Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh
RIFKA MAKMUR
510 14 011 263
Fakultas MIPA/Farmasi
UniVersitas Panca Sakti
2013 / 2014
BAB I
PENDAHULUAN
emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian
ke- 4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar
13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia
SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies
in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent
asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.
Maka disini kami akan memaparkan tentang Asma Bronchial yang nantinya akan
dibutuhkan oleh kita. Didalamnya terkandung
Penyakit Asma Bronchial, Patofisiologi Penyakit asma bronkial, Gejala Klinis Penyakit Asma
Bronchial, Diagnosis Penyakit Asma Bronchial dan Pencegahan Penyakit Asma Bronchial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma adalah suatu kadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus
yang berulang namun reversibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat
keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma
mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan hipere aktivitas bronkus
yang khas.Penyakit asma adalah penyakit yang terjadi akibat adanya penyempitan saluran
pernapasan sementara waktu sehingga sulit bernapas. Asma terjadi ketika ada kepekaan yang
meningkat terhadap rangsangan dari lingkungan sebagai pemicunya. Diantaranya adalah dikarenakan
gangguan emosi, kelelahan jasmani,perubahan cuaca, temperatur, debu, asap, bau-bauan yang
merangsang, infeksisaluran napas, faktor makanan dan reaksi alergi.
Penyakit asma bronkial di masyarakat sering disebut sebagai bengek, asma, mengi,
ampek, sasak angok, dan berbagai istilah lokal lainnya. Asma merupakan suatu penyakit
gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya
periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Orang yang menderita asma memiliki ketidak mampuan mendasar dalam mencapai angka
aliran udara normal selama pernapasan (terutama pada ekspirasi). Ketidak mampuan ini
tercermin dengan rendahnya volume udara yang dihasilkan sewaktu melakukan usaha eksirasi paksa
pada detik pertama. Karena banyak saluran udara yang menyempit tidak dapat dialiri dan dikosongkan
secara cepat,tidak terjadi aerasi paru dan hilangnya ruang penyesuaian normal antara ventilasidan
aliran darah paru. Turbulensi arus udara dan getaran mukus bronkus mengakibatkan suara mengi
yang terdengar jelas selama serangan asma, namun tanda fisik ini juga terlihat mencolok pada
masalah saluran napas obstruktif.Diantara serangan asma, pasien bebas dari mengi dan gejala,
walaupun reaktivitas bronkus meningkat dan kelainan pada ventilasi tetap berlanjut. Namun,
pada asmakronik, masa tanpa serangan dapat menghilang, sehingga mengakibatkan keadaan asma yang
terus-menenrus yang sering disertai infeksi bakteri sekunder.
2.2 Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah
diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas
saraf kolinergik), gangguan simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan hiperaktifitas
reseptor alfa adrenergik).
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik).
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora
jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap
alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas,
maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik).
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
dan non-alergik.
Berdasarkan Keparahan Penyakitnya :
a. Asma intermiten
Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam atau hari,
gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan asimtomatik di
antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced Expiratory Value in 1 second
(PEV1) > 80%
b. Asma ringan
Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi
mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan
PEV1 > 80%
c. Asma sedang (moderate)
Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam
hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam
keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80%
d. Asma parah (severe)
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari sering
terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronchial:
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat
juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
3. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
4. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera
diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
5. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil,
pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani
atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
http://doctorology.net/wp-content/uploads/2009/03/tipe-asma.jpg&imgrefurl.htm
2.3 Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan
sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap bendabenda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial
paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang
telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua factor-faktor ini akan
menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental
dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan
saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume
residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (Tanjung, 2003)
Klasifikasi
Derajat
Gejala
Gejala malam
Faal paru
Intermiten
APE
Asimtomatik
sebulan
80%
APE
1x/hari
sebulan
>80%
APE
Mild persistan
>
-Setiap hari,
persistan
80%
- Gejala Kontinyu
persistan
-Aktivitas terbatas
-Sering serangan
Sering
APE
<60%
60-
2. Pemeriksaan Fisik
a.Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam
posisi duduk.
b.Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.
c.Paru :
Inspeksi
: hipersonor
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium meliputi :
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
- Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
- Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas
yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
-
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan
yang didapat adalah sebagai berikut:
-
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
-
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clockwise
rotation.
-
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle
branch block).
-
f. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan
spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi. (Medicafarma,2008)
2.6 Pencegahan
a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress psikis
d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,Asma gabungan.
Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab timbulnya serangan asma bronkhial
yaitu : faktor predisposisi (genetic), faktor presipitasi (alergen, perubahan cuaca, stress,
lingkungan kerja, olahraga/aktifitas jasmani yang berat). Pencegahan serangan asma dapat
dilakukan dengan cara menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi, menghindari kelelahan,
menghindari stress psikis, mencegah/mengobati ispa sedini mungkin, olahraga renang, senam
asma.
3.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat menelaah
dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak bisa menambah
pengetahuan pembaca. Disamping itu saya juga mengharapkan saran dan kritik dari para
pembaca sehinga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
dari
Direktorat
Bina
Farmasi
Komunitas
Dan
Klinik
Depkes
RI:http://125.160.76.194 /bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.pdf
Tanjung, D. (2003). Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses 22 Juni 2012 dari USU
digital library:http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf. diakses 22
Juni 2012
http://www.scribd.com/doc/12896544/Asma-Bronkial. diakses 22 Juni 2012