Vous êtes sur la page 1sur 53

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 20

Disusun Oleh: KELOMPOK 6


Dico Fatejarum

04121401018

Muhammad Ramzie

04121401019

Rima Fairuuz Putri

04121401020

Abdillah Husada

04121401023

Rafenia Nayani

04121401024

Ramitha Yulisman

04121401036

Dita Nurfitri Zahir

04121401047

Iqbal Habibie

04121401063

M. Yufimar R. F.

04121401076

Stefen Agustinus

04121401081

Rina Novitriani

04121401092

Moh. Wafa Adillah P.

04121401093

Aji Muhammad Iqbal

04121401094

Asyriva Yossadania

04121901001

M. Shulakshana M.

04111401095

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR. 3
KEGIATAN TUTORIAL....4
1. SKENARIO .............................

2. KLARIFIKASI ISTILAH ...

3. IDENTIFIKASI MASALAH...

4. PRIORITAS MASALAH

5. ANALISIS MASALAH ..

6. TEMPLATE.

27

7. TOPIK PEMBELAJARAN .

38

8. SINTESIS ........

38

8.1 GANGGUAN FUNGSI LUHUR........,.....


8.2 DEMENSIA VASKULAR

38
46

9. KERANGKA KONSEP ......

54

10. KESIMPULAN .

54

11. DAFTAR PUSTAKA ....

55

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan
tugas kompetensi kelompok Laporan Tutorial Skenario B Blok 20. Shalawat dan salam selalu
tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
umatnya hingga akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat
bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan
terimakasih kepada:
1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. dr. Anita Marsidin M. S., Sp. OK selaku tutor kelompok 6,
3. teman-teman sejawat FK Unsri,
4. semua pihak yang telah membantu kami.
Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan atas segala amal yang diberikan kepada semua
pihak yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 29 Oktober 2014

Kelompok 6

KEGIATAN TUTORIAL

Tutor

: dr. Anita Marsidin M. S., Sp. OK

Moderator

: Moh. Wafa Adillah Prabunegara

Sekretaris Meja

: Dita Nurfitri Zahir dan Abdillah Husada

Pelaksanaan

: 27 Oktober 2014 dan 29 Oktober 2014


10.00-12.00 WIB

Peraturan selama tutorial

1. Angkat tangan sebelum berbicara. Lalu berbicara setelah dipersilakan.


2. Dilarang makan dan minum.
3. Penggunaan gadget tidak diperbolehkan selama diskusi tutorial.

1. SKENARIO
Ny. Luna, umur 69 tahun, memilki riwayat penyakit hipertensi dan DM tipe 2. Sejak 1,5 tahun
yang lalu dia sukar berjalan karena kelemahan tubuh sebelah kanan. Sejak 1 tahun terakhir dia
sering lupa meletakkan benda, sering ketinggalan belanjaan di pasar dan sering lupa waktu
makan dan mandi. Keluhan sering lupa waktu makan dan mandi semakin berat. Lalu dia dibawa
oleh keluarganya ke dokter.
Hasil Pemeriksaan Fisik: GCS 15, tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 82 x/menit regular,
pernafasan 20 x/menit, temperatur 37,2C.
Hasil Pemeriksaan Status Neurologis: Gerakan ekstremitas kanan menurun, kekuatan
ekstremitas kanan 4, refleks fisiologis kanan meningkat, refleks patologis sebelah kanan (+)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium : GDS 240 mg/dL, kolesterol total 160 mg%, TG 120 mg%
Hasil Pemeriksaan Penunjang
: CT Scan kepala: Infark lacunar di lobus temporalis kiri
Hasil Pemeriksaan Kognitif
: MMSE 17/30

2. KLARIFIKASI ISTILAH
2.1 GCS: Glasgow Comma Scale; skala untuk mengukur tingkat kesadaran seseorang
2.2 Refleks Fisiologis: refleks yang muncul pada orang nomal
2.3 Refleks Patologis: refleks yang menunjukkan atau disebabkan oleh keadaan yang sakit
2.4 GDS: Gula darah sewaktu (<200mg/dL)
2.5 Trigliserida: senyawa yang terdiri dari 3 molekul asam emak yang teresterifikasi menjadi
gliserol, lemak netral yan merupakan bentuk penyimpanan lipid yang biasa pada hewan.
2.6 Infark Lakunar: daerah nekrosis iskemik terbatas yang disebabkan oleh oklusi suplai arteri
atau drainase vena pada bagian tersebut yang berbentuk cekungan kecil atau rongga
berlubang.
2.7 CT Scan: computerized axial tomography, mesin sinar X khusus yang mengirimkan
berbagai berkas pencitraan secara bersamaan dari sudut yang berbeda.
2.8 Lobus Temporal: Lobus temporalis adalah lobus otak yang terletak di bawah lobus frontalis
dan lobus parietalis. Lobus ini juga merupakan lokasi dari korteks pendengaran
primer.Kerusakan pada lobus temporalis dapat menyebabkan masalah memori, persepsi
bahasa, dan kemampuan bahasa.
2.9 MMSE: tes untuk menunjukkan ada atau tidaknya kelemahan kognitif pada pasien, dengan
memberikan pertanyaan sederhana atau masalah pada pasien dengan cakupan: tempat dan
waktu tes dilakukan, mengulangi beberapa kata, aritmatika, penggunaan dan pemahaman
bahasa, dan kemampuan motorik dasar.
5

3. IDENTIFIKASI MASALAH
3.1. Ny. Luna, umur 69 tahun, memilki riwayat penyakit hipertensi dan DM tipe 2.
3.2. Sejak 1,5 tahun yang lalu dia sukar berjalan karena kelemahan tubuh sebelah kanan.
3.3. Sejak 1 tahun terakhir dia sering lupa meletakkan benda, sering ketinggalan belanjaan di
pasar dan sering lupa waktu makan dan mandi. Keluhan sering lupa waktu makan dan mandi
semakin berat. Lalu dia dibawa oleh keluarganya ke dokter.
3.4. Hasil Pemeriksaan Fisik: GCS 15, tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 82 x/menit regular,
pernafasan 20 x/menit, temperatur 37,2C.
3.5. Hasil Pemeriksaan Status Neurologis: Gerakan ekstremitas kanan menurun, kekuatan
ekstremitas kanan 4, refleks fisiologis kanan meningkat, refleks patologis sebelah kanan (+)
3.6. Hasil Pemeriksaan Laboratorium : GDS 240 mg/dL, kolesterol total 160 mg%, TG 120 mg
%
3.7. Hasil Pemeriksaan Penunjang: CT Scan kepala: Infark lacunar di lobus temporalis kiri
3.8. Hasil Pemeriksaan Kognitif : MMSE 17/30

4. PRIORITAS MASALAH

MASALAH
Ny. Luna, umur 69 tahun, memilki riwayat penyakit hipertensi dan DM tipe 2.
Sejak 1,5 tahun yang lalu dia sukar berjalan karena kelemahan tubuh sebelah
kanan.

PRIORITAS
MASALAH
VV
VV

Sejak 1 tahun terakhir dia sering lupa meletakkan benda, sering ketinggalan
belanjaan di pasar dan sering lupa waktu makan dan mandi. Keluhan sering

VVV

lupa waktu makan dan mandi semakin berat. Lalu dia dibawa oleh keluarganya
ke dokter.
Hasil Pemeriksaan Fisik: GCS 15, tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 82

x/menit regular, pernafasan 20 x/menit, temperatur 37,2C.


Hasil Pemeriksaan Status Neurologis: Gerakan ekstremitas kanan menurun,
kekuatan ekstremitas kanan 4, refleks fisiologis kanan meningkat, refleks
patologis sebelah kanan (+)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium : GDS 240 mg/dL, kolesterol total 160 mg%,
TG 120 mg%
Hasil Pemeriksaan Penunjang: CT Scan kepala: Infark lacunar di lobus
temporalis kiri
Hasil Pemeriksaan Kognitif : MMSE 17/30

V
V
V

5. ANALISIS MASALAH
5.1

Ny. Luna, umur 69 tahun, memilki riwayat penyakit hipertensi dan DM tipe 2.
5.1.1
Apa hubungan hipertensi dan DM tipe 2 dengan keluhan?
Penderita diabetes memiliki peningkatan risiko terjadi demensia oleh sebab apapun
sebesar 47 %, peningkatan risiko penyakit alzheimer sebesar 39 %, dan lebih dari 2 kali
peningkatan risiko menderita demensia vaskular
Diabetes bisa menyebabkan demensia melalui beberapa cara yang oleh para peneliti
masih dipilah-pilah. Resistensi pada insulin yang menyebabkan gula darah tinggi, dan
pada sejumlah kasus mengarah pada diabetes tipe 2, bisa saja merusak kemampuan
tubuh untuk memecah protein (amyloid) yang membentuk plak otak yang terkait dengan
alzheimer. Gula darah yang tinggi juga memproduksi molekul yang mengandung
oksigen yang bisa merusak sel-sel, dalam proses yang disebut stress oksidatif.
Selain itu, gula darah dan kolesterol yang tinggi berperan untuk memperkeras dan
mempersempit arteri pada otak. Kondisi yang dikenal sebagai atherosclerosis ini bisa
menyebabkan vascular demensia.
5.1.2
Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan?
Demensia vaskuler umumnya terjadi pada usia 60 sampai 75. Pria umumnya lebih rentan
dibanding perempuan untuk menderita demensia. Penyakit ini terjadi umumnya akibat
hipertensi yang berkepanjangan.
5.1.3
Apa saja komplikasi hipertensi dan DM tipe 2?
Komplikasi hipertensi:
a. Stroke
b. Gagal jantung
c. Gagal ginjal
d. Kerusakan pada mata
Komplikasi DM tipe 2:
a. Penyakit jantung iskemik
b. Stroke
c. Amputasi tungkai bawah
d. Kebutaan non traumatik
e. Gagal ginjal
f. Meningkatkan resiko disfungsi kognitif dan demensia melalu proses penyakit
seperti penyakit Alzheimer dan demensia vaskular
g. Akantosis nigrikans
h. Disfungsi seksual
i. Sering mengalami infeksi

5.2

Sejak 1,5 tahun yang lalu dia sukar berjalan karena kelemahan tubuh sebelah
kanan.
5.2.1

Apa etiologi kelemahan tubuh sebelah kanan?


8

Penyebab Hemiparesis
1.

Faktor yang berhubungan dengan pembuluh darah (vascular causes)

2. Faktor bakteri (infective), seperti abses otak (brain abscess).


3. Tumor otak
4. Faktor bawaan, seperti cerebral palsy pada anak-anak.
5. Faktor mental (hysterical).
1. Faktor yang berhubungan dengan pembuluh darah (vascular causes):
-

Terjadi trombosis (penggumpalan darah) disebabkan oleh :

Penyakit-penyakit dinding pembuluh darah seperti arteriosklerosis akibat


kelebihan kolesterol dan lemak trigliserida yang menumpuk di dinding
pembuluh darah sehingga menyebabkan sumbatan pembuluh darah dan
berhentinya aliran darah ke bagian bagian di dalam otak. Contoh lain adalah
radang pembuluh darah (vasculitis).

Penyakit-penyakit darah yang menyebabkan kelebihan kekentalan darah


sehingga menyebabkan trombosis, seperti :
o Kelebihan kadar sel darah merah (polycythemia)
o Kelebihan kadar trombosit darha ( thrombocytosis)
o Kelebihan kadar ptotein gama globulin (hypergamma globulinemia)

Kelambatan aliran darah di pembuluh darah sehingga menyebabkan


trombosis.

2.

Akibat gumpalan darah mengalir lalu berhenti pada salah satu begian otak
(embolisme). Bisa jadi sumber pergerakan penggumpalan darah ini adalah
jantung atau pembuluh darah perifer.

3.

Akibat perdarahan di salah satu lapisan otak, yang disebabkan oleh :


o Tekanan darah tinggi (hipertensi).
o Pecahnya gelembung-gelembung yang ada di dinding pembulh darah
(aneurysm).
o Hemofilia.
9

o Trauma otak (cerebral trauma).


Pada sebagian besar kasus hemiplegia yang disebabkan oleh faktor yang
berhubungan dengan pembuluh darah, terjadi kematian sebagian sel saraf
(infarction) jika suplai darah ke sel tersebut benar-benar berhenti atau kelemahan
pada sebagiannya apabila suplai darah kurang sehingga menyebabkan kelemahan
kendali terhadap otot-otot sadar pada salah satu bagian tubuh.
5.2.2

Bagaimana patofisiologi kelemahan tubuh sebelah kanan?

Hemiparesis paling banyak terjadi karena adanya rupture arteri yang memperdarahi
korteks motorik primer. Darah yang seharusnya berada di dalam arteri merembes
keluar sehingga mengurangi suplai nutrisi terutama supai oksigen, hal itu
memungkinkan sel saraf untuk mengalami kematian yang dapat menyebabkan
kelumpuhan sesisi.
Selain itu, darah yang keluar dari arteri meneken sistem piramidalis yang
mengganggu impuls saraf atau perintah yang di berikan oleh girus presentralis.
Tekanan darah ini mengganggu kapsula interna sebagai tempat di bentuknya jaras
kortikospinalis dan kortikobular di daerah genu sampai krus posterior, gangguan ini
juga dapat menyebabkan lesi di daerah kapsula interna sehingga kapsula interna ini
tidak dapat meneruskan perintah yang di berikan untuk sampai di kornu anterior
dorsalis untuk di teruskan ke otot yang di tuju demi menghasilkan gerakan yang di
inginkan.
Susunan neuromuskular
Sistem yang mengurus dan sekaligus melaksanakan gerakan yang dikendalikan oleh
kemauan.
Secara anatomik sistem ini terdiri atas
1) UMN
2) LMN
3) Alat penghubung antara unsur saraf dan unsur otot
4) Otot skeletal
Gaya saraf yang disalurkan melalui lintasan lintasan neuronal adalah potensial
aksi, yang sejak dulu dijuluki impuls dan tidak lain berarti pesan. Dan impuls yang
disampaikan kepada otot sehingga menghasilkan gerak otot dinamakan impuls
motorik

10

Upper motorneuron
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik ke LMN tergolong dalam
kelompok UMN. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN
dibagi dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke LMN atau
melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok UMN. Neuron neuron tersebut
merupakan penghuni girus presentralis, oleh karena itu maka girus tersebut
dinamakan korteks motorik.
Melalui aksonnya neuron korTeks motorik menguhubungi motoreuron yang
membentuk inti motorik saraf kranial dan motorneuron di kornu anterius medula
spinalis.
Akson akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar kortikospinal
Sebagai berkas saraf yang kompak mereka turun dari korteks motorik dan di tingkat
talamus dan ganglia basal mereka terdapat di antara kedua bangunan tersebut. Itulah
yang dikenal sebagai kapsula interna. Setelah itu mereka turun ke tingkat
mesensefalon, pons dan di medula oblongata.
Sepanjang batang otak, serabut serabut kortikobulbar meninggalkan kawasan
mereka untuk menyilang garis tengah dan berakhir secara langsung di motorneuron
saraf kranial motorik di sisi kontralateral
Di perbatasan antara medula oblongata dan medula spinalis ,serabut-serabut
kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk jaras kortikospinal (traktus
piramidalis).
Kawasan jaras piramidal lateral dan ventral makin ke kaudal makin kecil karena
banyak serabut sudah mengakhiri perjalanan.
Susunan ekstrapiramidal
Terdiri atas korpus striatum, globus palidus, inti-inti talamik, nukleus subtalamikus,
substansia nigra, formatio retikularis batang otak, serebelum, korteks motorik
tambahan yaitu area 4, area 6 dan area 8
Serabut-serabut rubrospinal menghubungi baik alfa maupun gama motorneuron yang
berada di intumesensia servikal saja
Sedangkan serabut-serabut retikulospinal menuju ke alfa dan gamma motorneuron
bagian medula spinalis di bawah tingkat servikal
11

Di tingkat kornu anterius terdapat sirkuit gamma loop yaitu hubungan neuronal yang
melingkari alfa motorneuron, muscle spindel, gama / alfa motorneuron
Melalui sistem gamma loop itu tonus otot disesuaikan dengan pola gerakan tangkas
yang diinginkan
Lower motorneuron
LMN = neuron neuron yang menyalurkan impuls motorik pada bagian perjalanan
terakhir ke sel otot sekeletal, LMN dengan aksonnya dinamakan final common path.
Dua jenis LMN dapat dibedakan, yang pertama dinamakan alfa motorneuron. Ia
berukuran besar dan menjulurkan akson yang tebal ke serabut otot ekstrafusal
Yang lain dikenal sebagai gamma motorneuron ukuran kecil, akson halus dan
mensarafi serabut otot intrafusal.
Dengan perantaraan kedua macam motorneuron itu, impuls motorik dapat
mengemudikan keseimbangan tonus otot yang diperlukan untuk mewujudkan setiap
gerakan tangkas.
Sebuah motorneuron dengan sejumlah serabut otot yang dipersarafi merupakan satu
kesatuan motorik atau unit motorik
Tugas motorneuron hanya menggalakkan sel-sel serabut otot sehingga timbul gerak
otot. Tugas untuk menghambat gerak otot tidak dipercayakan kepada motorneuorn,
melainkan kepada interneuron.
Sel interneuron = sel penghubung antara motorneuron dengan pusat eksitasi atau
pusat inhibisi, yang berlokasi di formasio retikularis batang otak.
Motorneuron-motorneuron hanya bekerja sebagai pelaksana bawahan belaka, jika
mereka dibebaskan dari pengaruh sistem piramidal dan ekstrapiramidal maka mereka
masih dapat menggalakkan sel-sel serabut otot, tetapi corak gerakan otot yang terjadi
tidak sesuai dengan kehendak dan laguipula sifatnya tidak tangkas.
Gerak otot tersebut bersifat reflektorik dan kasar serta masif
Bilamana terjadi suatu kerusakan pada motorneuron, maka serabut-serabut otot yang
tergabung dalam unit motoriknya tidak dapat berkontraksi, kendatipun impuls
motorik masih dapat disampaikan oleh sistem piramidal dan ekstrapiramidal kepada
tujuannya.
Motorneuron dengan aksonnya merupakan satu-satunya saluran bagi impuls motorik
yang dapat menggalakkan serabut -serabut otot.
Tergantung pada jumlah motorneuron yang rusak, otot lumpuh ringan (paresis) atau
lumpuh mutlak (paralisis).
12

Oleh karena motorneuron dengan sejumlah serabut otot yang dipersarafi merupakan
satu kesatuan, maka kerusakan pada motorneuron membangkitkan keruntuhan pada
serabut otot yang termasuk unit motorik, otot yang terkena menjadi kecil atau
atrofik.
5.3

Sejak 1 tahun terakhir dia sering lupa meletakkan benda, sering ketinggalan
belanjaan di pasar dan sering lupa waktu makan dan mandi. Keluhan sering lupa
waktu makan dan mandi semakin berat. Lalu dia dibawa oleh keluarganya ke dokter.
5.3.1
Apa etiologi lupa (demensia)?
Otak sebagai saraf pusat mempunyai salah satu peran yaitu mengatur fungsi kognitif,
yang diatur oleh suatu sistem yaitu sistem limbik. Sistem limbik mencakup thalamus,
ganglia basalis, serebelum, lobus frontalis, lobus temporal, lobus parietal, dan lobus
oksipital, dimana masing-masing lokasi tersebut memiliki peran dalam mengatur fungsi
kognitif. Apabila gangguan di posterior, tepatnya lobus parietal dan temporal maka akan
membuat gangguan kognitif berupa memori dan bahasa, akan tetapi behaviour relatif
baik.
5.3.2
Bagaimana patogenesis lupa?
Lupa atau dementia memiliki klasifikasi tertentu, berikut adalah patogenesis
berdasarkan klasifikasi dari dementia
1. Infark multipel
Demensia multi infark merupakan akibat dari infark multipel dan bilateral. Terdapat
riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan gejala fokal seperti
hemiparesis/hemiplegi, afasia, hemianopsia. Pseudobulbar palsy sering disertai
disartria, gangguan berjalan (small step gait), forced laughing/crying, refleks Babinski
dan inkontinensia. Computed tomography imaging (CT scan) otak menunjukkan
hipodensitas bilateral disertai atrofi kortikal, kadang-kadang disertai dilatasi ventrikel.
2. Infark lakunar
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm, disebabkan kelainan pada small
penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan sub kortikal akibat dari
hipertensi. Pada sepertiga kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik. Apabila
menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan sensorik, transient ischaemic attack,
hemiparesis atau ataksia. Bila jumlah lakunar bertambah maka akan timbul sindrom
demensia, sering disertai pseudobulbar palsy. Pada derajat yang berat terjadi lacunar
state. CT scan otak menunjukkan hipodensitas multipel dengan ukuran kecil, dapat juga
tidak tampak pada CT scan otak karena ukurannya yang kecil atau terletak di daerah
batang otak. Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan pemeriksaan
13

penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya lakunar terutama di daerah
batang otak (pons).
3. Infark tunggal di daerah strategis
Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik pada daerah kortikal
atau sub kortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark girus angularis menimbulkan
gejala afasia sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi spasial dan
gangguan konstruksi. Infark daerah distribusi arteri serebri posterior menimbulkan
gejala amnesia disertai agitasi, halusinasi visual,gangguan visual dan kebingungan.
Infark daerah distribusi arteri serebri anterior menimbulkan abulia, afasia motorik dan
apraksia. Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan kognitif dan tingkah laku yang
disebabkan gangguan persepsi spasial. Infark pada daerah distribusi arteri paramedian
thalamus menghasilkan thalamic dementia.
5.3.3
Apa makna 1 tahun terakhir Ny. Luna sering lupa?
Berdasarkan PPDGJ-III bahwasanya ada beberapa hal yang digunakan sebagai pedoman
diagnostik penyakit demensia :
a. Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang sampai mengganggu
kegiatan harian seseorang. Seperti: mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang
air besar dan kecil.
b. Tidak ada gangguan kesadaran (clear consciousness)
c. Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.
Maka merujuk dari hal tersebut, makna 1 tahun sering lupa dapat dijadikan salah satu
acuan penegakkan diagnosis terhadap Ny. Luna. Ny. Luna 69 tahun mengalami
demensia. Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang
biasanya bersifat kronik-progresif.
5.3.4
Apa saja faktor resiko yang menyebabkan keluhan-keluhan tersebut?
a. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis (Asia,
Africa-American), jenis kelamin (pria), pendidikan yang rendah, daerah rural.
b. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret,
penyakit jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa
terapi penggantian estrogen, dan gambaran EKG yang abnomal.
c. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada
hemostatis, konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres psikologik,
paparan zat yang berhubungan dengan pekerjaan (pestisida, herbisida, plastik),
sosial ekonomi.
d. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah
volume kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark.

14

Jenis kelamin merupakan faktor yang masih kontroversial, dan beberapa penelitian
menemukan bahwa tidak ada perbedaaan dalam jenis kelamin. Semuanya dapat terkena
dalam perbandingan yang sama. Genetik juga merupakan faktor yang berpengaruh.
Arteriopati

cerebral

autosomal

dominan

dengan

infark

subkortikal

dan

leukoencepalopati (CADASIL) adalah suatu penyakit genetik yang melibatkan mutasi


Notch 3, menyebabkan infark subkortikal dan demensia pada 90 % pasien yang terkena
yang akhirnya meninggal dengan kondisi ini. Riwayat dari stroke terdahulu adalah
faktor resiko yang penting pada demensia vaskuler. Tidak hanya berhubungan dengan
luas dan jumlah infark, tetapi juga lokasi dan bahkan lesi tunggal yang strategis sudah
dapat menyebabkan demensia. Katzman et.al melaporkan resiko terjadinya demensia
vaskuler yang dihubungkan dengan keadaan depresi atau stres psikologik sebelumnya.
5.3.5
Mengapa keluhan sering lupa waktu makan dan mandi semakin berat?
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya
bersifat kronik-progresif. Segala sesuatu yang menyebabkan gangguan/kerusakan pada
otak terutama pada sistem limbik/sistem yang mengatur fungsi kognitif lainnya dapat
mengakibatkan terjadinya demensia, yang mana terjadinya kerusakan tersebut dapat
disebabkan pula oleh banyak faktor (multifaktorial). Pada kasus Ny. Luna memiliki
berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan tersebut seperti
hipertensi dan DM tipe 2 yang kronik. Apabila tidak terkontrol dengan baik, tentu saja
akan berdampak pada organ tubuh lainnya (komplikasi), gangguan yang ditimbulkan
juga tentunya tidak akan merusak secara langsung, melainkan secara perlahan
(progresif) dimulai dari yang ringan sampai dengan gejala yang berat.
5.4

Hasil Pemeriksaan Fisik: GCS 15, tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 82 x/menit
regular, pernafasan 20 x/menit, temperatur 37,2C.
5.4.1
Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?

KESADARAN
Secara Kuantitatif kesadaran seseorang dapat dinilai dengan Glasgow Coma Scale
(GCS) dengan hasil sebagai berikut :
Compos Mentis (15-14) tidak ada penurunan kesadaran pada Ny. Luna
Apatis (13-12)
Somnolen (11-10)
Delirium (9-7)
Sporo coma (6-4)
15

Coma (3)
Score
I.
4
3
2
1

MENILAI RESPON MEMBUKA MATA (E)

Spontan
Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata)
Dengan rangsang nyeri (misal menekan kuku jari)
Tidak ada respon
II.
MENILAI RESPON VERBAL / RESPON BICARA (V)

5
4

Orientasi baik
Bingung,
berbicara

disorientasi tempat dan waktu


Dengan kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,

2
1

mengacau (

sering bertanya berulang-ulang )

namun tidak dalam satu kalimat.


Suara tanpa arti (mengerang)
Tidak ada respon
III.
MENILAI RESPON MOTORIK (M)

6
5

Mengikuti perintah
Melokalisir nyeri

rangsang nyeri)
Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus

saat diberi rangsang nyeri)


Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada kaki

extensi saat diberi rangsang nyeri)


Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan

jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)


Tidak ada respon

(menjangkau & menjauhkan

stimulus

saat

diberi

TEKANAN DARAH
Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7

Kategori
Normal
Pre hipertensi
Hipertensi grade 1
Hipertensi grade 2

Sistol (mmHg)
<120
120-139
140-159
160

dan/atau
Dan
Atau
Atau
Atau

Diastole (mmHg)
<80
80-89
90-99
100

Interpretasi: 170/100 mmHg Hipertensi Sistole Grade 2


Mekanisme abnormal :
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran
besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter
16

pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran
aliran ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark selsel otak.
Teori 1:
Penderita DM seringkali mengalami mikroangiopati (kerusakan kapiler) merubah
fungsi dan struktur kapiler endoneural penyediaan darah untuk saraf sel saraf
rusak iskemik.
Teori 2:
Hiperglikemia penimbunan basal membran lebih cepat rusaknya blood nerve
barrier dan permeabilitas sel saraf metabolik toksik dapat masuk sel saraf rusak
Teori 3:
Resistensi insulin Menurunkan fungsi vasodilator insulin, tetapi reabsorpi natrium
diginjal tetap Vasokonstriksi relatif Hipertensi.
Teori 4:
Hiperinsulinemia Viskositas darah meningkat Aliran darah yang membawa O2
menurun pompa jantung meningkat Hipertensi

DENYUT NADI
Age

Target HR Zone 50-85%

Average Maximum Heart Rate, 100%

20s
30 34
35 39
40 44
45 49
50 54
55 59
60 64
65 69
> 70 years

100-170 beats per minute


95-162 beats per minute
93-157 beats per minute
90-153 beats per minute
88-149 beats per minute
85-145 beats per minute
83-140 beats per minute
80-136 beats per minute
78-132 beats per minute
75.128ats per minute

200 beats per minute


190 beats per minute
185 beats per minute
180 beats per minute
175 beats per minute
170 beats per minute
165 beats per minute
160 beats per minute
155 beats per minute
150 beats per minute

Interpretasi : Normal

PERNAFASAN
Normal

: 16 24 kali per menit


17

Hasil Pemeriksaan : 20 kali per menit


Interpretasi

: Normal

TEMPERATURE
Normal

: 36,5 37,5o C

Hasil pemeriksaan : 37,2oC


Interpretasi
5.5

: Subfebris

Hasil Pemeriksaan Status Neurologis: Gerakan ekstremitas kanan menurun,


kekuatan ekstremitas kanan 4, refleks fisiologis kanan meningkat, refleks patologis
sebelah kanan (+)
5.5.1
Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan status
neurologis?
-Gerakan ekstremitas kanan menurun, abnormal telah terjadi hemiparesis
-Kekuatan ekstremitas kanan 4, Hemiparese dextra spastik
0 = tidak ada gerakan
1 = kontraksi otot minimal terasa tanpa menimbulkan gerak
2 = otot dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan
3 = gerakan otot dapat melawan gaya berat tapi tidak bisa terhadap tahanan
pemeriksa
4 = gerakan otot dg tahanan ringan pemeriksa dan dapat melawan gaya berat
5 = gerakan otot dg tahanan maksimal pemeriksa
-Refleks fisiologi kanan meningkat
-Refleks patologis sebelah kanan (+)
Kesemua interpretasi pada kasus dapat dikatakan abnormal. Hal ini disebabkan oleh
adanya kerusakan/lesi pada otak yang mengganggu fungsi motorik.
5.5.2
Bagaimana cara pemeriksaan status neurologis?
Gerakan Ekstremitas dan Kekuatan
Pemeriksaan gerakan:
EKSTREMITAS ATAS
Posisikan pasien sebagai berikut : lengan aduksi, lengan atas fleksi pada siku,

pergelangan tangan menyilang di atas Proc. Xyphoideus


Dari posisi tersebut minta pasien: melakukan rotasi internal lengan, mengaduksi
lengan, fleksi sendi siku, pronasi lengan atas, supinasi lengan atas, dan
mengekstensikan jari-jari (membuat jari-jari saling menjauh) sembari pemeriksa

memberi tahanan bergradasi dalam hal kekuatan


Lakukan penilaian terhadap gerakan dan kekuatan sesuai standar
18

EKSTREMITAS BAWAH (posisi I)


Posisikan pasien sebagai berikut : Pasien terlentang, fleksi panggul dan lutut 90 o.

Tangan pemeriksa menopang pasien di bawah lutut


Dari posisi tersebut minta pasien melakukan fleksi tungkai atas, melakukan
aduksi sendi panggul, abduksi sendi panggul, ekstensi sendi lutut dan fleksi

sendi lutut sembari pemeriksa memberi tahanan bergradasi dalam hal kekuatan
Lakukan penilaian terhadap sesuai standar

EKSTREMITAS BAWAH (posisi II)


Posisikan pasien sebagai berikut: pasien terlentang dnegan sendi panggul dan

lutut ekstensi seperti biasa


Dari posisi tersebut minta pasien melakukan dorsofleksi, plantarfleksi, inversi
kaki dan eversi kaki sembari pemeriksa memberikan tahanan bergradasi dalam

hal kekuatan
Lakukan penilaian terhadap gerakan dan kekuatan sesuai standar

Pemeriksaan kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:
Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa

menahan gerakan ini.


Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh
menahan.

Cara menilai kekuatan otot dengan menggunakan angka dari 0-5.


Score

Hasil pemeriksaan

Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.

Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada


persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut.

Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya


berat (gravitasi). Misalnya, pasien mampu menggeser tungkainya di
tempat tidur, namun tidak mampu mengangkatnya

Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.

Selain dapat melawan gaya berat, ia dapat pula mengatasi sedikit


tahanan yang diberikan

Tidak ada kelumpuhan (normal)

Refleks Fisiologis
Refleks Fisiologis Ekstremitas Atas
1. Refleks Bisep
a. Pasien duduk di lantai
19

b. Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi, lengan
diletakkan di atas lengan pemeriksa
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan
setengah ditekuk pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku
Afferent : n.musculucutaneus (C 5-6); Efferent : idem
2. Refleks Trisep
a. Pasien duduk dengan rileks
b. Lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa
c. Pukullah tendo trisep melalui fosa olekrani
Stimulus : ketukan pada tendon otot triceps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi
siku dan sedikit pronasi .Respon : ekstensi lengan bawah disendi siku .
Afferent : n.radialis (C6-7-8); Efferent : idem
3. Reflesk Brakhioradialis
a. Posisi Pasien sama dengan pemeriksaan refleks bisep
b. Pukullah tendo brakhioradialis pada radius distal dengan palu refleks
c. Respon: muncul terakan menyentak pada lengan
4. Refleks Periosteum radialis
a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit dipronasikan
b. Ketuk periosteum ujung distal os. Radialis
c. Respon: fleksi lengan bawah dan supinasi lengan
5. Refleks Periosteum ulnaris
a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada siku, sikap tangan antara supinasi dan
pronasi
b.Ketukan pada periosteum os. Ulnaris
c. Respon: pronasi tangan
Refleks Fisiologis Ekstremitas Bawah
1. Refleks Patela
a. Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai
b. Raba daerah kanan-kiri tendo untuk menentukan daerah yang tepat
c. Tangan pemeriksa memegang paha pasien
d. Ketuk tendo patela dengan palu refleks menggunakan tangan yang lain
e. Respon: pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadrisep, ekstensi tungkai
bawah
Stimulus : ketukan pada tendon patella
Respon : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.quadriceps femoris
Afferent : n.femoralis (L 2-3-4)
Efferent :idem
2. Refleks Kremaster
a. Ujung tumpul palu refleks digoreskan pada paha bagian medial
b. Respon: elevasi testis ipsilateral
3. Reflesk Plantar
a. Telapak kaki pasien digores dengan ujung tumpul palu refleks
20

b. Respon: plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki


4. Refleks Anal Eksterna
a. Kulit perianal digores dengan ujung tumpul palu refleks
Respon: kontraksi otot sfingter ani eksterna
Refleks Patologis
Refleks Hoffman dilakukan dengan cara menyentil kuku atau phalanx terminal pada
jari tengah atau jari manis. Positif apabila terjadi fleksi phalanx terminal jempol

Reflek Babinski Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari
melalui sisi lateral, orang normal akan memberikan respon fleksi jari-jari kaki dan
penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul respon jempol kaki akan
dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka. Gangguan pada
UMN juga menjadi penyebab dari meningkatnya reflex fisiologis dan patologis ada.
Refleks babinski normal pada bayi masih ada.

Tanda Chaddock Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di


luar telapak kaki, dari tumit ke depan. Jika posistif maka akan timbul reflek
seperti babinski
21

Tanda Gordon dicetuksan dengan menekan otot betis. Positif apabila

terjadi refleksi seperti pada refleksi Babinski


Tanda Oppenheim dicetuskan dengan menggores bagian medial tibia ke

bawah. Positif bila terjadi reaksi seperti pada reflesk Babinski


Tanda Schaeffer dicetuskan dengan menekan tendon Achilles. Positif bila

terjadi refleksi seperti pada refleks Babinski


Tanda Gonda dicetuskan dengan memfleksikan jari kaki IV dan kemudian
mendadak dilepas. Positif apabila terjadi reaksi seperti pada refleks
Babinski

Clonus adalah kontraksi-relaksasi otot yang ritmik, cepat dan involunteer. Klonus
merupakan tanda kelainan neurologis, terutama lesi upper motor neuron. Klonus
pergelangan kaki dapat diperiksa dengan melakukan dorsofleksi cepat pada
pergelangan kaki, akan terjadi klonus otot-otot betis. Klonus patella dapat diperiksa
dengan mendorong patella ke arah kaki dengan cepat.
5.6

Hasil Pemeriksaan Laboratorium: GDS 240 mg/dL, kolesterol total 160 mg%, TG 120
mg%
5.6.1

Bagaimana

interpretasi

dan

hasil

pemeriksaan

abnormal

dari

laboratorium?
Pemeriksaan
Kolesterol total
GDS
TG
5.7

Normal
200
200
200mg%

Ny.luna
160 mg%
240 mg/dl
120 mg%

Interpretasi
Normal
Meningkat
Normal

Hasil Pemeriksaan Penunjang: CT Scan kepala: Infark lacunar di lobus temporalis


kiri
5.7.1

Bagaimana interpretasi dan hasil pemeriksaan abnormal dari CT Scan

kepala?
22

Infark lakunar
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm, disebabkan kelainan pada small
penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan sub kortikal akibat dari
hipertensi. Pada sepertiga kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik.
Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan sensorik, transient ischaemic
attack, hemiparesis atau ataksia. Bila jumlah lakunar bertambah maka akan timbul
sindrom demensia, sering disertai pseudobulbar palsy. Pada derajat yang berat terjadi
lacunar state. CT scan otak menunjukkan hipodensitas multipel dengan ukuran kecil,
dapat juga tidak tampak pada CT scan otak karena ukurannya yang kecil atau terletak di
daerah batang otak. Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan pemeriksaan
penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya lakunar terutama di daerah
batang otak (pons).
5.8

Hasil Pemeriksaan Kognitif: MMSE 17/30


5.8.1
Bagaimana interpretasi dan hasil pemeriksaan abnormal dari Kognitif?

17/30 gangguan kognitif sedang


5.8.2
Bagaimana cara pemeriksaan MMSE?
Disebut juga Folstein test adalah tes yang digunakan untuk menunjukkan ada atau
tidaknya pelemahan kognitif (cognitive impairment) pada pasien. Tes dilakukan dengan
memberikan pertanyaan sederhana atau masalah pada pasien dengan cakupan: tempat
dan waktu tes dilakukan, mengulangi beberapa kata, aritmatika, penggunaaan dan
pemahaman bahasa, dan kemampuan motorik dasar.
Nilai tertinggi untuk MMSE adalah 30.
Metode
Single Cut-off
Range

Skor
<24
<21

Interpretasi
Abnormal
Meningkatkan kemungkinan demensia

Pendidikan

>25
21

Menurunkan kemungkinan demensia


Abnormal untuk kelas 8

<23

Abnormal untuk SMA

<24
24-30

Abnormal untuk kuliah


Tidak ada pelemahan kognitif

18-23

Pelemahan kognitif ringan

Keparahan

23

0-17

Pelemahan kognitif berat

No.
Kemampuan
1. Orientasi
Menyebutkan : musim/tanggal/hari/bulan/tahun
Menyebutkan : rumah sakit/kota/provinsi/negara
2. Registrasi
Mengucapkan benda-benda berikut dan suruh diulangi :
apel-mangga-jeruk
3. Atensi dan kalkulasi
Kurangi 100 dengan 7 sampai 5 kali. Atau sebut namanya
dan suruh pasien untuk mengeja namanya dari kanan ke kiri
4. Recall
Ulangi ketiga nama objek pada nomor 2
5. Bahasa
Sebutkan nama objek. Pemeriksa memberikan 2 objek dan
suruh pasien untuk memberitahu nama objek tersebut
6 Ulangi : jika tidak dan tetapi
7 Ikuti perintah di bawah ini : ambil kertas ini, lipat jadi 2, dan
letakkan pada lantai
8 Tulis pejamkan mata dan suruh pasien melakukan
perintah tersebut
9 Suruh pasien membuat kalimat
10 Suruh pasien untuk menjiplak gambar

Total

Score
5
5
3

3
2
1
3
1
1
1

30

24

6. TEMPLATE
6.1

How to Diagnose
Diagnosis demensia ditegakkan melalui dua tahap, pertama menegakkan diagnosis
demensia, kedua mencari proses vaskular yang mendasari. Terdapat beberapa kriteria
diagnostik untuk menegakkan diagnosis DVa, yaitu:(5-12) (i) diagnostic and statictical
manual of mental disorders edisi ke empat (DSM-IV), (ii) pedoman penggolongan dan
diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) III, (iii) international clasification of diseases (ICD10), (iv) the state of California Alzheimers disease diagnostic and treatment centers
(ADDTC), dan (v) national institute of neurological disorders and stroke and the
association internationale pour la recherche et lenseignement en neurosciences
(NINDSAIREN).
2.7.1 Diagnostik PPDGJ-III:
a) Terdapatnya gejala demensia
b) Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapatnya hilan daya
ingat, gangguan daya piker, gejala neurologis fokal). Daya tilik diri (insight) dan
daya nilai (judgement) secara relative tetap baik.
c) Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai adanya
gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia
vaskular.
d) Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan CT
Scan atau pemeriksaan neuropatologis.
F01. Demensia Vaskuler Onset Akut
Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian stroke akibat thrombosis
serebrovaskuler, embolisme atau pendarahan.
F01.1 Demensia Multi Infark
Onsetnya lebih lambat, biasanya setelah serangkaian episode iskemik minor yang
menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim otak.
F01.2 Demensia Vaskular Subkortikal
Focus kerusakan akibat iskemia pada substansia alba di hemisferi serebral yang
dapat diduga secara klinis dan dibuktikan dengan CT Scan. Korteks serebri biasanya
tetap baik, walaupun demikian gambaran klinis masih mirip dengan demensia pada
penyakit Alzheimer.
F01.3 Dementia Vaskular Campuran Kortikal dan Subkortikal
Komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat diduga dari gambaran klinis,
hasil pemeriksaan (termaasuk atopsi) atau keduannya.
F01.8 Dementia Vaskular Lainnya
25

F01.9 Dementia Vaskular YTT


2.7.2 Diagnostik DSM IV :
A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang bermanifestasi oleh baik
1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi
baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut:
a) Afasia ( gangguan bahasa)
b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda
walaupun fungsi sensorik utuh
d) Gangguan dalam fungsi

eksekutif

(yaitu

merencanakan,

mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak)


B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu
penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya.
C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya; peningkatan refleks tendon dalam,
respon ekstensor plantar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada
satu ekstremitas) atau atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit
serebrovaskuler (misalnya infark multipel yang mengenai korteks dan subtannsia putih
dibawahnya) yang dianggap berhubungan secara etiologi dengan gangguan
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Pencitraan
Dengan adanya fasilitas pemeriksaan CT scan otak atau MRI dapat dipastikan adanya
perdarahan atau infark (tunggal atau multipel), besar serta lokasinya. Juga dapat
disingkirkan kemungkinan gangguan struktur lain yang dapat memberikan gambaran
mirip dengan DVa, misalnya neoplasma.
Laboratorium
Digunakan untuk menentukan penyebab atau faktor risiko yang mengakibatkan
timbulnya stroke dan demensia. Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah (LED), kadar
glukosa, glycosylated Hb, tes serologi untuk sifilis, HIV, kolesterol, trigliserida, fungsi
tiroid, profil koagulasi, kadar asam urat, lupus antikoagulan, antibodi antikardiolipin
dan lain sebagainya yang dianggap perlu.
Lain-lain
Foto Rontgen dada, EKG, ekokardiografi, EEG, pemeriksaan Doppler, potensial cetusan
atau angiografi.
6.2

Diagnosis Banding
26

a. Penyakit alzheimer
Biasanya demensia vaskular telah dibedakan dari demensia tipe Alzheimer
dengan pemburukan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskular selama
satu periode waktu. Walaupun pemburukan yang jelas dan bertahap mungkin tidak
ditemukan pada semua kasus, gejala neurologis fokal adalah lebih sering pada
demensia vaskular dibandingkan pada demensia tipe Alzheimer,

demikian juga

faktor risiko standar untuk penyakit serebrovaskular.


Gejala klinik

Demensia
Vaskular

Demensia
Alzheimer

Sering lupa sebelum stroke

Lupa jalan ke rumah, lupa mandi, tidak +


mengenali anggota keluarga

Riwayat penyakit stroke

Hipertensi

Hiperkolestrolemia

Onset Mendadak

Progresivitas bertahap

Hemiparese dextra spastik

Neuroimaging infark ganglia basalis


MMSE 23
Skoriskemik Hachinski

+
+
7

+
4

Pemeriksaan neurologi

Defisit
neurologi

Normal

Demensia Vaskular
Lebih banyak mengenai pria

Demensia Alzheimer
Lebih banyak mengenai wanita

Awitan akut dengan perburukan Awitan lambat, menyelinap


mendadak kinerja kognitif atau adanya
episode hemiparesis
Memburuk seperti anak tangga Memburuk secara bertahap progresif
(stepwise)
Gejala neurologik fokal menonjol
Tidak terdapat tanda neurologik fokal
sampai tahap lanjut
Perubahan afek, misal imbalans emosi, Afek tumpul
depresi, kecemasan
Kepribadian biasanya tetap baik

Perubahan kepribadian
27

Penilaian diri tetap baik

Penilaian terhadap diri sendiri (insight)


hilang secara dini

Keluhan somatik sering

Keluhan somatik jarang

Bukti adanya penyakit ateromatosa Bukti adanya penyakit ateromatosa


menyeluruh sering ada
menyeluruh kecil
Hipertensi dan kejang lebih sering

Hipertensi dan kejang jarang

Skor iskemik Hachinsky >7

Skor iskemik Hachinsky <4

Tidak terdapat kerusakan spesifik pada Defisiensi


beberapa
sistem
neurotransmitter
neurotransmitter, terutama pada sistem
neurotransmitter kolinergik
CT-scan menunjukkan perubahan lokal, CT-scan
menunjukkan
terutama regio temporal
ventrikuler sedang

dilatasi

PET scan menunjukkan penurunan PET scan menunjukkan pengurangan


penggunaan oksigen bercak (patchy)
umum dari penggunaan oksigen

b. Penurunan kognitif akibat usia


Apabila usia meningkat,

terjadi kemunduran memori yang ringan. Volume otak

akan berkurang dan beberapa sel saraf atau neurons akan hilang.
c. Depresi
Biasanya orang yang depresi akan pasif dan tidak berespon. Kadang-kadang keliru
dan pelupa.
d. Delirium
Adanya kekeliruan dan perubahan status mental yang cepat. Individu ini disorientasi,
pusing, inkoheren. Delirium disebabkan keracunan atau infeksi yang dapat diobati.
Biasanya sembuh sempurna setelah penyebab yang mendasari diatasi.
e. Kehilangan memori
Antara penyebab kehilangan memori yang lain adalah:
Malnutrisi
Dehidrasi
Fatigue
Depresi
Efek samping obat
Gangguan metabolik

Trauma kepala
28

Tumor otak jinak


Infeksi bakteri atau virus
Parkinson
6.3

Diagnosis Kerja
Demensia Vaskular pasca stroke

6.4

Epidemiologi
Demensia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada lanjut usia.
Di negara-negara Barat, demensia vaskular (DVa) menduduki urutan kedua terbanyak
setelah penyakit Alzheimer tetapi di beberapa negara Asia demensia vaskular
merupakan tipe demensia yang terbanyak.
Insidensi dan prevalensi DVa yang dilaporkan berbeda-beda menurut populasi studi,
metode pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan periode waktu pengamatan.
Diperkirakan demensia vaskuler memberi kontribusi 10 % - 20 % dari semua kasus
demensia. Data dari negara-negara Eropa dilaporkan prevalensi 1,6% pada kelompok
usia lebih dari 65 tahun dengan insidensi 3,4 tiap 1000 orang per tahun. Penelitian di
Lundby di Swedia memperlihatkan angka resiko terkena DVa sepanjang hidup 34,5%
pada pria dan 19.4% pada wanita bila semua tingkatan gangguan kognisi dimasukkan
dalam perhitungan. Sudah lama diketahui bahwa defisit kognisi dapat terjadi setelah
serangan stroke. Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa demensia terjadi pada ratarata seperempat hingga sepertiga dari kasus-kasus stroke.

6.5

Etiologi
Belum ada penyebab pasti mengenai penyakit demensia (multifaktorial). Pada kasus
demensia vaskular orang-orang yang memiliki penyakit sistemik, diabetes dan penyakit
kardiovaskular lainnya memiliki faktor risiko lebih besar terhadap penyakit ini.

6.6

Patogenesis
Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang dimulai
pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun, yang
sering berakhir dengan kematian. Usia awitan dan kecepatan perburukan bervariasi
diantara jenis-jenis demensia dan kategori diagnostik masing-masing individu. Usia
harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer adalah sekitar 8 tahun,
dengan rentang 1 hingga 20 tahun. Data penelitian menunjukkan bahwa penderita
demensia dengan awitan yang dini atau dengan riwayat keluarga menderita demensia
memiliki kemungkinan perjalanan penyakit yang lebih cepat. Dari suatu penelitian
terbaru terhadap 821 penderita penyakit Alzheimer, rata-rata angka harapan hidup
adalah 3,5 tahun. Sekali demensia didiagnosis, pasien harus menjalani pemeriksaan
29

medis dan neurologis lengkap, karena 10 hingga 15 persen pasien dengan demensia
potensial mengalami perbaikan (reversible) jika terapi yang diberikan telah dimulai
sebelum kerusakan otak yang permanen terjadi.
Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa tanda yang samar
yang mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh orang-orang yang paling
dekat dengan pasien. Awitan yang bertahap biasanya merupakan gejala-gejala yang
paling sering dikaitkan dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskuler,
endokrinopati, tumor otak, dan gangguan metabolisme. Sebaliknya, awitan pada
demensia akibat trauma, serangan jantung dengan hipoksia serebri, atau ensefalitis dapat
terjadi secara mendadak. Meskipun gejala-gejala pada fase awal tidak jelas, akan tetapi
dalam perkembangannya dapat menjadi nyata dan keluarga pasien biasanya akan
membawa pasien untuk pergi berobat. Individu dengan demensia dapat menjadi sensitif
terhadap penggunaan benzodiazepin atau alkohol, dimana penggunaan zat-zat tersebut
dapat memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada stadium terminal dari
demensia pasien dapat menjadi ibarat cangkang kosong dalam diri mereka sendiri,
pasien mengalami disorientasi, inkoheren, amnestik, dan inkontinensia urin dan
inkontinensia alvi.
Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh karena perbaikan
bagian-bagian otak (self-healing), gejala-gejala pada demensia dapat berlangsung
lambat untuk beberapa waktu atau dapat juga berkurang sedikit. Regresi gejala dapat
terjadi pada demensia yang reversibel (misalnya demensia akibat hipotiroidisme,
hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak) setelah dilakukan terapi. Perjalanan
penyakit pada demensia bervariasi dari progresi yang stabil (biasanya terlihat pada
demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan perburukan (biasanya terlihat pada
demensia vaskuler) menjadi demensia yang stabil (seperti terlihat pada demensia yang
terkait dengan trauma kepala).
Faktor Psikosial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh faktor
psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit maka
semakin tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual. Pasien
dengan awitan demensia yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri yang
lebih sedikit daripada pasien yang mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan
depresi dapat memperkuat dan memperburuk gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada
individu yang mengalami depresi dan mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada

30

kenyataannya

ia

mengalami

gangguan

depresi.

Ketika

depresinya

berhasil

ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang.


6.7

Komplikasi
a. Peningkatan risiko infeksi di seluruh bagian tubuh :
- Ulkus Dekubitus
- Infeksi saluran kencing
- Pneumonia
b. Thromboemboli, infark miokardium.
c.
Kejang
d. Kontraktur sendi
e.
Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
f.
Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan kurang dan kesulitan menggunakan
peralatan
g. Kehilangan kemampuan berinteraksi
h. Harapan hidup berkurang

6.8

Penatalaksanaan
Langkah pertama

dalam

menangani

kasus

demensia

adalah

melakukan

verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas


penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat
diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada
demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga, dan
pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa
antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah
harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam batas
normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif pada pasien
demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai normal menunjukkan
perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien dengan demensia vaskuler.
Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat -2 dapat memperburuk kerusakan
penting

mengingat

antagonis

reseptor

fungsi

kognitif. Angiotensin-converting

enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak berhubungan dengan
perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan
tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk
mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada pasienpasien yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara umum pada
pasien dengan demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif,
dukungan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk
gejala-gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan.
Farmakologi
31

Pengaruh obat-obatan dalam membantu pemulihan fungsi kognitif pada penderita


demensia vaskuler balum menunjukkan hasil yang memuaskan. Namun beberapa studi
menunjukkan beberapa jenis obat yang dapat memperbaiki fungsi kognitif pada
demensia vaskuler.
Ginkgo biloba, pentoksifilin, dan propentofilin dilaporkan berguna untuk memperbaiki
fungsi kognitif pada demensia vaskuler. Moris dan kawan-kawan mengatakan bahwa
penambahan vitamin E dosis kecil secara rutin dapat memperlambat penurunan fungsi
kognitif.
Untuk memperbaiki memori, ada beberapa obat yang bertujuan memperkuat fungsi
asetilkolin di susunan saraf pusat. Obat dari golongan ini diharapkan menstimulir
reseptor nikotinik untuk menambah pelepasan neurotransmiter seperti asetilkolin dan
glutamat. Biasanya pemakaian obat ini dilakukan jangka panjang. Obat-obatan yang
termasuk golongan cholinesterase inhibitors yang telah terbukti bermanfaat secara klinis
untuk demensia antara lain :
1. Reversible inhibitor : donezepil, galantamin
2. Pseudoreversible inhibitors : rivastigmin
3. Irreversible inhibitors : metrifonat
Depresi, ansietas/agitasi, kebingungan, gangguan tidur, dan gangguan perilaku seksual
sering menyertai terjadinya demensia vaskuler. Maka dari itu penanganan hal-hal
tersebut juga penting. Seringkali penderita demensia vaskuler dengan depresi
memperlihatkan gangguan fungsional yang lebih berat dibandingkan dengan yang tanpa
depresi
Non Farmakologi (Cognitive Rehabilitation Therapy)
Secara garis besar, CRT dapat dilakukan berdasarkan timbulnya gangguan
sebagai berikut :
1. Gejala utama
Gangguan kognitif, gangguan fungsional, dan gangguan sosial.
2. Gejala tambahan
Agitasi, agresi, depresi, psikosis, gangguan repetisi, gangguan tidur, dan gangguan
perilaku non spesifik
Cognitive Rehabilitation Therapy standar yang biasa dilakukan bagi para penderita
demensia mencakup :
1. Terapi Standar (Standard Therapies)
a. Terapi perilaku (Behavioural Therapy)
Pada mulanya, terapi perilaku dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip penyesuaian dan
teori pembelajaran dengan menggunakan strategi yang ditujukan untuk menekan atau
bahkan menghilangkan gangguan perilaku. Terapis akan sering menggunakan grafik
atau catatan harian untuk mengumpulkan informasi mengenai manifestasi suatu bentuk
32

gangguan perilaku dan rangkaian peristiwa yang menyebabkannya. Intervensi terapi


kemudian dilaksanakan berdasarkan temuan ini. Mengajarkan kembali cara untuk
miksi/defekasi, mengulang ritual tidur saat penderita menderita sulit tidur dan lain-lain.
b. Orientasi realitas (Reality Orientation)
Orientasi realitas merupakan penatalaksanaan yang paling banyak digunakan pada
penderita demensia, terutama yang terkait dengan gangguan memori dan disorientasi.
Cara ini menggunakan daya ingatan tentang penderita dihubungkan dengan
lingkungannya. Misalnya dengan mengingatkan berbagai benda, tanda dan aktifitas
yang ada dalam suatu lingkungan, dan dihubungkan dengan kondisi dan situasi
penderita pada saat itu.
c. Terapi validasi (Validation Therapy)
Terapi validasi digunakan jika orientasi realitas kurang atau tidak berhasil dilakukan.
Terapi validasi membutuhkan kesabaran dan empati yang kuat bagi para terapis, dan
melakukan percakapan yang intens namun tidak terdengar menghakimi.
d. Terapi ingatan / kenangan (Reminiscence Therapy)
Terapi ingatan/kenangan bertujuan selain untuk memperbaiki daya ingat, juga untuk
menimbulkan rasa senang saat mereka mengingat berbagai kenangan hidup mereka,
seperti saat menikah, melahirkan, liburan keluarga, dan lain-lain. Terkadang dilakukan
bersama-sama dengan terapi alternatif, misalnya sambil menggambar/melukis dan
mendengarkan musik.
2. Psikoterapi ringkas (Brief Psychotherapies)
a. Terapi kognitif perilaku (Cognitive Behavioural Therapy)
Cognitive Behavioural Therapy (CBT) cocok untuk diterapkan pada penderita demensia
dengan misinterpretasi kognitif, pikiran berprasangka, distorsi, kesulitan memecahkan
masalah, dan kesulitan berkomunikasi. Dengan kata lain, gambaran klinis tersebut
menunjukkan penderita demensia dengan pola berpikir yang khas.
b. Terapi interpersonal (Interpersonal Therapy)
Terapi interpersonal ditujukan untuk penderita demensia yang merasa sangat kesulitan
dengan kondisinya. Ini mencakup empat hal: konflik pribadi, gangguan kepribadian,
rasa kesedihan, dan masa transisi. Terapi ini cocok dilakukan pada penderita demensia
usia lanjut
6.9

Tindakan Preventif dan Edukasi


Sindrom demensia vaskular biasanya disebabkan oleh stroke. Jadi, prevensi (terapi
primer) atau terapi sekunder stroke adalah kunci untuk mencegah penurunan kognitif
ini.
33

Memodifikasi faktor resiko kemunduran kognitif dapat membantu mencegah stroke


dan demensia vaskular. Faktor resiko yang paling penting adalah hipertensi. Penelitian
kohort epidemiologi dan percobaan intervensi dengan pengobatan antihipertensi
menunjukkan kegunaan obat antihipertensi dalam mencegah demensia vaskular. Pasien
dengan merokok harus berhenti merokok karena dapat menyebabkan perbaikan perfusi
serebral dan fungsi kognitif. Faktor diet seperti hiperkolesterolemia juga dapat berperan.
Sedangkan dalam penelitian yang lain pula mendapati bahwa individu yang yang
melakukan aktivitas yang menstimulasi intelektual seperti interaksi sosial, catur,
crossword puzzle dan bermain alat musik dapat menurunkan resiko demensia secara
signifikan.
6.10 Prognosis
Dubia ad malam
Prognosis tergantung pada usia timbulnya, tipe demensia, dan beratnya deteriorasi.
Pasien dengan onset yang dini dan ada riwayat keluarga dengan demensia mempunyai
perjalanan penyakit yang lebih progresif. Dementia vasculare memiliki prognosis 5
tahun yang buruk, 39%. Secara umum, angka harapan hidup berkurang 50% pada lakilaki, orang dengan pendidikan cenderung rendah, dan orang yang memiliki performa
buruk pada tes neuropsikologi (Alagiakrishnan, 2012).
6.11 Kompetensi Dokter Umum
3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

34

7. TOPIK PEMBELAJARAN (LEARNING ISSUES)


7.1 Gangguan Fungsi Luhur
7.2 Demensia Vaskular

8. SINTESIS
8.1 GANGGUAN FUNGSI LUHUR
Fungsi luhur ialah otak yang menyebabkan manusia berkomunikasi satu sama lain melalui bicara,
menulis, dan gerak isyarat. Yang dimaksud dengan fingsi luhur yaitu:
1. Fungsi Bahasa
2. Fungsi Persepsi
3. Fungsi Memori
4. Fungsi Emosi
5. Fungsi kognitif

Fungsi luhur dipakai untuk menetapkan diagnosis dan rehabilitasi pasien dengan penyakit
otak pada kerusakan otak. Manusia normal dapat melakukan gerakan dan tindakan tanpa diajarkan
seperti duduk, jongkok, berdiri yang juga dijumpai pada hewan, fungsi-fungsi ini disebut fungsi
dasar.
Fungsi motorik seperti bicara, menulis, membaca, mengetik dan memainkan alat-alat musik
atau alat lainnya termasuk fungsi luhur. Dengan kata lain mengerti apa yang ditangkap panca
indera, membuat simbol-simbol, membuat dan menjalankan alat-alat terjadi melalui proses belajar.
Fungsi-fungsi ini dimungkinkan oleh adanya perkembangan cortex cerebri yang lebih sempurna.
Fungsi luhur terdiri dari:
1. Fungsi Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi. Bahasa terdiri dari bahasa verbal (ucapan), bahasa
visual (tulisan). Untuk sebagain besar orang, pusat bahasa terletak dibagian hemisfer otak
kiri, yang disebut juga sebagai hemisfer dominan.
Tangan kanan

: 95 % pusat bahasa di hemisfer kiri


5 % di hemisfer kanan.

Tangan kiri

: 70 % pusat bahasa di hemisfer kiri


15 % di hemisfer kanan
35

15 % di hemisfer bilateral (kanan kiri).


Secara anatomis ada 3 daerah utama otak untuk fungsi bahasa, yaitu:
a. Dua daerah reseptif, yaitu:
1) Area wenicke (area 22) : daerah reseptif untuk bahsa yang didengar.
2) Area gyrus anggularis (area 39) : daerah reseptif bahasa yang dilihat.
Seseorang dapat terganggu bicaranya saja atau terganggu bahasa saja.
Perbedaannya yaitu gangguan bicara bersifat perifer, disebabkan kelainan saraf
perifer, otot, dan struktur yang dipakai bicara. Sedangkan gangguan bahasa
sifatnya sentral, disebabkan oleh kelainan kortexs cerebri (fungsi luhur).
b. Suatu daerah yang berfungsi ekspresif, area brocca untuk bicara.
Hubungan antara area werniceke dan area brocca melalui serabut
fasikulus arkuatus. Aspek fektif bahasa meliputi yaitu: inotasi bicara dan emosi
ekspresi, pusat bahasa efektif bahasa terdapat pada hemisfer dominan (homologi
dengan area wernike dan area brocca, dihemisfer dominan).
Kerusakan pada daerah temporal non-dominan yang homolog dengan
area wernike akan terjadi gangguan dalam lagu kalimat. Kerusakan pada daerah
brocca akan menjadi dominan yang homolog dengan area brocca akan menjadi
gngguan emosi ekspresi dalam bicara. Bila ada kerusakan hemisfer dominan
tidak ada kesulitan dalam bahasa non verbal, seperti menggunakan isyarat muka,
dan tangan sewaktu bicara.
Bila ada gangguan hemisfer non dominan masih dapat berbahasa dengan
tata bahasa yang benar, tapi tampak berbahasa tanpa lagu kalimat, monotone
tanpa penekanan dan tidak mampu menggunakan isyarat muka, dan tangan
sewaktu bicara. Bila ada gangguan pada hemisfer dominan akan terjadi afasia,
yaitu:
a.

Ketidakmampuan untuk mengerti bahasa (afasia wernieke-afasia sensorik) seperti


berikutr ini:
1) Tidak mengerti bahasa ucapan maupun bahasa lisan.
2) Tidak dapoat mengulang kata-kata
3) Tidak dapat memberi nama benda
4) Tidak bisa membaca dan menulis
36

b. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan bahasa (afasia brocca-afasia motorik), seperti:


1) Berbicara tidak lancar
2) Kesulitan mengeluarkan kata-kata
3) Tidak dapat mengulang kata-kata yang didengar
4) Tidak dapat memberi nama benda walaupun masih mengenal benda tersebut.
Pengenalan pusat asosiasi dijumpai dalam hipokampus lobus temporal sebagai
memori. Apa yang terjadi pada rangkaian di atas untuk kognisi berikut:
1. Resepsi (penerimaan)
2. Persepsi (pengenalan)
3. Storage (penyimpanan)
Misalnya pengenalan pada bunga mawar:

Indera penghidu: bunga itu harum

Indera penglihatan: berwarna merah atau putih, berdaun, bunga yang banyak
tersusun dalam lingkaran.

Indera perabaan: daun bunga terasa timbul dan halus

Emosi: timbul rasa senang

Maka kalau kita melihat bunga tersebut kita menyebutnya bunga mawar. Setelah
pengenalan di atas , maka setiap kali kita melihat bunga mawar, timbul asosiasi yang
telah kita kenal secara serempak, afasia adalah gangguan fungsi bahasa dan biasanya
tanpa gangguan fungsi luhur lainnya seperti gangguan persepsi, memori, emosi,
kognitif. Disini letak perbedaannya dengan dementia yang mengalami semua gangguan
pada fungsi luhur. Afasia dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu afasia tak lancar dan
afasi lancar. Langkah-langkah penetapan afasia yaitu:
o Menentukan bahasa yang dikuasai pasien
o Menentukan kecekatan tangan (kanan/kiri)
o Menetapkan afasia lancar atau afasia tak lancar
o Menetapkan jenis afasia
37

o Menetapkan fungsi-fungsi luhur lainnya ( persepsi, memori, emosi,


koognitif).
o Menetapkan dengan tes formal (token test, peabody vocabulary test, boston
diagnostic aphasia test).
o Menetapkan fungsi luhur lainnya dengan formal (test pisikomotorik).

2. Fungsi Memori
Memori yaitu kemampuan seseorang untuk menyimpan informasi/pengenalan untuk
di kemukakan suatu saat. Mekanisme memori terjadi melalui 3 tahap yaitu:
a. Resepsi : Informasi diterima dan dicatat oleh pusat otak primer, seperti penglihatan
atau perabaan. Penyimpanan sangat singkat dan bersifat temporer.
b. Retensi : Informasi lebih lama dan lebih permanen. Ini disebabkan oleh informasi
dan pengalaman terjadi berulang-ulang.
c. Recall

: Proses mengingat kembali informasi yang disimpan.

Ada tiga bentuk memorial sebagi berikut ini:


a. Immediate memory yaitu, memori yang berlangsung sangat singkat dan hanya
beberapa detik saja, misalnya mengulang kata-kata.
b. Recent memory yaitu, memori yang disimpan dalam waktu yang bebrapa menit, jam
atau hari. Mudah dilupakan dan kadang-kadang sukar diingat kembali misalnya
mengingatnama orang tua atau nomor telepon.
c. Remote memory, yaitu yang tidak berakar, sukar dilupakan seperti nama sendiri,
nama orang tua, tanggal lahir dan sebagainya.
Struktur anatomi dalam penyimpanan memori adalah:
a. Pusat otak primer dan aosiasi ialah korteks serebri, beerperan dalam penyimpanan
remote memory.
b. Sub korteks
1) Hipokampus, bagian lobus temporalis
2) Sistem linbik, berperan dalam penyimpanan recent memory
3. Fungsi Emosi

38

Yang termasuk emosi yaitu rasa senang, marah, sedih, takut, kasih sayang, dll.
Emosi penting untuk mempertahankan aktivitas yang penting untuk kehidupan
individu seperti :
a.Makan (feeding)
b.

Berkelahi (fight)

c.Melarikan diri (flight)


d.

Mempertahankan jenis (perkawinan, merawat, dan mengurus anak)

Emosi marah dan takut perlu untk mempertahankan diri. Seeokor binatang, anak,
marah bila makanannya direbut oleh binatang lain. Anatomi yang terlihat pada emosi
yaitu :
a. Hipokampus
b. Forniks
c. Korpus mamillare
d. Nukleus anterior, talamus
e. Gyrus cynguli
Gangguan berbahasa (afasia)

Biasa terjadi karena kerusakan di hemisfere kiri

Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah :

berbicara spontan

penamaan

pengulangan

pemahaman

membaca

menulis

afasia broca (non-fluent) : percakapan tidak lancar, kalimat yang diucapkan pendek,
gangguan artikulasi, tetapi pemahaman normal. Prognosa baik.
39

afasia wernicke (fluent) : percakapan lancar tetapi tanpa makna, artikulasi baik, pemahaman
buruk, kelainan terjadi di hemisfere kiri bagian posterior, dan mirip psikotik. Prognosis
kurang.

afasia global : kelainan terletak di anterior dan posterior, seringkali mengenai arteri karotis
interna, disertai hemiplegia dextra. Prognosis buruk.

Gangguan Fungsi Luhur


1.

Sindrom lobus frontalis


a. Kerusakan area 44 (broca) apasia motorik
b. Kerusakan daerah prefontal (9, 10, 11, 12)

Gangguan tingkah laku

Hilangnya sikap pantas teerhadap sekitarnya

Kurangnya pengendalian diri

Kurang inisiatif dan kreasi

Tabulla (masa bodoh)

Bersenang hati yang tidak sesuai (eforia)


40

2.

Berkelakar tidak pada tempatnya (witzelsucht)

Menangis, tertawa, yang cepat bergantian tanpa perasaan sedih dan gembira.

Sindrom lobus parientalis


a. Kerusakan pada area 5 dan 7 (pusat asosiasi, perabaan), tidak mengenal perabaan atau
agnosia taktil.
b. Kerusakan pada area 40 (astereo gobsis) yaitu hilangnya kemampuan mengenal dengan
sensibilitas taktil, seperti tidak bisa membedakan bentuk, ukuran, dan susunan objek.

3.

Sindrom lobus oksipitalis


a. Kerusakan pada area 7 (buta central)
b. Kerusakan pada area 18 dan 19 (dominan korpus kulosum posterior)
c. Kerusakan pada lobus oksipitalis dominan yaitu agnesia warna tetapi tidak sama dengan buta
warna
d. Kerusakan pada bagian inferior lobus oksipitalis temporalis bilateral yaitu tidak mengenal
wajah orng yang dikenal tetapi apabia mendengar suaranya (mengenal orang)
e. Kerusakan pada bagian infero lateral lobus okspitalis dominan adalah simul taknosa yaitu
tidak mengenal suatu objek secara utuh tetapi mengenal objek itu secara detail.

4.

5.

Sindrom lobus temporalis


a.

Kerusakan pada pusat otak primer area 14 dan 42 yaitu tuli central atau kortikal,

b.

Kerusakan pada area wernike yaitu aphasa sensoris,

c.

Kerusakan pada temporalis kiri yaitu ganggua memori verbal dan agnosia musik.

Narkolepsia
Penderita dengan penyakit ini adalah orang yang dilanda oleh serangan tidur beberapa
kali sehari. Penderita umumnya pria pada usia remaja mudah sampai dewasa dan manula.
Penderita narkolepsia pada umumnya mengalami serangan mengantuk setelah makan atau
karena suasana fisiologik yang mempermudah seseorang tidur.

41

6.

Insomnia
Insomna terbagi atas beberapa bagian, sebagai berikut :
a. Insomnia primer
Umumnya penderita ini tidak mempunyai banyak kesulitan dan tampak sehat. Seseorang
dengan keluhan insomnia ini tidak selalu menunjukkan gejalah-gejala objektif, fenomena ini
dapat diiringi oleh tanda-tanda neurologik seperti tremor jari-jari, pitosis ringan, raut muka
yang hampa, suara yang bernada rendah, konjungtiva bola mata merah.
b. Insomnia sekunder psikoneurotik
Penderita biasana mengalami sakit kepala, pusing, perut kembung dan badan pegal.
Lalu penderita ini mempunyai sejenis keluhan insomnia dimana tidurnya terganggu oleh
banyak impian yang berlangsung dari saat jatuh tidur sampai bangun tidur pagi hari.
c. Insomnia sekunder penyakit organik
Insomnia karena terganggu oleh penyakit organik. Penyakit yang sering mengganggu
terlenanya seseorang yang mau tidur ialah penyakit yang diserai nyeri-nyeri pada jari.

7.

Koma
o) Berdasarkan anatomi dan patofisiologi, koma dibagi menjadi dua, yaitu :
a.

Koma kortikal : Merupakan koma atau esefalopati metabolit atau gangguan fungsi
lesisruktur korteks bihemisferik. Faktor penyebabnya antara lain sinkop, renjatan, hikoksia.

b. Koma diensifalit : Terjadinya melalui mekanisme herniasi kulkus tentorial atau central.
Penyebabnya antara lain: stroke, tumor otak, edemo otak, hidro sepalus, dan menginitis.
o) Klasifikasi koma berdasarkan gambaran klinik
a.

Koma dengan defisit neurologik fokal

b.

Koma dengan tanda rangsangan meningeal

c.

Koma tanpa defisit neurologik fokal.

8.2 DEMENSIA VASKULAR


42

2.1. Definisi
Menurut Kamus Dorland, demensia merupakan sindrom mental organik yang ditandai
dengan hilangnya kemampuan intelektual secara menyeluruh yang mencakup gangguan mengingat,
penilaian, dan pemikiran abstrak demikian juga dengan perubahan perilaku, tetapi tidak mencakup
gangguan yang disebabkan oleh kesadaran yang berkabut, depresi, atau gangguan fungsional mental
lainnya. Semua demensia yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah serebral dapat disebut
sebagai demensia vaskular.
2.2. Epidemiologi
Demensia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada lanjut usia. Di
negara-negara Barat, demensia vaskular (DVa) menduduki urutan kedua terbanyak setelah penyakit
Alzheimer tetapi di beberapa negara Asia demensia vaskular merupakan tipe demensia yang
terbanyak.
Insidensi dan prevalensi VaD yang dilaporkan berbeda-beda menurut populasi studi, metode
pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan periode waktu pengamatan. Diperkirakan
demensia vaskuler memberi kontribusi 10 % - 20 % dari semua kasus demensia. Data dari negaranegara Eropa dilaporkan prevalensi 1,6% pada kelompok usia lebih dari 65 tahun dengan insidensi
3,4 tiap 1000 orang per tahun. Penelitian di Lundby di Swedia memperlihatkan angka resiko terkena
VaD sepanjang hidup 34,5% pada pria dan 19.4% pada wanita bila semua tingkatan gangguan
kognisi dimasukkan dalam perhitungan. Sudah lama diketahui bahwa defisit kognisi dapat terjadi
setelah serangan stroke. Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa demensia terjadi pada rata-rata
seperempat hingga sepertiga dari kasus-kasus stroke.

2.3. Etiologi
Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang menimbulkan gejala
berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat hipertensi dan
faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral
berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkhim multiple yang
menyebar luas pada otak.
Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh plaq arteriosklerotik atau tromboemboli
dari tempat lain (misalnya katup jantung). Pada pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil
funduskopi yang tidak normal atau pembesaran jantung.
2.4. Klasifikasi dan Patogenesis
43

2.4.1 Infark multipel


Demensia multi infark merupakan akibat dari infark multipel dan bilateral. Terdapat riwayat
satu atau beberapa kali serangan stroke dengan gejala fokal seperti hemiparesis/hemiplegi,
afasia, hemianopsia. Pseudobulbar palsy sering disertai disartria, gangguan berjalan (small
step gait), forced laughing/crying, refleks Babinski dan inkontinensia. Computed
tomography imaging (CT scan) otak menunjukkan hipodensitas bilateral disertai atrofi
kortikal, kadang-kadang disertai dilatasi ventrikel.
2.4.2 Infark lakunar
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm, disebabkan kelainan pada small penetrating
arteries di daerah diencephalon, batang otak dan sub kortikal akibat dari hipertensi. Pada
sepertiga kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik. Apabila menimbulkan gejala, dapat
terjadi gangguan sensorik, transient ischaemic attack, hemiparesis atau ataksia. Bila jumlah
lakunar bertambah maka akan timbul sindrom demensia, sering disertai pseudobulbar palsy.
Pada derajat yang berat terjadi lacunar state. CT scan otak menunjukkan hipodensitas
multipel dengan ukuran kecil, dapat juga tidak tampak pada CT scan otak karena ukurannya
yang kecil atau terletak di daerah batang otak. Magnetic resonance imaging (MRI) otak
merupakan pemeriksaan penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya lakunar
terutama di daerah batang otak (pons).
2.4.3 Infark tunggal di daerah strategis
Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik pada daerah kortikal atau
sub kortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark girus angularis menimbulkan gejala
afasia sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi spasial dan gangguan
konstruksi. Infark daerah distribusi arteri serebri posterior menimbulkan gejala amnesia
disertai agitasi, halusinasi visual,gangguan visual dan kebingungan. Infark daerah distribusi
arteri serebri anterior menimbulkan abulia, afasia motorik dan apraksia. Infark lobus
parietalis menimbulkan gangguan kognitif dan tingkah laku yang disebabkan gangguan
persepsi spasial. Infark pada daerah distribusi arteri paramedian thalamus menghasilkan
thalamic dementia.
2.5. Gambaran Klinis
Serangan terjadinya DVa terjadi secara

mendadak, dengan didahului oleh transient

ischemic attack (TIA) atau stroke, risiko terjadinya DVa 9 kali pada tahun pertama setelah serangan
44

dan semakin menurun menjadi 2 kali selama 25 tahun kemudian.Adanya riwayat dari faktor risiko
penyakit sebero vaskular harus disadari tentang kemungkinan terjadinya DVa.
Gambaran klinik penderita DVa menunjukkan kombinasi dari gejala fokal neurologik,
kelainan neuropsikologik dan gejala neuropsikiatrik. Gejala fokal neurologik dapat berupa
gangguan motorik, gangguan sensorik dan hemianopsia. Kelainan neuropsikologik berupa
gangguan memori disertai dua atau lebih kelainan kognitif lain seperti atensi, bahasa, visuospasial
dan fungsi eksekutif. Gejala neuropsikiatrik sering terjadi pada DVa, dapat berupa perubahan
kepribadian (paling sering), depresi, mood labil, delusion, apati, abulia, tidak adanya spontanitas.
Depresi berat terjadi pada 25-50% pasien dan lebih dari 60% mengalami sindrom depresi dengan
gejala paling sering yaitu kesedihan, ansietas, retardasi psikomotor atau keluhan somatik. Psikosis
dengan ide-ide seperti waham terjadi pada 50%, termasuk pikiran curiga, sindrom Capgras. Waham
paling sering terjadi pada lesi yang melibatkan struktur temporoparietal.
2.6. Faktor Resiko
Secara umum faktor risiko DVa sama seperti faktor risiko stroke meliputi: usia, hipertensi, diabetes
melitus, aterosklerosis, penyakit jantung, penyakit arteri perifer, plak pada arteri karotis interna,
alkohol, merokok, ras dan pendidikan rendah. Berbagai studi prospektif menunjukkan risiko
vaskular seperti hipertensi, diabetes, hiperkolestrolemia merupakan faktor risiko terjadinya DVa.
Satu studi kohort pada tahun 2010 menunjukkan 21,123 perokok berat( lebih dari 2 bungkus per
hari) pada usia pertengahan (mean 23 tahun) beresiko 100% untuk dementia, Alzeimer dan
dementia vascular untuk dua dekad akan .
2.7. Diagnosis
Diagnosis demensia ditegakkan melalui dua tahap, pertama menegakkan diagnosis
demensia, kedua mencari proses vaskular yang mendasari. Terdapat beberapa kriteria diagnostik
untuk menegakkan diagnosis DVa, yaitu:(5-12) (i) diagnostic and statictical manual of mental
disorders edisi ke empat (DSM-IV), (ii) pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa
(PPDGJ) III, (iii) international clasification of diseases (ICD-10), (iv) the state of California
Alzheimers disease diagnostic and treatment centers (ADDTC), dan (v) national institute of
neurological disorders and stroke and the association internationale pour la recherche et
lenseignement en neurosciences (NINDSAIREN).
2.7.1 Diagnostik PPDGJ-III:
a) Terdapatnya gejala demensia
45

b)

Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata ( mungkin terdapatnya hilan daya ingat,
gangguan daya piker, gejala neurologis fokal). Daya tilik diri (insight) dan daya nilai
(judgement) secara relative tetap baik.

c) Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai adanya gejala neurologis
fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskular .
Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan CT Scan atau
pemeriksaan neuropatologis.
F01. Demensia Vaskuler Onset Akut

Biasannya terjadi secara cepat sesudah serangkaian stroke akibat thrombosis


serebrovaskuler, embolisme atau pendarahan.

F01.1 Demensia Multi Infark

Onsetnya lebih lambat, biasanya setelah serangkaian episode iskemik minor yang
menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim otak.

F01.2 Demensia Vaskular Subkortikal

Focus kerusakan akibat iskemia pada substansia alba di hemisferi serebral yang
dapat diduga secara klinis dan dibuktikan dengan CT Scan. Korteks serebri biasanya
tetap baik, walaupun demikian gambaran klinis masih mirip dengan demensia pada
penyakit Alzheimer.

F01.3 Dementia Vaskular Campuran Kortikal dan Subkortikal

Komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat diduga dari gambaran klinis,
hasil pemeriksaan (termaasuk atopsi) atau keduannya.

F01.8 Dementia Vaskular Lainnya


F01.9 Dementia Vaskuler YTT

2.7.2 Diagnostik DSM IV :


46

A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang bermanifestasi oleh baik


(1)Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(b)Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi
motorik utuh)
(c)Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi
sensorik utuh
(d)Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan
dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan
bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya.
C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya; peningkatan refleks tendon dalam, respon ekstensor
palntar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu ekstremitas) atau atau
tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit serebrovaskuler (misalnya infark
multipel yang mengenai korteks dan subtannsia putih dibawahnya) yang dianggap berhubungan
secara etiologi dengan gangguan
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
2.8 Pemeriksaan

Pencitraan

Dengan adanya fasilitas pemeriksaan CT scan otak atau MRI dapat dipastikan adanya perdarahan
atau infark (tunggal atau multipel), besar serta lokasinya. Juga dapat disingkirkan kemungkinan
gangguan struktur lain yang dapat memberikan gambaran mirip dengan DVa, misalnya neoplasma.

Laboratorium

Digunakan untuk menentukan penyebab atau faktor risiko yang mengakibatkan timbulnya stroke
dan demensia. Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah (LED), kadar glukosa, glycosylated Hb,tes
47

serologi untuk sifilis, HIV, kolesterol, trigliserida, fungsi tiroid, profil koagulasi, kadar asam urat,
lupus antikoagulan, antibodi antikardiolipin dan lain sebagainya yang dianggap perlu.

Lain-lain

Foto Rontgen dada, EKG, ekokardiografi, EEG, pemeriksaan Doppler, potensial cetusan atau
angiografi.
2.9. Terapi
Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada demensia vaskuler.
Pengukuran tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes
dan hipertensi.
Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet.
Pengontrolan terhadap tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga
agar berada dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif pada
pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai normal menunjukkan
perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien dengan demensia vaskuler.
Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor
b-2 dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor
dan diuretik telah dibuktikan tidak berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan
diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran
darah otak.
Tindakan bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler
berikutnya pada pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-hati.
Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk memberikan
perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi
farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan.
2.8.1 Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan demensia.
Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka pendek hilang
sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien
biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi fungsi
memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas pasien menjadi
pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin sedikit
menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasan
48

yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya (sense
of self) menghilang.
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan edukatif sehingga
mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang dideritanya. Mereka juga
bisa mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan akan perburukan disabilitas serta
perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh dapat
dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih dapat
dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan fungsi
kognitif juga dapat bermanfaat.
Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara berdamai dengan defek fungsi ego,
seperti menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk
membantu menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya ingat.
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu. Hal tersebut
membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan
karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.
2.8.2 Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresi untuk
depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga harus
mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya
kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara umum, obat obatan
dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan. Donezepil ditoleransi dengan
baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang digunakan karena potensial menimbulkan
hepatotoksisitas. Sedikit data klinis yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang
sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping neuropsikiatrik yang lebih
tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan tersebut dapat mencegah degenerasi
neuron progresif.
KESIMPULAN
1. Dementia vaskular adalah sindrom mental organik yang ditandai dengan hilangnya
kemampuan intelektual secara menyeluruh yang mencakup gangguan mengingat, penilaian,
dan pemikiran abstrak demikian juga dengan perubahan perilaku yang penyebabnya adalah
pembuluh darah serebral.
2. Dementia vaskular diklasifikasikan menjadi infark multipal, infark lakunar dan infark
tunggal di daerah strategis.
49

3. Penyebab dementia vaskular adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang
menimbulkan gejala berpola demensi dan infark berupa oklusi pembuluh darah oleh plaq
arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain ( misalnya katup jantung).
Terapi dementia vaskular terutama adalah berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet serta
benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresi untuk depresi, dan obat-obat
antipsikotik untuk waham dan halusinasi .

50

9. KERANGKA KONSEP
Ny. Luna, 69 thn dengan
DM & Hipertensi

Penebalan
pada mesotel

Pembentukan
plak
Resiko stroke
Oklusi pembuluh
darah
Aliran darah yang
kurang

Gangguan
fisiologis

Kelemahan otot

Infark lacunar pd lobus


temporalis kiri

Tonus Otot , reflex fisiologis ,


Reflex patologis kanan (+),
mudah lupa

Demesia vascular

10. KESIMPULAN
Ny. Luna, 69 tahun, menderita demensia vascular pasca stroke.

51

52

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Gofir, Theodorus Aditya Anantha Kusuma. 2008. Dementia Vaskular. Diakses dari
http://neurologyclinic.com
2. American Psychiatric Association. 2004. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders Fourth Edition Text Revision (DSM-IV-TR). Washington DC: APA: 146
3. Dorland, W. A.Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
4. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser Longo, Jameson, Loscalzo.Vascular Dementia on
Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition: 2543-4
5. Indiyarti, Riani. 2004. Diagnosis dan Pengobatan Terkini Demensia Vaskular. Jakarta :
Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
6. Iswari Mega. 2010. Anatomi Fisiologi dan Neorologi Dasar. Padang: UNP Press
7. Kannayiram

Alagiakrishnan.

2012.

Vascular

Dementia.

Diakses

dari

http://emedicine.medscape.com/
8. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. 1997. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis.Jilid I. Jakarta : Binarupa Aksara
9. Kaplan, Harold I., Benjamin J. Sadock, Jack A. Grebb. 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis
Psikitari Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2. Tangerang: Binarupa Aksara.
10. Kumar, Clark. 2005. Kumar & Clark Clinical Medicine Sixth Edition. Philadelphia: Elsevier
Saunders : 1213,55
11. M. Mahar. 1971. Neurologi Dasar edisi kedua. Jakarta: PT. Dian Rakyat
12. Rusdi Maslim. 2001. Buku Saku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia-III : 24
13. Tim Dosen Mata Kuliah Neurologi. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis edisi pertama.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press

53

Vous aimerez peut-être aussi