Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
OLEH:
NI PUTU NARISKA RAHAYUNI (1102105030)
Penyebab/Faktor Predisposisi
a. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seorang anak tidak dapat mengontrol pola berkemihnya secara volunter
sampai ia berusia 18-24 bulan. Proses penuaan juga mengganggu proses eliminasi
urin. Masalah mobilitas, kelemahan dan lansia juga mungkin akan mengalami
kehilangan kemampuan untuk merasakan bahwa kandung kemihnya penuh.
Perubahan fungsi ginjal dan kandung kemih juga terjadi seiring dengan proses
penuaan. Kecepatan filtrasi glomerulus menurun disertai penurunan kemampuan
ginjal untuk memekatkan urin, sehingga lansia sering mengalami nokturia
(urinasi berlebihan pada malam hari).
b. Faktor Psikologis
Ansietas dan stress emosional dapat menimbulkan dorongan untuk berkemih
dan frekuensi berkemih meningkat. Ansietas juga dapat membuat individu tidak
mampu berkemih sampai tuntas. Ketegangan emosional membuat relaksasi otot
abdomen dan otot perineum menjadi sulit. Apabila sfingter uretra eksterna tidak
berelaksasi secara total , buang air dapat menjadi tidak tuntas dan terdapat sisa
urin di dalam kandung kemih.
c. Faktor sosiokultural
pada
Hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, bekuan darah, dan
batu kencing menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan
terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen. dapat merusak penghantaran
impuls sensorik dan motorik dan meyebabkan kemampuan otot detrusor dan spingter
dalam merespon keinginan tuntuk berkemih menjadi terganggu. Selain itu analgesik
narkotik dan anestesi dapat menyebabkan rusaknya impuls sensorik dan motorik
yang berjalan di antara kandung kemih, medula spinalis, dan otak. Otot kandung
kemih dan otot sfingter juga tidak mampu merepons terhadap keinginan berkemih.
.
Trauma
tulang
belakang
Operasi pada
abdomen
bawah
Luka pada
medulla spinalis
(S2-S3)
Terdapat efek
anestesi &
analgesik narkotik
Adanya bekuan
darah/ batu
BPH, karsinoma
prostat, striktur
uretra, trauma uretra
Obstruksi
saluran kemih
Terjadi
penyempitan
saluran kemih
Pengeluaran
urine terhambat
penimbunan
urine di dalam
vesika urinaria
Kemampuan otot
detrusor dan spingter
untuk merespon
keinginan berkemih
Kesulitan untuk
mengontrol urinasi
Retensi
urine
Inkontinensi
a urine
Gangguan eliminasi
urine
4.
Klasifikasi
a. Retensi Urine
Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata di dalam kandung kemih
akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih. Urine terus berkumpul
di kandung kemih, merenggangkan dindingnya sehingga timbul perasaan tegang,
tidak nyaman, nyeri tekan pada simfisis pubis, gelisah, dan terjadi diaphoresis
(berkeringat). Tanda tanda retensi urine akut ialah tidak adanya haluaran urine
selama beberapa jam dan terdapat distensi kandung kemih. Pada retensi urine
yang berat, kandung kemih dapat menahan 2000 3000 ml urine . Retensi terjadi
terjadi akibat obstruksi uretra, trauma bedah, perubahan stimulasi saraf sensorik
dan motorik kandung kemih, efek samping obat dan ansietas.
b. Infeksi Saluran Kemih Bawah
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang didapat di rumah sakit. Penyebab
paling sering infeksi ini ialah dimasukkannya suatu alat ke dalam saluran
perkemihan. Misalnya pemasukkan kateter melalui uretra akan menyediakan rute
langsung masuknya mikroorganisme. Kebersihan perineum yang buruk
merupakan penyebab umum ISK pada wanita. Faktor predisposisi terjadinya
infeksi pada wanita diantaranya adalah praktik cuci tangan yang tidak adekuat ,
kebiasaan mengelap perineum yang salah yaitu dari arah belakang ke depan
setelah berkemih atau defekasi. Klien yang mengalami ISK bagian bawah
mengalami nyeri atau rasa terbakar selama berkemih (disuria).
c. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine ialah kehilangan kontrol berkemih. Klien tidak lagi dapat
mengontrol sfingter uretra eksterna. Lima tipe inkontinensia adalah inkontinensia
fungsional, inkontinensia refleks, Inkontinensia stress, inkontinensia urge, dan
inkontinensia total. Inkontinensia yang berkelanjutan memungkinkan terjadinya
kerusakan pada kulit, sifat urine yang asam mengiritasi kulit. Klien yang tidak
dapat melakukan mobilisasi dan sering mengalami inkontinensia terutama
berisiko terkena luka dekubitus.
d. Enurisis
Merupakan
ketidaksanggupan
menahan
kemih
(mengompol)
yang
Gejala Klinis
a. Urgensi : merasakan kebutuhan untuk berkemih
b. Disuria : merasa nyeri atau sulit berkemih
c. Frekuensi : berkemih dengan sering
d. Poliuria : mengeluarkan urine yang banyak
e. Oliguria : haluaran urine yang menurun dibandingkan dengan yang masuk
f. Nokturia : berkemih yang sering pada malam hari
g. Hematuria : terdapat darah dalam urine
h. Dribling (urine yang menetes) : kebocoran/rembesan urine walaupun ada kontrol
terhadap pengeluaran urine
i. Retensi : akumulasi urine di kandung kemih disertai ketidakmampuan
mengosongkan kandung kemih
j. Residu urine : volume urine yang tersisa setelah berkemih (volume 100 ml atau
lebih)
6.
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
- Perawat mengkaji kondisi mukosa mulut untuk mengetahui status hidrasi
-
klien
Perawat dapat melihat adanya pembengkakan atau lekukan konveks pada
dan luka
b. Palpasi
- Perawat mengkaji status hidrasi klien dengan melalui turgor kulit
- Perawat dapat mengkaji adanya nyeri tekan di daerah pinggul pada awal
penyakit pada saat memperkusi sudut kostovertebra (sudut yang dibentuk
-
c. Perkusi
- Perawat memperkusi sudut kostovertebra, peradangan menimbulkan nyeri
selama perkusi dilakukan.
d. Auskultasi
7.
Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urinalisis
2) Kultur Urine
b. Radiologi
1) Rontgenogram Abdomen
2) Pielogram Intravena
3) Pemindaian (scan) ginjal
4) Computerized Axial Tomography
5) Ultrasound ginjal
6) Sistoskopi
7) Biopsi ginjal
8) Angiografi (arteriogram)
8.
Theraphy/Tindakan Penanganan
a. Mempertahankan kebiasaan eliminasi
Perawat mempelajari waktu saat klien berkemih normal, seperti saat bangun
tidur atau sebelum makan. Klien biasanya memerlukan waktu untuk berkemih.
Kebutuhan untuk berespons terhadap keinginan berkemih klien juga merupakan
hal yang penting. Penundaan dalam membantu klien ke kamar mandi dapat
b.
menstimulasi
kontraksi
kandung
kemih
sehingga
meningkatkan
pengosongan kandung kemih. Dan satu obat lainya menyebabkan relaksasi otot
polos prostat, mengurangi obstruksi pada aliran uretra.
c. Kateterisasi
Kateterisasi kandung kemih dilakukan dengan memasukan selang plastic
atau karet melalui uretra kedalam kandung kemih. Kateter memungkinkan
mengalirnya urine yang berkelanjutan pada klien yang tidak mampu mengontrol
perkemihan atau klien yang mengalami obstruksi. Kateter juga menjadi alat
yang digunakan untuk mengukur haluan urine per jam pada klien yang status
hemodinamiknya tidak stabil.
d. Pencegahan infeksi
Klien yang dikateterisasi dapat mengalami infeksi melalui berbagai cara.
Mempertahankan drainase urine tertutup, merupakan tindakan yang penting
untuk mengotrol infeksi. System yang rusak dapat menyebabkan masuknya
organism. Daerah yang memiliki resiko ini, adalah daerah insersi kateter,
kantung drainase, clap, dan sambungan antara selang dan kantung. Irigasi dan
instilasi kateter diperlukan untuk mempertahankan kepatenan urine menetap,
kadang-kadang perlu untuk mengirigasi atau membilas kateter.
e. Menguatkan otot dasar panggul
Latihan dasar panggul meningkatkan kekuatan otot dasar panggul yang
terdiri dari kontraksi kelompok otot yang berulang (Burke, 1992)
f. Bladder retraining
Tujuan bladder retraining ialah untuk mengembalikan pola normal
perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih
(AHCPR, 1992)
d.
-
Diagnosa
Inkontinensia
urine reflex
berhubungan
dengan gangguan
neurologis
ditandai dengan
tidak adanya
sensasi penuh
pada kandung
kemih
Intervensi
Setelah diberikan
NIC Label: Urinary
asuhan keperawatan
Incontinence Care
selama ..x24 jam
1. Jelaskan penyebab
diharapkan
dari masalah dan
inkontinensia pada klien
rasional dari
berkurang
tindakan yang
dilakukan
NOC Label: Urinary
Continence
2. Monitor eliminasi
urine, meliputi
dengan criteria hasil :
frekuensi,
konsistensi, bau,
1. Mengetahui
volume, dan warna
keinginan berkemih
3. Membantu untuk
(5)
meningkatkan/
2. Pengosongan
mempertahankan
kandung kemih (5)
keinginan berkemih
3. Berkemih > 150cc
setiap kali berkemih 4. Instruksikan
(4)
pasien/keluarganya
untuk mencatat
keluaran urine dan
pola eliminasi
NIC Label: Urinary
Catheterization
1. Jelaskan prosedur
dan rasional dari
pemasangan kateter
Retensi urine
berhubungan
dengan sumbatan
Rasional
Evaluasi
S : klien
mengatakan sudah
bisa mengontrol
mengetahui
bagaimana pola
eliminasi urinenya
O : output dan
intake cairan sudah
normal dan
seimbang (1cc/kg
BB/jam), frekuensi
berkemih yang
sering pada klien
mulai berkurang
A : Urinary
Incontinence Care
tercapai sebagian
P : intervensi
Urinary
Incontinence Care
dilanjutkan
S : klien mengatakan
perutnya sudah tidak
nyeri
O : intake dan output
cairan sudah normal
dan seimbang
(1cc/kg BB/jam)
A: Urinary
Elimination
Management
tercapai sebagian
P: Urinary
Elimination
Management
dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA
NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : EGC.
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions Classification :
Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United States
of America : Mosby