mata pasca operasi.
Perencanaan
a.

Jelaskan rutinitas pre dan post operasi katarak padaklien serta libatkan
keluarga dalam penjelasan yang berubungan dengan perawatan pasca operasi.

b.

6.

Beritahu klien dan keluarga tentangobat mata yang digunakan.

Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan terbatasnya informasi atau


kesalahan interpretasi informasi yang sudah didapat sebelumnya.
Tujuan

: klien mengerti akan informasi seputar katarak

Kriteria hasil

: kembali kerumah dan bisa merawat diri dengan aman dalam

lingkungan yang telah disiapkan. Menembangangkan rencana perawatan diri dalam


perubahan hidup yan diinginkan.
Perencanaan
a.

Diskusikan tempat yang diinginkan klien untuk pemulihan pasca operasi.

b.

Diskusikan kemampuan klien sekarang untuk memenuhi kebutuhan perawatan


diri dan aktivitas sehari-hari klien.

c.

Evaluasi bagaimana kemampuan fungsi klien sekarang akan terpengaruh oleh


pembatasan aktivitas dan kebutuhan perawatan pasca operasi.

7.

d.

Bantu klien menentukan sisi realistik untuk pemulihan pasca operasi.

e.

Ajarkan klien aktivitas perawatan diri yang diperlukan.

f.

Bantu klien untuk menentukan aktivitas apa yang akan memerlukan bantuan.

g.

Evaluasi sumber-sumber bantuan.

Resiko tinggi cidera berhubungan dengan peningkatan TIO


Tujuan

: klien memahami faktor yang menyebabkan kemungkinan cidera.

Kriteria Hasil : menunjukan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan


faktor resiko dan untuk melindungi diri dari cidera
Perencenaan
a.

Beritahu klien apa yang terjadi pada pasca operasi tentang nyeri, pembatasan
aktivitas, penampilan, balutan mata.

b.

Batasi aktivitas klien seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,


membongkok.

c.

Berikan pasien posisi bersandar, kepala tinggi, atau keposisi yang tak sakit.

d.

Observasi pembengkakan luka bilik anterior kempres, pupil berbentuk buah


pir.

8.

Resiko tinggi infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan katarak)


Tujuan

: meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu

Kriteria Hasil : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase


purulen, eritema dan demam.
Perencanaan
a.

Beritahu klien pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/ mengobati


mata.

b.

Ajarkan tekhnik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam ke luar
dengan tissu basah untuk setiap usapan.

9.

c.

Tekankan pentingnya tidak menyentuh atau menggaruk mata yang dioperasi.

d.

Kaji tanda terjadinya infeksi.

e.

Berikan antibiotic.

Gangguan sensori perseptual penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status


organ indra.
Tujuan
Kriteria Hasil

: Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.


: Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap

perubahan
Perecanaan
a.

Kaji ketajaman penglihatan , cacat apakah satu atau dua mata terlibat

b.

Orientasikan klien terhadap lingkungan

c.

Observasi tanda-tanda dan gejala-gejala disorientasi

d.

Perhatikan tentang iritasi mata.

10. Kurang pengetahuan kebutuhan belajar tentang kondisi, prognosis, pengobatan.


Tujuan

: Klien memahami kondisi / proses penyakit.

Perenanaan
a.

Kaji informasi tentang kondisi individu

b.

Tekankan pentingnya evaluasi

c.

Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang di jual bebas

d.

Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat dan


mengejan.

H.

Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang

spesifik (lyer et al., 1996). Yang dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan
pada nursing order untui membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
(Nursalam)

Tujuan dari implementasiadalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan

kesehatan, dan memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan dapat dilaksanakan


dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi
asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi, perawat terus melakukan pengumpulan
data dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. Dan
didokumentasikan kedalam forma yang telah ditetapkan oleh instansi.

Penyususnan asuhan keperawatan melalui tiga tahap yaitu tahap persiapan, intervensi
dan pendokumentasian.
1.

Tahap persiapan

Tahap awal pelaksanaan asuhan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala


sesuatu yang diperlukan untuk melakukan intervensi. Yang meliputi kegiatan meninjau ulang
(review) asuhan keperawatan yang telah diidentifikasi pada tahap perencanaan. Menganalisis
pengetahuan dan ketrampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui kompliksai dari
intervensi keperawatan yang mungkin timbul, menentukan dan mempersiapkan peralatan
yang diperlukan, mempersiapkan lingkunngan yang kondusif sesuai dengan intervensi,
mengidentifikasi aspek hukum dan kode etik keperawatan terhadap resiko yang mungkin
muncul akibat dilakukan intervensi.

2.

Tahap Intervensi

Dalam melakuakan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap pendekatan yaitu,


independen, dependen, dan interdependen. Tindakan keperawatan secara independen adalah
suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah oleh dokter dan
tenaga kesehatan lainnya. Interdependen adalah tindakan keperawtan yang menjelaskan suatu
kegiatan dan memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, mis., tenaga sosial,
ahli gizi da dokter. Sedangkan dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan
pelaksanaan rencana tindakan medis.

3.

Tahap Dokumentasi

Implementasi asuhan keperawatan harus diikuti oleh pendokumentasian yang lengkap dan
akurat terhadap suatu kejadian yang terjadi dalam proses keperawatan. Ada tiga model
pendokumentasian yang digunakan dalam proses keperawatan, yaitu sources- oriented
records, problem-otiented records (POR), dan Computer-assicsted record.

I.

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melngkapi proses keperawatan yang


menandakan

keberhasilan

dari

diagnosis

keperawatan,

rencana

intervensi,

dan

implementasinya. Menurut griffith dan Cristensen (1986), evaluasi sebagai suatu yang
direncanakan dan perbandingan yang sistemik pada status kesehatan klien.

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini
dapat dilakukan dengan melihat respons klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
sehingga perawat dapat mengambil keputusan (lyer et al., 1996) yaitu Mengakhiri rencana
asuhan keperawatan, Memodifikasi rencana asuhan keperawatan, dan Meneruskan asuhan
keperawatan

Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi


1.

Mengukur pencapaian tujuan klien

Perawat menggunakan keterampilan pengkajian untuk mendapatkan data yang akan


digunakan dalam evaluasi. Adapun faktor yang dievaluasi mengenai status kesehatan klien
terdiri atas beberapa komponen.
a.

Kognitif (pengetahuan)

Tujuannya, mengidentifikasi pengetahuan spesifik yang diperlukan setelah klien diajarkan


teknik-teknik tertentu. Meliputi pengetahuan klien terhadap penyakitnya, mengontrol gejalagejalanya, pengobatan, diet, aktivitas, persediaan alat-alat, risiko komplikasi, gejala yang
hatus dilaporkan, pencegahan, pengukuran. Dapat diperoleh melalui :
1)

Wawancara

Cara terbaik untuk mengevaluasi pengethauan klien. Strategi untuk mengetahui tingkatan
pengetahuan klien :
a) Recall knowledge : menanyakan kepada klien untuk mengingat beberapa fakta.
b) Komprehensif : menanyakan kepada klien untuk menanyakan info yang spesifik dengan
kata-katanya sendri.
c) Aplikasi fakta : mengajak klien pada situasi hipotensi dan tanyakan intervensi yang tepat
terhadap apa yang ditanyakan.
2)

Tes tertulis

Perawat biasanya menggunakan kertas dan pensil untu mengevaluasi pengetahuan klien
terhadap hal-hal yang telah diajarkan.

b.

Afektif (status emosional )

Penilaian afektif klien cenderung bersifat subjektif dan sangat sukar dievaluasi. Ditulis dalam
bentuk perilaku yang akan memberikan suatu indikasi terhadap staus emosoi klien.
1)

Observasi secara langsung. Perawat mengobservasi ekspresi wajah, postur tubuh, nada

suara, dan isi pesan secara verbal pada waktu melakukan wawancara.
2)

Umpan balik dari profesi kesehatan lain. Perawata dapat menginformasikan profesi

kesehatan lain untuk memberikan umpan balik (feedback) mengenai hasil observasi keadaan
lien. Dapat dilakukan dengan berkomunikasi secara informal, pada saat rapat rapat tentang
keadaan klien, dan didalam laporan pergantian jam dinas. Dengan adanya umpan balik dan
tukar menukar informasi tersebut maka perawat akan mendapatkan banyak keuntungan.
c.

Psikomotor

Biasanya lebih mudah dievaluasi dibandingkan dnegan lainnya jika perlu yang dapat
diobservasi sudah diidentifikasi pada kriteria hasil (tujuan), dan dapat dilakukan observasi
perilaku secara langsung.
d. Perubahan fungsi tubuh
Evaluasi pada komponen perubahan fungsi tubuh mencakup beberapa aspek status kesehatan
klien yang dapat diobservasi. Dengan cara memfokuskan pada bagian fungsi fungsi kesehatan
klien berubah setelah dilakukan asuhan keperawatan. Evaluasi pada gejala yang spesifk
digunakan untuk menilai penurunan atau peningkatan gejala yang mempengaruhi status
kesehatan klien. Dilakukan secara langsung, wawancara, dan pemeriksaan fisik.

2.

Penentuan keputusan pada tahap evaluasi

Ada tiga kemungkinan keputsan pada tahap ini yaitu klien telah mencapai hasil yang
ditentukan dalam tujuan, klien dalam proses mencapai haisl yang ditentukan, klien tidak
dapat mencapai hasil yang telah ditentukan.

Kualitas asuhan keperawatan dapat dievaluasi pada saat proses (formatif) dan melihat
hasilnya (sumatif).
a.

Evaluasi proses

Fokus pada evaluasi proses (sumatif) adalah aktivitas dari proses keperawatandan hasil
kualitas hasil pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus terus menerus
dilaksanakan hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. Sistem penulisan pada tahap
evaluasi ini dapat memnggunakan sistem SOAP atau model dokumentasi lainnya.

b.

Evaluasi hasil. Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status

kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir
asuhan keperawatan secara paripurna. Evaluasi hasil bersifat objektif, fleksibel dan efisien.

c.

Komponen evaluasi

Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi lima komponen (pinnell dan Meneses, 1986)
1)

Menentukan kriteria, standar praktek, dan pertanyaan evaluatif

a)

Kriteria

Digunakan sebagai pedoman observasi untuk mengumpulkan data dan sebagai enentuan
kesahihan data yang terkumpul. Digunakan pada tahap evaluasi ditulis sebagai kriteria hasil
menandakan hasil akhir asuhan keperawatan.
b)

Standar praktik

Standar asuhan keperawatan dapat digunakan untuk mengevaluai praktik keperawatan secara
luas. Standar tersebut menyatakan hal yang harus dilaksanakan dan dapat digunakna sebagai
suatu model untuk kualitas pelayanan. Standar harus berdasarkan hasil, penelitian, konsep
teori, dan dapat diterima oleh praktik klinik keperawatan saat ini.
c)

Pertanyaan evaluatif

Untuk menentukan suatu kriteria dan standar, perlu digunakan pertanyaan evaluatif
(evaluative questions) sebagai dasar mengevaluasi kualitas asuhan keperawatan dan respons
klien terhadap intervensi. Pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi :
Pengkajian : apakah dapat dilakukan pengajian pada klien ?
Diagnosis : apakah diagnosis bersama dengan klien ?
Perencanaan : apakah tujuan telah diidentifikasi dalam perencanaan ?
Implementasi : apakah klien telah mengetahui tentang intervensi yang akan diberikan
Evaluasi : apakah modifikasi asuhan keperawatan diperlukan ?

2)

Mengumpulkan data mengenai status kesehatan klien yang baru terjadi

Pada tahap ini kita perlu mempertimbangkan beberapa pertanyaan. Perawat yang profesional
pertama kali mengkaji dan menyusun perencanaan adalah orang yang bertanggung jawab
dalam mengevaluasi respon klien terhadap intervens yang diberikan. Perawat lain yang
membantu dalam memberikan intervensi kepada klien harus berpartisipasi dalam proses
evaluasi. Validitas informasi meningkat jika lebih dari satu oran yang ikut melakukan
evaluasi.

3)

Menganalisis dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar

Perawat melakukan ketrampilan dalam berfikir kritus, kemamuan dalam menyelesaikan


masalah, dan kemampuan mengambil keputusan klinik. Sangat diperlukan untuk menentukan
kesesuaian dan pentingnya suatu data dengan cara membandingkan data evaluasi dengan
kriteria serta standar dan menyesuaikan asuhan keperawatan yang diberikan dengan kriteria
dan standar yang sudah ada.

4)

Merangkum hasil dan membuat kesimpulan

Pertama kali yang perlu dilaksanakan oleh perawat pada tahap ini adalahmenyimpulkan
efektivitas semua intervensi yang telah dilaksanakan. Kemudian menentukan kesimpulan
pada setiap diagnosis yang telah dilakukan intervensi.

5)

Melaksanakan intervensi yang sesuai berdasarkan kesimpulan

Pada tahap ini perawat melakuakan suatu intervensi berdasarkan hasil kesimpulan yang sudah
diperbaiki dari perencanaan ulang, tujuan, kriteria hasil, dan rencana asuhan keperawatan.
Meskipun pengkajian dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan, aspek-aspek khusus
perlu dikaji ulang dan penambahan data untuk akurasi suatu asuhan keperawatan.

d. Dokumentasi
Perawat mendokumentasikan hasil yang telah atau belum dicapai pada rekam medik (medical
record). Penggunaan istilah yang tepat perlu ditekankan pada penulisannya untuk
menghindarai salah persepsi dan ketidak jelasan dalam menyusun asuhan keperawatan lebih
lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Dongoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. ( I Made


Kariasa, dkk, penerjemah). Jakarta : EGC.

Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta : CV. Sagung Seto.

Istiqomah, Indriyana N. 2004. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta :


EGC.

Nursalam. 2007. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktek, Ed. 2. Jakarta
: Salemba Medika.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Phathophysiologi Clinical Contect Of Disease


Processe. Edisi 2. (Peter Anugrah, penerjemah). Jakarta : EGC.

Sidarta Ilyas, dkk. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Gaya Baru.

Smeltzer, C Suzanne. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. ( H. Kuacara,


dkk, penerjemah ). Jakarta : EGC.

Vous aimerez peut-être aussi