Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
perempuan pada anak sekitar 2:1. Laporan dari luar negeri menunjukkan dua
pertiga kasus anak dengan SN dijumpai pada umur kurang dari lima tahun.
Kelainan histopatologi pada SN primer meliputi nefropati lesi
minimal,nefropati
membranosa,
glomerulo-sklerosis
fokal
segmental,
1.2 Tujuan
Umum:
a. Memenuhi penugasan sebagai persyaratan dalam kegiatan perkuliahan anak
b. Mengetahui gambaran umum tentang penyakit Sindrom Nefrotik pada anak
c. Mengetahui rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
Sindrom Nefrotik
Khusus:
Mengetahui secara lengkap tentang:
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofosiologi
d. Pathways
e. Manifestasi Klinis
f. Pemeriksaan Penunjang
g. Penatalaksaan Medis
h. Komplikasi
i. Prognosis penyakit Sindrom Nefrotik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan
kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004 : 550).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh
injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria,
hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita
Yuliani, 2001: 217).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari
proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang
dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan
hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002 : 21).
Sindroma nefrotik adalah penyakit ginjal yang mengenai glomerulus
(ginjal terdiri dari tubulus, glomerulus dll.) dan ditandai proteinuria (keluarnya
protein melalui air kencing) yang masif, hipoalbuminemia (kadar albumin di
dalam darah turun), edema (bengkak) disertai hiperlipid emia (kadar lipid atau
lemak dalam darah meningkat) dan hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah
meningkat) jadi untuk memastikannya perlu pemeriksaan laboratorium. Sindroma
nefrotik biasanya menyerang anak laki-laki lebih sering dari pada anak
perempuan dengan perbandigan 2 berbanding 1 dan paling banyak pada umur 2
sampai 6 tahun ( http://www.ikcc.or.id/print.php?id=134).
anak
dengan
karakteristik
proteinuria
massif
hipoalbuminemia,
2.2 Etiologi
Sebab yang pasti belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para
ahli membagi etiologinya menjadi:
1. Sindrom nefrotik bawaan atau sindroma nefrotik primer yang 90% disebut
Sindroma nefrorik Idiopatik, diduga ada hubungan dengan genetik,
imunoligik dan alergi.
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa
neonatus. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulanbulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Sindroma nefrotik sekunder yang penyebabnya berasal dari ekstra renal
(diluar ginjal). Sindrom jenis ini timbul sebagai akibat penyakit sistemik:
a. Penyakit keturunan/metabolik
Diabetes
Amiloidosis,
penyakit
sel
sabit,
nefritis
membranoproliferatif
hipokomplementemik.
Miksedemia
b. Infeksi
Virus hepatitis B
Skistosoma
Lepra
Sifilis
Pasca streptococcus
c. Toksin/Alergi
Serangga
Bisa ular
Purpura Henoch-Schonlein
Sarkoidosis
e. Keganasan
Tumor paru
Penyakit Hodgkin
jarang
baik,
tetapi
kadang-kadang
terdapat
bagi ginjal juga bisa menyebabkan sindroma nefrotik, demikian juga halnya
dengan pemakaian heroin intravena.
Sindroma nefrotik bisa berhubungan dengan kepekaan tertentu.
Beberapa jenis sindroma nefrotik sifatnya diturunkan. Sindroma nefrotik
yang berhubungan dengan infeksi HIV (human immunodeficiency virus,
penyebab AIDS) paling banyak terjadi pada orang kulit hitam yang menderita
infeksi ini. Sindroma nefrotik berkembang menjadi gagal ginjal total dalam
waktu 3-4 bulan.
Obat-obatan
alergi
-Obat pereda nyeri - Gigitan serangga
- Kanker
yang
- Diabetes
aspirin
menyerupai
- Glomerulopati
- Senyawa emas
- Infeksi HIV
- Heroin intravena
- Leukemia
- Penisilamin
- Limfoma
- Gamopati monoclonal
- Mieloma multipel
-Lupus
eritematosus
sistemik
2.3 Patofisiologi
Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan
pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien SN.
1. Proteinuria
Ekskresi protein yang berlebihan akibat terjadi peningkatan filtrasi protein
glomerulus karena peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus
terhadap serum protein, umumnya protein plasma dengan BM rendah seperti
albumin, transferin diekskresi lebih mudah dibanding protein dengan BM
yang lebih besar seperti lipoprotein. Clearance relative plasma protein yang
berbanding terbalik dengan ukuran atau berat molekulnya mencerminkan
selektivitas proteinuria. Faktor-faktor yang menentukan derajat proteinuria:
a. Besar dan bentuk molekul protein
b. Konsentrasi plasma protein
c. Struktur dan faal integritas dinding kapiler glomerulus
d.
e.
2. Hipoalbuminemi
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan
peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya
meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin
dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun.
3. Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein
(HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan
peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer
(penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate
density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid
distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.
4. Lipiduri
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber
lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus
yang permeabel.
5. Edema
6. Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C dan
plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII,
VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan
fungsi sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI).
7. Kerentanan terhadap infeksi
Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat
ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan
peningkatan
kerentanan
terhadap
infeksi
bakteri
berkapsul
seperti
Pathways
Sindrom Nefrotik Bawaan,
Sindrom Nefrotik Sekunder,
Sindrom Nefrotik Idiopatik
Permeabilitas glomerolus
Katabolisme
albumin
Tubuh kekurangan protein
Malnutrisi
Albuminuria/proteinuria
Beban kerja
ginjal
Hipoalbuminemia
Kerusakan sel
tubulus
Tekanan onkotik
plasma intravaskuler
Gagal ginjal
Transudasi Cairan
melalui dinding
pembuluh darah
keruang interstitial
Hipokolestrolemia
Kwashiokor
Gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Volume intravaskuler
Kerusakan ginjal
Lipiduria
Kelebihan volume
Intersisial
Perfusi ginjal
Resiko kekurangan
volume cairan
Pelepasan ADH
Reabsorbsi dalam
ductus kolektivus
Reabsorbsi natrium
ditubulus ginjal
Edema
Edema
Permiabilitas
Pinggang
Perut
Acites
Resiko infeksi
Tungkai bawah
Paru
Efusi pleura
Ekspansi paru tidak
maksimal
Peritonitis
Nyeri akut
Intolerasnsi aktivitas
Suplai O2
Hipoksia
b.
c.
d.
(> 1,002-1,030)
24 jam
(> 1,015-1,025)
2. Pemeriksaan darah:
a.
Hasil pemeriksaan
1-3
Hari
Bulan
6-12
Tahun
12-18 Tahun; Pria (> 13-16 g/dl), Wanita (> 12-16 g/dl)
Hematokrit:
Umur
Hasil pemeriksaan
>2
bulan
(> 28-42 %)
6-12
tahun
(> 35-45 %)
c.
d.
Hasil pemeriksaan
1-7
tahun
8-12
tahun
13-19 tahun
e.
(0,2-0,4 mg/dl)
Anak-anak
(0,3-0,7 mg/dl)
Kliren kreatinin:
(40-65 ml/menit/1,73 m2)
3. Uji diagnostic
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin
(Betz, Cecily L, 2002 : 335).
2.7 Penatalaksanaan Medis
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit.
2. Dietetik
Pemberian diit tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap
kontra
indikasi
karena
kana
menambah
beban
glomerulus
untuk
2-3
mg/kgBB/hari. Pada pemakaian diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu
dilakukan pemantauan elektrolit darah (kalium dan natrium).
Bila pemberian diuretik tidak berhasil mengurangi edema (edema refrakter),
biasanya disebabkan oleh hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (kadar
albumin 1gram/dl), dapat diberikan infus albumin 20-25% denagn dosis 1
gram/kgBB selama 4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial, dan
diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB. Bila pasien
tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma sebanyak 20
ml/kgBB/hari secara perlahan-lahan 10 tetes/menit untuk mencegah
terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan albumin dan
plasma dapat diberikan selang sehari untuk memberrikan kesempatan
pergeseran dan mencegah overload cairan
4. Antibiotika profilaksis
Di beberapa negara, pasien SN dengan edema dan ascites diberikan antibiotik
profilaksis dengan penicilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari, sampai edema
berkurang. Di Indonesia tidak dianjurkan pemberian antibiotik profilaksis,
tetapi perlu dipantau secara berkala, dan bila ditemukan tanda-tanda infeksi
segera diberikan antibiotik
5. Pengobatan dengan Kortikosteroid
a.
Pengobatan inisial
Sesuai dengan ISKDC (International Study on Kidney Diseasein
Children) pengobatan inisial SN dimulai dengan pemberian prednison
dosis penuh (full dose) 60 mg/m2LPB/hari atau 2mg/kgBB/hari (maksimal
80mg/hari), dibagi 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison
dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi
badan). Prednison dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah
pemberian steroid 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus,
Pengobatan relaps
Diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu)
dilanjutkan dengan prednison dosis alternating selama 4 minggu. Pada SN
yang mengalami proteinuria 2+ kembali tetapi tanpa edema, sebelum
dimulai pemberian prednison, terlebih dahulu dicari pemicunya, biasanya
infeksi saluran nafas atas. Bila ada infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari,
dan bila setelah pemberian antibiotik kemudian proteinuria menghilang
tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan
proteinuria 2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps.
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial,
sangat penting, karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya.
Berdasarkan relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan
steroid inisial, pasien dapat dibagi dalam beberapa golongan:
c.
Dependen steroid.
Terjadi relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgBB dosis alternating atau
d.
patologi
anatomi
tersebut
mempengaruhi
prognosis.
Pengobatan dengan CPA memberikan hasil yang lebih baik bila hasil
biopsi ginjal menunjukkan SNKM daripada GSFS. Dapat juga diberikan
Siklosporin (CyA), metil prednisolon puls, dan obat imunosupresif lain
6. Lain-lain
fungsi asites, funsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada
gagal jantung diberikan digitalis.
2.8 Komplikasi
Ada beberapa komplikasi pada penderita Sindrom Nefrotik, yaitu:
1. Kelainan Koagulasi dan Tendensi Trombosis
Beberapa kelainan koagulasi dan sistem fibrinolitik banyak ditemukan pada
pasien SN. Angka kejadian terjadinya komplikasi tromboemboli pada anak
tidak diketahui namun lebih jarang daripada orang dewasa. Diduga angka
kejadian komplikasi ini sebesar 1,8 % pada anak. Pada orang dewasa umunya
kelainannya adalah glomerulopathi membranosa (GM) suatu kelainan yang
sering menimbulkan trombosis. Secara ringkas kelainan hemostasis SN dapat
timbul dari dua mekanisme yang berbeda:
4. Infeksi
Kerentanan
terhadap
infeksi
meningkat
karena
rendahnya
kadar
7.
2.9 Prognosis
Prognosisnya bervariasi, tergantung kepada penyebab, usia penderita dan
jenis kerusakan ginjal yang bisa diketahui dari pemeriksaan mikroskopik pada
biopsi. Gejalanya akan hilang seluruhnya jika penyebabnya adalah penyakit yang
dapat diobati (misalnya infeksi atau kanker) atau obat-obatan. Prognosis biasanya
baik jika penyebabnya memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid.
Anak-anak yang lahir dengan sindroma ini jarang yang bertahan hidup
sampai usia 1 tahun, beberapa diantaranya bisa bertahan setelah menjalani dialisa
atau pencangkokan ginjal.
Prognosis yang paling baik ditemukan pada sindroma nefrotik akibat
glomerulonefritis yang ringan; 90% penderita anak-anak dan dewasa memberikan
respon yang baik terhadap pengobatan. Jarang yang berkembang menjadi gagal
ginjal, meskipun cenderung bersifat kambuhan. Tetapi setelah 1 tahun bebas
gejala, jarang terjadi kekambuhan.
Sindroma nefrotik familial dan glomerulonefritis membranoproliferatif
memberikan respon yang buruk terhadap pengobatan dan prognosisnya tidak
terlalu baik. Lebih dari separuh penderita sindroma nefrotik familial meninggal
dalam waktu 10 tahun. Pada 20% pendeita prognosisnya lebih buruk, yaitu terjadi
gagal ginjal yang berat dalam waktu 2 tahun. Pada 50% penderita,
glomerulonefritis membranoproliferatif berkembang menjadi gagal ginjal dalam
waktu 10 tahun. Pada kurang dari 5% penderita, penyakit ini menunjukkan
perbaikan.
Sindroma nefrotik akibat glomerulonefritis proliferatif mesangial sama
sekali tidak memberikan respon terhadap kortikosteroid. Pengobatan pada
sindroma nefrotik akibat lupus eritematosus sistemik, amiloidosis atau kencing
manis, terutama ditujukan untuk mengurangi gejalanya. Pengobatan terbaru
untuk lupus bisa mengurangi gejala dan memperbaiki hasil pemeriksaan yang
abnormal, tetapi pada sebagian besar penderita terjadi gagal ginjal yang progresif.
Pada penderita kencing manis, penyakit ginjal yang berat biasanya akan timbul
dalam waktu 3-5 tahun.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Secara umum pengkajian yang perlu dilakukan pada klien anak dengan
sindrom nefrotik (Donna L. Wong,200 : 550) sebagai berikut :
a. Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema
b. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan
penambahan berat badan saat ini, disfungsi ginjal.
c. Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik :
1) Penambahan berat badan
2) Edema
3) Wajah sembab :
a) Khususnya di sekitar mata
b) Timbul pada saat bangun pagi
c) Berkurang di siang hari
4) Pembengkakan abdomen (asites)
5) Kesulitan pernafasan (efusi pleura)
6) Pembengkakan labial (scrotal)
7) Edema mukosa usus yang menyebabkan :
a) Diare
b) Anoreksia
c) Absorbsi usus buruk Pucat kulit ekstrim (sering)
9) Peka rangsang
10) Mudah lelah
11) Letargi
Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Berupa hal- hal yang dirasakan oleh klien dan menjadi penyebab utama klien
berinisiatif melakukan pemeriksaan, pengobatan hingga masuk Rumah sakit.
Keluhan tersebut dapat berupa bengkaknya tubuh dan juga nyeri.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada neonates antara lain pemberian makan yang buruk, gagal tumbuh
kembang, menangis saat berkemih, dehidrasi, kejang, dan demam. Pada bayi
antara lain semua yang terlihat pada neonates, ditambah dengan ruam popok
yang menetap, urin berbau busuk, dan mengejan saat berkemih. Pada anakanak yang lebih besar antara lain nafsu makan yang buruk, muntah rasa haus
berlebihan urgensi, disuria, keletihan, demam, nyeri pinggang, abdomen, atau
panggul.
c. Riwayat Kesehatan dahulu
Riwayat prenatal antara lain usia ibu yang masih muda, usia ibu yang terlalu
tua, dan multiparitas. Riwayat pascanatal antara lain infeksi saluran urine
afebril(tanpa demam) yang berulang, penggunaan kateter yang menetap toilet
training
yang
belum
sempurna,
retensi
urine,
dibetes,
konstipasi,
Kelebihan
volume
cairan
b)
1.
Rasional
Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
diare.
3.
Pastikan anak mendapat makanan dengan
diet yang cukup
c)
Resiko
tinggi
infeksi
Intervensi
1.
Rasional
Meminimalkan masuknya organisme
2.
Tempatkan anak di ruangan non infeksi
3.
Cuci
tangan
sebelum
dan
nosokomial
Membatasi masuknya bakteri ke
dalam tubuh. Deteksi dini adanya
infeksi dapat mencegah sepsis.
sesudah
tindakan.
4.
Lakukan tindakan invasif secara aseptik
d)
1.
Validasi perasaan takut atau cemas
2.
Pertahankan kontak dengan klien
3.
Upayakan ada keluarga yang menunggu
4.
Anjurkan orang tua untuk membawakan
mainan atau foto keluarga.
Rasional
Perasaan adalah nyata dan membantu
pasien untuk tebuka sehingga dapat
menghadapinya.
Memantapkan hubungan,
meningkatan ekspresi perasaan
Dukungan yang terus menerus
mengurangi ketakutan atau
kecemasan yang dihadapi.
Meminimalkan dampak hospitalisasi
terpisah dari anggota keluarga.
BAB 4
TINJAUAN KASUS
4.1 Pengkajian
Pengkajian diambil pada tanggal 16 April 2012 di Ruangan Anak RSUD Dr.
Soetomo Surabaya dengan diagnosa medik Nefrotic Syndrome. Anak masuk rumah
sakit tanggal 16 April 2012 dengan nomor register 10153559.
1.
Identitas.
Nama : An. Lia
Nama ayah : Tn. Yakiyah (34 tahun).
Umur : 5
Pendidikan : SMP tidak lulus
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : petani
Agama : Islam
Nama ibu : Ny. Tumini (33 tahun).
Pendidikan : SD tidak lulus
Pekerjaan : petani
Alamat : Desa Karangpilang, Kec. Modo,
Lamongan
Agama : Islam
Suku : Jawa
2.
Riwayat Kesehatan
a.
Keluhan utama.
Mengeluh muka dan badan bengkak, perut tambah besar, kencing jarang dan
sedikit.
b.
c.
d.
e.
Imunisasi
BCG 1 kali, DPT 3 kali, polio 3 kali, campak 1 kali dan TT satu kali.
f.
g.
Status nutrisi
Status gii 16/18 X 100 % = 88,9 %.
Sejak sakit tahun 2001, klien tidak makan ikan laut dan telur. Dari dokter
dianjurkan juga tidak makan asinan dan makanan snack yang mengandung
banyak penyedap rasa. Tetapi anak tidak mau karena kesukaan seperti mie
remes, chiki dan snack lainnya. Klien akan mengamuk jika tidak diberikan.
Dua hari sebelum MRS minum air putih bisa sampai 1 liter/hari, tidak mau
minum susu dan makan, mual dan sakit perut.
3.
Sistem pernapasan.
RR 40 X/menit (takipnea), ronki positif dan whezeeng negatif, terpasang
oksigen nasal 2 L/menit.
b.
Sistem kardiovaskuler.
Nadi 148 x/menit, reguler, Tekanan darah 90/60 mmHg, berbaring, tangan
kanan, suara jantung S1S2 tunggal di midklafikula 5 sinestra.
c.
Sistem persarafan
Kesadaran komposmentis, rewel, gelisah, reaksi pupil baik.
d.
Sistem Perkemihan
Menurut ibunya sejak pagi klien jarang kencing walaupun minumnya tetap,
kalau kencing klien ngompol, blass kosong.
e.
Sistem pencernaan.
Abdomen tegang, kembung, bising usus normal suara lemah. Klien tidak mau
makan karena sakit, nyeri abdomen, saat diraba dan diperkusi klien menangis
dan menjerit. Vena abdomen menonjol, ascites, BAB positif, mencret sedikitsedikit, berlendir, minum air putih + 300 cc.
f.
Sistem muskuloskeletal.
Kekuatan otot 5 5 pada ekstremitas atas dan 3 3 ekstremitas bawah.
g.
Sistem integumen.
Edem ekstremitas atas dan bawah, akral hangat, suhu/aksila 392 0C, muka
sembab, nampak pucat.
h.
Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
i.
Sistem endokrin
Tidak ada riwayat alergi.
4.
Respon keluarga.
Kelaurga atau ibu cemas akan keadaan anaknya karena biaya sudah banyak yang
dikeluarkan tetapi klien tidak sembuh. Terlebih saat ini biaya menipis dan
keluarga sudah mengurus JPS. Keluarga berharap klien cepat sembuh agar cepat
pulang.
5.
Pemeriksaan penunjang.
Tanggal 16-4-2002
Laboratorium : WBC 8,2 K/uL ; Hb 13,1 g/dl ; Hct 38 % ; albumin 0,87
gr % (3,6-5 gr %), BUN 16 mg % (5-10 mg %) dan creatinin serum
0,51 mg % (0,75-1,25 mg %), kalium 3,0 meq/L, natrium 128 meq/L,
kalsium 6,29 meq/L, kolesterol 373 mg/dl.
Urine lengkap : pH 5,0 ; leukosit negatif ; nitrogen negatif, protein 75
mg/dl (positif) ; eritrosit 25/uL (positif)
Radiologi : foto thoraks : cor besar dan bentuk normal, pulmo tidak
tampak infiltrat, kedua sinus phrenicol costalis tajam, dengan
kesimpulan tidak tampak tanda lung edema.
6.
Pengobatan/therapi.
Lasiks 3 X 18 mg
Diit TKTPRL
Transfusi plasma 200 cc, prelasiks 1 ampul
Analisa data
Data
Subyektif :
-
Etiologi
Kelainan-kelainan glomerulus
me
sakit
yang
Albuminuria
sej
Hipoalbuminemia
Masalah
Kelebihan
volume cairan
tubuh
mulai bengkak.
Volume plasma meningkat
Obyekif :
-
ede
muka
sembab,
Edema
ascites,venaabdomen
menonjol, albumin 0,87
Hipoalbuminemia
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Hiperlipidemia
sakit
Obyektif :
us
gizi
stat
88,9%
Malnutrisi
(gizi
mau
makan
satusendok makan.
Subyektif :
-
Penyakti autoimun
ibu
sakit
Kelainan glomerulus
yang
Imunitas menurun
2001
Obyektif :
-
nad
status
gizi
Infeksi meningkat
Resiko tinggi
infeksi
Hipoalbuminemia
ibu
bengkak
Edema
Resiko tinggi
kerusakan
integritas kulit
sejak pagi
Tekanan, robekan, friksi, maserasi
Obyektif :
-
kek
3-3
ekstremitas
Albuminuria
Nyero (akut)
me
Hipoalbuminemia
perut
sakit,
tegang.
Obyektif :
-
ke
mbung,
tegang,
lemah,
ascites,vvena
abdomen
menonjol,
Syubyektif :
-
Hospitalisasi
Kecemasan anak
ibu
Tindakan invasif Pisah dengan
orang tua
me
saat
didekati
Rewel, berontak
2.
3.
4.
5.
Intervensi
Rasional
Timbang berat badan setiap Mengawasi status cairan yang baik.
Peningkatan berat badan lebih dari 0,5
haridengan alat yang sama
kg/hari diduga ada retensi cairan
Perlu waktu menentukan fungsi ginjal.
Catat
pemasukan
dan Kebutuhan penggantian cairan dan
penurunan resiko kelebihan cairan.
pengeluaran carian
Takikardi dan hipertermi dapat terjadi
karena kegagalan ginjal untuk
Monitor nadi dan tekanan mengeluarkana urine.
Edem dapat bertambah terutama pada
darah
jaringan yang tergantung. Edema periorbita
menunjukkan adanya perpindahan cairan.
Observasi
adanya Dapat menunjukkan adanya perpindahan
cairan, akumulasi toksin, ketidak
perubahan edema
seimbangan elektrolit.
Melebarkan lumen tubular, mengurangi
hiperkalemia dan meningkatkan volume
Observasi
tingkat urine adekuat.
kesadaran,
bunyi
paru
dan
jantung
6.
2.
Kolaboratif : diuretik
Tujuan nyeri (akut) teratasi setelah 3 hari perawatan dengan kriteria secara verbal
dan non verbal nyeri berkurang atau hilang, skala 0 3, nadi dan tekanana darah
dalam batas normal, ascites menurun atau hilang.
1.
2.
3.
4.
5.
3.
Intervensi
Rasional
Observasi lingkar abdomen Penambahan lingkar abdomen dapaat
memberikan gambaran penambahan
setiap hari
akumulasi cairan.
Perubahan dalam intensitas tidak umum
Observasi nyeri (perubahan/ tetapi dapat menunjukkan adanya
komplikasi
penambahan), kualitas, lama
Penurunan bising usus dapat memperberat
Kaji bising usus
keluhan nyeri dan indikasi adanya ileus
Nyeri yang hebat dapat meningkatkan nadi
dan tensi
Observasi nadi dan tensi
Meningkatkan pengeluaran urine yang
adekuat.
Kolaboratif : diuretik
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubugan dengan malnutrisi
2.
Intervensi
Rasional
Berikan diet rendah garam Mencegah retensi natrium berlebihan dan
rusaknya hepar dan hemodinamik ginjal
dan batasi pemberiana protein 1-2
Sebagai reaksi adanya edema intstinal.
gr/kg BB/hari
Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
Kaji
adanya
anoreksia,
muntah, diare
3.
Catat
intake
dan
output
Observasi
lingkar
perut,
bising usus
4.
1.
2.
Intervensi
Rasional
Cuci tangan sebelum dan Mengurangi resiko terjadi infeksi
nosokomial
sesudah perawatan
Lakukan
tindakan
Batasi
5.
Observasi
pengunjung
pemasangan venflon.
5.
6.
Intervensi
Pertahankan sprei
Rasional
dalam Kelembaban yang berlebihan
menimbulkan rusaknya integritas kulit
keadaan kering, bersih dan rapih.
Deteksi dini adanya kerusakan integritas
2.
Observasi
lokasi
yang kulit
1.
mengalami
penekanan
dalam
Observasi edema
07.30
8.10
08.30
11.15
11.45
14.00
2.
Jam
11.50
Implementasi
Mengukur berat badan : 16 kg
Mengobservasi edem : tungkai kanan dan
kiri edema, ascites dan edema pada
kelopak mata
Produksi urine 24 jam 150 cc, kuning
pekat
Memberikan injeksi lasiks 18 mg/iv
Ngompol 25 cc
Tanda vital : N 100X/mnt, T 110/60
mmHg, RR 36 X/mnt
Ibu mengatakan kalau bengkaknya belum
berkurang
Minum 50 cc
Ngompol 50 cc
Tanda vital : N 115 X/mnt, T 115/75
mmHg, RR 35 X/mnt
Minum 25 cc
Bunyi napas ronki
Minum 50 cc
Balans cairan + 25 cc
Evaluasi
Pukuil 14.00
S : ibu mengatakan bengkak
belum menurun
O : edema periorbital, tungkai
kanan dan kiri serta ascites,
tanda vital N 115 X/mnt, T
115/75 mmHg, RR 35 X/mnt,
ada balans cairan, ronki pada
kedua paru.
A : masalah belum teratasi
P : intervensi no 1 6 masih
diteruskan.
Diagnosa keperawatan 2.
Implementasi
Mengobservasi bising usus : meningkat,
asvites, linkgarp erut 57 cm
Klien menangis terus kesakitan pada
perut, P : saatmakan, dipegang, Q : nyeri
sekali saat dipegang, R : seluruh daerah
pereut, S : skala 8-9, T : terus menerus
Tanda vital : N 100X/mnt, T 100/60
Evaluasi
Pukuil 14.00
S : ibu menanyakan mengapa
perut bertambah sakit
O : bising usus 40 x/mnt,
distensi, meteorismus, vena
abdomen menonjol, tanda
vital N 120 X/mnt, T 110/70
13.10
13.30
3.
Jam
08.30
11.00
12.10
13.10
4.
Jam
08.00
08.30
12.00
mmHg, RR 36 X/mnt
Kolaboratif : sementara puasa, pasang
NGT untuk dekompresi, pasang lingkar
abdomen
Foto thoraks : kesimpulan ileus paralitik
Hasil lab : kalium 3,7 (3,8 5,5).
Diagnosa keperawatan 3.
Implementasi
Klien muntah, mengatakan tidak mau
makan, perut terasa sakit, ascites dan
meteorismus.
Hasil lab : kalium 3,7 (3,8-5,5) ; natirum
128 (136-144), kalsium 6,66 (8,1-10,4)
Memasang infus D5 saline 1150 cc/24
jam
BAB mencret 3 kali, sedikit-sedikit arnaa
kehijauan
Klien dipuasakan, pasang NGT : keluar
cairan warna hijau kecoklatan 25 cc,
bising usus meningkat, lingkar perut 57
cm.
Evaluasi
Pukuil 14.00
S : ibu mengatakan sakit perut
dan tidak mau makan
O : bising usus meningkat,
puasa, infus D5 S 1150
cc/24 jam, NGT ada keluar
cairan hijau kecoklatan 25 cc.
A : masalah belum teratasi
P : intervensi no 2 4 masih
diteruskan.
Diagnosa keperawatan 4.
Implementasi
Memperkenalkan diri kepada pasien
,emnanyakan kondisinya hari ini, klien
masih menangis, ibu mengatakan
semalam menangis terus, rewel dan tidak
mau tidur.
Saat disuntik klien berontak, mengatakan
tidak mau, menanyakan kepada ibu siapa
lagi yang terdekat dengan klien (menurut
ibu bude-nya).
Melibatkan ibu untuk memasang
termometer : pasien tenang
Menjelaskan kepada ibu agar selalu ada
yang menunggu klien agar ia tidak
bertambah takut
Evaluasi
Pukuil 14.00
S : pasein mengatakan tidak mau
pada saat akandisuntik
O : sering menangis, rewel dan
berontak
A : masalah kecemasan anank
belum teratasi
P : intervensi no 2, 4 dan 5
diteruskan.
Implementasi
BAK 24 jam 250 cc
Memberikan injeksi lasiks 18 mg/iv
Tanda vital : N 120X/mnt, T 100/60
Evaluasi
Pukuil 14.00
S : --O : BB 15,5 kg, edema palpebra,
11.15
11.45
13.30
2.
Jam
08.00
3.
Jam
10.15
12.30
4.
mmHg, RR 32 X/mnt.
tungkai kanan dan kiri serta
Mengobservasi : ronki pada kedua paru,
ascites, lingkar perut 55 cm,
oksigen nasal 2 L/menit, edem palpebra,
hasil BOF kesimpulan
kedua tungkai, ada ascitees, bising usus
meteorismus
37 x/menit, meteorismus, lingkar perut
A : masalah kelebiahn volume
55 cm dan vena abdomen menonjol.
cairan belum teratasi
Foto BOF ulang
P : intervensi no 1 6 masih
Mengukur tanda vital : N 110 X/mnt, T
diteruskan.
115/75 mmHg, RR 35 X/mnt
Jumlah urine 100 cc, input 250 cc, balans
: : kelebihan 150 cc
Diagnosa keperawatan 2.
Implementasi
Ibu mengatakan anak sudah tidak terlalu
sakit pada pe perutnya, saat dipegang
perutnya anak lebih tenang dari hari
kemarin, skala 7-8
Lingkar perut 55 cm, masih ascites,
meteorismus, bising usus 37 x/menit,
cairan keluar dari NGT warna kehijauan
(25 cc/24 jam), flastus ada.
Evaluasi
Pukuil 14.00
S : anak kadang masih mengeluh
sakit jika perut agak ditekan
O : skala 7 8, bising usus 37
x/mnt, meteorismus, tanda
vital N 110 X/mnt, T 115/75
mmHg
A : masalah belum teratasi
P : intervensi diteruskan,
Diagnosa keperawatan 3.
Implementasi
Infus D5 saline 1500 cc/24 jam,
dicoba minum sedikit-sedikit, NGT
ditutup, tidak mual.
Menjelaskan kepada ibu bahwa anak
boleh dicoba minum sedikit-sedikit, bila
muntah dihentikan
Ibu mengatakan tadi pagi klienmencret
dua kali warna hijau kecoklatan, ada
flastus.
Mengobservasi bising usus 37 x/menit,
lingkar perut 55 cm.
Evaluasi
Pukuil 14.00
S : ibu mengatakan sudah
memberi minum 5 sendok
O : bising usus dan flastus ada,
mencret dua kali, masih
minum sedikit sedikit, infus
D5 S 1500 cc/24 jam,.
A : masalah nutrisi kurang belum
teratasi
P : intervensi diteruskan.
Diagnosa keperawatan 4.
Jam
Implementasi
09.45 Anak rewel, minta jalan-jalan,
menjelaskan kepada ibu agar anak
digendong sebentar, mungkin anak
rewel karena bosan harus berbaring
terus
11.00 Saat didekati perawaat anak tidak
lagi berontak.
Evaluasi
Pukuil 14.00
S : ibu mengatakan anak minta jalanjalan dan kalau tidak dituruti akan
mengamuk
O : saat akan diperiksa anak
menangis dan tidak mau, mulai
bermain dengan bonekanya, saat
09.00
10.15
12.15
13.30
2.
Jam
09.00
3.
Jam
08.45
09.10
12.30
Implementasi
BAK 24 jam 500 cc
Tanda vital : N 110X/mnt, T 100/60
mmHg, RR 24 X/mnt.
Mengobservasi : ronki tidak ada, edema
pada palpebra, kedua tungkai, kedua
lengan dan ada ascitees, lingkar perut 53
cm dan BB 15,5 kg.
Memberikan injeksi lasix 18 mg/iv
Melaksanakan advis dokter infus
aminofusin 200 cc/hari, D5 saline
1200 cc/24jam.
Mengukur tanda vital : N 105 X/mnt, T
110/70 mmHg, RR 25 X/mnt, ibu
mengatakan anak mulai membaik dan
ingn cepat pulang, menjelaskan kepada
ibu bahwa perawatan klien dengan kasus
seperti ini memerlukan kesabaran,
sehingga perawatan dapat diberikan
secara tuntas.
Balans cairan kelebihan 75 cc
Evaluasi
Pukuil 14.00
S : ibu mengatakan anak mulai
tampak membaik
O : edema palpebra, lengan dan
ascites, lingkar perut 53 cm,
BB 15,5 kg, tidak ada ronki,
tanda vital N 105 x/mnt, T
100/70 mmHG, RR 25
X/menit
A : masalah kelebihan volume
cairan teratasi sebagian
P : intervensi diteruskan.
Diagnosa keperawatan 2.
Implementasi
Ibu mengungkapkan keluhan sakit perut
anaknya sudah berkurang
Mengobservasi : Lingkar perut 53 cm,
masih ascites, bising usus 35 x/menit,
meteorismus, saat dipalpasi anak tidak
menunjukan wajah kesakitan, skala 1
3.
Evaluasi
Pukuil 14.00
S : ibu mengungkapkan keluhan
sakit perut pada anaknya
sudah berkurang
O : bising usus 35 x/mnt,
meteorismus, dan masih
ascites
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan,
Diagnosa keperawatan 3.
Implementasi
Iibu mengatakan pagi ini anak BAB
mencret 1 kali dan tidak muntah, tidak
mual.
Mengobservasi bising usus 35 x/menit,
lingkar perut 53 cm, masih ascites, infus
aminofusin 200 cc/hari dan D5 saline
Evaluasi
Pukuil 14.00
S : ibu mengatakan pagi ini BAB
1 x mencret, itdak muntah
O : bising usus dan flastus ada,
BB 15,5 kg, lingkar perut 53
cm, infus jalan lancar.
1200 cc/hari
Tidak ada muntah
4.
Diagnosa keperawatan 4.
Jam
Implementasi
09.00 Anak tampak tenang, jiak ditanaya
dapat mengatakan yan dan tidak, saat
akan diberikan injeksi dan dikatakan
kalau suntikan lewat slang, klien
tidak mengatakan takut dan tidak
berontak. Klien bermain dengan
boneka.
Evaluasi
Pukuil 14.00
S : --O : anak menjawab saat ditanaya,
mulai kooperatif dengan tindakan
keperawatan, tampak bermain
dengan bonekanya
A : masalah kecemasan anak teratasi
P : intervensi dihentikan
09.15
11.50
Implementasi
BAK 24 jam 550 cc, BB 15 kg.
Mengobservasi : ronki tidak ada, edema
pada palpebra, lingkar perut 50 cm dan
supel.
Menjelaskan kepada ibu minum per oral
susu # X 200 cc, air putih maksimal 1
L/hari.
Memberikan injeksi Lasix 16 mg iv
Mengukur tanda vital : N 100 X/mnt, T
Evaluasi
Pukuil 14.00
S : --O : edema periorbita, asicites
menurun, supel, lingkar perut
50 cm, balans cairan (-) 50 cc,
hasil lab : urine ginjal
mikroskopis albumin (=) 4,
urin e profil : protein 150
mg/dl (++), pH 8,0 dan Sg
12.30
2.
Jam
08.40
12.30
1,010
A : masalah kelebihan volume
cairan teratasi sebagian
P : intervensi 1 6 diteruskan.
Diagnosa keperawatan 3.
Implementasi
Perut supel, flastus positif, bising usus 27
x/menit, BAB 1 kali agak lembek,
Klien makan bubur kasar/nasi lunak
habis 1 porsi
Terapi : diet nasi lunak 1300 kkal, 32
gram protein, bubur kasar 3 x/hari, susu
3 X 200 cc
Klien makan nasi, lauk dan sayur habis 1
porsi, ibu mengatakan sejak kecil tidak
begitu suka dengan susu sehingga saat
ini sulit minum susu. Ibu juga
mengatakan klien makan sudah habis 1
porsi, tidak ada muntah dan menceret.
Evaluasi
Pukuil 14.00
S : ibu mengatakan kien tidak
muntah, mencret dan setiap
kali makan selalu habis
O : bising usus 20 x/mnt, flastus
positif, ascites menurun, perut
supel, hasil lab. Total protein
5,4 g% (6,20-8) ; albumin 3,2
gr% (3,6-5) dan globulin 2,2
gr% (2,6-3)
A : masalah nutrisi teratasi
sebagian
P : intervensi 1 4 diteruskan
DAFTAR PUSTAKA
Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B Saunders, Philadelphia.
Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa, EGC,
Jakarta
Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto, Jakarta
Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, Infomedica, Jakarta
Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Ajar Nefrologi, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
-------, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo-Lab/UPF IKA, Surabaya.