Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KATARAK
Oleh:
Rizka Rahmaharyanti, S.Kep
G4D014001
KATARAK
A. Latar Belakang
Apendiks atau usus buntu merupakan bagian dari usus besar yang muncul sedikit dari
sekum dengan saluran yang sempit namun masih dapat dilewati oleh beberapa isi usus.
Organ ini juga merupakan pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara
hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen
(Syaifuddin, 1997). Apendeiks yang mengalami infeksi disebut apendisitis.
Prevalensi apendisitis di negara berkembang ialah 1:6. Menyerang semua kelompok usia
terutama anak-anak dan dewasa muda, namun jarang ditemukan di bawah usia dua tahun
(Jones, 1997).
Salah satu pengobatan pada apendisitis kronis adalah apendiktomi yaitu tindakan
pembedahan untuk memotong apendiks yang mengalami peradangan. Apendiktomi harus
dilakukan segera sesudah kondisi pasien memungkinkan, untuk merawat post operasi
apendiktomi perawat harus mampu memberikan pelayanan asuhan keperawatan secara
komprehensif dan paripurna. Masalah-masalah yang timbul akibat luka insisi setelah
dilakukan apendiktomi dapat berupa pendarahan, shock, gangguan pernafasan, infeksi dan
nyeri biasanya akan timbul akibat luka insisi yang dapat mempengaruhi mobilisasi, nafsu
makan yang menurun, gangguan istirahat dan merasa kurang nyaman.
B. Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, bahasa Inggris Cataract, dan Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan
seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya.
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh. (Sidarta Ilyas,2004)
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa,
umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun
(Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak
mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
C. Etiologi
Katarak dapat terjadi akibat :
1. Kelainan bawaan/ kongenital
2. Proses penuaan
Prevalensi katarak pada individu berusia 65 74 tahun adalah sebanyak 50%, prevalensi
ini meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun.
3. Kelainan sistemik atau metabolik seperti diabetes mellitus, galaktosemi dan distrofi
miotonik.
4. Genetik dan gangguan perkembangan
5. Infeksi virus di masa pertumbuhan janin
6. Bahan toksik : kimia dan fisik
7. Bermacam-macam penyakit mata seperti glaucoma, ablasi retina, uveitis dan retinitis
pigmentosa
8. Keracunan beberapa jenis obat seperti eserin 0.25 0.5%, kortikosteroid ergot,
antikolinesterase topical
9. Kelainan kaca mata minus yang dalam
D. Patofisiologi
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona central terdapat nucleus, di
perifer ada korteks dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Pada
lensa
katarak
secara
karakteristik
terdapat
agregat-agregat
protein
yang
F. Klasifikasi
1. Berdasarkan Penyebabnya
Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda asing pada lensa
atau trauma tumpul pada bola mata. Peluru senapan angin dan petasan merupakan
penyebab yang sering. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing
karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-kadang
vitreus masuk ke dalam struktur lensa.
Katarak toksika
Kortikosteroid yang diberikan dalam waktu lama baik secara sistemik maupun
dalam bentuk obat tetes mata dapat meneyebabkan kekeruhan lensa. Obat-obat lain
yang diduga menyebabkan katarak antara lain : phenotiazine, chlorpromazine, obat
tetes miotik kuat seperti phospholine iodine.
Katarak komplikata
Katarak dapat terbentuk akibat efek langsung penyakit intraocular yang
mempengaruhi fisiologis lensa. Katarak biasanya berawal dari daerah subkapsular
posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit intraokuler yang
sering berkaitan antara lain uveitis kronik atau rekuren, glaucoma, retinitis
pigmentosa dan ablation retinae. Katarak ini biasanya unilateral. Katarak komplikata
juga dapat disebabkan akibat gangguan sistemik seperti diabetes mellitus, distrofi
miotonik, dermatitis atopic, hipoparatiroidisme, galaktosemia dan sindrom Lowe,
Werner dan down.
2. Berdasarkan Usia
a. Katarak kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Sewaktu dalam kandungan, terbentuknya
lensa adalah minggu ke lima sampai ke delapan usia kehamilan. Pada masa ini belum
terbentuk kapsul pelindung, sehingga virus bisa masuk ke dalam jaringan lensa.
Seluruh lensa buram, tampak abu-abu putih.
Penyebab katarak kongenital :
Mungkin herediter dengan atau tanpa penyakit mata atau penyakit sistemik lain.
Infeksi teratogenik yang diderita ibu saat kehamilan seperti campak jerman, cacar
air, penyakit gondong, hepatitis dan poliomyelitis.
Infeksi maternal selama masa kehamilan seperti pada infeksi toksoplasmosis atau
infeksi Rubella
-
Mekanisme terjadinya tidak jelas, akan tetapi diketahui bahwa rubella dapat
dengan mudah menular melalui barier plasenta. Virus ini dapat masuk atau
terjepit di dalam vesikel lensa dan bertahan di dalam lensa sampai 3 tahun
strabismus. Tindakan pengobatan adalah operasi bila refleks fundus tidak tampak,
biasanya bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau
lebih muda. Tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum dikenal adalah
disisio lensa, ekstraksi linier, ekstraksi dengan aspirasi.
Pengobatan katarak kongenital tergantung pada :
Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk, karena
mudah sekali terjadi ambliopia; karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan
secepat mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan latihan beban mata.
b. Katarak juvenile
Kekeruhannya halus dan bulat, umumnya timbul pada usia 30-an. Katarak ini
perkembangannya lamban dan biasanya tidak mengganggu penglihatan. Jika kekeruhan
ini menyatu akan berbentuk cincin di perifer yang disebut katarak koronaria, apabila tipis
dan kebiru-biruan disebut katarak serulea. Biasanya merupakan penyulit penyakit
sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti katarak metabolik, distrofi
miotonik, katarak traumatic dan katarak komplikata.
c. Katarak senile
Secara klinik dikenal dalam 4 stadium yakni insipient, imatur, matur dan hiper
matur
Imatur
Matur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan lensa
Normal
Bertambah
Normal
(masuk)
Iris
Hipermatur
Normal
lensa keluar)
Terdorong
Normal
Tremulans
Dangkal
Normal
Dalam
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
Negatif
Positif
Negatif
Pseudopos
Penyulit
Glaukoma
Uveitis + glaukoma
Kekeruhan korteks lensa perifer berbentuk ruji roda yang dipisahkan oleh
celah-celah air. Meningkatnya cairan yang masuk ke dalam lensa
mengakibatkan terjadinya separasi lamellar dan akhirnya terjadi kekeruhan
korteks berwarna abu-abu putih yang tidak merata.
Katarak nuklear
Kekeruhan inti embrional dan inti dewasa yang berwarna kecoklatan.
Korteks anterior dan posterior relative jernih dan masih tipis. Bentuk
kekeruhan nuklear ini bisa menyebabkan terjadinya miopia berat yang
memungkinkan penderita membaca jarak dekat tanpa memakai kaca mata
koreksi seperti seharusnya (second sight)
d. Katarak Brunesen
Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada
nukleus lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes mellitus dan myopia
tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik daripada dugaan sebelumnya dan biasanya
ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan
adanya katarak kortikal posterior.
e. Katarak diabetes
Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa
akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila
dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila
terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali
Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak
serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau bentuk
piring subkapsular
Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik dan
biokimia sama dengan katarak pasien nondiabetik.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan katarak adalah:
1.
Pemeriksaan visus dengan kartu snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik serta
menggunakan pinhole
2.
3.
Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau Schiotz
4.
Jika TIO dalam batas normal (< 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata
Tropicanamide 0.5%. setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp
untuk melihat serajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien.
a. Derajat 1 : nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak sedikit
kekeruhan dengan warna agak keputihan. Refluks fundus masih mudah diperoleh.
Usia penderitanya biasanya kurang dari 50 tahun.
b. Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus antara 6/12 6/30,
tampak nucleus mulai sedikit berawarna kekuningan. Refleks fundus masih mudah
diperoleh dan paling sering memberikan gambaran seperti katarak subkapsularis
posterior.
c. Derajat 3 : nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus antara 6/30 3/60,
tampak nukleus berwarna kuning disertai kekeruhan korteks yang berwarna keabuabuan
d. Derajat 4: nukleus keras, biasanya visus antara 3/60 1/60, tampak nukleus berwarna
kuning kecoklatan. Reflex fundus sulit dinilai
e. Derajat 5 ; nukleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60 atau lebih jelek. Usia
penderita sudah di atas 65 tahun. Tampak nucleus berawarna kecoklatan bahkan
sampai kehitaman, katarak ini sangat keras dan disebut juga sebagai Brunescence
cataract atau black cataract.
5.
6.
Pemeriksaan penunjang : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain pada mata
selain katarak
7.
Pemeriksaan tambahan : biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan dioperasi
katarak dan retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah operasi.
H. Pathway
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Pembedahan dengan membersihkan lensa mata yang keruh
2. Katarak tidak dapat dibedah dengan sinar
3. Hasil bedah katarak sangat baik, 90% pasien pasca bedah dapat mempergunakan
matanya seperti sedia kala
4. Ada dua jenis operasi katarak yakni Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK) dan
Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK).
5. EKIK adalah pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.
Dapat dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah
diputus. Pada EKIK tidak akan terjasi katarak sekunder.kontraindikasi EKIK
adalah pada pasien < 40 tahun yang masih mepunyai ligament hialoidea kapsuler.
Penyulit yang sering terjadi: astigmat, glaucoma, uveitis, endoftalmus dan
perdarahan.EKIK sekarang jarang dilakukan karena tersedianya teknik bedah
yang lebih canggih.
6. EKEK adalah tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior
sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut.
Termasuk ke dalam golongan ini ekstraksi linier, aspirasi dan irigasi. Penyulit
yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katark sekunder,
yakni terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal, paling cepat
keadaan ini terlihat sesudah 2 hari EKEK.
7. Salah satu penemuan terbaru pada EKEK adalah Fakoemulsi. Cara ini
memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan
menggunakan alat ultrasound frekwensi tinggi untuk memecah nucleus dan
korteks lensa menjadi partikel kecil yang kemudian diaspirasi melalui alat yang
sama yang juga memberikan irigasi kontinu. Dengan teknik ini waktu
penyembuhan menjadi lebih pendek dan penurunan insiden astigmatisme pasca
operasi.
8. Pada mata yang telah dikeluarkan lensanya akibat katarak, pasien akan
menggalami penglihatan yang tidak jelas dan perlu lensa pengganti dan mata
tidak dapat melihat dekat atau berakomodasi. Karena itu pasien memerlukan
sebuah lensa pengganti / koreksi. Koreksi ini dapat dilakukan dengan metode :
kaca mata apakia, lensa kontak atau implant lensa intraokuler (IOL)
9. Kaca mata apakia
Keuntungan : dapat mengambil alih fungsi lensa mata yang dikeluarkan, kaca
mata merupakan alat penglihatan yang aman dan harga yang tidak terlalu mahal.
Kerugian : adanya perasaan asing sewaktu memakainya, kaca mata terlalu tebal
dan berat, benda akan terlihat melengkungg, terlihat benda lebih besar 30% dari
ukuran sesungguhnya, pada waktu melihat harus selalu menggerakkan kepala
karena melihat dengan bagian tengah lensa, akibatnya terjadi penyempitan lapang
pandangan, serta terdapat bagian yang tidak terlihat pada lapang pandangan 4060%.
10. Lensa kontak jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia, dengan pembesaran 5% 10%, tidak menimbulkan aberasi sferis, tak ada penurunan lapang pandang dan
tak ada kesalahan orientasi spasial.
Kelemahan tenik ini adalah penyimpanan yang selamanya harus bersih dan kalau
bisa steril, pemakaian sukar pada usia lanjut dan diperlukannya ketrampilan
pasien dalam hal memasang, melepaskan dan merawat lensa kontak secara bersih.
11. IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah diimplantasi ke dalam mata.
Mampu
menghasilkan
menghilangkan
bayangan
efekoptikal
lensa
dengan
afakia
bentuk
yang
dan
ukuran
normal,
menjengkelkan
dan
J. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk mengumpulkan data atau
informasi dan menganalisa sehingga dapat diketahui kebutuhan penderita tersebut.
1. Riwayat
a.
b.
c.
2. Pengkajian umum
a.
Usia.
b.
K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul selama periode peri operasi (pre, intra dan post
operasi) adalah :
1. Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan tajam
penglihatan dan kejelasan penglihatan.
2. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian operasi.
3. Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraocular (TIO),
perdarahan, kehilangan vitreous.
4. Nyeri yang berhubungan dengan luka pasca operasi.
5. Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan, pembatasan
aktivitas pasca operasi.
L. Fokus Intervensi
1. Meningkatkan kenyamanan
2. Mencegah komplikasi
3. Memberikan informasi trntang prosedur pembedahan,/prognosis, kebutuhan pengobatan
dan potensial komplikasi.
M. Perencanaan keperawatan
Diagnosa
Nyeri b.d agen
injuri fisik
(luka insisi
post operasi
appendiktomi)
1.
2.
3.
4.
5.
Tujuan
Intervensi
Setelah
dilakukan
asuhan Pain Management
keperawatan diharapkan nyeri - Lakukan pengkajian nyeri secara
yang
dirasakan
pasien
komprehensif
termasuk
lokasi,
berkurang dengan kriteria hasil:
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
- Observasi reaksi nonverbal dari
Pain Level,
ketidaknyamanan
Pain control,
- Kaji kultur yang mempengaruhi
Comfort level
respon nyeri
- Evaluasi pengalaman nyeri masa
Kriteria Hasil :
lampau
Indikator
- Kontrol lingkungan yang dapat
Mampu
mengontrol
mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri (tahu penyebab
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
nyeri,
mampu
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
menggunakan teknik
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri
nonfarmakologi untuk
(farmakologi, non farmakologi dan
mengurangi
nyeri,
inter personal)
mencari bantuan)
- Ajarkan
tentang
teknik
non
Melaporkan
bahwa
farmakologi
nyeri
berkurang
- Berikan analgetik untuk mengurangi
dengan menggunakan
nyeri
manajemen nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Mampu
mengenali
- Tingkatkan istirahat
nyeri
(skala,
intensitas, frekuensi
Analgesic Administration
dan tanda nyeri)
- Tentukan
lokasi,
karakteristik,
Menyatakan
rasa
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
nyaman setelah nyeri
pemberian obat
berkurang
- Cek instruksi dokter tentang jenis
Tanda vital dalam
obat, dosis, dan frekuensi
rentang normal
- Cek riwayat alergi
- Tentukan pilihan analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
Keterangan :
- Monitor vital sign sebelum dan
Keluhan ekstrim
sesudah pemberian analgesik pertama
Keluhan berat
kali
Keluhan sedang
- Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
Keluhan ringan
dan gejala (efek samping)
Tidak ada keluhan
Setelah
dilakukan
asuhan Self Care assistane : ADLs
keperawatan
diharapkan - Monitor kemampuan klien untuk
perawatan diri pasien membaik
perawatan diri yang mandiri.
dengan kriteria hasil:
- Monitor kebutuhan klien untuk alatalat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan
Self care : Activity of Daily
makan.
Living (ADLs)
- Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh untuk melakukan
self-care.
Indikator
- Dorong klien untuk melakukan
Klien terbebas dari
aktivitas sehari-hari yang normal
bau badan
sesuai kemampuan yang dimiliki.
Menyatakan
- Dorong untuk melakukan secara
kenyamanan terhadap
mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
kemampuan
untuk
tidak mampu melakukannya.
melakukan ADLs
- Ajarkan klien/ keluarga untuk
Dapat
melakukan
mendorong
kemandirian,
untuk
ADLS
dengan
memberikan bantuan hanya jika
bantuan
pasien
tidak
mampu
untuk
melakukannya.
- Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
- Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C, Long. (1996), Perawatan Medical Bedah, Yayasan Ikatan Alumni Keperawatan
Pejajaran, Bandung.
Carpenito, L.J. (1996), Rencanan Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Cameron, (1997), Ilmu Bedah Muthakhir, EGC, Jakarta, Penerbit Buku kedokteran.
Jones, DJ dan Irving, MH. (1997). Petunjuk Penting Penyakit Kolorektal. Jakarta : EGC
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. (2001). Kapita selekta
kedokteran (Edisi Ketiga ed., Vol. Jilid 1). Jakarta: Media Aesculaplus.
NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 - 2014. (M.
Ester, Ed., M. Sumarwati, D. Widiarti, & E. Tiar, Trans.) Jakarta: EGC.
Oswari, E. (1993). Bedah dan Perawatannya. Jakarta : Gramedia
Priharjo, R. (1993). Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien. Jakarta : EGC
Suzanne C. S, Brenda G. Bare. (2000). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Jakarta :
EGC.