Vous êtes sur la page 1sur 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan Dokter adalah suatu ilmu dan seni yang mempelajari tentang penyakit dan
cara-cara penyembuhannya. Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan yang
mempelajari tentang cara mempertahankan kesehatan manusia dan mengembalikan
manusia pada keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada penyakit dan cedara.
Pembelajaran klinik merupakan salah satu bagian integral dari pendidikan kedokteran yang
akan mempersiapkan mahasiswa untuk dapat melakukan serta mengetahui prinsip-prinsip
dalam praktek klinik dan merangsang mahasiwa untuk menggunakan keterampilan berpikir
kritis untuk memecahkan masalah (Solso, 2004).
Beberapa peneliti telah banyak meniliti stress yang terjadi pada mahasiswa kedokteran
diawal praktek klinik. Hasil penilitian menunjukan mahasiswa kedokteran tidak puas
dengan komponen pembelajaran klinik dari pendidikan meraka. Kurangnya pengalaman
klinik, daerah yang asing, pasien yang terkadang tidak bisa diajak kerja sama, takut
membuat kesalahan, menerima instruksi yang berbeda di lapangan dengan apa yang
mereka pelajari di kelas diungkapkan oleh mahasiswa sebagai faktor-faktor yang
menyebabkan stress dalam praktek klinik kedokteran (Parkin, 2000).
Selama mengikuti pembelajaran dalam perkuliahan dengan beban materi yang cukup berat
dan jadwal kuliah yang padat diisi dengan ujian dan tugas-tugas, mahasiswa pendidikan
dokter dituntut untuk memiliki performa dan daya tahan kerja yang tinggi untuk
menghadapi stress dalam menghadapi tanggung jawab tersebut.
Stress adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami ketidakenakan oleh karena harus
menyesuaikan diri dengan keadaan yang tidak dikehendaki (Sternberg, 2004). Stress pada

mahasiswa terutama berasal dari kurangnya pengetahuan professional dan juga


keterampilan merawat pasien. Gejala yang timbul pada mahasiswa adalah peningkatan
denyut jantung, peningkatan tekanan darah, sakit kepala, rendah diri, marah, merokok,
minum alkohol, penurunan berat badan dan penyalahgunaan narkoba.
Bentuk cara mengurangi stress adalah salah satunya dengan menggunakan aromaterapi
yang dimulai dengan mencium bau yang wangi, sehingga segala yang membebani pikiran
akan berkurang (Utomo, W.K, 2007). Istilah aromaterapi muncul pertama kali pada tahun
1920 yang di populerkan oleh Gattefosse, seoarang ahli kimia dari perancis.
Aromaterapi adalah cara penyembuhan dengan menggunakan kosentrasi minyak atsiri atau
minyak essensial yang aromatik dan diekstraksi dari tumbuh-tumbuhan (Dr. Rachmi,
2002). Minyak atsiri yang digunakan merupakan cairan hasil sulingan dari berbagai jenis
bunga, daun, kulit batang, biji dan akar yang tidak digunakan secara langsung ke kulit
tetapi harus diencerkan terlebih dahulu yang biasanya bersifat mudah menguap saat terkena
panas atau cahaya.
Efek aromaterapi positif karena aroma yang segar dan harum merangsang sensori dan
akhirnya mempengaruhi organ lainnya sehingga dapat menimbulkan efek yang kuat
terhadap emosi. Aromaterapi ditangkap oleh reseptor di hidung, kemudian memberikan
informasi lebih jauh ke area di otak yang mengontrol emosi dan memori serta memberikan
informasi ke hipotalamus yang merupakan pengatursistem internal tubuh,sistem
seksualitas,suhu tubuh, dan reaksi terhadap stres. Manfaat paling besar dari aromaterapi
adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran berlebihan dengan mencium bau yang
wangi,segala yang membebani pikiran juga akan berkurang (Utomo,W.K, 2007)
Peppermint
Secara spesifik, bau aroma peppermint dapat mempengaruhi proses dasar biologis
seseorang. Peppermint merupakan bagian dari aroma dasar dimana daun mint
menjadi sumber aroma tersebut. Dengan karakter bau mint yang khas, peppermint

sangat baik untuk mengatasi gangguan perncernaan, batuk dan influenza. Saat ini
banyak digunakan sebagai campuran pasta gigi ataupun permen.Juga sebagai
penyejuk dan dapat menghilangkan rasa sakit pada otot.Pada perawaatn kulit
digunakan sebagai cleanser dan anti-radang.Juga sangat bermanfaat untuk melawan
kelelahan, kecemasan atau masalah emosional lainnya.Umumnya aman, walaupun
banyak mengandung methol yang dapat mengiritasi kulit. Terbukti ternyata
peppermint memiliki banyak khasiat dan terbukti pada beberapa eksperimen yang
menggunakan peppermint sebagai sarana untuk menguji suatu hypothesis yang
terkait keadaan fisik maupun psikis seseorang (Gobel, Schmidt, Soyka, 1994)
Rosemary
Rosemary disinyalir dapat memperkuat otak dan meningkatkan memori.
Kandungan

yang

terdapat

dalam

rosemary

mampu

merangsang

sekresi

norepinephrine yang berperan untuk peningkatan memori. Dalam suatu studi


didemonstrasikan bahwa inhalasi dari minyak esensial rosemary tidak menemukan
hasil adanya efek analgesic (Astuti, 2009).

Walaupun banyak penilitian yang meniliti tentang aromaterapi peppermint dan


rosemary tetapi belum ada penelitian yang membandingkan antara aromaterapi
mana yang lebih efektif diantara peppermint dan rosemary. Karena itu dalam
penelitian ini penulis bertujuan untuk mencari aromaterapi yang paling efektif
untuk meningkatkan performa kerja subjek yang diukur dengan tes psikologi
Kreppelin.

1.2 Rumusan Masalah


2.

Apakah aromaterapi peppermint dapat meningkatkan performa subjek secara


objektif yang diukur dengan tes Kreppelin, yaitu: Kecepatan, ketelitian, keajekan,
ketahanan?

3. Apakah aromaterapi rosemary dapat meningkatkan performa subjek secara objektif


yang diukur dengan tes Kreppelin, yaitu: Kecepatan, ketelitian, keajekan,
ketahanan?
4. Bagaimana perbandingan efektivitas aromaterapi peppermint dan rosemary?

1.3 Tujuan Penilitian


2. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh pemberian aromaterapi terhadap maximum performance
mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran di Fakultas Kedokteran Universitas
Dipenogoro.
3. Tujuan khusus
Memilih aromaterapi yang tepat untuk dijadikan sarana penunjang peningkatan
performa dalam pembelajaran.

1.4 Manfaat penilitian


1. Sebagai

alternative

untuk

sarana

penunjang

mahasiswa

agar

dapat

meningkatkan daya tahan kerja, sehingga dapat mencapai performa yang


maksimal dalam mengikuti pembelajaran.
2. Memberikan konstribusi pada peningkatan kenyamanan mahasiswa tahap
profesi dalam mengikuti pembelajaran.
3. Memberikan informasi bagi pelayanan kesehatan untuk dapat memilih
aromaterapi yang tepat dalam meningkatkan performa kerja.
4. Memberikan informasi bagi masyarakat luas akan kegunaan efek aromaterapi
dalam meningkatkan daya tahan dan performa kerja.
5. Memberikan informasi bagi peneliti untuk dapat mengembangkan penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan efek aromaterapi lebih luas lagi ke depannya.

1.5 Keaslian Penelitian


No. Penulis

Metode

Hasil

Penelitian
1.

Agustini N, Sudhana PreH.

2014.

Tidak adanya perbedaan konsentrasi yang

Pengaruh Eksperimental signifikan antara kelompok yang diberi

Pemberian

aromaterapi

Aromaterapi Terhadap

aromaterapi,aromaterapi

Konsentrasi

memberikan efek yang signifikan. Hal ini

Siswa

dengan

tanpa
belum

Kelas V Sekolah Dasar

disebabakan

dalam

Mengerjakan

hanya dipengaruhi oleh faktor ekternal,

Soal Ulangan Umum.

melainkan juga dipengaruhi oleh faktor

Jurnal

internal.

Psikologi

karena

kelompok

Pada

konsentrasi

kelompok

tidak

eksperimen

Udayana. Vol. 1 (2):

terjadi peningkatan konsentrasi setiap

271-278

harinya, hanya saja tidak mencapai titik


signifikan. Sedangkan, pada kelompok
kontrol tidak ada perbedaan tingkatan
konsentrasi
berdasarkan

setiap

harinya.

wawancara,

Namun

didapatkan

bahwa subjek merasa lebih tenang saat


mengerjakan ulangan ketika mencium
aromaterapi.
2.

Raudenbush, B.,

Eksperimental In comparison to the non-odor control

Grayhem R., Sears T.,

condition, ratings of alertness during the

Wilson I. (2009)

driving protocol were higher in both the

Effects of Peppermint

peppermint and cinnamon conditions.

and Cinnamon Odor

Both

cinnamon

Administration on

administration led to increased ratings of

Simulted Driving

alertness, decreased temporal demand, and

Alertness, Mood and

decreased frustration over the course of

Workload. Notrh

the

American Journal of

peppermint scent reduced anxiety and

Psychology. Vol 11

fatigue. Periodic administration of these

(2): 245-256

odors over prolonged driving may prove

driving

and

scenario.

peppermint

In

addition,

beneficial in maintaining alertness and


decreasing

highway

accidents

produced

and

fatalities.
3.

Moss, M., Cook J.,

Eksperimental Lavender

significant

Wesnes K., Duckett P.

decrement in performance of working

2003. Aromas of

memory, and impaired reaction times for

Rosemary and

both memory and attention based tasks

Lavender Essential Oils

compared

to

Differentially Affect

rosemary

produced

Cognition and Mood in

enhancement of performance for overall

Healthy Adults. Journal

quality of memory and secondary memory

of Neuroscience. Vol

factors, but also produced an impairment

113 (1): 15-38

of speed of memory compared to controls.

controls.

In
a

contrast,
significant

These findings indicate that the olfactory


properties of these essential oils can
produce objective effects on cognitive
performance, as well as subjective effects
on mood.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Olfactory System


2.1.1 Olfactory System
Menurut Shah, Sen, Patel, Patel, Patel, dan Prajapati (2011), rangsang bau yang masuk
melalui hidung diterima oleh mukosa hidung, dilanjutkan nervus olfactoius, selanjutnya
akan menuju bagian dari otak yang mengatur emosi, memori serta kemampuan belajar dan
tempat ini disebut sebagai sistem limbic. Aromaterapi memiliki dampak tidak hanya pada
aspek fisik tetapi juga pada aspek psikologis.
Menurut Henderson (2007) dalam Agustini N, Sudhana H. (2014), aromaterapi memiliki
beberapa fungsi diantaranya membuat udara dalam ruangan menjadi segar, menciptakan
suasana yang tenang, dapat digunakan sebagai antibiotik, dapat berguna menjadi antiseptik
untuk melakukan perlawanan terhadap virus, merendam emosi, dapat menjadi alat untuk
relaksasi, dan juga meningkatkan konsentrasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hongratanaworakit (2004), ditemukan bahwa
aromaterapi memberikan efek yang signifikan pada gelombang otak, hal tersebut dilihat
dari hasil EEG.Hasil dari amplitudo serta frekuensi menunjukkan bahwa adanya aktivitas
pada gelombang alpha, betha, serta tetha.Ketika individu sedang membaca atau pada saat
pikiran berkonsentrasi, gelombang betha adalah gelombang dominan dan alpha dihambat.
Penelitian lain juga dilakukan terhadap anak autis serta kesulitan belajar dengan pijatan
menggunakan aromaterapi (Solomons, 2005). Melalui pemijatan, aromaterapi juga dihirup
oleh subjek dan hasilnya subjek dapat meningkatkan perhatiannya.Dari beberapa penelitian

yang telah dilakukan di atas, dapat disimpulkan bahwa aromaterapi memiliki fungsi untuk
meningkatkan konsentrasi.
Mekanisme dari sistem olfaktori dapat dibedakan menjadi perifer, menerima rangsang dari
stimulus sebagai sinyal elektrik dalam neuron, dan central, tempat intergerasi semua sinyal
dan diproses dalam sistem saraf pusat.
2.1.2 Perifer

Pada mamalia, aroma masuk melalui hidung dan berinteraksi dengan receptor penciuman
yang merupakan membrane protein bipolar pada olfactory epithelium.Sinyal tersebut
menjalar melalui nervus olfaktorius.Seperti halnya pada nervus optikus, nervus olfactorius
bukanlah bagian dari sistem saraf tepi, tetapi didefinisikan sebagai salah satu bagian dari
otak.Nervus olfactorius ini berlanjut sebagai bulbus olfactorius yang juga merupakan
bagian dari sistem saraf pusat.Receptor olfaktorius dapat menerima rangsang berdasarkan
konsentrasi dari bau tersebut.

2.1.3 Central
Axons dari bulbus olfactorius membentuk kumparan yang disebut glomeruli (glomerulus
tunggal).Di dalam glomerulus, axon berinteraksi dengan dendrit dari mitral sel dan
beberapa jenis sel lainnya.Mitral sel mengirim axon mereka ke beberapa area pada otak,
termasuk nucleus olfactory anterius, piriform cortex, medial amygdala, entorhinal cortex,
dan olfactory tubercle.
Piriform cortex merupakan area untuk mengindentifikasi bau.Medial amygdala terlibat
dalam fungsi sosial interaksi dalam seksual.Entorhinal cortex diasosiasikan sebagai ingatan
terhadap bau.
Rangsang (bau) Lubang hidung Epitelium olfactory Mucosa olfactori Saraf
olfaktori bulbus olfaktori

Thalamus Hipotalamus Otak daerah olfaktori

Hipotalamus Talamus (korteks serebrum)

2.2 Tes Kraepelin


2.2.1 Definisi Tes Kraepelin

Kraepelin adalah sebagai alat tes bakat, Kraepelin dimaksudkan untuk mengukur maximum
performance seseorang.Oleh karenanya tekanan scoring dan interpretasi lebih didasarkan
pada hasil tes secara objektif bukan pada arti proyektifnya.Individu dikatakan memiliki
performa yang baik apabila dalam rentang waktu yang lama dan dalam kondisi tertekan
(stressful) mampu menampilkan unjuk kerja yang cepat, teliti dan stabil.

Dr. J. de Zeeuw, memiliki pandangan bahwa tes kraepelin digolongkan sebagai tes yang
dipergunakan untuk mengukur factor factor non intelektual (tes konsentrasi).

Sedangkan menurut Anne Anastasi (psychological Testing), tes Kraepelin merupakan


sebuah Speed Test .Adapun ciri utama dari sebuah speed test adalah tidak adanya waktu
yang cukup u tuk menyelesaikan semua soal. Sebenarnya dalam tes kraepelin, testi
memang tidak diharapkan untuk dapat menyelesaikan sepenuhnya setiap jalur tes, kerena
yang sebenarnya dilihat disini adalah bagaima kecepatan teste.
Menurut Anne Anastasi, selain kecepatan kerja, factor lain yang dapat diketehui dengan
menggunakan tes kraepelin adalah mengenai ketelitian, konsentrasi, dan stabilitas dalam
bekerja. Selain itu aspek aspek psikologis yang berpengaruh pun bermacam macam,
misalnya saja mengenai persepsi visual, koordinasi senso-motorik, pushing power,
ketahanan, learning effect.

2.2.2 Tujuan Tes Kraepelin

Tujuan dari tes Kraepelin sebenarnya adalah digunakan untuk menentukan sepertia apa tipe
performance seseorang, misalnya hasil yang rendah, dapat menggindikasi adaya gejala
depresi mental. Terlalu banyak seseorang melakukan salah hitung, dapat mengindikasikan
adanya distraksi mental

Selain itu tes Kraepelin juga dapat digunakan untuk mengukur seberapa konsentrasi dari
seseorang.Hal itulah yang menyebabkan tekanan skoring dan interpresi lebih didasarkan
pada hasil tes yang diperoleh secara obyektif bukan pada arti proyektifnya.
Dari perhitungan obyektif tersebut, kemudian dapat diinterpretasikan tujuan tes kraepelin
yang mencakup 4 hal:
Interpretasi hasil dapat mencakup :
1. Faktor Kecepatan (speed factor), bisa mengindikasikan tempo kerja.

2. Faktor Ketelitian (accuracy factor), bisa mengindikasikan konsentrasi kerja.

3. Faktor Keajekan (rithme factor), bisa mengindikasikan stabilitas emosi.

4. Faktor Ketahanan (ausdeur factor), bisa mengindikasikan daya tahan terhadap situasi
menekan.

2.2.3 Skoring

Terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk melakukan skoring.


1. Menyambung / membuat garis dari puncak tertinggi sehingga membentuk grafik
2. Garis timbang : puncak teringgi + puncak terendah : 2
3. Kecepatan testi mengerjakan lajur tiap menit : 2 x ( jumlah angka diatas garis timbang
angka
dibawah garis timbang) : 40
4. Ketelitian : Jumlah kesalahan 15 lajur ( 5 lajur terdepan, 5 lajur tengah dan 5 lajur
terakhir)

2.3 Aromaterapi

2.3.1 Definisi Aromaterapi

Aromaterapi merupakan bentuk dari pengobatan alternative yang menggunakan material


tumbuhan, minyak tumbuhan, termasuk minyak essensial dan berbagai senyawa aromatik
dengan tujuan memperbaiki mood, kognitif, psikologi atau fisik.

2.3.2 Manfaat Aromaterapi

Beberapa manfaat aromaterapi, seperti relaksasi dan menenangkan pikiran, lebih


memberikan placebo effect daripada efek psikologis.Aroma dapat mempengaruhi mood
dan relaksasi memberikan manfaat kepada pasien.

Aromaterapi merupakan terapi atau pencegahan penyakit dengan penggunaan minyak


esensial. Pernyataan lain mengatakan pelaksanaan menggunakan rasa nyeri, penurunan
anxiety, pemicu energy dan ingatan jangka pendek, relaksasi, mencegah kerontokan
rambut, dan mengurangi gatal-gatal.

2.3.3 Mekanisme Aromaterapi

Dua mekanisme dasar menjelaskan pengaruh aroma pada otak, terutama sistem limbik
melalui olfactory system dan pengaruh farmakologi dari minyak esensial.Penelitian
mekanisme cara kerja aroma terapi secara klinis masih belum terbukti, tetapi secara klinis
aromaterapi memberikan dampak yang positif.

Aromaterapi tidak menyembuhkan penyakit, tetapi membantu tubuh merespon dengan


alami untuk menyembuhkan sendiri dengan meningkatkan respon imun.

2.4 Aromaterapi Peppermint

Peppermint yang dikenal juga sebagai M. balsamea Willd, merupakan mint


campuran, berasal dari persilangan watermint dan spearmint. Tanaman ini banyak
ditemukan di Eropa dan Timur tengah.Sekarang peppermint tersebar luas di budidaya di
banyak wilayah di dunia.

Aroma peppermint bisa membantu meningkatkan daya ingat dan kewaspadaan


sehingga cocok bagi orang yang sedang mengalami kelelahan.Selain itu, dapat juga
menyegarkan dan menghidupkan kulit. Serta efek terapeutik nya dapat bekerja sebagai anti
bakteri, virus dan parasit pada sistem pencernaan, melancarkan penyumbatan sinus dan
paru, mengaktifkan produksi minyak di kulit, menyembuhkan gatal-gatal karena
kadas/kurap, herpes, serta kudis karena tumbuhan beracun.

Penelitian sebelumnya mengindikasikan bahwa aroma memiliki efek yang luas pada
sistem saraf pusat manusia (Kobal & Hummel, 1988; Lorig & Schwartz, 1988; Van Toller,
1988), bahkan ketika partisipan tidak menyadari pemberian aromaterapi.(Lorig, Huffman
& DeMartino, 1991).
Karena itu sudah berbagai penelitian tentang efek aromaterapi peppermint sudah
banyak dilakukan.Di antaranyaGoel dan Lao (2006) memberikan aroma peppermint kepada
partisipan yang sehat dan mendapatkan lebih non-REM dan less-REM.Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian aroma peppermint meningkatkan tingkat kesadaran
terhadap manusia.

Kimura, Mori,

Suzuki, Endo & Kawano (2001) melaporkan

peppermint meningkatkan amplitude 1 dan 2 EEGsecara signifikan setelah tes stress.


Penelitian lain juga menunjukkan, Tingkat kewaspadaan lebih tinggi pada
pemberian aromaterapi peppermint dan cinnamon daripada tanpa pemberian aromaterapi.
Aroma peppermint dapat menurunkan tingkat kegelisahan dan kelelahan.Pemberian aroma
ini saat menyetir menunjukkan manfaatnya dalam menjaga kewaspadaan sehingga dapat
menurunkan tingkat kecelakaan saat berkendara.(Raudenbush, Grayhem, Sears & Wilson,
2009).
2.5 Aromaterapi Rosemary
Rosemary (Rosmarinus officinalis) merupakan sebuah tanaman yang tahan penyakit
dan hama, yang dapat ditumbuhkan melalui pencangkokan. Teh rosemary dapat membantu

mengatasi masalah reumatik dan gejala flu.Tanaman ini biasanya cocok digunakan sebagai
teh maupun bahan makanan Tanaman ini banyak mengandung kalsium, zat besi, dan
Vitamin B6.
Meskipun penelitian mengenai aromaterapi rosemary tidak sebanyak penelitian
yang dilakukan terhadap aromaterapi peppermint, namun banyak diantara penelitian
tersebut yang menunjukkan manfaat yang signifikan akan aromaterapi rosemary yang di
antaranya berkhasiat untuk emberi efek pada munculnya perasaan puas dan efek positif
pada mood dan kinerja, dan menurunkan tingkat hormon kortisol yaitu hormon pemicu
stres. Salah satu aroma yang manjur memperlancar peredaran darah, menurunkan
kolesterol, mengendorkan otot, reumatik, menghilangkan ketombe, kerontokan rambut,
membantu mengatasi kulit kusam sampai di lapisan terbawah.Mencegah kulit kering,
berkerut yang menampakkan urat-urat kemerahan.
Karena itu bila dilihat khasiat aromaterapi rosemary, ternyata memiliki banyak
kesamaan dengan khasiat aromaterapi peppermint. Berbagai penelitian sebelumnya
mengenai aromaterapi rosemary antara lain menurut penelitian Miguel A. Diego et.al,
(1998) didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa, kedua kelompok baik
lavender maupun rosemary mengalami penurunan yang signifikan dalam score tingkat
kecemasan yang dites menggunakan kuisioner STAI (State Anciety Inventory), hanya
kelompok lavender yang mengalami perbaikan mood secara signifikan setelah pemberian
aroma terapi, yang diketahui dari penurunan score POMS (The Profile of Mood States),
kedua kelompok merasa lebih rileks, dan kelompok rosemary cenderung merasa lebih
waspada.
Dalam penelitian Moss, M., Cook J., Wesnes K., Duckett P. (2003), rosemary dapat
meningkatkan performa yang signifikan terhadap keseluruhan kualitas mengingat dan
kewaspadaan dengna metode penelitian menggunakan Cognitive Drug Researchyang dites
bersama-sama dengan kelompok control tanpa aroma dan dengan aromaterapi Lavender.

BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Teori

Aromaterapi

Peppermint

Nervus Olfactorius

Korteks

Rosemarry

Korteks
Piriform

Tes
Kreppelin

Korteks
Entorhinal

Faktor
Kecepatan
Faktor
Ketelitian

Sistem
Limbik

Faktor
Keajekan

Tempo
Kerja

Faktor
Ketahanan

Konsentrasi

Stabilitas
Emosi

MAXIMUM PERFORMANCE

Ketahanan

3.2 Kerangka Konsep


Aromaterapi

Rosemarry

Peppermint

Nervus Olfaktorius

Korteks Piriform dan


Enthorinal

Sistem Limbik

Tes Kreppelin

3.2 Hipotesis

Maximum
Performance

Mengingat lebih banyaknya penelitian yang menggunakan aromaterapi peppermint


dan memiliki hasil signigikan terhadap memori, konsentrasi dan kewaspadaan, hipotesis
penelitian ini adalah: Aromaterapi peppermint lebih efektif dalam meingkatkan Maximum
Performance subjek.

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1

Ruang Lingkup Penelitian


4.1.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di ruang BBDM Gedung Pendidikan Fakultas

Kedokteran Undip.
4.1.2 Waktu penelitian
Waktu penelitian yang dibutuhkan adalah 8 minggu dari mulai koordinasi penelitian
sampai dengan pembuatan laporan hasil penelitian.
4.1.3 Disiplin ilmu terkait
Disiplin ilmu yang terkait pada penelitian ini adalah kedokteran saraf, fisiologi,
anatomi, obat tradisional, kimia, psikiatri, psikologi dan ilmu kesehatan masyarakat.

4.2

Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Pre Experimental Design dengan jenis

One Shoot Case Study menggunakan analisis uji beda (uji t).

4.3

Identifikasi Variabel
4.3.1 Variabel bebas (independent)

Variabel bebas pada penelitian ini meliputi pemberian inhalasi aromaterapi


peppermint dan aromaterapi rosemarry
4.3.2 Variabel tergantung (dependent)
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah hasil test Paulin Kreppelin yang
meliputi faktor kecepatan, ketelitian, keajekan dan ketahanan.

4.4

Definisi Operasional Variabel

No. Variabel
1.

Pemberian Aromaterapi

Kategori
-

Nominal

Peppermint

Aromaterapi yang digunakan berkomposisi


1:5 dengan alcohol. Bentuk dari aromaterapi

Aromaterapi

Skala

Aromaterapi
Rosemarry

yang digunakan adalah pengharum ruangan


yang elektrik, di dalamnya berisi sebuah
lilin sebagai alat bakar dan diatasnya diisi
dengan air hangat, lalu ditetesi aromaterapi
dengan essence peppermint sebanyak 10-12
tetes, begitu juga dengan essence
aromaterapi rosemary.

2.

Maximum Performance

Kecepatan

Maximum Performance yang meliputi faktor


ketelitian, keajekan, kecepatan dan
ketahanan diukur dengan menggunakan Tes

Faktor

(speed factor)
-

Faktor

Interval

Kreppelin di mana tiap sesi tes dilakukan

Ketelitian

dalam waktu 30 detik.

(accuracy
factor)
-

Faktor
Keajekan
(rithme factor)

Faktor
Ketahanan
(ausdeur
factor)

4.5

Populasi dan Subjek Penelitian


4.5.1 Populasi target
Populasi target pada penelitian ini adalah Mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro yang berjumlah kurang lebih 800.


4.5.2 Populasi terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah adalah Mahasiswa
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.yang berada pada lokasi
penelitiandalam jangka waktu penelitian.
4.5.3 Sampel populasi
Pada penelitian ini menggunakan sampel dari populasi Mahasiswa
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro yang diambil secara

random mengikuti kriteria inklusi dan ekslusi yang berada pada lokasi penelitian dalam
jangka waktu penelitian.

4.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


4.6.1 Kriteria Inklusi
1. Subjek merupakan mahasiswa FK Undip dengan rentang usia 17-23 tahun,
2. Subjek telah melakukan sarapan pagi, tidak dalam keadaan hipoglikemi,
3. Subjek dalam keadaan sehat secara fisik maupun psikis, dilihat dari hasil
anamnesis saat pemilihan sampel
4. Subjek bersedia menjadi sample penelitian yang sebelumnya telah dilakukan
informed consent.
4.6.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini adalah probandus yang tidak melakukan
sarapan pagi sesuai apa yang telah diarahkan sebelum penelitian, dan probandus dalam
keadaan sakit secara fisik maupun psikis, serta probandus mengalami gangguan
penciuman.
4.7 Teknik Pengambilan Sampel
4.7.1 Perhitungan besar Jumlah Sampel
Perhitungan besar jumlah sampel dari jumlah populasi sebesar 800, dengan
menggunakan rumus perhitungan jumlah sampel menurut Slovin (1960) :

n = sampel;
N = populasi;
d = tingkat kesalahan (10%)

= 88,8

Dari hasil perhitungan di atas maka didapatkan jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 89 sampel, untuk antisipasi terjadinya drop-out maka penulis mengambil sampel
sebanyak 97, diambil dari perhitungan dengan estimasi drop out sebesar 10%.
4.7.2 Cara Pengmbilan sampel
Sample dipilih dengan Random Assigment, yaitu dipilih berdasar kriteria inklusi yg
sesuai, kemudian di assigned ke cara intervensi yang berbeda.
4.8 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah tes untuk menguji
tingkat konsentrasi dalam berpikir yang di design oleh seorang psikiater bernama Pauli
Kraepelin, tes ini diberi nama tes Kraepelin. Tes Kraepelin digunakan untuk mengukur

faktor-faktor khusus non-intelektual, dalam hal ini penelitian yang dilakukan adalah
mengukur Maximum Performance.
4.9 Cara Pengumpulan data
4.9.1 Bahan
Aromaterapi Peppermint
Aromaterapi Rosemarry
4.9.2 Alat

Lilin/lampu pembakar aromaterapi

Lembar soal tes Kraepelin, tes ini terdiri dari 45 jalur angka, namun yang biasanya
dikerjakan hanya 40 jalur angka.

Stopwatch

Pensil (disarankan ada cadangan)

Meja yang cukup luas supaya testee dimungkinkan membuka lebar-lebar lipatan
lembar soal tes Kraepelin dan kursi.

Papan tulis dan kapur tulis atau flipchart untuk menjelaskan cara pengerjaan tes.

4.9.3 Jenis Data


Jenis data bersifat primer dimana data dimbil langsung dari subjek penelitian. Data tersebut
adalah hasil skoring faktor kecepatan, ketelitian, ketahanan, keajekan dari tes Kreppelin
dengan perlakuan aromaterapi peppermint dan aromaterapi rosemary pada kelompok yang
sama.
4.9.4 Cara Kerja
1. Probandus diberikan informed consent mengenai tujuan penelitian, serta hal hal
apa saja yang akan dilakukan terhadap probadus,
2. Melakukan pengujian dengan jumlah probandus maksimal 20 orang dalam 1
ruangan berukuran sedang, dan dalam ruangan tersebut diberikan pewangi aroma
therapi variabel independent pertama yang diujikan,
3. Dalam waktu yang sama, dilakukan tes krapelin, lalu dilakukan skoring,
4. Pada hari yang berbeda dengan pengujian pertama, perlakuan yang sama dilakukan
lagi terhadap kelompok sampel yang sama, namun dengan aroma therapy variable
independent yang berbeda, dilakukan tes krapelin, lalu dilakukan skoring,
5. Melakukan Pengolahan data hasil skoring.

4.9.5 Prosedur pengerjaan Tes Kreppelin


Peserta yang sudah dirandomisasi sebagai sampel diminta memasuki ruangan
tempat tes dilaksanakan yang sudah diberikan aromaterapi peppermint sebagai pewangi
ruangan tersebut. Lalu peserta diberikan lembar tes untuk dikerjakan dan diberikan intruksi
cara pengerjaan tes nya, yaitu:
1. Jumlahkan tiap tiap angka dengan angka diatasnya, kerjakan dari atas kebawah.

2. Dari angka hasil penjumlahan tersebut, anda cukup menuliskan angka satuannya
saja, misalnya hasil penjumlahan itu adalah 14 , maka anda hanya menulis angka
4 disamping kanan antara kedua angka tersebut.
3. Bila anda membuat kesalahan dalam menjumlahkan, misalnya anda menjawab 8
padahal jawabannya adalah 3, maka anda tidak perlu menghapusnya. Anda
cukup mencoret dengan satu garis angka yang salah tersebut dan menggantinya
dengan angka yang benar.
4. Setiap mendengar ketukan (dicontohkan) , maka anda harus pindah ke lajur
selanjutnya disebelah kanan. Dan mulailah kembali mengerjakan dari bawah
keatas di lajur yang baru.
5. Anda hendaknya bekerja secepat dan seteliti mungkin.
6. Sebagai latihan marilah kita mengerjakan contoh yang terdiri dari 2 lajur angka
yang terdapat pada lembaran tes. Kita mulai dari lajur kiri, mulai dari bawah
dijumlahkan dengan angka diatasnya. ya mulai setelah 30 detik beri
ketukan, stop, pindah kekolom selanjutnya. Setelah 30 detik beri ketukan dan
ucapkan ya berhenti. Setelah mengerjakan contoh pastikan

semua testi

mengerjakan dengan benar. sekarang semuanya sudah paham? , sekarang


letakkan dulu alat tulis anda
7. Anda buka kertas yang ada dihadapan anda, bila saya beri tanda mulai maka anda
mulai mengerjakan dari kolom paling kiri dari bawah keatas. Bila saya ketuk
maka anda harus pindah kekolom selanjutnya. Siap? ,, mulai !!

4.10 Alur Penelitian

Pemilihan Calon Subjek Penelitian

Memenuhi Kriteria Inklusi

Perlakuan dengan Aromaterapi Peppermint

Penilaian Maximum Performance dengan Tes Kreppelin

Jeda Waktu satu hari

Perlakuan dengan Aromaterapi Rosemarry

Penilaian Maximum Performance dengan Tes Kreppelin

Analisis Data dan Penyusunan Laporan Penelitian

4.11 Rencana Analisis


Data akan dikumpulkan dan diolah menggunakan program SPSS Windows 16.0.
Analisis data meliputi analisis deskriptif, uji hipotesis dan uji beda. Pada analisis deskriptif
data yang berskala nominal, yaitu pemberian aromaterapi. Kemudian dilakukan Uji
normalitas data, lalu mendistribusikan data dari tiap-tiap variabel, melakukan analisa uji
beda (uji-t) antara variable independent satu (peppermint) dengan variable independent dua

(rosemary). Skala yang dipakai untuk variable independent adalah skala nominal
sedangkan skala yang dipakai untuk variable dependent adalah skala interval. Uji
komparasi 2 kelompok dengan data kuantitatif yang dipakai dapalah paired t test.
Selanjutnya dilakukan metode Spearman antara tiap variabel bebas (independent) dan
terikat (dependent) dan melakukan analisa multivariat untuk mengetahui hubungan antara
kedua variabel bebas (independent) dan terikat (dependent).

DAFTAR PUSTAKA

1. Agustini N, Sudhana H. (2014) Pengaruh Pemberian Aromaterapi Terhadap


Konsentrasi Siswa Kelas V Sekolah Dasar dalam Mengerjakan Soal Ulangan
Umum. Jurnal Psikologi Udayana. Vol 1 (2): 271-278
2. Astuti, R. (2009). Pengaruh aromaterapi terhadap nyeri persalinan kala 1 di bidan
praktik swasta kecamatan Polokarto. Skripsi. Universitas Jenderal Soedirman.
3. Diego AM, Jones NA, Field T, Hernandez-Reif M, Schanberg S, Kuhn C, McAdam
V, Galamaga R, Galamaga M. (1998) Arometherapy Positively Affects Mood, EEG
Pattern of Alertness and Math Computations. International Journal of
Neuroscience. Vol 96; 217-224
4. Gobel H, Schmidt G, Soyka D. 1994. Effect of peppermint and eucalyptus oil
preparations on neurophydiological and experimental algesimetric headache
parameters. Cephalagia; 14(3):228-234
5. Goel, N. & Lao, R. P. (2006). Sleep changes vary by odor perception in
youngadults. Biological Psychology, 71, 341-349.
6. Kimura, M., Mori, T., Suzuki, H., Endo, S. & Kawano, K. (2001). EEG changesin
odor effects after the stress of long monotonous work. Journal ofInternational
Society of Life Information Science, 19, 271-274
7. Kobal, G. & Hummel, C. (1988). Cerebral chemosensory evoked potentialselicited
by chemical stimulation of the human olfactory and respiratory nasalmucosa.
Electroencephalography & Clinical Neurophysiology, 71, 241-250.
8. Lorig, T. S., Huffman, E. & DeMartino, A. (1991). The effects of lowconcentration
odors on EEG activity and behavior.Journal ofPsychophysiology, 5, 69-77.
9. Lorig, T. S. & Schwartz, G. E. (1988). Brain and odor I. Alternation of humanEEG
by odor administration.Psychobiology, 16, 281-284.

10. Moss, M., Cook J., Wesnes K., Duckett P. Aromas of Rosemary and Lavender
Essential Oils Differentially Affect Cognition and Mood in Healthy Adults. 2013.
Journal of Neuroscience. Vol 113 (1): 15-38
11. Parkin, A.J. 2000.Essential cognitive Psychlogy.Philadephia : Taylor and Francis
Inc
12. Primadiati, Dr. Rachmi. 2002. Aromaterapi. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama
13. Raudenbush, B., Corley, N., & Eppich, W. (2001). Enhancing athleticperformance
through the administration of peppermint odor. Journal ofSport and Exercise
Psychology, 23, 156-160.
14. Raudenbush, B., Grayhem R., Sears T., Wilson I. (2009) Effects of Peppermint and
Cinnamon Odor Administration on Simulted Driving Alertness, Mood and
Workload.Notrh American Journal of Psychology. Vol 11 (2): 245-256
15. Solomons, S. (2005). Using aromatherapy massage to increase shared attention
behaviours in children with autistic spectrum disorders and severe learning
difficulties.British Journal of Special Education
16. Solso, R.L. 2004. CognitivePsychology.Singapore : Pearson Education Pte. Ltd.
17. Sternberg, R.J. 2003 CognitivePsychology. Calfornia : Wadswoth
18. Syah, Yatri R. et. al. 2010. Aromatheraphy : The Doctor Of Natural Harmony Of
Body & Mind. International Journal of Derug Development &Research : Gujarat,
India.
19. Utomo, W.K. 2007. Pengaruh Emosi Positif Terhadap Performasi Memori JAngka
Pendek. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Vous aimerez peut-être aussi