Vous êtes sur la page 1sur 27

Makalah

Kawasan Ekonomi Khusus

Tugas Mata Kuliah


Teknik Analisis Perencanaan Pembangunan Daerah

Dosen Pengampu :
Dr. Teguh Hadi Priyono S.E., M.Si

Disusun Oleh :
Junaidi,S.Pd

130820201001

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU EKONOMI


UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu arah pembangunan jangka panjang nasional yang tercantum
dalam Undang Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 adalah mewujudkan bangsa yang
berdaya saing. Kemampuan bangsa untuk berdaya saing tinggi merupakan kunci
bagi tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa. Untuk memperkuat daya
saing bangsa, pembangunan nasional dalam jangka panjang diarahkan salah
satunya adalah untuk memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan di
setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan
sistem produksi, distribusi, dan pelayanan di dalam negeri.
Pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan
pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di
samping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Untuk itu, maka
pembentukan

daerah

harus

mempertimbangkan

berbagai

faktor

seperti

kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan, dan


pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan
serta pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat
menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan diberikannya
otonomi daerah.
Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus di daerah otonom untuk
menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dan
untuk kepentingan nasional/berskala nasional, misalnya dalam bentuk kawasan
cagar budaya, taman nasional, pengembangan industri strategis, pengembangan
teknologi tinggi seperti pengembangan tenaga nuklir, peluncuran peluru kendali,
pengembangan prasarana komunikasi, telekomunikasi, transportasi, pelabuhan
dan daerah perdagangan bebas, pangkalan militer, serta wilayah eksploitasi,

konservasi bahan galian strategis, penelitian dan pengembangan sumber daya


nasional, laboratorium sosial, dan lembaga pemasyarakatan spesifik. Dalam
mengembangkan kawasan khusus ini Pemerintah wajib mengikutsertakan
pemerintah daerah dalam pembentukan kawasan khusus tersebut.
Belajar dari pengalaman sebelumnya dan dalam rangka mempercepat
pencapaian pembangunan ekonomi nasional, diperlukan peningkatan penanaman
modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geo-ekonomi dan
geo-strategis yang disebut dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). KEK
dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan
ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Pengembangan KEK bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah
dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan
ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat
menciptakan lapangan pekerjaan. Ketentuan pengembangan KEK selanjutnya
diatur dengan diterbitkannya Undang-undang tentang Kawasan Ekonomi Khusus
No. 39 Tahun 2009 dan telah disahkan pada bulan September 2009.
Pengembangan KEK diharapkan dapat menjadi salah satu solusi bagi
banyak hal seperti menekan urbanisasi ke kota-kota besar, penyerapan tenaga
kerja, pertumbuhan ekonomi kawasan dan pada akhirnya berkurangnya tingkat
kemiskinan.

Keberadaan

KEK

diharapkan

mendorong kegiatan

ekspor,

meningkatkan investasi serta dapat mendorong pertumbuhan wilayah sekitarnya.


Secara luas, pengembangan KEK merupakan upaya peningkatan daya saing
Indonesia yang masih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Wilayah, Daerah, Kawasan dan Tata Ruang


Dalam perencanaan pembangunan dikenal beberapa istilah atau konsep
penting

yang

terkait

dengan

luasan

permukaan

dimana

pembangunan

dilaksanakan. Permukaan daratan (juga perairan laut) berfungsi sebagai wadah


dimana kegiatan manusia dan pembangunan dilaksanakan yang selanjutnya
memunculkan beberapa konsep, yaitu: (1) wilayah, (2) daerah, (3) kawasan, dan
(4) tata ruang (Hadjisarosa, 1980; Adisasmita, 2011).
Wilayah diartikan sebagai suatu permukaan yang luas yang dihuni oleh
anusia yang melakukan interaksi kegiatan dengan sumberdaya alam, sumberdaya
modal, sumberdaya teknologi, sumberdaya kelembagaan dan sumberdaya
pembangunan lainnya, untuk mencapai tingkat kesejahteraan ekonomi dan social
bagi masyarakat. Hal ini yang menyebabkan pentingnya penataan dan pengaturan,
pemanfaatan dan pengelolaan ruang wilayah secara efektif dan efisien.
Konsep wilayah dibedakan ke dalam wilayah administrasi dan wilayah
pengembangan. Wilayah administrasi adalah wilayah yang mempunyai batas
wilayah

pemerintahan

daerah

yang

ditetapkan

dengan

peraturan

pemerintah/peraturan daerah, yang dikelompokkan dalam wilayah provinsi,


wilayah kabupaten/kota, yang masing-masing memiliki ibukota pemerintahan
sebagai tempat kedudukan kepala daerah (gubernur/walikota/bupati) dan DPRD.
Sementara wilayah pengembangan adalah wilayah yang luasannya tidak
ditentukan berdasarkan wilayah administrasi, tetapi batasnya ditetapkan secara
fungsional, berdasarkan kegiatan interaksi sumberdaya manusia, alam, modal,
teknologi, kelembagaan dan sumberdaya pembangunan lainnya.
Dengan demikian wilayah pengembangan tidak selalu sama luasnya
dengan wilayah administrasi, bahkan dikatakan lebih kecil. Secara fungsional

terkadang wilayah pengembangan juga dapat melewati batas administrasi karena


adanya interaksi, aksesibilitas dan mobilitas dalam dan luar wilayah
pengembangan. Daerah mempunyai pengertian yang sering dikonotasikan dengan
wilayah

administrasi

pemerintahan,

yaitu

wilayah

provinsi,

wilayah

kabupaten/kota. Penggunaan kata daerah akan terkait dengan berbagai istilah


yang mengarah kepada pemerintahan daerah, seperti pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota,

gubernur/bupati/walikota

kepala

daerah,

dewan

perwakilan rakyat daerah (DPRD) dan lainnya.


Sejak 1 Januari 2001, telah munculkan kembali istilah otonomi daerah
yang merupakan sistem pemerintahan yang memberikan kewenangan dan
kekuasaan kepada daerah otonom untuk mengurus dan mengatur daerahnya sesuai
dengan aspirasi daerah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di daerahnya. Tugas utama pemerintah daerah adalah 1)
menyelenggarakan pemerintahan daerah secara efektif dan efisien, 2) memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang bermutu, cepat dan murah serta terarah, dan 3)
melaksanakan pembangunan daerah ke seluruh wilayah daerah.
Kawasan diartikan sebagai wilayah yang mempunyai fungsi tertentu, yang
ditunjukkan dengan adanya potensi dan kondisi sumberdaya yang dimiliki atau
dikaitkan dengan sasaran yang hendak dicapai. Potensi dan kondisi sumberdaya
yang menonjol, misalnya kawasan yang memiliki sumberdaya hutan akan disebut
sebagai kawasan hutan lindung, perikanan menjadi kawasan budidaya perikanan,
tanaman pangan menjadi kawasan tanaman pangan, perkebunan menjadi kawasan
perkebunan, pariwisata menjadi kawasan wisata, sungai disebut kawasan/daerah
aliran sungai, kepulauan disebut kawasan gugus pulau, perdesaan dijadikan
kawasan perdesaan atau agropolitan dan perkotaan dijadikan kawasan perkotaan
dan dalam skala yang lebih besar menjadi kawasan metropolitan. Pengelompokan
kawasan dapat pula dilakukan berdasarkan sasaran yang akan dicapai, misalnya
Kawasan pertumbuhan ekonomi terpadu (KAPET), kawasan ekonomi khusus

industry (KEKI), kawasan perdagangan bebas, kawasan perdagangan bebas,


kawasan perumahan elit, kawasan kumuh dan lainnya.
Berdasarkan kemampuan berkembangnya suatu kawasan, dapat juga
dikategorikan menjadi kawasan cepat berkembang, kawasan tertinggal dan
kawasan stagnan. Di lihat dari kondisi lokasinya didapatkan kawasan terisolasi,
kawasan terpencil, kawasan perbatasan. Melalui kondisi fisik kawasan dikenal
menjadi kawasan kumuh perkotaan, dan dari sisi prasarana transportasi
didapatkan kawasan pelabuhan dan kawasan bandar udara. Selain tingkat
keterkaitan pembangunan antar sector yang terjalin sangat kuat dan saling
menunjang, akan lebih diperkuat lagi oleh struktur tata ruang kawasan, yaitu
terdapatnya pusat pertumbuhan yang berfungsi sebagai prime mover (penggerak
utama) yang didukung oleh pusat-pusat kegiatan produksi local yang tersebar dan
beorientasi pada jasa distribusi secara geografis menuju ke pusat penggerak
utama.
Pembangunan

kawasan

dapat

dikatakan

lebih

opersional

untuk

diimplementasikan karena memiliki unsure-unsur pendukung fungsional yang


handal, yaitu; 1) kawasan pembangunan yang akan dikembangkan merupakan
satuan wilayah pengembangan yang potensial karena telah tersedia potensi
infrastruktur pembangunan, 2) dalam kawasan pembangunan terdapat pusat
kegiatan wilayah sebagai prime mover, 3) memiliki beberapa komoditas unggulan
(advantageous commodities) yang strategis bagi kontribusinya terhadap nilai
PDRB, dan 4) kegiatan jasa distribusi (perdagangan dan transportasi) yang
didukung oleh tersedianya moda transportasi dan jaringan prasarana transportasi.
Hal inilah yang menyebabkan pembangunan berbasis kawasan dianggap sebagai
pendekatan pembangunan yang dapat diterima (acceptable), karena terpercaya
secara konseptual (reliable) dan dapat diimplementasikan (implementable)

Dimensi

Wilayah

dalam

Perencanaan

Pembangunan

Dimensi wilayah telah dimunculkan dalam decade 1930-an dan telah

dikembangkan sebagai teori dan konsep pembangunan setelah decade 1950-an


sampai sekarang dan digunakan sebgai variable penting dalam analisis
pembangunan dan perencanaan pembangunan. Paling tidak ada 4 alasan
pentingnya dimensi wilayah sebagaimana diungkapkan oleh Richardson (1972)
dalam Adisasmita (2011) yaitu:
1. Lansekap ekonomi (economic landscape), menjelaskan bahwa masingmasing kegiatan pembangunan, harus diletakkan pada lokasi yang tepat.
2. Optimalisasi kegiatan yang berarti harus mencapai suatu kondisi yang
sebaik mungkin.
3. Telah diintrodusirnya konsep wilayah sebagai penyesuaian untuk obyek
pengamatan.
4. Kepentingan nasional harus lebih diutamakan yang merupakan integritas
wilayah.
Dalam analisis ekonomi, faktor tata ruang dan faktor jarak menjadi warna
yang penting. Secara eksplisit pertimbangan mengenai pentingnya dimensi tata
ruang wilayah dalam perencanaan pembangunan dapat diungkapkan melalui lima
persoalan utama ekonomi wilayah. Pertama, adalah yang berhubungan dengan
penentuan lansekap ekonomi yaitu mengenai penyebaran kegiatan ekonomi pada
tata ruang wilayah. Kedua, adalah berkaitan dengan diintroduksikannya konsep
wilayah dalam analisis teoritik yang memberikan dorongan terhadap perencanaan
pembangunan spasial dan regional serta pengukuran aktivitas ekonominya.
Ketiga, adalah menganalisis interaksi antara wilayah-wilayah baik sebagai arus
pergerakan faktor roduksi maupun pertukaran komoditas. Keempat adalah
persoalan analisis optimum atau keseimbangan antar wilayah, dan kelima, yang
berkaitan dengan persoalan kebijakan wilayah (Adisasmita,2008).
Perekonomian daerah membutuhkan kebijakan pembangunan yang
merupakan intervensi pemerintah, baik secara nasional maupun regional untuk
mendorong proses pembangunan daerah secara keseluruhan. Hal ini dalam rangka
mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan penyediaan lapangan

kerja dan penanggulangan kemiskinan pada wilayah-wilayah yang masih


terbelakang. Kebijakan pembangunan pada dasarnya adalah merupakan keputusan
atau tindakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah berwenang atau pengambil
keputusan public guna mewujudkan suatu kondisi pembangunan atau masyarakat
yang diinginkan, baik pada saat sekarang maupun untuk periode tertentu dimasa
datang (Sjafrizal, 2008).
Guna mendapatkan kebijakan pembangunan regional atau daerah yang
tepat, perlu ditetapkan sasaran yang ingin dicapai; kemakmuran wilayah (place
prosperity), kemakmuran masyarakat (people prosperity) atau kedua-duanya. Bila
kemakmuran wilyah sebagai sasaran pembangunan daerah, maka besar
kemungkinan pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat cepat karena
didorong oleh kondisi daerah yang sudah lebih baik, terutama prasarana dan
sarananya. Kegiatan investasi akan meningkat, mendorong migrasi masuk dan
makin banyak lapangan pekerjaan.
Selanjutnya pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja
biasanya lebih dinikmati oleh pendatang, sementara penduduk setempat kurang
menikmati karena ketimpangan kualitas sumberdaya manusianya. Hal ini
menyebabkan ketimpangan pada distribusi pendapatan yang cukup tinggi antara
pendatang dengan penduduk setempat, dan akan menimbulkan kecemburuan dan
ketegangan sosial dalam masyarakat.
Bilamana,

kemakuran

masyarakat

yang

menjadi

sasaran

utama

pembangunan daerah, maka tekanan pembangunan akan lebih banyak diarahkan


pada pembangunan penduduk setempat melalui peningkatan kualitas sumberdaya
manusia (pendidikan, pelayanan kesehatan dan penerapan teknologi tepat guna),
juga peningkatan kegiatan produksi masyarakat dan kegiatan ekonomi masyarakat
lainnya, serta pemberdayaan masyarakat. Konsekuensinya adalah pertumbuhan
ekonomi akan melambat, karena peningkatan kualitas sumberdaya masyarakat
membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding dengan kegiatan fisik wilayah.
Lebih lanjut ekonomi melambat akan memberikan implikasi pada pendapatan

masyarakat yang stagnan dan menimbulkan ketidak puasan dan dapat


berimplikasi politik.
Pada tahapan lainnya, kebijakan pembangunan daerah juga memerlukan
penetapan wilayah pembangunan (Sjafrizal, 2008). Penetapan wilayah ini dapat
dilakukan dengan memperhatikan 4 aspek utama:
1.

Kesamaan kondisi, permasalahan dan potensi umum daerah secara


ekonomi, social dan budaya (homogeneous region).

2.

Keterkaitan yang erat antara daerah-daerah yang tergabung dalam wilayah


pembangunan yang bersangkutan, di antaranya kegiatan perdagangan dan
mobilitas penduduk antar daerah.

3.

Kesamaan karakteristik geografis antar daerah yang tergabung dalam


wilayah pembangunan (wilayah fungsional)

4.

Kesatuan wilayah administrasi pemerintahan antara provinsi, kabupaten


dan kota yang tergabung dalam wilayah pemangunan yang bersangkutan
(wilayah perencanaan)
Kebijakan pembangunan wilayah dapat dilakukan dalam bentuk kebijakan

fiskal wilayah yang menyangkut tentang pengaturan dan pengendalian


penerimaan dan pengeluaran keuangan daerah, karena secara umum akan
berpengaruh pada kinerja pembangunan daerah. Bentuk lain adalah kebijakan
moneter daerah yang menyangkut tentang kegiatan lembaga keuangan perbankan
dan non bank didaerah, misalnya pada kebijakan perkreditan perbankan dan
penyediaan pembiayaan bagi pengembangan usaha ekonomi masyarakat.

2.2. Konsep Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)


Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan tertentu dimana diberlakukan
ketentuan khusus di bidang kepabeanan, perpajakan, perijinan, keimigrasian dan
ketenagakerjaan. Maksud pengembangan KEK adalah untuk memberi peluang
bagi peningkatan investasi melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan

dan siap menampung kegiatan industri, ekspor-impor serta kegiatan ekonomi yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Istilah ini telah digunakan di berbagai negara, tetapi tidak setiap Negara
menggunakan istilah yang sama untuk menamai Kawasan Ekonomi Khusus,
seperti seperti ShenZhen Cina menggunakan istilah Indutrial Park Zone, Dubai
menggunakan istilah Free Zone, India dan Mesir menggunakan istilah Special
Economic Zone. Sementara di Indonesia sendiri mengadopsi Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK). KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu yang tercangkup
dalam wilayah Hukum RI yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi
perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Pada dasarnya KEK dibentuk untuk membuat lingkungan kondusif bagi
akitivitas investasi, ekspor, dan perdagangan guna mendorong laju pertumbuhan
ekonomi serta sebagai katalis reformasi ekonomi. Untuk ide ini diinspirasi dari
keberhasilan beberapa negara yang lebih dulu mengadopsinya, seperti Cina
dan India. Bahkan data-data empiris melukiskan bahwa KEK di negara tersebut
mampu menarik para investor, terutama investor asing untuk berinvestasi dan
menciptakan lapangan kerja. Hal itu tak lain karena kemudahan yang didapat para
investor, kemudahan itu berbentuk kemudahan di bidang fiskal, perpajakan dan
kepabeanan. Bahkan ada juga di bidang non-fiskal, seperti kemudahan birokrasi,
pengaturan khusus di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian, serta pelayanan
yang efisien dan ketertiban di dalam kawasan.
Pemberlakuan status KEK bagi daerah tertentu sangat memberikan
keuntungan ekonomi secara nasional maupun regional. Tetapi, status ini juga
berpotensi merugikan, karena adanya pengurangan pendapatan pajak akibat
adanya insentif fiskal, dan dapat mengancam kawasan industri yang telah ada
untuk pindah ke KEK yang berdampak pengurangan terhadap penerimaan negara.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa tujuan
pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus antara lain adalah: membantu atau
mendukung perekonomian lokal, menciptakan lapangan kerja, memperbaiki

struktur industri di lokasi tersebut, meningkatkan ekspor dan meningkatkan


cadangan devisa. Untuk itu maka pendekatan kawasan untuk pengembangan
investasi harus bercirikan pada: 1) Reasonable Layak secara ekonomi, sosial
dan politik, 2) Sustainable Berorientasi jangka panjang, dan 3) Measurable
Jelas dalam instrumen dan target.
Selain itu fungsi dari diadakannya KEK, antara lain : Menjadi pusat
kegiatan ekonomi dan terkait dengan wilayah pengembangan lainnya. Harus
mampu memberikan manfaat bagi kawasan lain. KEK bukan merupakan kawasan
tertutup sehingga memberikan efek ganda terhadap perekonomian lokal. Harus
dapat mendorong pertumbuhan industri pendukung di sekitar kawasan.
Menurut model pengembangan perekonomian suatu kawasan, maka KEK
terbagi atas : a) FTZ, b) Bonded Zone, c) Export Processing Zone dan d) Kawasan
Industri Terpadu. Dalam RUU KEK disebutkan bahwa KEK dapat dibentuk
terdiri dari satu atau kombinasi dari : a) Kawasan Pengolahan Eksport; b) Tempat
Penimbunan Berikat; c) Kawasan Industri; d) Kawasan Pengembangan Teknologi;
e) Kawasan Jasa Keuangan; f) Kawasan Ekonomi lainnya.
Selama ini ada beberapa bentuk atau kluster yang berhubungan dengan
kawasan pengembangan perekonomian, seperti :
1. Kawasan Industri (Keputusan Presiden No. 41 Tahun 1996)
2. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terapadu (KAPET) (Keputusan
Presiden No. 150 Tahun 2000)
3. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (UU No. 44 Tahun
2007 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2007 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas)
4. Tempat Penimbunan Berikat (PP No. 33 Tahun 1996) dalam bentuk :
a) Kawasan Berikat dan Kawasan Berikat Plus
b) Gudang Berikat
c) Entrepot untuk tujuan pameran
d) Toko Bebas Bea

5. Kawasan Ekonomi Khusus (UU No. 25 Tahun 2007)


Definisi KEK sendiri yang diatur dalam draft RUU KEK Pasal 1 ayat 1,
yaitu Kawasan dengan batas-batas tertentu dalam wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsifungsi perekonomian yang bersifat khusus dan memperoleh fasilitas tertentu.
Selain definisi tersebut, maka hal terpenting yang menjadi nilai jual bagi
kalangan investor adalah kemudahan atau fasilitas yang diberikan oleh negara
terhadap konsepsi KEK tersebut. Fasilitas atau kemudahan merupakan faktor yang
akan menarik kalangan investor. Melalui kemudahan ini diharapkan para investor
hanya cukup datang ke badan pengelola untuk mengurus segala izin yang
berhubungan dengan kegiatan investasi tersebut. Disisi lain fasilitas atau insentif
yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan kepada para investor, jadi ada
semacam keistimewaan atau perlakuan khusus dibidang tertentu yang berbeda di
luar dearah KEK tersebut, seperti adanya tax holiday untuk jangka waktu tertentu,
penangguhan atau pembebasan bea masuk termasuk di bidang perpajakan.
Dalam RUU KEK disebutkan bahwa UU akan memberikan fasilitas
tertentu dalam bentuk :
a. Fasilitas tertentu, antara lain :
1)

Perpajakan (Pasal 19)

2)

Kepabeanan (Pasal 20-21)

3)

Perdagangan (Pasal 22)

4)

Pertanahan (Pasal 24)

5)

Keimigrasian (Pasal 26)

6)

Ketenagakerjaan (Pasal 29-Pasal 31)

b. Fasilitas non fiskal (Pasal 25), berupa kemudahan dan keringanan, antara lain :
1) Bidang perizinan usaha 2) Kegiatan usaha 3) Perbankan 4) Permodalan 5)
Perindustrian 6) Perdagangan 7) Kepelabuhan 8) Keamanan

Bagi pemerintah sendiri keinginan untuk mengembangkan suatu kawasan


ekonomi khusus ada hubungannya dengan kegiatan investasi pada umumnya, hal
ini dapat dilihat dari tujuan pengembangan KEK, yaitu :
1.

Peningkatan investasi

2.

Penyerapan tenaga kerja

3.

Penerimaan devisa sebagai hasil dari peningkatan ekspor

4.

Meningkatkan keunggulan kompetitif produk ekspor

5.

Meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal, pelayanan dan kapital


bagi peningkatan ekspor

6.

Mendorong peningkatan kualitas SDM melalui transfer teknologi.


Akhirnya untuk membuat konsep KEK di Indonesia berjalan mulus dan

sesuai dengan standar dunia, pemerintah telah membentuk Tim Nasional


Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia (Timnas KEKI)
berdasarkan

Surat

Keputusan

Menko

Perekonomian

No.

Kep-

21/M.EKON/03/2006 tertanggal 24 Maret 2006. Timnas KEKI dalam laporan


pendahuluan telah menetapkan 12 kriteria untuk menjadikan kawasan sebagai
kawasan ekonomi khusus, yaitu :
1.

KEKI harus diusulkan sendiri oleh pemda dan memperoleh komitmen kuat
dari pemda bersangkutan. Komitmen itu berupa kesedian pemda untuk
menyerahkan pengelolaan kawasan yag diusulkan kepada manajemen khusus.

2.

Kepastian

kebijaksanaan,

meliputi

dukungan

aspek

legal

dalam

pengembangan kegiatan ekonomi, baik kebijakan fiskal ataupun non fiskal.


3.

Merupakan pusat kegiatan wilayah yang memenuhi RTRW. Selain itu telah
ditetapkan sebagai kawasan perindustrian atau oleh UU telah ditetapkan
sebagai wilayah dengan perlakuan khusus.

4.

Tidak harus satu kesatuan wilayah, namun merupakan kawasan yang relatif
telah berkembang & memiliki keterkaitan dngan wilayah pengembangan lain.

5.

Sudah tersedia fasilitas infrastruktur pendukung.

6.

Tersedia lahan untuk industri minimal 10 hektar ditambah lahan untuk


perluasannya.

7.

Tersedia tenaga kerja yang terlatih di sekitar lokasi.

8.

Lokasi harus memberikan dampak ekonomi yang signifikan.

9.

Lokasi tidak terlalu jauh dengan pelabuhan dan bandara internasional. Selain
itu secara geopolitis wilayah KEKI bersaing dengan negara lain atau bisa
menjadi komplementer dari sentra produksi di negara lain.

10. Secara ekonomi strategis, dekat dengan lokasi pasar hasil produksi, tidak jauh
dari sumber bahan baku atau pusat distribusi internasional.
11. Tidak mengganggu daerah konservasi alam, dan
12. Memiliki batas yang jelas baik batas alam maupun batas buatan, serta
kawasan yang mudah dikontrol keamanannya, sehingga mencegah upaya
penyelundupan.
Nyatanya tidak semua KEK berhasil di terapkan, dari hasil penelitian
menunjukan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan dibeberapa
negara. Hal yang paling utama adalah lokasi KEK yang ditujuk berada didaerah
terpencil (Remote Area), sehingga membutuhkan biaya yang tinggi, disamping
fasilitas infrastruktur tak memadai, dan belum terdapat mekanisme kerjasama
Pemerintah-Swasta

(Public-Private

Partnership)

dalam

pengembangannya.

Menengok kegagalan ini maka KEK yang akan dikembangkan di Indonesia harus
berada di lokasi yang strategis, dekat dengan jalur perdagangan/pelayaran
internasional, memiliki infrastruktur yang memadai, serta perlunya menggunakan
mekanisme kerjasama Pemerintah-Swasta dalam pengembangan KEK tersebut.
Sementara itu, perbedaan utama KEK dengan kawasan ekonomi lainnya,
selain kemudahan yang diberikan adalah banyaknya peran Pemerintah Daerah,
baik dalam pengelolaannya maupun dalam penyediaan infrastruktur dan lahan.
Hal itu menyebabkan perlunya kerjasama Pemerintah-Swasta dalam pengelolaan
KEK, mengingat dana untuk KEK ini sangat besar. Hasil studi dari beberapa
negara

menunjukkan,

KEK

yang

sepenuhnya

dikelola

oleh

swasta

memperlihatkan kemajuan yang lebih besar dibandingkan yang dikelola oleh


pemerintah.

2.3. Pengembangan Kawasan Ekonomi Dan Kawasan Strategis Nasional Di


Indonesia
Indonesia memiliki beberapa konsep pengembangan kawasan ekonomi
ataupun kawasan strategis nasional yang pada umumnya bertujuan untuk

meningkatkan pembangunan dan perekonomian wilayah agar terjadi pemerataan


pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Tidak
semua konsep kawasan tersebut dapat diterapkan di seluruh wilayah Indonesia
karena tiap konsep memiliki kriteria dan prinsip yang berbeda-beda, sehingga
dalam penerapannya disesuaikan dengan kondisi atau karakteristik suatu wilayah.
Konsep kawasan ekonomi dan kawasan strategis nasional di Indonesia
yang telah diterapkan adalah Kawasan Andalan Kawasan Ekonomi Terpadu
(KAPET), Kawasan Berikat, dan Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan
Bebas (KPBPB). Selanjutnya, Indonesia akan mencoba untuk mengembangkan
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) guna mengikuti persaingan perkembangan
wilayah internasional. Selain itu juga akan dikembangkan Koridor Ekonomi (KE)
yang akan menciptakan konektivitas nasional agar aktivitas ekonomi dapat
berjalan dengan lancar dan mudah, baik di dalam pulau maupun antar pulau.
Kawasan Andalan, KAPET, Kawasan Berikat, KPBPB dan KE dibentuk
untuk pengembangan wilayah dengan skala nasional, sedangkan KEK memiliki
konsep yang dipersiapkan untuk menjadi kawasan yang bertaraf internasional.
Adapun konsep yang tidak jauh berbeda dengan KEK adalah KPBPB. Namun,
pada dasarnya kedua kawasan ini memiliki tujuan pengembangan yang sangat
berbeda. KPBPB dibentuk sebagai pintu untuk membuka hubungan dengan
negara lain dalam bidang pelabuhan dan perdagangan, tetapi bentuk kawasan
secara keseluruhan tidak harus bertaraf internasional. Sedangkan KEK sebagai
kawasan khusus memiliki berbagai jenis aktivitas dan berdaya saing global guna
meningkatkan perekonomian nasional.
2.4. Potensi Dampak Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus
Daerah terlihat sangat antusias untuk membentuk kawasan ekonomi
khusus. Sampai saat ini saja terdapat dua belas daerah yang mengajukan diri, dan
masing-masing daerah memiliki justifikasi yang kuat untuk mengusulkan daerah
masing-masing. KEK diyakini mampu memacu laju pertumbuhan ekonomi daerah
yang didorong oleh kegiatan liberalisasi perdagangan dan investasi, terciptanya

kesempatan kerja baru sehingga dapat mengurangi pengangguran, meningkatnya


daya beli dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyaraka.
Pembentukan KEK tidak hanya memberikan manfaat, akan tetapi daerah
juga perlu mengantisipasi kemungkinan terjadinya dampak negatif dari adanya
KEK. Maka secara keseluruhan dampak dari pembentukan KEK dapat dilihat
pada gambar-gambar di bawah ini.
Dampak

Positif

kontribusi

KEK

terhadap

pertumbuhan

industry/diversifikasi secara kualitatif.

Dampak positif kontribusi KEK terhadap pembangunan manusia dan


pengentasan kemiskinan secara kualitatif

KEK akan bekerja dengan baik bilamana ditopang oleh kestabilan


ekonomi makro, lokasi geografis yang strategis, terutama terkait dengan pasar
ekspor, skema insentif yang kompetitif, manajemen kawasan yang efektif dan

efisien, jaringan infrastruktur yang berkualitas, keterkaitan yang erat dengan


perekonomian domestik dan peningkatan kemampuan teknologi. Dalam tataran
makro ekonomi kegagalan pembentukan KEK dapat dilihat dari relatif kecilnya
sumbangan devisa yang diperoleh dari kegiatan ekspor impor.
Hal yang juga penting yaitu bilamana pembentukan KEK tidak mampu
untuk meningkatkan nilai tambah industri dan membangun keterkaitan kedepan
dan kebelakang (backward and forward linkages) dengan industri domestik
khususnya skala menengah dan kecil termasuk koperasi. Dengan demikian biaya
yang telah dikorbankan seperti insentif pajak, beamasuk & pembangunan
infrastruktur menjadi sia-sia sbagaimana telah terjadi dengan pembangunan
kwasan ekonomi seperti KAPET & kawasan industri diberbagai daerah.
Dalam konteks daerah, kegagalan KEK akan berdampak pada terjadinya
ketidakstabilan perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari arus migrasi penduduk
yang tinggi ke lokasi KEK melebihi kapasitas pertumbuhan sektor industri yang
akan menambah permasalahan baru terutama dari sisi bertambahnya angka
pengangguran, semakin tingginya kesenjangan pendapatan dan akan memperbesar
permasalahan sosial yang dihadapi oleh suatu daerah. Jika lebih diperinci dampak
negatif atau biaya-biaya yang harus dikeluarkan akibat pembentukan KEK terdiri
dari biaya yang dapat dihitung dan biaya yang tidak dapat dihitung. Biaya
pengembangan KEK adalah biaya yang dapat dihitung, sementara biaya-biaya
sosial atau kesejahteraan akibat pengembangan KEK adalah biaya yang tidak
dapat dihitung. Contoh biaya pengembangan KEK adalah:
1. Biaya Pembangunan KEK: Dana Awal membutuhkan dukungan
pemerintah,
2. Kemungkinan Kehilangan Pendapatan (Pajak dan insentif lainnya), dan
3. Biaya Operasional KEK.
Sementara contoh

biaya

kesejahteraan atau

pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah :

biaya sosial

akibat

1. Transfer sumber daya dari wilayah di dalam negeri ke KEK tanpa nilai
tambah bagi kegiatan ekonomi (relokasi dan efek substitusi),
2. Akuisisi lahan tanpa penggantian yang sesuai (masalah sosial),
3. Hilangnya lahan pertanian,
4. Penyalahgunaan lahan untuk permukiman, dan
5. Kemungkinan disparitas ekonomi regional (terasa dalam jangka panjang,
oleh karena itu KEK harus menjamin pengembangan industri sekitar).
Dampak Negative KEK Terhadap Masyarakat
Setiap kebijakan termasuk KEK, paling tidak mempunyai tiga implikasi,
yaitu : (1) memperbaiki kebijakan (jika kebijakan itu salah) membutuhkan proses
dan waktu yang lama, (2) kebijakan akan mengikat siapapun termasuk
konsekuensi anggaran, (3) dampak kebijkan itu akan dirasakan oleh seluruh
masyarakat.
Ide KEK bersandar pada pasal 31 Undang-undang Penanaman Modal
(UUPM) No. 25 Tahun 2007. Akhir tahun 2010 lalu, pemerintah mengajukan draf
Rancangan Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) kepada DPR-RI.
Seperti semut memperebutkan gula, sejumlah gubernur mendatangi legislatif.
Agendanya memohon segera mengesahkan RUU tersebut. Para gubernur
menyakini bahwa KEK akan menjajikan kemajuan ekonomi pada daerah.
Pertanyaannya, apakah KEK akan membawa kesejahteraan masyarakat dan
kelestarian lingkungan sebagai penyangga sistem kehidupan, atau sebaliknya.
Jika RUU tersebut dipaksakan menjadi udang-undang, maka akan
menimbulkan dampak negative yang luas terhadap masyarakat, diantaranya :
1. Menguntungkan pemodal besar
2. Eksploitasi sumberdaya dan penghisapan surplus ekonomi
3. Menghancurkan industri nasional
4. Membebani anggaran negara dan utang luar negeri
5. Tidak signifikan dalam mengurangi pengangguran, serta mengancam
hak-hak buruh

6. Fasilitas fiskal yang terlampau luas


7. Mengurangi pendapatan daerah
8. Sumber konflik agraria
9. Mengancam lingkungan hidup
10. Mengabaikan kepentingan nasional.

Mengancam Lingkungan
Dalam KEK, pemerintah tidak akan memberlakukan Peraturan Presiden
(Perpres) No. 11 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang
Usaha Terbuka dengan persyaratan atau dikenal Daftar Negatif Investasi (DNI).
Karena itulah, industri kimia sangat berpotensi merusak lingkungan dan kesehatan
apalagi pertambangan yang justru menggunakan bahan kimia yang beracun dan
berbahaya (B3) sebagai bahan baku utama.
Bila B3 masuk ketubuh melalui rantai makanan dapat mengakibatkan
korban jiwa dan cacat permanen akibat kerusakan genetik. Keracunan ikan tahun
lalu diberbagai daerah di pesisir kepulauan Sultra dan pencemaran pesisir diduga
akibat dari kegiatan tambang.
Dalam pasal 4 RUU, KEK harus terletak pada posisi dekat dengan jalur
perdagangan internasional atau berdekatan dengan jalur pelayaran internasional
atau berdekatan dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau pada
wilayah potensi sumber daya unggulan. Dalam usulan pembangunan KEK di
Sultra sebagai pusat tambang yang menghasilkan nikel, emas dan berbagai
sumber daya mineral lainnya, itu dikhawatirkan justru menjadi jalan lapang bagi
investasi asing untuk mengeruk sumberdaya alam Sultra.
Kasus Freeport dapat menjadi contoh betapa SDA tidak menimbulkan
kemakmuran bagi rakyat Papua akibat ketidaksiapan SDM. Belum lagi sebagian
rakyat Sultra yang menggantungkan hidupnya disektor pertanian justru akan
semakin hancur. Apalagi dengan daratan Sultra yang lebih kecil dan stabilisasi

ekosistemnya yang rentan serta tekanan penduduknya yang lebih tinggi. Jadi aneh
jika kita tidak belajar dari Papua dalam konteks lingkungan dan sosial ini.
Bagaimana dengan sumbangan dari sektor pertambangan?. Justru kedua
Pemda tersebut pernah mengalami defisit anggaran. Kalau ada kontribusi tambang
paling hanya untuk membangun infrastruktur jalan raya yang dirusak oleh
mobilisasi kegiatan tambang sendiri.
Masalah Sosial Ekonomi KEK
Pembangunan KEK butuh anggaran yang tidak kecil dan teknologi,
sementara sumber pembiayaan bukan hanya berasal dari APBN, namun juga
APBD. Ditengah kondisi keuangan daerah yang morat-marit, KEK bisa menjadi
alasan pemerintah untuk kembali mengajukan pinjaman. Ide KEK sendiri mirip
KAPET yang sudah sekian tahun berjalan, tapi kinerjanya belum ketahuan dan
hanya menjadi beban anggaran daerah.
Anggaran pemerintah akan lebih bermanfaat jika digunakan bagi
pendidikan, kesehatan dan sektor yang memberi kontribusi ekonomi signifikan
seperti

infrastruktur

pertanian,

kehutanan

dan

perkebunan,

jika

dibadingkan anggaran tersebut digunakan untuk memberi insentif bagi masuk


industri bernilai rendah hasil relokasi dari negara lain yang rendah dalam
penyerapan tenaga kerja dan tidak signifikan dalam berkontribusi terhadap
perekonomian.
Pembangunan KEK bukan hanya akan mengurangi pendapatan akibat
pemberian insentif fiskal, dan Bea masuk, tetapi juga berpotensi besar mengurangi
pendapatan Pemerintah Daerah. Padahal pembangunan kawasan ini mensyaratkan
infrastruktur yang memadai dan lengkap sebagaimana tercantum dalam pasal 4
huruf draf RUU KEK. Pembangunan infrastruktur tersebut tentu membutuhkan
pembiayaan yang tidak kecil, sementara sumber pendanaan pembangunan dan
pemeliharaan infrastruktur seperti tertulis dalam draf RUU pasal 12 tidak hanya
berasal dari APBN namun juga APBD. Potensi pendapatan yang berkurang akibat
pembebasan pajak daerah dan retribusi daerah juga akan mempersulit posisi

keuangan daerah untuk membiayai pembangunan maupun pemeliharaan


infrastruktur di dalam KEK sendiri.
Pada bagian lain, fasilitas pembebasan pajak dan bea masuk yang pada
mulanya untuk menarik minat investasi asing justru menjadi faktor hancurnya
industri nasional dan lokal. Pengalaman Batam menunjukkan bahwa daerah
tersebut justru dimanfaatkan oleh perusahaan eksportir dan importer baik dalam
maupun luar negeri sebagai tempat transit bagi produk-produk mereka untuk
selanjutnya di re-ekspor ke negara lain.
Implementasi pembentukan KEK pada dasarnya juga sangat ditentukan
oleh kesiapan daerah dari sisi kemampuan untuk menjalankan pemerintahan
yaang baik (good governance) dengan dukungan kelembagaan yang handal.
Kriteria ini sangat penting dalam menyeleksi kesiapan daerah. Prinsip pengelolaan
KEK harus dilakukan dengan orientasi bisnis danmanajemen yang handal.
Di Negara China dan Korea, produksi KEK umumnya industri manufaktur
(termasuk repackaging), namun usulan pengembangan KEK di berbagai daerah
justru lebih banyak mengandalkan sektor pertanian. KEK untuk pengolahan sektor
pertanian adalah sesuatu yang tidak biasa mencapai scale of economies produksi.
Untuk mendapatkan semua manfaat KEK, pemerintah harus memperhatikan
beberapa hal yang menjadi tantangan/hambatan institusi.
Beberapa tantangan atau hambatan tersebut adalah:
1. Seringkali kebijakan pemerintah pusat dalam kebijakan ekspor tidak
selaras dengan kebijakan pemerintah daerah. Untuk mengatasi hal ini diperlukan
sosialisasi yang terusmenerus dan berkesinambungan.
2. Domain pemerintah pusat akan lebih besar karena peranan imigrasi, bea
cukai, aspek pertahanan keamanan, dan lain-lain. Untuk itu perlu lebih diperjelas
apa insentif yang bisa diperoleh daerah sehingga memberi motivasi bagi daerah
untuk serius mengembangkan KEK.

3. Perlu dicermati bahwa berbagai kelemahan terhadap kekurangberhasilan


atas kawasan khusus yang selama ini telah ada.
Berdasarkan pengalaman pengembangan KEK di beberapa negara dan
perkembangan pembahasan KEK di Indonesia, kunci sukses dari penerapan KEK
adalah ketersediaan infrastruktur yang terintegrasi dan pemberian insentif fiskal
kepada dunia usaha. Kendala yang harus ditangani adalah usaha untuk
mematangkan Undang-Undang KEK, termasuk aspek sistem insentif di daerah.
Kendala utama yang menyebabkan kurang optimalnya pengembangan wilayah
strategis untuk mendukung terciptanya KEK adalah:
1. Kurang optimalnya pemahaman sumber daya manusia, baik pemerintah
daerah

maupun

masyarakat

pelaku

pengembangan

kawasan,

dalam

mengembangkan wilayah strategis & cepat tumbuh, serta mengembangkan


keterkaitan antara kawasan pusat pertumbuhan dengan kawasan tertinggal;
2. Terbatasnya infrastruktur pendukung yang membuka akses antara pusat
pertumbuhan wilayah atau pasar dengan wilayah pendukung sekitarnya;
3. Belum tertatanya sistem kelembagaan dan manajemen yang belum
terkelola baik untuk pengelolaan pengembangan kawasan yang terpadu, dan
berkelanjutan, dalam memberikan dukungan kepada peningkatan daya saing
produk dan kawasan yang dikembangkannya;
4. Belum berkembangnya sistem informasi yang dapat memberikan akses
pada informasi produk unggulan, pasar, dan teknologi; serta
5. Koordinasi dan kerjasama lintas sektor dan lintas pelaku yang belum
optimal untuk meningkatkan kualitas produk unggulan, sehingga dapat
menciptakan sinergitas antar kawasan, menciptakan nilai tambah yang besar, dan
pada akhirnya meletakkan fondasi yang kuat bagi pengembangan ekonomi daerah,
dalam satu sistem keterkaitan antara wilayah strategis cepat tumbuh dengan
wilayah perbatasan dan wilayah tertinggal.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Wilayah diartikan sebagai suatu permukaan yang luas yang dihuni oleh
anusia yang melakukan interaksi kegiatan dengan sumberdaya alam, sumberdaya
modal, sumberdaya teknologi, sumberdaya kelembagaan dan sumberdaya
pembangunan lainnya, untuk mencapai tingkat kesejahteraan ekonomi dan social
bagi masyarakat. Hal ini yang menyebabkan pentingnya penataan dan pengaturan,
pemanfaatan dan pengelolaan ruang wilayah secara efektif dan efisien.
Kawasan diartikan sebagai wilayah yang mempunyai fungsi tertentu, yang
ditunjukkan dengan adanya potensi dan kondisi sumberdaya yang dimiliki atau
dikaitkan dengan sasaran yang hendak dicapai. Potensi dan kondisi sumberdaya
yang menonjol, misalnya kawasan yang memiliki sumberdaya hutan akan disebut
sebagai kawasan hutan lindung, perikanan menjadi kawasan budidaya perikanan,
tanaman pangan menjadi kawasan tanaman pangan, perkebunan menjadi kawasan
perkebunan, pariwisata menjadi kawasan wisata, sungai disebut kawasan/daerah
aliran sungai, kepulauan disebut kawasan gugus pulau.
Dalam rangka meningkatkan investasi, perdagangan dan penyerapan
tenaga kerja, pemerintah telah membentuk kawasan ekonomi, salah satunya yaitu
KEK (Kawasan Ekonomi Khusus). Pada dasarnya KEK dibentuk untuk membuat
lingkungan kondusif bagi akitivitas investasi, ekspor, dan perdagangan guna
mendorong laju pertumbuhan ekonomi serta sebagai katalis reformasi ekonomi.
Definisi KEK sendiri yang diatur dalam draft RUU KEK Pasal 1 ayat 1,
yaitu Kawasan dengan batas-batas tertentu dalam wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi-

fungsi perekonomian yang bersifat khusus dan memperoleh fasilitas tertentu.


Dengan tujuan pengembangan KEK yaitu membantu atau mendukung
perekonomian lokal, menciptakan lapangan kerja, memperbaiki struktur industri
di lokasi tersebut, meningkatkan ekspor dan meningkatkan cadangan devisa.
Selama ini ada beberapa bentuk atau kluster yang berhubungan dengan
kawasan pengembangan perekonomian, seperti : Kawasan Industri, Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terapadu, Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas, Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Ekonomi Khusus.
Tim KEKI dalam laporan pendahuluan telah menetapkan 12 kriteria untuk
menjadikan kawasan sebagai kawasan ekonomi khusus, yaitu : 1).komitmen kuat
dari pemda bersangkutan. 2).Kepastian kebijaksanaan. 3).Merupakan pusat
kegiatan wilayah yang memenuhi RTRW. 4).Memiliki keterkaitan dengan
wilayah pengembangan lain. 5).Infrastruktur pendukung. 6).Tersedia lahan.
7).Tersedia tenaga kerja. 8).Lokasi harus memberikan dampak ekonomi yang
signifikan. 9).Lokasi tidak terlalu jauh dengan pelabuhan dan bandara
internasional. 10).Secara ekonomi strategis. 11).Tidak mengganggu daerah
konservasi alam, dan 12).Memiliki batas yang jelas.
Melalui kemudahan ini diharapkan para investor hanya cukup datang ke
badan pengelola untuk mengurus segala izin yang berhubungan dengan kegiatan
investasi tersebut. KEK diyakini mampu memacu laju pertumbuhan ekonomi
daerah. Hal yang juga penting yaitu bilamana pembentukan KEK tidak mampu
untuk meningkatkan nilai tambah industri dan membangun keterkaitan kedepan
dan kebelakang (backward & forward linkages) dengan industri domestik
khususnya skala menengah & kecil termasuk koperasi. Dengan demikian biaya
yang telah dikorbankan seperti insentif pajak, beamasuk dan pembangunan
infrastruktur menjadi sia-sia sebagaimana telah terjadi selama ini dengan
pembangunan kawasan ekonomi seperti KAPET & kawasan industry.
Pemberlakuan status KEK bagi daerah tertentu sangat memberikan
keuntungan ekonomi secara nasional maupun regional. Tetapi, status ini juga

berpotensi merugikan, karena adanya pengurangan pendapatan pajak akibat


adanya insentif fiskal, dan dapat mengancam kawasan industri yang telah ada
untuk pindah ke KEK yang berdampak pengurangan terhadap penerimaan Negara.
Dalam konteks daerah, kegagalan KEK akan berdampak pada terjadinya
ketidakstabilan perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari arus migrasi penduduk
yang tinggi ke lokasi KEK melebihi kapasitas pertumbuhan sektor industri yang
akan menambah permasalahan baru terutama dari sisi bertambahnya angka
pengangguran, semakin tingginya kesenjangan pendapatan dan akan memperbesar
permasalahan sosial yang dihadapi oleh suatu daerah.
Beberapa tantangan atau hambatan tersebut adalah: a.Seringkali kebijakan
pemerintah pusat dalam kebijakan ekspor tidak selaras dengan kebijakan
pemerintah daerah. b.Domain pemerintah pusat akan lebih besar karena peranan
imigrasi, bea cukai, aspek pertahanan keamanan. c.Kurang optimalnya
pemahaman sumber daya manusia. d.Terbatasnya infrastruktur pendukung.
e.Belum tertatanya sistem kelembagaan dan. f.Belum berkembangnya sistem
informasi. g.Koordinasi dan kerjasama lintas sektor dan lintas pelaku yang belum
optimal untuk meningkatkan kualitas produk-produk unggulan.

DAFTAR PUSATAKA

http://222.124.202.176/website/images/produk/book/executive%20summa
ry%20kek.pdf
http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2013/04/25/-1366882248.pdf
http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/upload/data_artikel/edisi3d.pdf
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/bdk/malang/attachments/140_Artikel%2
05.pdf
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-bisnis/87-permasalahan-diseputar-kawasan-ekonomi-khusus.html
http://www.joubertmaramis.com/Artikel/kawasan-industri-tradisional-vskawasan-ekonomi-khusus-kek-salah-satu-solusi-middle-income-trap.html
https://id.scribd.com/doc/198015915/Peranan-Kawasan-Ekonomi-Khususdalam-Pembangunan-Nasional-dan-Daerah
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/adpu4440/pembentukan.htm
http://parmadiseme.wordpress.com/2011/10/28/dimensi-wilayah-dalamperencanaan-pembangunan/

Vous aimerez peut-être aussi