Vous êtes sur la page 1sur 7

ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) BAGI KEPENTINGAN

PELAKU USAHA PERKEBUNAN JAWA BARAT


16 September 2014 Dibaca: 1999x
Apakah AEC itu ?
ASEAN Economic Community (AEC) adalah suatu bentuk integrasi ekonomi ASEAN
dimana komunitas negara-negara di kawasan Asia Tenggara bergabung dalam sistem
perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN yang lebih dinamis dan kompetitif dengan
mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat ekonomi, mempercepat integrasi
regional di sektor-sektor prioritas, memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan
berbakat. Pada saat ini AEC lebih dikenal masyarakat umum dengan sebutan MEA
(Masyarakat Ekonomi ASEAN)
Tujuan pemberlakuan AEC adalah untuk membentuk negara ASEAN menjadi kawasan yang
stabil, sejahtera, dan kompetitif dengan pembangunan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan
disparitas sosial ekonomi antar negara di ASEAN.
Apakah maksud dan tujuan AEC ini telah dipahami oleh para pelaku usaha perkebunan di
Jawa Barat? Kemungkinan besar belum semua pelaku usaha perkebunan itu memahami dan
mengerti betul tentang tujuan, manfaat dan tantangan yang akan dihadapi dalam AEC ini,
terutama oleh para pelaku usaha perkebunan rakyat yang tersebar di berbagai kab/kota se
Jawa Barat, sehingga nampaknya mereka masih menganggap semua itu merupakan hal yang
biasa-biasa saja, padahal jika tidak segera difahami segala sesuatunya maka berbagai peluang
positif yang mungkin diperoleh akan berubah menjadi masalah besar bagi perkembangan
ekonomi masyarakat perkebunan Jawa Barat itu sendiri.
Jika semua pihak menyadari, bahwa menjelang pemberlakuan AEC pada tahun 2015, masih
banyak hal yang harus dipersiapkan, antara lain adalah: kesiapan mental SDM untuk
memasuki kondisi persaingan global, kesiapan pengembangan produk yang berdaya saing
tinggi, kesiapan infrastruktur, teknologi, permodalan dan manajemen yang profesional.
Semua hal tersebut tentu saja perlu dipersiapkan dan dipikirkan secara matang, serta penuh
kerja keras.
Kesiapan Sub Sektor Perkebunan Jabar Jelang AEC/MEA
Pemberlakuan AEC atau MEA tinggal menghitung bulan, yaitu akan dimulai pada tanggal 31
Desember 2015 mendatang. Bagi sebagian pihak yang tidak siap tentu AEC akan dipandang
sebagai ancaman yang menakutkan. Hal itu terutama bagi para pelaku usaha di bidang
produksi pertanian/perkebunan, dimana sangat disadari bahwa sampai saat ini sebagian besar
produk pertanian/perkebunan kita masih memiliki kelemahan daya saing yang kurang
kompetitif dibandingkan dengan produk sejenis di kawasan ASEAN. Inti dari kesiapan
pelaku usaha dalam menghadapi sistem persaingan global, tiada lain adalah
Mempertahankan Kualitas Produk Dengan Harga Yang Tetap Bersaing .
Upaya mempertahankan kualitas produk tentu saja berkaitan erat dengan banyak aspek,
antara lain: Kualitas Bahan Baku, Kualitas Bahan Tambahan, Standar Proses Produksi,
Teknologi yang digunakan, Kualitas Hasil Produksi (ukuran, rasa, warna, higienis, aman dan
halal), serta Kemasan. Sedangkan aspek daya saing harga sangat tergantung dari kreatifitas

pelaku usaha dalam memilih komposisi bahan yang relatif terjangkau harganya tanpa
mengurangi kualitas.
Jka dicermati lebih dalam, bahwa aspek kelemahan yang dimiliki oleh para pelaku usaha
perkebunan rakyat adalah disamping aspek kualitas produk juga aspek manajemen usaha
yang kurang profesional, terutama jika menyangkut aspek penanganan kontinuitas produk,
aspek penanganan higienis proses produksi serta biaya produksi yang relatif lebih tinggi. Jika
hal ini tidak disikapi semua pihak terkait maka dikhawatirkan pelaku usaha tersebut pada
saatnya nanti tidak akan siap mengikuti perdagangan bebas dan dapat dipastikan mereka akan
tergusur.
Beberapa komoditas perkebunan Jawa Barat yang sebenarnya memiliki peluang untuk dapat
bersaing dengan produk sejenis dari negara ASEAN, antara lain adalah komoditas: Teh,
Kopi, Karet, Cengkeh, Tembakau, Pala, Nilam dan Akar Wangi yang dianggap berpotensi
menjadi komoditas ekspor unggulan daerah.
Berdasarkan pemahaman kondisi lapangan terhadap beberapa komoditas perkebunan
tersebut, nampaknya belum banyak upaya penanganan peningkatan kualitas produk yang
dilakukan. Misalnya untuk produk Teh rakyat baru pada taraf pembinaan dan fasilitasi dasar
saja, antara lain memfasilitasi unit pengolah hasil (untuk: teh hijau, teh putih, powder green
tea), serta pembinaan untuk memperhatikan cara bertani yang baik (Good Agriculture
Practices/GAP), penanganan pascapanen yang baik (Good Handling Practices/GHP), teknik
menghasilkan produk yang benar memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan (Good
Manufacturing Practices /GMP), serta pembinaan teknik pengemasan produk teh yang baik.
Demikian juga untuk Kopi baru tahap memfasilitasi pabrik pengolah hasil mulai dari
penanganan pascapanen sampai kepada bubuk kopi siap konsumsi, kemudian bimbingan
untuk memperhatikan cara bertani yang baik (Good Agriculture Practices/GAP), penanganan
pascapanen yang baik (Good Handling Practices/GHP), teknik menghasilkan produk yang
benar memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan (Good Manufacturing Practices
/GMP), serta pembinaan pengemasan produk kopi yang baik.
Untuk cengkeh baru tahap fasilitasi unit pengolah minyak cengkeh, demikian pula untuk
kakao dan kelapa baru sebatas fasilitasi unit pengolah hasil dan produk turunannya,
sementara untuk nilam selain fasilitasi unit pengolah minyak atsiri juga pembinaan terhadap
cara bertani yang baik (Good Agriculture Practices/GAP), penanganan pascapanen yang baik
(Good Handling Practices/GHP), teknik menghasilkan produk yang benar memenuhi
persyaratan mutu dan keamanan pangan (Good Manufacturing Practices /GMP).
Pada umumnya fasilitas yang diberikan untuk berbagai komoditi perkebunan di Jawa Barat
baru sebatas fasilitasi dasar sebagaimana tersebut diatas. Tentu saja dengan bekal fasilitasi
dasar tersebut tidaklah mencukupi untuk dapat dikatakan siap bersaing dalam pasar bebas.
Masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibenahi oleh berbagai pihak terkait, bukan hanya
mengandalkan kemampuan pihak Pemerintah Daerah saja, tetapi dibutuhkan peran serta dari
berbagai pihak lain, terutama dari para pelaku usaha perkebunan itu sendiri, para penyuluh,
para petugas teknis lapangan, para pelaku industri pengolahan, para distributor, para
eksportir, para peneliti, pihak perguruan tinggi, dan semua yang terlibat dalam jaringan
perdagangan.

Selain dari aspek peningkatan daya saing produknya, maka dari sisi pelaku usaha
perkebunannya sendiri harus mempersiapkan diri untuk memiliki daya saing yang tinggi.
Dalam hal ini perlu disadari, bahwa kompetensi SDM sub sektor perkebunan Jawa Barat
masih relatif lemah jika dibandingkan dengan SDM negara ASEAN lainnya. Jiwa
kewirausahaan SDM perkebunan Jawa Barat nampaknya belum banyak tersentuh oleh pola
pembinaan yang memadai. Sehingga apabila kondisi ini tidak segera dibenahi maka SDM
perkebunan kita akan kalah bersaing, lalu SDM negara asing akan memasuki Jawa Barat, dan
akan menggeser tenaga kerja Jawa Barat sendiri, selanjutnya akan menyebabkan semakin
banyaknya penganguran.
Peluang dan Tantangan Menghadapi AEC 2015 ?
AEC dapat menjadi peluang para pelaku usaha, khususnya dalam hal: dapat memanfaatkan
pasar yang lebih luas dengan sasaran penduduk antar negara, menjadi negara pengekspor,
menjadi negara tujuan investor, meningkatkan devisa negara, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan meningkatkan serapan tenaga kerja.
Gambaran analisis SWOT tentang peluang, tantangan, kelemahan dan kekuatan yang ada,
dalam menghadapi AEC dapat digambarkan sebagai berikut:
FAKTOR INTERNAL
Kekuatan/Strength (S)

Ketersediaan potensi SDA perkebunan berorientasi ekspor;


Ketersediaan SDM pelaku usaha perkebunan yang memiliki budaya berkebun secara
turun menurun;
Ketersediaan industri pengolahan hasil perkebunan yang memadai;
Adanya dukungan kebijakan dan kelembagaan yang mengatur tata niaga komoditas
perkebunan;
Tersedianya lembaga perguruan tinggi dan lembaga penelitian yang dapat mendukung
pengembangan sub sektor perkebunan di Jawa Barat.

Kelemahan/Weakness (W)

Rendahnya penanganan pengelolaan SDA perkebunan;


Rendahnya jiwa kewirausahaan di kalangan petani perkebunan;
Rendahnya penggunaan teknologi pengolahan hasil perkebunan;
Masih adanya kendala koordinasi antar lembaga terkait serta kurangnya pengawasan
dan penegakan hukum terhadap pelanggaran UU dan PP;
Masih belum optimalnya pelaksanaan Tri Dharma Perguruan tinggi di bidang
pembangunan perkebunan.

FAKTOR EKSTERNAL
Peluang/Opportunity (O)

AEC akan mendorong arus investasi pertanian masuk ke Dalam Negeri yang
menciptakan multiplier effect.

Pasar tunggal memudahkan pembentukan joint venture dengan perusahaan di


kawasan ASEAN, sehingga lebih memudahkan akses bahan baku yang belum dapat
dipasok dari Dalam Negeri.
Pasar tunggal menciptakan pasar yang mencakup wilayah seluas 4,47 juta km persegi,
dengan potensi pasar lebih kurang sebesar 565 juta jiwa.
Akselerasi perpindahan manusia dan modal.
Meningkatkan bargaining power yang dimiliki oleh masyarakat dalam menentukan
pilihannya di tengah banyaknya produk dan kemudahan yang ditawarkan.
Meningkatkan transfer teknologi dari negara maju ke negara berkembang.

Tantangan/Threat (T)

Laju peningkatan ekspor, impor dan inflasi masih tinggi,


Dampak negatif arus modal yang lebih bebas dan kesamaan produk,
Daya saing produk sektor perkebunan masih rendah,
Kompetensi SDM belum maksimal,
Konektifitas yang rendah,
Tingkat persaingan semakin ketat,
Tuntutan investor asing dan domestik makin tinggi,
Konsumen semakin kritis dan memiliki preferensi yg lebih tinggi

Berdasarkan analisis SWOT tersebut maka beberapa hal yang perlu disikapi sebagai Strategi
dalam menghadapi AEC 2015, antara lain:
1.Pemanfaatankan kekuatan yang dimiliki untuk menangkap peluang yang tersedia yaitu:

Dengan peraturan/kebijakan yang jelas, tegas dan transparan dan dukungan partisipasi
masyarakat dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya investasi di
dalam negeri.
Dalam melakukan upaya pembinaan setiap instansi harus menerapkan konsep
partisipasi agar dapat dilaksanakan dengan baik sehingga masyarakat punya
bargaining power dalam menentukan produk dan kemudahan yang ditawarkan.
Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang memadai disertai dukungan pelaku
usaha akan dapat menunjang pasar tunggal danmemudahkan akses bahan baku yang
belum dapat dipasok dari Dalam Negeri.
Melalui perkembangan iptek di bidang pertanian memberikan kemudahan dalam
meningkatkan transfer teknologi dari negara maju ke Jawa Barat.

2.Menjadikan peluang yang ada untuk memperbaiki kelemahan yaitu:

Untuk meningkatkan kualitas SDM dan penguasaan teknologinya dilakukan melalui


transfer teknologi;
Peningkatan perkonomian pelaku usaha dapat dilakukan dengan penguasaan teknologi
dan peningkatan akses pasar terhadap hasil usahanya
Optimalisasi sarana dan prasarana melalui arus investasi ke dalam negeri.
Dalam upaya peningkatan pengawasan dan penegakan hukum maka harus dilakukan
dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

3.Kekuatan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk menangkis tantangan yang akan datang
yaitu:

Dengan komitmen yang kuat dari instansi pembina dapat mendukung upaya
pengelolaan produk dan peningkatan daya saing
Dengan adanya peraturan dan kebijakan yang jelas dan diikuti dengan implementasi
yang tegas dapat mengendalikan laju ekspor impor dan laju inflasi serta mengatasi
persaingan yang ketat.
Dengan ketersediaan sumber daya alam yang memadai, dukungan pelaku usaha dan
perkembangan iptek dapat meningkatkan daya saing dan meningkatkan ketertarikan
investor asing dan domestik

4.Menjadikan tantangan yang ada untuk mengurangi kelemahan yang dimiliki yaitu:

Dengan pengawasan dan penegakan hukum yang ketat serta koordinasi dan
pembinaan yang intens diupayakan arus modal dan tingkat persaingan berjalan normal
Guna mengurangi laju peningkatan ekspor impor dan laju inflasi yang masih tinggi
harus diupayakan dengan peningkatan kualitas SDM dan peningkatan perekonomian
pelaku usaha
Dengan peningkatan penggunaan teknologi dan sarana prasarana diharapkan daya
saing produk dapat meningkat agar investor asing dan domestik tetap mendukung
pengembangan produk.

Para pengusaha juga harus turut andil dalam melakukan pembenahan di segala aspek
terutama dalam peningkatan kompetensi SDM, produktivitas tenaga kerja, sistem transaksi
perdagangan secara elektronik, pengembangan pemasaran sampai dengan kemasan produk
untuk meningkatkan kemampuan bersaing di pasar global.
Apa yang Harus dipersiapkan oleh pelaku usaha perkebunan Jawa Barat?
Berbicara tentang kemampuan daya saing produk yang kita hasilkan, tentunya tidak cukup
dengan mengandalkan slogan cintailah produk Indonesia atau cintailah produk Jawa
Barat, tetapi harus disertai dengan bukti nyata bahwa produk yang kita tawarkan itu benarbenar memiliki kualitas yang lebih unggul dari produk sejenisnya.
Sub Sektor Perkebunan Jawa Barat harus didorong untuk mampu memasuki era AEC secara
mantap dan meyakinkan. Banyak faktor yang bisa dilakukan untuk mendorong kesiapan daya
saing produk perkebunan Jabar, antara lain:

Untuk meningkatkan daya saing komoditas perkebunan, tidak saja ditentukan oleh
mutu produk yang baik, tetapi juga harus bisa mewujudkan harga jual produk yang
kompetitif. Disamping itu dalam proses produksinya harus memperhatikan kaidah
kaidah pertanian yang ramah lingkungan, menggunakan sumber daya yang efisien,
memanfaatkan teknologi yang tepat guna serta adanya komitmen yang tinggi untuk
tetap menjada kualitas dan kontinuitas produksi.
Dalam proses pengembangan agribisnis disamping harus berbasis sumber daya lokal,
juga menjalankan konsep tanpa limbah (zero waste) sebagai komitmen kita dalam
menjaga kelestarian lingkungan. Dengan konsep zero waste ini, maka seluruh
komponen dari komoditi harus menjadi produk yang mempunyai nilai jual, sehingga
penggunaan sumber daya menjadi efisien dan dapat menekan biaya produksi. Kita
harus sudah mulai menyadari bahwa konsep zero waste ini merupakan pilihan cerdas
untuk meningkatkan nilai tambah yang langsung berkontribusi terhadap kesejahteraan
petani disamping menghasilkan produk pertanian yang berdaya saing di pasar global.

Untuk meningkatkan daya saing, tentunya dibutuhkan sinergi dan kerja sama yang
kuat antara pemerintah dengan stakeholder terkait, mulai dari pelaku usaha, asosiasi,
akademisi, sampai kepada pemerintah termasuk Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, lembaga perbankan, dan lembaga pendukung lainnya.

Sebagai bagian dari strategi prioritas yang harus harus segera dilakukan dalam menghadapi
AEC Tahun 2015, adalah:
1. Penyediaan inovasi teknologi dan penguatan kelembagaan untuk optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya perkebunan termasuk peningkatan pelayanan pembinaan.
2. Pengembangan POKTAN menuju GAPOKTAN yang tangguh sebagai fokus dalam
meningkatkan skala ekonomi.
3. Pengembangan supply chain dan value chain regional, nasional dan global.
4. Penguatan inovasi teknologi dengan mengembangkan industri hilir perkebunan
berbasis Poktan/Gapoktan untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing, dan ekspor
produk pertanian.
5. Peningkatan jaringan kemitraan ekonomi (public-private partnership) produk
perkebunan.
6. Perbaikan data dan informasi (real-time, complete, and reliable) produk perkebunan.
7. Pengetatan penggunaan instrumen SPS dalam pemasaran produk pertanian
8. Peningkatan efisiensi di segala bidang
Kesimpulan
1. Pemberlakuan AEC atau MEA sudah di depan mata, tepatnya pada tanggal 31
Desember 2015, namun demikian pemahaman tentang AEC atau MEA belum secara
merata dimiliki oleh para pelaku usaha perkebunan di Jawa Barat, untuk itu sosialisasi
tentang AEC atau MEA perlu ditingkatkan.
2. Inti dari kesiapan pelaku usaha dalam menghadapi sistem persaingan global, tiada lain
adalah Mempertahankan Kualitas Produk Dengan Harga Yang Tetap Bersaing .
3. Faktor-faktor penentu daya saing antara lain: Keunggulan sumber daya alam,
Teknologi yang efisien, Nilai tambah, Sumber daya manusia dan manajemennya,
Lingkungan, pengaturan dan kebijakan perdagangan, Teknologi peningkatan mutu,
Infrastruktur, Karakteristik produk dan faktor non harga, Strategi perusahaan atau
gapoktan, Struktur industri, pasokan input dan lain sebagainya.
4. Ungkapan kemampuan daya saing produk tidak cukup dengan mengandalkan slogan
cintailah produk Indonesia atau cintailah produk Jawa Barat, tetapi harus
disertai dengan bukti nyata bahwa produk yang kita tawarkan itu benar-benar
memiliki kualitas yang lebih unggul dari produk sejenisnya.
5. Berdasarkan analisis SWOT bahwa sub sektor perkebunan Jawa Barat memiliki
peluang untuk bisa memasuki era AEC dengan mantap dan penuh keyakinan.
6. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi dalam menghadapi
pemberlakuan AEC, antara lain:

Penyediaan inovasi teknologi dan penguatan kelembagaan untuk optimalisasi


pemanfaatan sumberdaya perkebunan termasuk peningkatan pelayanan pembinaan.
Pengembangan POKTAN menuju GAPOKTAN yang tangguh sebagai fokus dalam
meningkatkan skala ekonomi.
Pengembangan supply chain dan value chain regional, nasional dan global.

Penguatan inovasi teknologi dengan mengembangkan industri hilir perkebunan


berbasis Poktan/Gapoktan untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing, dan ekspor
produk pertanian.
Peningkatan jaringan kemitraan ekonomi (public-private partnership) produk
perkebunan.
Perbaikan data dan informasi (real-time, complete, and reliable) produk perkebunan.
Pengetatan penggunaan instrumen SPS dalam pemasaran produk pertanian
Peningkatan efisiensi di segala bidang

Bahan Rujukan:
1. Aneka Informasi dari berbagai media tentang AEC 2015;
2. Paparan Direktur Pemasaran Internasional Ditjen Pengolahan & Pemasaran Hasil
Pertanian Kementerian Pertanian tentang kesiapan sektor pertanian menghadapi
AEC 2015 yang disampaikan pada Workshop Akselerasi Ekspor Pertanian Pola
Insentif 2014 Tanggal 6 7 Februari 2014 Solo Jateng.

Sumber : Dinas Perkebunan


Penulis : Siti Purnama

Vous aimerez peut-être aussi